Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kegiatan Integrasi HPT dan KKN

SOSIALISASI PEMANFAATAN AKAR TANAMAN BAMBU


(Bambusoideae) SEBAGAI PRODUK BIOPESTISIDA NABATI PADA
TANAMAN UMBI BENTOEL (Colocasia esculenta L.)

Oleh:
AULYA DZANNASTIA
18030244026

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan mengenai Integrasi
Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang memiliki judul “Sosialisasi Pemanfaatan Akar
Tanaman Bambu (Bambusoideae) Sebagai Produk Biopestisida Nabati Pada
Tanaman Umbi Bentoel (Colocasia esculenta L.)” yang berjalan dengan lancar.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Hama Penyakit
Tumbuhan yang merupakan persyaratan dalam memenuhi persyaratan dalam
memenuhi nilai dari matakuliah tersebut bagi para mahasiswa dari Jurusan
Biologi Universitas Negeri Surabaya.
Pada kesempatan ini, Saya mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu
dosen pengampu matakuliah yang telah memberikan tugas integrasi ini sehingga
saya mendapatkan ilmu dan wawasan mengenai flora lokal yang berpotensi
sebagai biopestisida nabati. Ucapan terimakasih ini saya tujukan kepada:
1. Dra. Evie Ratnasari, M.Si.
2. Dr. Mahanani Tri Asri, M.Si.
3. Dr. Yuliani, M.Si.
4. Dr. Sc. Agr. Yuni Sri Rahayu, M.Si.
Susunan laporan Integrasi Kuliah Kerja Nyata (KKN) ini telah dibuat
dengan sebaik-baiknya, namun tentu tidak dapat saya pungkiri terdapat banyak
kekurangan dari susunan laporan ini. Maka diharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun bagi saya dan untuk kebaikan laporan ini dikemudian hari, dan
dengan senang hati akan saya terima.

Bangkalan, 24 Mei 2021


Penulis

Aulya Dzannastia

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
C. Tujuan Kegiatan ............................................................................................ 3
D. Manfaat ......................................................................................................... 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA.................................................................................... 4
A. Organisme Pengganggu Tanaman Bentoel (Colocasia esculenta L.)........... 4
B. Biopestisida Nabati .............................................................................. 4
C. Penggunaan Biopestisida Nabati ........................................................... 5
D. Biopestisida dan Kandungan Senyawa Akar Bambu (Bambusoideae) ... 5
BAB III METODE ................................................................................................... 6
A. Metode .......................................................................................................... 6
B. Sasaran Kegiatan ........................................................................................... 6
C. Alat dan Bahan .............................................................................................. 6
D. Prosedur Pembuatan ...................................................................................... 6
BAB IV HASIL DAN EVALUASI KEGIATAN..................................................... 8
A. Hasil.............................................................................................................. 8
B. Sosialisasi Kegiatan ....................................................................................... 9
C. Respon Peserta .............................................................................................. 9
D. Evaluasi Kegiatan ........................................................................................ 10
BAB IV PENUTUP ................................................................................................ 11
A. Kesimpulan ................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 12
Lampiran ................................................................................................................ 14

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Penyakit hawar daun yang disebabkan oleh jamur pada bentoel .. 8
Gambar 4.2 Kegiatan Sosialisasi dalam Bentuk Forum Diskusi ........................ 9

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit pada tanaman dapat mengubah kehidupan umat manusia dari
cukup pangan menjadi kelaparan dan bahkan kematian. Pada tahun 1940-an
sekitar dua juta penduduk Bangladesh mati kelaparan karena tanaman padi
yang diusahakan sebagai pangan pokok terjangkit jamur Helminthosporium
oryzae (Ginting 2013). Hingga saat ini masih terjadi kelaparan di beberapa
negara karena tanaman penghasil pangan di negara setempat tertular penyakit
dengan frekuensi yang semakin meningkat.
Perubahan sosial kemasyarakatan di negara berkembang telah
menimbulkan dampak yang luas terhadap perubahan jenis, tingkat serangan,
perkembangan, dan laju penyebaran penyakit tanaman.Setiap patogen dapat
mengganggu lebih dari satu varietas tanaman, dan setiap varietas tanaman
dapat diinfeksi oleh lebih dari satu jenis patogen. Semangun dalam Bambang
(2018) menyatakan bahwa penyakit juga dapat merusak pada bagian organ
tertentu atau bahkan ke seluruh organ tanaman. Oleh karena itu, dalam
pengelolaan penyakit tanaman yang terpenting adalah menjaga stabilitas
pangan, karena penyakit tanaman dapat terus berkembang dari waktu ke waktu
yang dapat mengancam pertumbuhan dan bahkan menyebabkan gagal panen.
Dalam upaya menjaga stabilitas pangan dari penyakit dan hama pada
tanaman petani masih mengandalkan penggunaan pestisida dengan
menyemportkannya pada tanaman. Cara tersebut tidak dipungkiri memiliki
tingkat efektivitas yang tinggi. Pestisida mampu membunuh segala jenis hama
yang mengancam hasil panen petani. Namun, pestisida juga menyebabkan
masalah pencemaran di lingkungan. Residu pestisida yang disemprotkan ke
tanaman tidak akan hilang secepatnya, bahkan mencapai seminggu setelah
penyemprotan.
Penggunaan racun pestisida yang berlebihan juga akan menyebabkan
hama dan penyakit semakin resisten (tahan) terhadap racun pestisida tersebut.
Selain itu, penggunaan pestisida atau insektisida memiliki harga yang relatif

