MANAGEMEN AGROEKOSISTEM
KOMODITAS Jambu Kristal (Psidium guajava L.)
Kecamatan Bumi Aji Kota Batu Jawa Timur
DisusunOleh:
Kelas: C
Kelompok: Bumi Aji (C2)
Disusun Oleh
Kelompok
Asisten
: - Tauffani
Anggota
(Aspek HPT)
- Qotrun Nanda
(Aspek BP)
(Aspek Tanah)
: - Irma Ardhi K.
(145040200111132)
- Ely Lailatul M
(145040200111133)
- Ikhya Ulum
(145040200111137)
(145040200111138)
(145040200111139)
(145040200111140)
(145040200111141)
- Muhammad Rifqi Al J
(145040200111146)
(145040200111148)
- Agustin Dwi L I
(145040200111150)
- Miftahul Jannah
(145040200111151)
(145040200111153)
(145040200111160)
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan Praktikum ............................................................................ 2
1.3 Manfaat Praktikum .......................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 3
2.1 Agroekosistem Lahan Basah dan Lahan Kering ............................. 3
2.2 Proses dan Manajemen Produksi Tanaman.................................... 6
2.3 Komponen dalam Manajemen Agroekosistem .............................. 10
2.4 Hama dan Penyakit Penting Tanaman pada Agroekosistem ........ 11
2.5 Pengaruh Populaso Musuh Alami dan Serangga Lain terhadap
Agroekosistem ............................................................................... 26
2.6 Indikator Kesehatan Tanah ........................................................... 27
2.7 Hubungan antara Aspek Budidaya, Pengelolahan Tanah dan
Pengendalian Hama Penyakit Tanaman dalam Agroekosistem .... 29
BAB III METODE PELAKSANAAN .......................................................... 31
3.1 Waktu, Tempat dan deskripsi Lokasi Fieldtrip secara umum ...... 31
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................... 31
3.3 Cara Kerja................................................................................... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 38
4.1 Kondisi Umum Lahan.................................................................. 38
4.2 Analisis Keadaan Agroekosistem ............................................... 39
4.3 Rekomendasi .............................................................................. 56
BAB V PENUTUP .................................................................................... 60
5.1 Kesimpulan Kegiatan Praktikum ................................................. 60
5.2 Saran (untuk Asisten dan Praktikum) ......................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 61
LAMPIRAN............................................................................................... 66
iii
DAFTAR TABEL
No
Teks
hal
1, Lembar Penilaian Kesehatan Tanah .................................................... 27
2, Hasil pengamatan Arthropoda ............................................................. 39
3, Perhitungan Intensitas Penyakit........................................................... 41
4, Hasil pengukuran laboratorium berat isi ............................................... 51
5, Hasil pengukuran berat jenis................................................................ 51
6, Hasil perhitungan ................................................................................. 52
7, Hasil pengukuran indikator kimia tanah ............................................... 52
8, Hasil pengukuran indikator biologi tanah ............................................. 52
iv
DAFTAR GAMBAR
No
Teks
hal
1, Penyakit Embun Jelaga (Ernawati.2013) ............................................. 43
2, Dokumentasi Hama ............................................................................. 66
3, Dokumentasi Penyakit ......................................................................... 66
4, Dokumentasi pengamatan aspek tanah ............................................... 66
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan pertolongan-Nya kami dapat menyelesaikan laporan praktikum
Managemen Agroekosistem tentang komoditas Jambu Kristal (Psidium
guajava L.) Kecamatan Bumi Aji Kota Batu Jawa Timur. Meskipun banyak
rintangan dan hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya,
tetapi kami dapat menyelesaikannya dengan baik.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada asisten praktikum
pembimbing Managemen Agroekosistem, dan tim asisten pembimbing
praktikum Managemen Agroekosistem yang telah membantu kami dalam
mengerjakan laporan besar ini. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman sesama mahasiswa yang juga sudah memberikan
kontribusi yang baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
pembuatan laporan besar ini.
