Anda di halaman 1dari 30

ILMU AGRONOMI LANJUT

OPTIMASI FAKTOR PRODUKSI TANAMAN

Dr. Dyah Weny Respatie, S.P., M.Si.


Prof. Dr. Ir. Tohari, M.Sc.
Departemen Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian
UGM
Selasa , 29 September 2020

-dwr-
OPTIMASI FAKTOR TUMBUH (OFT)

✓ Optimasi faktor lingkungan tumbuh (OFT) dapat digunakan untuk


menentukan tingkat faktor lingkungan tumbuh optimum bagi
pembentukan hasil tanaman melalui pendekatan fungsi matematika
sederhana.
✓ Kondisi lingkungan tumbuh optimum ini memandu dan mengarahkan
penggunaan teknologi produksi tanaman secara efektif, efisien, dan
berkelanjutan, dan dapat mengendalikan penggunaan teknologi produksi
tanaman berlebihan yang dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap
lingkungan hidup
Konsep dan Prinsip Optimasi Faktor Tumbuh

Optimasi faktor tumbuh (OFT) bertujuan untuk menyediakan


dan menjamin ketersediaan, kecukupan, dan keberlanjutan
kebutuhan dasar tanaman budidaya untuk memunculkan
kemampuan bawaan dalam ujud pertumbuhan, diferensiasi,
dan morfogenesis maksimum pada suatu sistem produksi
tanaman terpilih.
Konsep dan Prinsip Optimasi Faktor Tumbuh

✓ Basis sistem produksi tanaman adalah pertumbuhan dan hasil


atau produktivitas.
✓ Sistem adalah suatu bagian terbatas realitas (kenyataan), yang
mengandung sejumlah elemen yang saling tindak (de Wit, 1982).
✓ Pertumbuhan adalah suatu perubahan secara bertahap dan
progresif, bersifat kuantitatif dan tak terbalikkan (irreversible),
biasanya diikuti oleh perubahan ukuran tanaman, misalnya tinggi
tanaman, berat kering (kandungan air nol) tanaman, luas daun,
volume akar, dan sebagainya (Moore, 1979).
MACAM FAKTOR LINGKUNGAN TUMBUH
Faktor dan dinamika lingkungan tumbuh di suatu tempat selama periode
waktu ditentukan melalui penghampiran proses fotosintesis yaitu
✓ sinar matahari yang bergantung kedudukan bumi terhadap matahari,
✓ kualitas atmosfir,
✓ karakteristik hujan,
✓ fisio-topografi,
✓ tekstur tanah,
✓ bahan organik tanah, dan
✓ pH tanah.
Fungsi Matematika Faktor Lingkungan Tumbuh
Kualitas lingkungan tumbuh sistem produksi tanaman dapat dievaluasi
dan ditentukan oleh kuantitas dan kualitas pertumbuhan dan hasil
tanaman.
Pertumbuhan dan hasil tanaman maksimum (PHTmak) tercapai kalau
kondisi lingkungan tumbuh optimum (KLTopt) yang secara matematika
dirumuskan dalam persamaan : HPTmak = f (KLTopt)
Fungsi Matematika Faktor Lingkungan Tumbuh
Kualitas lingkungan tumbuh aktual (existing environmental quality),
selanjutnya dapat ditaksir melalui pendekatan pertumbuhan dan
hasil relatif terhadap pertumbuhan dan hasil maksimum
sebagaimana disajikan dalam persamaan
HPTakt
KLTakt = f ( ⎯⎯⎯ )
HPTmak
Optimasi Faktor Lingkungan Tumbuh

Optimasi faktor lingkungan tumbuh tanaman di suatu lahan sistem


produksi tanaman, terutama yang bersifat variabel (X) melalui
serangkaian perlakuan percobaan mulai kondisi minimum sampai
maksimum sehingga kurva respons hasil biologi dan/atau hasil
ekonomi (Y) adalah kuadratik sebagaimana disajikan dalam
persamaan ; Y = aX2 + bX + c
Fase Pertumbuhan
• A : Fase lag
•Pada fase lag pertumbuhan lambat. Biasanya tanaman yang
mengalami fase lag adalah tanaman yang baru dipindah dari
pesemaian. Pada fase ini laju fotosintesis lebih kecil dari laju
respirasi
• B : Fase Log
•Pada fase ini pertumbuhan tanaman berlangsung dengan
cepat. Laju fotosintesis lebih tinggi dari laju respirasi.
• C : Menurun (pertumbuhan diperlambat)
•Tanaman masih tumbuh namun pertumbuhan yang
dilakukan sangat kecil, lebih kecil daripada saat tanaman
berada pada fase log. Laju fotosintesis sama dengan laju
respirasi.
• D : Fase tetap
•Pada fase ini tanaman sudah tidak lagi melakukan
pertumbuhan vegetatif. Laju fotosintesis lebih kecil dari laju
Stoskopf, ( 1981) respirasi.
APLIKASI TEKNOLOGI DALAM
KAITANNYA DENGAN FASE
PERTUMBUHAN TANAMAN DALAM
UPAYA OPTIMASI PRODUKSI TANAMAN

