DISUSUN OLEH :
AGROTEKNOLOGI-A
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu menyertai
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Penyakit Akar
Gada pada Kubis” ini yang benar. Tugas ini ditunjukan untuk memenuhi tugas dasar
dasar perlindungan tanaman. Dan kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir.
Muhammada Ali M.Sc selaku dosen matakuliah dasar dasar perlindungan tanaman.
Kami masih menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik
dalam isi maupun sistematikanya, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk menyempurnakan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat menuai
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................iii
I. PENDAHULUAN..........................................................................................................1
II. BIOLOGI......................................................................................................................4
VI. PENUTUP.................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15
DAFTAR GAMBAR
Tanaman kubis merupakan salah satu sayuran yang banyak dikonsumsi oleh
vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Produksi tanaman
kubis banyak mengalami hambatan antara lain adanya serangan berbagai hama dan
kubis dunia pada tahun 2001 dan 2005. Menurut data BPS tahun 2017, kubis termasuk
ke dalam lima komoditas sayuran semusim dengan produksi terbesar. Produksi kubis
tahun 2018 di Indonesia mencapai 1,407.932 ton. Provinsi Jawa Tengah menempati
posisi pertama sebagai produsen kubis terbesar dengan persentasi 22%. Posisi ke-2
hingga ke-5 diduduki oleh Jawa Barat sebesar 20%, Jawa Timur 15%, Sumatera Utara
12%, dan Sumatera Barat 8%. Produksi kubis nasional cenderung terus menurun selama
kurun waktu tiga tahun terakhir. Meskipun produksi menurun, kubis Indonesia selalu
mengalami surplus. Berdasarkan data BPS, rata-rata ekspor kubis dari 2013-2017
Pada tahun 2017 dan 2018 volume ekspor kubis mengalami penurunan. Tahun
2017 volume ekspor tercatat 18.459 ton dengan nilai 55,379 milyar rupiah dan di tahun
2018 sebesar 15.228 ton dengan nilai 45,906 milyar rupiah. Meskipun begitu, kubis
masih menjadi komoditas sayuran yang paling banyak diekspor dibanding jenis sayuran
lain. Kubis menjadi salah satu komoditas unggulan dengan permintaan ekspor yang
selalu tinggi. Terutama kubis Berastagi hasil budidaya petani Kabupaten Karo. Kubis
Berastagi sangat digemari di Singapura dan Malaysia. Selain kedua negara tersebut;
pengelolaan terhadap faktor yang dapat 2 menguranginya. Salah satunya adalah dengan
Penyakit kubis banyak jenisnya. Salah satu yang cukup serius adalah penyakit
akar gada (clubroot) yang disebabkan oleh Plasmodiphora brassicae Wor. yang
menyebabkan bengkak pada akar. Serangan patogen akar gada dapat mengancam
pendapatan petani. Pengendalian hama dan penyakit tanaman sayuran dataran tinggi
selama ini lebih banyak menggunakan pestisida, baik insektisida maupun fungisida. Ini
sangat mempengaruhi kondisi organisme di sekitar tanaman serta hasil panen kubis .
Akar gada (clubroot) di Indonesia dikenal pula dengan nama-nama: akar bengkak,
akar kaki gajah, dan akar pekuk. Di Indonesia akar gada merupakan penyakit utama
khususnya di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Selain kedua provinsi tersebut, penyakit ini
telah menyerang kubis di Sumatra Utara dan Sulawesi Selatan. Kerugian yang
disebabkan patogen tersebut berkisar antara 50-100 %. Apabila suatu lahan telah
terinfeksi oleh penyakit ini, maka dalam waktu kurang lebih 30 tahun penyakit ini
selama kurun waktu tersebut. Kubis lebih tahan terhadap serangan P. brassicae pada
lingkungan yang mempunyai intensitas cahaya rendah. Hal ini dapat disebabkan karena
banyak terbentuknya spora istirahat. Infeksi patogen tersebut pada tanaman inangnya
ditemukan pada kisaran suhu 9-30 0C. Gejala tanaman kubis akan nampak pada siang
Berdasarkan uraian diatas maka kami membuat makalah tentang penyakit akar
gada pada tanaman kubis yang disebabkan oleh patogen Plasmodiophora brassicae
Wor. agar dapat memberikan informasi yang sedetail mungkin kepada si pembaca,
penting dan dapat menyebabkan penyakit akar gada pada tanaman kubis-kubisan.