Semoga laporan yang kami buat ini dapat memberikan pengetahuan
yang luas kepada pembaca. Tentunya laporan ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Atas dasar itu, penyusun membutuhkan kritik dan saran
membangun dari pembaca.
Malang, 1 Juni 2016
Tim Penyusun
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jambu Kristal (Psidium guajava L.) merupakan buah endemik taiwan
yang memiliki harga jual dan banyak peminat cukup tinggi di masa
mendatang. Jambu ini memasuki wilayah Indonesia pada tahun 1998 yang
melalui Misi Teknik Taiwan (Taiwan Technical Mission in Indonesia).
Beberapa
tahun
terakhir,
jambu
salah
satu
pengembang
dan
pembibitan
bersertifikat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroekosistem Lahan Basah dan Lahan Kering
2.1.1 Agroekosistem Lahan Kering
Agroekosistem lahan kering dimaknai sebagai wilayah atau
kawasan pertanian yang usaha taninya berbasis komoditas lahan
kering selain padi sawah. Kadekoh (2010) mendefinisikan lahan
kering sebagai lahan dimana pemenuhan kebutuhan air tanaman
tergantung sepenuhnya pada air hujan dan tidak pernah tergenang
sepanjang tahun.
Pada umumnya istilah yang digunakan untuk pertanian lahan
kering adalah pertanian tanah darat, tegalan, tadah hujan dan huma.
Potensi pemanfaatan lahan kering biasanya untuk komoditas
pangan seperti jagung, padi gogo, kedelai, sorghum, dan palawija
lainnya. Untuk pengembangan komoditas perkebunan, dapat
dikatakan bahwa hamper semua komoditas perkebunan yang
produksinya berorientasi ekspor dihasilkan dari usaha tani lahan
kering. Prospek agroekosistem lahan kering untuk pengembangan
peternakan cukup baik (Bamualim, 2004).
Lahan kering mempunyai potensi besar untuk pertanian, baik
tanaman pangan, hortikultura, maupun tanaman perkebunan.
Pengembangan berbagai komoditas pertanian di lahan kering
merupakan salah satu pilihan strategis untuk meningkatkan produksi
dan mendukung ketahanan pangan nasional (Mulyani dkk, 2006).
Namun demikian, tipe lahan ini umumnya memiliki produktivitas
rendah, kecuali pada lahan yang dimanfaatkan untuk tanaman
tahunan atau perkebunan. Pada usaha tani lahan kering dengan
tanaman semusim, produktivitas relatif rendah serta menghadapi
masalah sosial ekonomi seperti tekanan penduduk yang terus
meningkat dan masalah biofisik (Sukmana, dalam Syam, 2003).
tanah
sesuai
dengan
faktor-faktor
pembentuk
tersebut
terhenti.
Semenjak
itu
terjadilah
proses
dan
pengendalian)
proses
pengubahan/konversi
dari
dosis,
yaitu
Jumlah
yang
diberikan
sesuai
dengan
pupuk
tidak
boleh
mengakibatkan
terjadinya
yang
sebesarnya
dengan
dampak
sekecil-kecilnya.
pestisida
diupayakan
seminimal
mungkin
10
11
12
13
14
ini disebut ulat api karena apabila duri ulat tersebut tersentuh,
tangan akan terasa panas seperti terbakar. Secara morfologi,
imago serangga ini memiliki warna berwarna cokelat, telurnya
diletakkan secara kelompok dan dilapisi oleh lilin, dan kepompong
diletakkan pada lingkungan sekitar yang lebih lunak. Hama ini
bersifat polifag. Satu ekor imago betina dapat menghasilkan 400600 butir telur dalam waktu 3-5 hari. Menurut Kasholven (1981),
siklus hidup jenis ulat ini bisa mencapai 710 minggu atau 1415
minggu dan di daerah dingin siklus hidupnya lebih panjang yaitu
1618 minggu dan stadium pupanya berlangsung 1923 hari. Hal ini
di pengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu masa istirahat lebih
panjang karena kekurangan cahaya matahari sehingga suhu lebih
rendah.