Departemen Budidaya Pertanian


Fakultas Pertanian
UGM
Selasa , 29 September 2020
Implementasi Teknologi Produksi
• Fase Lambat (1-3 mst):
Pertimbangan dalam pengendalian gulma dan sekaligus pendangiran (olah tanah ringan) → sifat: wajib,
pemupukan pertama (sistem tugal, paliran, atau tebar tergantung jenis tanaman dan kondisi lahannya), dan
pengairan (sawah atau tadah hujan), pencegahan hama dan penyakit.
• Fase Cepat (4-7 mst):
Pertimbangan dalam pengendalian gulma (sifat tentatif/jika diperlukan), pemupukan kedua (bisa juga
ditambahkan pupuk aplikasi lewat daun terutama untuk merangsang bunga dan hasil), pengairan, serta
pengendalian hama dan penyakit (jika diperlukan).
• Fase Transisi (5, 6, atau 7 mst): mulai masuk pertumbuhan vegetatif maksimum, inisiasi bunga, dan
peralihan masuk ke generatif.
• Fase Tetap (8-13 mst):
Pemupukan ketiga (jika diperlukan termasuk pemupukan keempat), pengendalian hama dan penyakit (jika
diperlukan), pengairan mulai dihentikan dan lahan dikeringkan (misal: padi sawah).
• Fase Senesen (14-16 mst):
Daun tanaman mulai menguning sebagian besar, batang mulai berubah warna (menjadi coklat kering),
polong ataupun gabah mulai berubah warna dan sudah berisi penuh. Tanaman siap dipanen.
Fase Lambat (1-3 mst):

Implementasi Kultur Teknis:


• Pertimbangan dalam pengendalian gulma dan sekaligus pendangiran (olah
tanah ringan) → sifat: wajib.
• Pemupukan pertama (sistem tugal, paliran, atau tebar tergantung jenis
tanaman dan kondisi lahannya).
• Pengairan (sawah atau tadah hujan).
• Pencegahan hama dan penyakit.
Fase Cepat (4-7 mst):
Implementasi Kultur Teknis:
• Pertimbangan dalam pengendalian gulma (sifat tentatif/jika diperlukan).
• Pemupukan kedua (bisa juga ditambahkan pupuk aplikasi lewat daun terutama
untuk merangsang bunga dan hasil).
• Pengairan, serta pengendalian hama dan penyakit (jika diperlukan).
Fase Transisi (5, 6, atau 7 mst):
Ciri-ciri tanamannya:
• Sudah memasuki fase vegetatif maksimum.
• Untuk tipe tanaman determinate akan mulai berhenti
pertumbuhan tinggi tanamannya.
• Keragaan tanaman sudah mulai bersinggungan tajuknya,
sehingga jarak tanamnya kadang tidak kelihatan jelas lagi.
Fase Tetap (8-13 mst):

• Implementasi Kultur Teknis:


Pemupukan ketiga (jika diperlukan termasuk pemupukan
keempat), pengendalian hama dan penyakit (jika diperlukan),
pengairan mulai dihentikan dan lahan dikeringkan (misal: padi
sawah).
Fase Senesen (14-16 mst):
• Implementasi Kultur Teknis:
Daun tanaman mulai menguning sebagian besar, batang mulai berubah warna (menjadi coklat kering),
polong ataupun gabah mulai berubah warna dan sudah berisi penuh. Tanaman siap dipanen.
CROPPING SYSTEM
Dr. Dyah Weny Respatie, S.P., M.Si.

Departemen Budidaya Pertanian


Fakultas Pertanian
UGM
Selasa , 29 September 2020
POLA DAN SISTEM PERTANAMAN

• Pola pertanaman (cropping pattern) :


susunan dan atau urutan jenis
tanaman pada sebidang lahan
dalam jangka waktu satu tahun

• Sistem pertanaman (cropping system) :


penanaman satu atau lebih jenis
tanaman menurut pola tanam yang
sesuai dengan kondisi lahan,
kemampuan, dan tujuan penanam
(petani)
MACAM SISTEM PERTANAMAN

1. Pertanaman tunggal (sole cropping) : penanaman satu jenis


tanaman pada suatu lahan dengan kerapatan normal.
2. Pertanaman monokultur (monoculture cropping) : penanaman
satu jenis tanaman pada suatu lahan berulang - ulang
(continuous croping).
3. Pergiliran tanaman (crop rotation) : penanaman berulang - ulang
pada suatu lahan dengan urutan jenis tanaman berbeda.
4. Tanam ganda atau tumpang gilir (multiple cropping) : penanaman
dua atau lebih jenis tanaman pada sebidang lahan selama satu
tahun
Jenis Tanam Ganda
a. Pertanaman campuran (mixed cropping)
b. Pertanaman sela baris (intercropping)
c. Pertanaman sela jalur (strip cropping)
d. Pertanaman sela sisip (relay cropping)
e. Pertanaman beruntun (sequential cropping) :
1) Double cropping: beruntun 2
2) Triple cropping: beruntun 3
3) Quadruple cropping: beruntun 4
Indeks Tumpang Gilir (ITG)
n li li : jumlah luas lahan
ITG = € x 100% yg ditempati tanaman selama
i=1 L 1 tahun
i: jenis tanaman ke 1, 2, 3, ……. n

