PEMBAHASAN
Aplikasi Herbisida
Namun, keberadaan gulma Nephrolepis sp. ditinjau dari aspek ekologi ti-
dak sepenuhnya harus diberantas karena keberadaan gulma pakis (Nephrolepis
sp.) berfungsi sebagai penutup tanah (cover crop) dan penyeimbang kelembaban
di atas permukaan tanah. Gulma Nephrolepis sp. hanya dikendalikan di jalur ber-
sih (gawangan) dan piringan rumpun sagu.
Dosis herbisida
Dosis herbisida yang digunakan oleh PT. National Sago Prima yaitu
paraquat 1.5 l / ha dan metil metsulfuron 62.5 g / ha , dengan volume semprot 400
l/ ha. Penyemprotan mengunakan alat knapsack sprayer SOLO-15 (kapasitas 15
liter) dan GS-16 (kapasitas 16 liter) dengan warna nozel semprot biru.
Kecepatan jalan
Tekanan pompa semprot sprayer (Solo-15 atau GS-16) yang umum di-
gunakan untuk penyemprotan herbisida adalah 1 kg/cm². Jika tekanan pompa ku-
rang atau berlebih, maka akan dihasilkan pancaran semprot yang kurang sempur-
na. Hal ini akan berpengaruh pada efektivitas herbisida dalam mengendalikan
gulma terutama gulma yang dominan di perkebunan sagu.
Sebelum Setelah
No Spesies
Aplikasi Aplikasi
1 Nephrolepis sp. 82.50% 78.87 %
2 Mikania michranta 9.40% 3.21 %
3 Boreria sp. 6.60% 0%
4 Gleichenia linearis 1.50% 0%
5 Stenochlaena palustris 0% 14.78 %
6 Melastoma malabathricum 0% 3.14 %
Jumlah 100% 100%
36
Gulma Boreria sp. sepenuhnya dapat dikendalikan oleh perlakuan yang di-
aplikasikan, baik perlakuan secara manual, perlakuan herbisida kontak maupun
herbisida sistemik. Gulma Boreria sp. merupakan jenis gulma berdaun lebar yang
merambat dan menutupi rumpun sagu sehingga menjadi pesaing utama rumpun
sagu dalam menyerap cahaya matahari untuk proses fotosintesis.
Pertumbuhan gulma golongan daun lebar (Melastoma malabathricum dan
Stenochlaena palustris) (Gambar 8) diduga terjadi akibat pecahnya dormansi biji
gulma akibat tersedianya ruang tumbuh dan masuknya cahaya matahari setelah
gulma Nephrolepis sp. dikendalikan secara manual, kondisi demikian memicu
pertumbuhan gulma daun lebar. Dormansi merupakan kelebihan yang dimiliki
oleh semua biji gulma untuk mempertahankan diri dari keadaan lingkungan yang
buruk untuk pertumbuhannya (Sastroutomo, 1990).
sudah mulai terlihat tumbuh. Jeda waktu yang diperlukan untuk gulma tumbuh
kembali di lahan berdasarkan perlakuan yang dilaksanakan di petak percontohan
adalah 4 MSA.
Peningkatan jumlah pelepah daun anakan luar pada perlakuan kimia di-
sebabkan karena dosis herbisida yang diaplikasikan tidak berpengaruh secara sig-
nifikan pada pertambahan anakan dan pertumbuhan pelepah daun anakan sagu. Ja-
rak tanam sagu 8 m x 8 m menyebabkan efek dari herbisida hanya mampu me-
ngendalikan pertumbuhan gulma, sedangkan pertumbuhan sagu tidak terpengaruh
oleh adanya perlakuan herbisida.
Hasil pengamatan pada peubah jumlah anakan dalam yang dilakukan pada
2, 4, 6, dan 8 MSA menunjukkan adanya penurunan jumlah pelepah daun baik
perlakuan gulma secara manual (tebas) maupun perlakuan secara kimia. Kondisi
penurunan jumlah pelepah terjadi karena kurangnya kontrol pada pemeliharaan
tanaman (pruning) tanaman contoh selama pengamatan sehingga jumlah pelepah
43
daun anakan dalam pada 2 MSA untuk perlakuan tebas+Metil Metsulfuron dan
tebas+(Glifosat+Metil Metsulfuron) menurun, demikian pula pada 4 MSA untuk
perlakuan tebas+Paraquat dan tebas+Glifosat jumlah pelepah daun anakan dalam
juga menurun (Tabel 10).