4. Ulat Jengkal (Lepidoptera: Geometridae)
Setiap jenis ulat jengkal memiliki bentuk yang khas serta
warna tubuh dan ukuran yang berbeda-beda. Ulat jengkal spesies
1 memiliki bentuk yang lebih kecil dibandingkan kedua spesies
lainnya, memiliki warna tubuh hitam dengan garis putih pada
bagian dorsal. Ulat jengkal spesies 2 memiliki warna tubuh coklat
dan kepala yang besar. Ulat jengkal spesies 3 memiliki warna
tubuh coklat keputihan dan mirip dengan ranting jambu kristal
sehingga saat ulat jengkal tersebut menempel pada ranting
terlihat samar-samar.
5. Ulat Bulu (Lepidoptera: Lasiocampidae)
Terdapat 2 spesies ulat bulu yang ditemukan di pertanaman
jambu kristal yaitu ulat bulu spesies 1 yang memiliki larva dengan
tubuh berwarna belang kuning dan hitam, rambut-rambut putih di
seluruh tubuh, dan 1 pasang bulu hitam di kepala.
Ulat bulu spesies 2 yaitu Trabala sp. yang memiliki tubuh
berwarna kuning dan terdapat garis panjang berwarna putih di
sepanjang tubuhnya. Gejala kerusakan akibat ulat bulu berupa
bekas gigitan pada daun jambu kristal, tulang daun, dan ranting.
15
Jika serangan ulat bulu sudah berat, daun-daun akan habis dan
tanaman tidak dapat berfotosintesis.
Menurut Kalshoven (1981), ulat bulu merupakan ulat yang
umum ditemukan pada jambu biji dan tanaman berkayu lainnya.
Meningkatnya populasi ulat bulu di sejumlah daerah di Indonesia
dapat disebabkan beberapa faktor. Dinamika peningkatan
populasi ulat bulu penyebabnya adalah pada perubahan
ekosistem,
baik
yang
biotik
maupun
abiotik.
Fenomena
16
depan.
Metamorfosis
serangga
ini
merupakan
17
18
19
20
Buah yang terserang larva lalat buah akan cepat membusuk dan
gugur sebelum matang. Buah yang gugur ini akan menjadi sumber
investasi lalat buah generasi berikutnya karena larva akan
berkembang menjadi pupa di tanah dan kemudian berkembang
menjadi imago (Ginting, 2009).
Pengelolaan terhadap serangan lalat buah yaitu dengan
menggunakan pestisida berbahan aktif karbamat, pyretroid
sintetik, dan organofosfat secara berjadwal untuk mencegah
meningkatnya populasi lalat buah (Gould dan Raga, 2002),
membungkus buah jambu biji dengan plastik saat buah masih
kecil (Utami, 2008), menggunakan kombinasi atraktan metil
eugenol dari ekstrak tanaman selasih ungu dengan perangkap
(Tamim, 2009), membuang buah-buah yang terserang dan
menguburnya agar tidak menjadi sumber investasi (Ginting,
2009).
2.4.2 Penyakit Penting Tanaman pada Agroekosistem
1. Karat Merah (Chlorophyta: Trentepohliales)
Karat merah disebabkan oleh alga hijau yang dapat
menyebabkan bercak pada daun dan kadang-kadang pada buah.
Penyebab penyakit ini adalah Cephaleuros spp. yang dapat
menyerang berbagai bagian tanaman yaitu daun, buah, ranting,
dan batang (Misra, 2004).
Cephaleuros menginfeksi daun jambu biji muda. Bercak
pada daun dapat berupa titik kecil sampai bercak yang besar;
menyatu atau terpencar. Daun diinfeksi pada bagian pada tepi,
pinggir atau sering kali pada area dekat tulang daun (Misra 2004).