Musim MTI MTII MT III

jagung- kedelai jagung- kacang tanah


Jenis tan. padi
Luas lahan 1,5 0,5 0,7 0,5 0,8

1,5+0,5+0,7+0,5+0,8
ITG = x 100% = 200%
2
Untuk menilai intensitas penggunaan lahan
Intensitas Indeks Tumpang Gilir ( IITG)
n li x bi
• IITG = € x 100%
L x 12
i=1
li, bi = luas dan umur masing-masing jenis tanaman

1,5x5+0,5x3+0,7x3+0,5x3+0,8x3
IITG = x100%
2x12
IITG = 41,67% → Intensitas penggunaan lahan per
satuan waktu
Nisbah Setara Lahan (NSL)
n HTi
NSL = €
i=1 HMi
HTi = hasil tanaman tumpangsari jenis tanaman i HMi = hasil
tanaman monokultur jenis tanaman i
TS M
NSL = 35 + 9 = 1,45 Jagung 35 50 q/ha
50 12 Kacang Tanah 9 12 q/ha
Untuk memberikan hasil sama:
Monokultur memerlukan lahan 1,45 ha, TS 1 ha
SISTEM JAJAR LEGOWO
TUJUAN :
YAITU
1. Menambah jumlah populasi
upaya peningkatan populasi tanaman padi sekitar 30 %
tanaman dengan mengatur jarak 2. Mempermudah pelaksanaan
pemeliharaan, pemupukan dan
tanam, sehingga pertanaman pengendalian hama penyakit
akan memiliki barisan tanaman tanaman
yang diselingi oleh barisan 3. Mengurangi kemungkinan
serangan hama dan penyakit
kosong dimana jarak tanam terutama hama tikus
pada barisan pinggir setengah 4. Menghemat pupuk
kali jarak tanam antar barisan. 5. Efek tanaman pinggir
6. Penambahan populasi 100 % X 1 /
(1 + jumlah legowo).
TIPE SISTEM JAJAR LEGOWO

Tipe legowo (2 : 1) : setiap dua baris


tanaman diselingi oleh satu barisan
kosong yang memiliki jarak dua kali dari
jarak tanaman antar baris sedangkan
jarak tanaman dalam barisan adalah
setengah kali jarak tanam antar barisan

Contoh : penangkar benih untuk


mendapatkan benih yang berkualitas
tinggi
TIPE SISTEM JAJAR LEGOWO

Tipe legowo (3 : 1) : setiap tiga baris


tanaman diselingi oleh satu barisan
kosong yang memiliki jarak dua kali dari
jarak tanaman antar barisan

Contoh : efek tanaman pinggir pada


baris 1 dan 3
TIPE SISTEM JAJAR LEGOWO
Tipe legowo (4 : 1) : cara tanam padi
dimana setiap empat baris tanaman
diselingi oleh satu barisan kosong yang
memiliki jarak dua kali dari jarak
tanaman antar barisan.

Contoh : efek tanaman pinggir pada


baris 1 dan 4
Penyimpangan hasil akibat petak ubinan tidak tepat

✓ Tujuan : mengetahui besarnya penyimpangan hasil akibat penggunaan ukuran


petak ubinan tidak tepat.
✓ Dalam mengambil ubinan saat panen biasanya ukuran petak ubinan telah
ditentukan misalnya:
(1) 2,5 x 2,5 m, (2) 5 x 5 m, atau (3) 10 x 10 m, berlaku untuk semua jenis
tanaman pangan.
✓ Ukuran petak ubinan yang tepat seharusnya disesuai -kan jarak tanam,
contohnya, bila jarak tanam kacang tanah 25 x 30 cm maka ukuran petak ubinan :
bisa 2,5 x 3,0 m = 10 x 10 tanaman = 100 tanaman.
bisa 5 x 6 m = 20 x 20 tanaman = 400 tanaman (3) bisa 7,5 x 9,0 m =
30 x 30 tanaman = 900 tanaman.
Penyimpangan Hasil
✓ Bila jarak tanam padi 20 x 20 cm, digunakan ukuranpetak ubinan 2,5 x 2,5 m.
Berapa persen penyimpangan hasilnya bila digunakan ukuran ubinan yang tepat ?
✓ Ukuran ubinan yang tepat:
bisa 2 x 2 m = 10 x 10 rumpun = 100 rumpun,
bisa 3 x 3 m = 15 x 15 rumpun = 225 rumpun
✓ Bila hasil ubinan dg ukuran 2,5 x 2,5 m = 6,25 kg = 1 kg/m2 = 10 ton/ha, sedang hasil
ubinan dengan ukuran 2 x 2 m = 3,6 kg = 0,9 kg/m2 = 9 ton/ha, maka:

Penyimpangan hasil = 10 ton – 9 ton x 100% = 11,1%


9 ton
Terima kasih
“Kemauan itu dipilih, mahir itu dilatih
dan manfaat itu untuk dibagikan”

Anda mungkin juga menyukai