Penyakit ini juga sering disebut penyakit akar pekuk atau penyakit akar bengkak.
dari cendawan ini adalah dapat membentuk spora tahan yang berbentuk bulat, hialin,
dan garis tengahnya dapat mencapai 4 μm. Spora tahan ini dapat berkecambah dalam
medium yang sesuai, membengkak sampai ukuran beberapa kali dari ukuran semula,
dan menjadi satu spora kembara (zoospora) yang muncul melalui satu celah pada
dinding sel. Spora tahan akan terbebas dari akar sakit jika akar ini terurai oleh jasad-
jasad sekunder. Spora ini dapat segera tumbuh tetapi dapat juga bertahan sangat lama di
dalam tanah selama 10 tahun atau lebih meskipun tidak terdapat tumbuhan inang di
Wor selain dapat menyebabkan bengkak pada akar, yang dapat mengganggu fungsi akar
seperti translokasi zat hara dan air mineral dari dalam tanah ke daun, namun dapat juga
Kelayuan bibit atau tanaman adalah tanda pertama dari infeksi. Hal
inimenunjukkan bahwa akar telah rusak. Gejala pertama kali terlihat padaakar adalah
bergantung kepada usia tanaman dan waktu bersentuhan dengan penyakit tersebut.
Ciri khas gejala penyakit akar gada yang disebabkan oleh jamur Plasmodiophora
Brassicae Wor ini terlihat pada perakaran atau kadang - kadang tepat di bawah pangkal
batang. dengan ukuran yang bervariasi karena patogen penyebab penyakit ini mengadakan
reaksi pembelahan dan pembesaran sel, yang menyebabkan terjadinya nyali atau kelenjar
yang tidak teratur dan selanjutnya nyali-nyali ini bersatu, sehingga menjadi bengkakan
memanjang yang mirip dengan batang (gada). Rusaknya susunan jaringan akar
menyebabkan rusaknya jaringan pengangkutan air dan hara tanah terganggu. Gejala
pembengkakkan tersebut terjadi pada sebagian perakaran atau seluruh perakaran. Sebelum
akhir musim tanam dan kondisi lingkungan yang basah, akar yang membengkak akan
hancur karena diuraikan oleh bakteri dan parasit sekunder lain di dalam tanah
Gejala infeksi yang tampak di atas permukaan tanah adalah daun-daun tanaman
layu jika hari panas dan kering, kemudian pulih kembali pada malam hari, serta
kelihatan normal dan segar pada pagi hari. Jika penyakit berkembang terus, daun-daun
menjadi kuning, tanaman kerdil, dan mungkin mati atau hidup merana (Widodo 1993).
Pembengkakan akar merupakan ciri khas penyakit akar gada. Bentuk dan letaknya
bergantung pada spesies inang dan tingkat infeksi. Akar yang membengkak akan makin
besar dan biasanya hancur sebelum akhir musim tanam karena serangan bakteri dan
cen- dawan lain. Apabila infeksi terjadi pada akhir musim tanam, ukuran gada biasanya
Penyakit akar gada pertama kali diketahui di Indonesia pada tahun 1950 di
daerah Sukabumi, Jawa Barat. Pada musim hujan tahun 1975/1976 penyakit tersebut
di Sumatera Utara, Jawa Tengah, dan terutama di Jawa Barat. Pada tahun 1988 bahkan
sudah ditemukan pada tanaman petsai di Jeneponto, Sulawesi Selatan. Saat ini penyakit
tersebut telah menyebar ke daerah-daerah penghasil kubis dan tanaman dari famili
Patogen dapat terpencar di alam melalui tanah dengan berbagai cara atau
perantara, misalnya perlengkapan usaha tani, bibit pada saat pemindahan ke lapangan,
hasil panen, air permukaan, angin dan melalui pupuk kandang. Patogen juga dapat
ditularkan oleh biji melalui kontaminasi permukaan biji dengan tanah yang terinfeksi.
Selain itu sejumlah tanaman cruciferae liar dan beberapa tanaman inang lain yang
rentan terhadap penyakit akar gada dapat menjadi tempat bertahan hidup patogen pada
rendah, namun aplikasinya tidak efektif pada tanah yang terkontaminasi sangat.
Aplikasi 60 t/ha kalsium karbonat, sodium karbonat, dan gipsum selama 3 tahun
dapat mengendalikan penyakit dan meningkatkan hasil kubis dengan memu- askan,
tetapi kepadatan inokulum di dalam tanah tidak menurun secara nyata, dan jika
tanah dengan CaO 11,20 t/ha atau 20 t/ha belum mampu menekan kejadian dan
intensitas se- rangan penyakit dengan nyata pada tanaman kubis (Herdian 2000).