Bercak berbentuk bulat, berwarna coklat kemerahan. Ganggang
hijau ini mempunyai benang-benang yang masuk ke bagian dalam
jaringan tanaman yang dilekatinya sehingga pada permukaan
daun bercak akan tampak seperti beledu (Semangun, 1994).
Pengendalian karat merah bisa dengan penyemprotan tembaga
oksiklorida (0,3%) 3-4 kali dengan interval 15 hari (Misra, 2004).
21
yang
diproduksi
pada
tanaman
terinfeksi
tersebut
22
23
Cendawan
ini
merupakan
parasit
luka,
kanker
penyakit
ini
bisa
dilakukan
dengan
24
Colletotrichum
menyebabkan
daun-daun
muda
25
biji
dalam
simpanan.
Beberapa
patogen
yang
menyebabkan
busuk
pangkal
buah,
Phytophthora,
dan
juga
pada
jambu
biji
di
penyimpanan
26
Untung
(2006), musuh
alami
sebagai
bagian
dari
27
Baik-S. Baik
Sedang
Buruk-S.Buruk
(4-5)
(3)
(2-1)
Warna Tanah
Coklat-hitam
Hijau
Kuning-merah
Tanah basah,
Tanah lembab,
Tanah kering/
tanaman
tanaman sedikit
terbatas airnya,
tumbuh sehat
kurang air
tanaman kurang
air
Tingkat lereng
Lereng 3-8% sd
Lereng 8-15%
Lereng 15-30%
datar (lowland/
sd
upland) 0-3%
>30%
28
Tekstur tanah/
Lempung
Kematangan
debuan sd
gambut
lempung
Pasir berliat
Pasir debuan sd
pasir/liat
Gambut hemis
Gambut fibris
Remah banyak-
Setengah
Keras, teguh,
melimpah
remah
padat
Bahan Organik
Banyak sd
Sedang, cukup
Sedikit sd
Tanah
sangat
Gambut sapris
Struktur Tanah
sangat sedikit
banyak
pH (H2O)
5,5 sd 7,5
7,6 sd 8,5
Populasi Cacing
Melimpah
Cukup jumlah,
Sangat sedikit
Tanah
jumlah,
kotoran, dan
sd tidak ada
kotoran, dan
lubang cacing
cacing
65 sd 74%
64 sd 45%, dan
lubang cacing
Legume Cover
Menutupi lahan
Crop
75 sd 99%, dan
(LCC)
100%
Erosi Tanah
Lembar sd
<45%
Alur
bebas erosi
Padatan Tanah
Gulley kecil sd
besar
Penetrasi akar
Penetrasi
Penetrasi buruk,
bebas ke dalam
terbatas, tanah
tanah
tanah, tanah
teguh
keras/padat
Tanaman hijau,
Beragam
Tidak berwarna,
tumbuh baik,
warna, tinggi,
kerdil, banyak
tidak ada
populasi
cekaman,
cekaman
gembur
Vegetasi
cekaman
defisien hara
29
fisik,
serta
penurunan
keragaman
pertanaman
akan
tanaman
yang
tinggi,
misalnya
penanaman
secara
30
kualitas tanah. Kualitas kesuburan tanah yang baik merupakan media untuk
mendapatkan tanaman yang sehat dan tanaman yang sehat merupakan
dasar dari pengelolaan hama yang berbasis ekologi. Penambahan bahan
organik
pada
tanah
akan
meningkatkan
kesuburan
tanah
dan
31
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu, Tempat dan deskripsi Lokasi Fieldtrip secara umum
Kegiatan fieldtrip Manajemen Agroekosistem dilaksanakan pada hari
Sabtu tanggal 21 Mei 2016 yang bertempat di Jalan Kopral Kasdi Nomor
75, Dusun Banaran, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur. Dimana
kelompok kami mendapatkan lahan berupa perkebunan Jambu Kristal yang
bernama UD. Bumiaji Sejahtera milik Bapak Imam Ghozali dan saat ini
dikelola oleh Bapak Hadi. UD. Bumiaji Sejahtera merupakan salah satu
perusahaan yang mengembangkan Jambu Kristal dan mengembangkan
pembibitan bersertifikat. Terbukti bahwa pengunjung yang dating tidak
hanya dari dalam negeri, namun juga ada pengunjung dari luar negeri yang
ingin bekerja sama dalam mengembangakan Jambu Kristal di negara
asalnya. Letak perkebunan Jambu Kristal ini berada di lahan produktif
dataran tinggi Kota Batu.