Tabel 10. Rata-rata Jumlah Pelepah Anakan Dalam Sagu Setelah Aplikasi
Minggu Setelah Aplikasi (MSA)
Perlakuan
2 4 6 8
Kontrol 27.00 25.00 25.33 26.00
Gejala Keracunan
Peubah tingkat keracunan pada rumpun sagu juga dapat diamati dari
perubahan warna pelepah setelah aplikasi. Perubahan warna dinilai dengan skor-
ing dengan ketentuan sebagai berikut : tidak ada gejala keracunan ditandai dengan
warna pelepah hijau (skor 1), keracunan ringan ditandai warna pelepah hijau ke-
kuningan (skor 2), keracunan sedang ditandai warna pelepah kuning bercak coklat
(skor 3), keracuanan berat ditandai warna pelepah coklat dominan (skor 4).
Perubahan warna pelepah menjadi indikator bahwa ada gejala keracunan
akibat aplikasi herbisida terhadap rumpun sagu. Pelepah sagu secara alami akan
mengalami perubahan warna dari mulai hijau hingga berwarna coklat tua yang
menandakan pelepah telah kering (mati) tetapi proses degradasi warna membutuh-
kan waktu lama bila dibandingkan dengan proses degradasi warna yang diakibat-
kan oleh adanya gejala keracunan akibat aplikasi herbisida. Anakan sagu yang di-
jadikan tanaman contoh adalah yang terletak di dalam rumpun dan anakan yang
terluar dari rumpun.
Hasil rekapitulasi sidik ragam perubahan skoring warna pada pelepah
anakan dalam dan pelepah anakan luar menunjukkan bahwa perlakuan herbisida
pada 6 MSA dan 8 MSA memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan
warna pelepah anakan jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol (Tabel 12).
Perlakuan herbisida menyebabkan gejala keracunan yang ditandai adanya
perubahan warna baik pelepah anakan dalam maupun anakan luar, namun tingkat
keracunan (fitotoksisitas) tidak berpengaruh terhadap kematian pelepah anakan sa-
gu sehingga peubah jumlah pelepah anakan tetap meningkat, tetapi pelepah anak-
an setelah 6 MSA berubah warna menjadi kuning atau bercak coklat.
Keterangan : warna pelepah hijau (skor 1), warna pelepah hijau bercak coklat (skor 2) dan
warna pelepah dominan coklat (skor 3).
Adanya perubahan warna pelepah daun anakan sagu yang terjadi di petak
percontohan pada 6 dan 8 MSA diduga karena dosis aplikasi yang digunakan
(Metil metsulfuron 100 g/ha dan Glifosat 5 L/ha) mampu meracuni anakan luar
dan anakan dalam rumpun sagu. Gejala keracunan tidak ditemukan pada pe-
nelitian Amarilis (2009) yang menggunakan dosis Metil metsulfuron yang lebih
rendah (75 g/ha).
Gejala keracunan pada peubah warna pelepah daun menunjukkan bahwa
dosis herbisida yang diaplikasikan (Paraquat 1.5 L/ha, Glifosat 5 L/ha, Metil Met-
sulfuron 100 g/ha) mampu meracuni anakan sagu sehingga PT. National Sago Pri-
ma dalam melaksanakan kegiatan pengendalian gulma secara kimia harus lebih
waspada karena tanaman sagu yang terkena semprotan herbisida akan menyebab-
kan keracunan meskipun gejalanya baru bisa telihat setelah 6 MSA.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengendalian gulma di
perkebunan sagu yaitu kalibrasi herbisida, cara aplikasi, pengaruh jenis pelarut,
dan kecepatan berjalan penyemprot. Faktor pembuatan larutan herbisida yang ku-
rang terkontrol dan kecepatan berjalan di piringan diduga dapat mengakibatkan
volume herbisida yang dikeluarkan menjadi lebih banyak dan hasilnya mampu
meracuni rumpun sagu.