dalam tanah, tetapi peranan kapur dalam menekan penyakit belum diketahui secara
pasti. Namun demikian peningkatan pH tanah setelah aplikasi kapur diduga dapat
mengontrol patogen. Menurut Agrios (1997), serangan penyakit akar gada paling
parah terjadi pada pH tanah 5,70 Perkembangan penyakit akan menurun pada pH
tanah 5,70 sampai 6,20 dan tertekan pada pH 7,80. Selanjutnya ditekankan penting-
termasuk persiapan tanah, kelembapan tanah, tekstur tanah, interval inkubasi antara
aplikasi kapur dan penanaman serta jenis pupuk yang digunakan serangan dan
indeks (keparahan) penyakit akar gada baik pada tanah yang diberi kapur maupun
yang tidak diberi kapur. Ca(NO ) merupakan sumber pupuk nitrogen yang paling
baik pada tanah yang diberi kapur cocok digunakan pada lahan yang terinfeksi,
khususnya pada tanah yang tidak diberi kapur, karena tingkat serangan dan indeks
Fumigasi tanah dengan metil bromida dapat mematikan P. brassicae, tetapi cara
ini tidak dianjurkan di lapangan karena berbahaya dan mahal. Pengendalian dengan
fungisida tidak selalu menunjukkan hasil yang memuaskan. Pencelupan akar bibit
kasus saja, tetapi tidak efektif jika digunakan pada tanah yang mengandung banyak
pupuk kandang. Hal ini disebabkan fungisida yang diapli kasikan tidak dapat
mencapai tanah yang mengandung patogen karena terhalang oleh pupuk kandang,
atau dengan kata lain sebagian fungisida yang diaplikasikan hanya menempel pada
pupuk kandang.
Gambar 4. Fumigasi pada lahan
penyakit akar gada, tetapi penelitian Djatnika (1990) menggunakan bahan yang
Pengendalian dengan pestisida sulit diterapkan pada lahan yang ditanami tanaman
pada lahan yang sama akan meningkat- kan populasi dan virulensi patogen
Beberapa fungisida mempunyai efikasi yang terbatas bila kepadatan spora rehat
dan virukasi P. brassicae tinggi (tanaka 1997). Flusulfamida telah digunakan secara
dari siklus hidup P. brassicae, dan diduga menghambat perkecambahan spora rehat
atau menurunkan viabilitas spora primer yang terlepas dari spora rehat, namun tidak
efektif mengen dalikan P. brassicae yang sudah ada dalam sel korteks.
3). Pengendalian Hayati
banyak dilaporkan. Pengendalian hayati dengan mikroba tanah Mortierella sp. yang
menekan persentase dan intensitas serangan penyakir akar gada serta me-
ningkatkan bobot daun kubis, sedangkan peranan Gliocladium sp. dan Chaetomium
sp. tidak tampak, Sebaliknya Gliocladium sp. dapat mengurangi serangan penyakit
akar gada pada tanaman petsai walaupun hasilnya belum memuaskan .Widodo et al.
terhadap bobot basah tanaman caisin. Namun, perlakuan benih dan penyiraman
terhadap luas serangan, indeks penyakit, dan bobot basah krop kubis.
kontrol terhadap penyakit akar gada pada tanaman caisin dan turnip yang ditanam
pada media sekam tanah yang terinfestasi P. brassicae, tetapi pengendalian tersebut
tanah terganggu maka efek penekanan tersebut akan hilang. Sebagian besar
alami seperti adanya tanah supresif (suppressive soil) pada areal pertanian. Hal ini
salah satu penyebabnya adalah adanya peran aktif mikroorganisme antagonis dalam
tanah. Faktor biotik berperan penting dalam penekanan penyakit pada tanah
kondusif. Indeks penyakit akar gada yang lebih rendah pada tanah yang tidak
disterilkan daripada tanah yang di sterilkan, baik pada tanah supresif maupun tanah
pada kedua tanah tersebut. Selain itu, penekanan penyakit yang masih terjadi pada
tanah supresif bahkan setelah disterilisasi menunjukkan bahwa faktor abiotik juga
Penambahan berbagai jenis bahan organik (pupuk hijau, pupuk kandang, sisa
mikroflora tanah dan telah diakui sebagai suatu pendekatan biologi yang prospektif
dalam perbaikan pengelolaan penyakit tular tanah. Cicu (2005) melaporkan bahwa
perlakuan tanah untuk pembibitan dengan pemberian pupuk kandang ayam 5 kg/m2
yang diaplikasikan 6 minggu sebelum bibit kubis disemai dapat menurunkan indeks
penyakit akar gada dan meningkatkan produksi kubis dengan nyata. Hal ini
6.1 kesimpulan
Tanaman kubis merupakan salah satu sayuran yang banyak dikonsumsi oleh
vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Penyakit kubis
banyak jenisnya. Salah satu yang cukup serius adalah penyakit akar gada
dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan intensitas gejala seranagn dan
6.2 saran
Pada tanaman kubis terdapat berberapa pathogen yang meyerang antara lain
macam pengendalian sesuai dengan gejala serangan dan kondisi lahan yang ada
Cicu. 2006. Penyakit akar gada (Plasmodiophora brassicae Wor.) pada kubis-kubisan
Sulistyawati, H. PR. 2002. Penanaman caisin dan kenikir sayur serta infestasi
Tjahjadi, N. 1989. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. 149 hal.