Kertas HVS
Kapas
Sweepnet
Pitfal
Pan Trap
Ring sampel
Cetok
32
Kertas label
Tali raffia
Amplop coklat
Fial film
Timbangan
Oven
Alat tulis
Kamera
Alkohol 70%
Deterjen
Aquades
33
34
35
Tambahkan 10 ml aquadest
Lakukan dokumentasi
36
37
3.3.3 Aspek BP
Mempersiapkan alat dan bahan
Hasil
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Lahan
Kegiatan fieldtrip kali ini berlokasi di lahan jambu kristal U.D. BumiAji
Sejahtera di Jalan Kopral Kasdi Nomor 75, Desa Banaran, Kecamatan
Bumiaji, Kota Batu. Lokasi ini terletak pada kordinat 669500.44 m E dan
9131071.50 m S di Citra satelit. Kemudian terletak pada garis lintang
(latitude): -7.858316o dan garis bujur (longitude): 112.537746o. Di daerah
tropis jambu kristal tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1500 m dpl.
Tanaman jambu biji ini juga dapat tumbuh pada temperatur 15 sampai
45C, dan yang masih kecil dapat mati pada suhu -2,78 sampai -2,22C.
Hasil terbaik diperoleh pada suhu 23-28C dengan curah hujan 1.000-2.000
mm/tahun.
Luas lahan kebun kristal di daerah ini adalah sekitar 4.500 m2 dengan
relief makro datar dan memiliki relief mikro berupa teras-teras sehingga
dapat menekan bahaya erosi. Tidak hanya jambu kristal, pohon pisang dan
rerumputan juga ada di lahan tersebut dengan tujuan agar biodiversitas di
lahan tersebut dapat menciptakan interaksi yang kompleks, baik interaksi
antara biotik dengan biotik maupun interaksi antara biotik dengan abiotik.
Interaksi yang terjadi dapat menyebabkan keseimbangan sehingga dapat
menekan
kemungkinan-kemungkinan
yang
tidak
diinginkan
dan
tanaman
terdekomposisi
yang
atau
sengaja
terurai
dibiarkan
menjadi
sehingga
bahan
nantinya
organik
yang
akan
dapat
39
Pitfall
Yellow
sticky trap
Pan trap
507
518
526
526
202
212
503
509
47
49
13
22
1757
98
Pitfall
Yellow
sticky trap
Pan trap
Pitfall
Yellow
sticky trap
Pan trap
Pitfall
Yellow
sticky trap
Pan trap
Pan trap
Pitfall
Yellow
sticky trap
Sweepnet
Total
Persentase (%)
Hama
Musuh Serangga
alami
lain
96,94%
1,33%
1,71%
99,24%
0%
0,75%
92,66%
0,45%
6,88%
97,66%
0,19%
2,13%
3,84%
0%
96,15%
59,09%
0%
40,90%
0,48%
5,25%
1864 94,25%
40
b. Segitiga Fiktorial
1. Segitiga fiktorial keseluruhan titik
41
Titik
Nama
penyakit
Karat merah
Embun
jelaga
Karat merah
3
4
5
Embun
jelaga
Karat
Karat daun
Karat
3
4
5
Skoring
2
3
Jumlah
daun
30
33
25
20
6
13
21
21
1250
1250
24
12
16
41
564
19
41
38
72
564
66
8
19
30
6
13
0
3
12
0
18
22
1526
614
1134
1. Titik 1
IP karat merah
:(n x v) / z x N
: (30x1) + (25x2) + (6x3) + (21x4)/(4x1250)(100%
: (30+50+18+84/ 5000) 100%
: (182/5000) 100%
: 0,03 100%
: 3%
42
4. Titik 4
IP karat merah : ((81) + (62) + (33) + (184)/ (4x614))x 100%
: (8+12+9+72/2456) 100%
: 0,04 100%
:4%
5. Titik 5
IP karat merah
43
44
45
46
47
48
serangan
pemasangan
yellow
OPT.
sticky
Pengendalian
trap
dan
lainnya
pengendalian
dengan
kimia
49
(sustainability),
dan
kemerataan
(equitability).
memanfaatkan
lebih
50
merupakan
kemampuan
sistem
bertujuan
untuk
menjaga
keseimbangan
agroekosistem
tersebut.
Kemerataan menggambarkan sejauh mana hasil suatu
agroekosistem
terbagi
diantara
orang-orang
dalam
sistem.
51
6,5
141,6
75,3
20
Air (gr)
93,8
Berat kering
20
20
g
=
=
= 3,2
100 (pa x A)
100 (1x93,8)
6,2
3
52
Porositas = (1
BI
0,72
) 100% = (1
) 100% = 77,5%
BJ
3,2
Nilai
0,72 gr/cm3
3,2 gr/cm3
77,5 %
53
54
baik
untuk
pertumbuhan
tanaman
khususunya
untuk
55
tanah
tidak
dapat
berkembang
dengan
baik
padahal
56
meningkatkan pori total tanah dan akan menurunkan berat volume tanah
(Wiskandar, 2002).
Bahan organik sangat penting bagi kesuburan tanah. Selain dapat
dijadikan sebagai sumber hara dalam tanah, bahan organik ternyata
dapat memperbaiki kondisi fisik dan kimia suatu tanah. Tanah yang
terlalu masam selain dapat di tangani dengan pengkapuran, juga dapat
diatasi dengan penambahan bahan organik.sedangkan dari aspek fisik,
pemberian bahan organik dapat memperbaiki struktur dari tanah dan
memperbaiki pori tanah. Sedangkan untuk keberadaan kascing tidak
ditemukan dalam plot. Kascing merupakan suatu indikator adanya
keberadaan cacing tanah. Cacing tanah sangat bermanfaat baik dalam
meningkatkan kesuburan tanah.
4.3 Rekomendasi
4.3.1 HPT
Rekomendasi yang disarankan yang berkaitan dengan aspek HPT
adalah dengan peningkatan serangga yang berperan sebagai musuh alami,
juga pengendalian hama terpadu. Agroekosistem perlu dikelola sedemikian
rupa sehingga musuh alami dapat dilestarikan dan dimanfaatkan. Setiap
jenis hama secara alami dikendalikan oleh kompleks musuh alami yang
dapat meliputi predator (pemangsa), parasitoid, dan patogen hama.
Dibandingkan dengan penggunaan pestisida, penggunaan musuh alami
bersifat alami, efektif, murah, dan tidak menimbulkan dampak samping
negatif bagi kesehatan dan lingkungan hidup (Untung, 2006 dalam
Pradhana 2014). Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan populasi
musuh alami adalah dengan cara
1. Menyediakan inang guna tempat berlindung musuh alami. Hal ini sesuai
dengan yang dianjurkan oleh Setiawati (2004) pelestarian menyangkut
menipulasi lingkungan yang menguntungkan kehidupan musuh alami,
yaitu meniadakan atau setidak-tidaknya mengurangi faktor-faktor yang
merugikan, dan atau menyediakan faktor-faktor yang diperlukan.
Gulma dan tanaman yang mengandung polen dapat digunakan untuk
57
penggunaan
pestisida,
menurut
Setiawati
(2004)
(2004)
Secara
ekologis,
kemungkinan
keberhasilan
sayuran
yang
keanekaragaman
hayatinya
rendah.
daun
yang
terserang
jamur
dan
memusnahkannya,
58
59
cacing tanah diharapkan dapat memperbaiki kondisi fisik, kimia dan biologi
bagi tanah. Secara fisik, pergerakan cacing di dalam tanah dapat
memperbaiki agregat tanah, tanah menjadi tidak terlalu padat, sehingga
dapat meningkatkan pereabilitas tanah. Secara kimia, cacing tanah dapat
meningkatkan laju siklus hara dan dapat menyebarkan hara dalam tanah
dengan baik. Selain itu cacing tanah juga dapat meningkatkan bahan
organik dalam tanah dengan membawa masuk bahan organik yang ada di
permukaan tanah sehingga masuk di dalam tanah dan dapat meningkatkan
kesuburan dalam tanah.
60
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan Kegiatan Praktikum
Dari kegiatan praktikum pada lahan jambu Kristal di Bumi Aji dapat
disimpulkan, dalam aspek hama dan penyakit tanamna, pada lahan
tersebut yang populasi paling dominan adalah pada hama sedangkan pada
penyakit tanaman terdapat 2 penyakit yang menyerang dilihat dari
persebarannya, penyakit ini sudah menyebar keseluruh titik penyakit
dengan intensitas paling tinggi yaitu 11%. Dalam aspek budidaya pertanian,
lahan tersebut dapat memenuhi keempat komponen penting agroekosistem
produktivitas
(productivity),
stabilitas
(stability),
keberlanjutan
61
DAFTAR PUSTAKA
Amusa, N.A., Ashaye, O.A., Amadi, J., and Oladapo, O. 2006. Guava Fruit
Anthracnose and The Effects on Its Nutritional and Market Values in
Ibadan. Nigeria. Journal of Applied Science 6(3):539-543.
Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan. 2013.
Mengenal Embun Jelaga (Sooty Mold) pada Tanaman Kopi. Tersedia
di http://ditjenbun.pertanian.go.id/. Diakses pada tanggal 28 Mei 2016.
Bamualim, A. 2004. Strategi Pengembangan Peternakan pada Daerah
Kering. Makalah Seminar Nasional Pengembangan Peternakan
Berwawaasan Lingkungan. IPB. Bogor.
Blake, G.R. 1986. Particel Density P. 377-382. In: Methods of Soil Analiysis.
Part 1. Second ed. Agron 9 Am. Soe. Of Argon. Madison, W1.
Capinera, J.L. 2007. Melon Aphid or Cotton Aphid, Aphis gossypii Glover
(Insecta:
Hemiptera:
Aphididae).
Tersedia
di
http://edis.ifas.ufl.edu/in330. Diakses pada tanggal 28 Mei 2016.
Conway, G.R.1987. Agroecosystem Analysis for Research
Development.. Winrock International: Bangkok, Thailand.
and
Dadang, Suastika G., dan Dewi R.S. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman
Jarak Pagar (Jatropha curcas). Bogor: Surfactant and Bioenergy
Reserch Center.
De Fretes, P. L, R. W. Zobel & V. A. Sneder, 1996. A Method for Studying
the Effect of Soil Aggregate Size and Density. Soil. Sci. Soc. Am. J.
60: 288- 290
Ditjenbun Pertanian. 2013. Definisi Hama Dan Konsep Timbulnya Hama.
(online)
Diakses
pada
tanggal
30
Mei
2016.
http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-279-definisihama-dan-konsep-timbulnya-hama.html
Doran, J.W dan T.B. Parkin. 1994. Defining and assessing soil quality.
Special Publication. 35: 3-21.
Ernawati, Feny. 2013. Mewaspadai Embun Jelaga pada Tanaman
Cengkeh. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan
Surabaya
Gerald G. Marten, 1998. Productivity, Stability, Sustainability, Equibility and
Autonomy as Properties for Agroecosystem Assesment. Jurnal Sistem
Pertanian 26 hal 291-316
Ginting, R. 2009. Keanekaragaman Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) di
Jakarta, Depok, dan Bogor sebagai Bahan Kajian Penyusunan
62
63
64
65
66
LAMPIRAN
67
68