1
mahal dan terus meningkat serta tidak adanya subsidi harga dari pemerintah.
Dengan penggunaan pestidia atau insektisida sintetis biaya produksi akan
meningkat sebanyak 25% (Nuryanto, 2018) sehingga secara ekonomis
tidaklah memberikan peningkatan nilai produksi yang tinggi.
Nuryanto (2018), juga menyatakan bahwa penggunaan pestisida sudah
terbukti mencemari lingkungan, terutama jika diaplikasikan secara tidak
terkendali. Manipulasi lingkungan atau rekayasa ekologi berpeluang menekan
perkemban gan penyakit tanaman. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengelola komponen budidaya secara selektif, di antaranya pemilihan varietas
tahan, penggunaan benih sehat, pengolahan tanah sempurna, penggunaan
bahan organik, keserempakan tanam pada waktu yang tepat,
pemupukan berimbang dan pengaturan pengairan tanaman. Selain efektif,
teknologi pengendalian penyakit berdasarkan komponen epidemik ini juga
dapat menekan biaya produksi hingga 60% dan mengurangi tingkat
kehilangan hasil padi sampai 30%.
Alih teknologi tentang cara pengendalian hama dan penyakit pada
tanaman padi perlu diaplikasikan oleh petani. Sistem pengendalian hama
terpadu (PHT) adalah suatu konsep atau cara berpikir dalam upaya
pengendalian populasi atau tingkat serangan hama dengan menerapkan
berbagai teknik pengendalian yang dipadukan dalam satu kesatuan untuk
mencegah kerusakan tanaman dan timbulnya kerugian secara ekonomis serta
mencegah kerusakan lingkungan dan ekosistem. Dengan kata lain,
pengendalian hama terpadu adalah pengendalian hama dan penyakit tanaman
dengan pendekatan ekologi yang bersifat multi-disiplin untuk mengelola
populasi hama dan penyakit dengan menerapkan berbagai teknik pengendalian
yang kompatibel. Berdasarkan hal di atas diharapkan setelah diberikan suatu
keterampilan melalui sosialisasi, sehingga setelah dilaksanakannya kegiatan
ini petani memiliki tingkat pengetahuan dan pemahaman lebih baik mengenai
cara pengendalian hama dan penyakit terpadu dan mampu menerapkannya.
Penelitian ini berfokus dalam mengatasi hama dan penyakit pada Tanaman
Bentoel (Colocasia esculenta L.)

2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana potensi biopestisida nabati dari akar bambu (Bambusoideae)
sebagai referensi pembuatan biopestisida dalam upaya pengendalian hama
dan penyakit tanaman Bentoel (Colocasia esculenta L.)?
2. Bagaimana respon masyarakat terhadap proses pembuatan biopestisida
nabati dari akar bambu (Bambusoideae)?

C. Tujuan Kegiatan
1. Mengetahui potensi biopestisida nabati dari akar bambu (Bambusoideae)
sebagai referensi pembuatan biopestisida dalam upaya pengendalian hama
dan penyakit tanamanBentoel (Colocasia esculenta L.).
2. Mengetahui respon masyarakat terhadap proses pembuatan biopestisida
nabati dari akar bambu (Bambusoideae).

D. Manfaat
1. Bagi Peneliti
Peneliti mampu mengidentifikasi jenis hama dan penyakit yang
menyerang tanaman Bentoel (Colocasia esculenta L.) dan teknik
pengendaliannya dengan menggunakan biopestisida nabati dari flora lokal,
serta mengkomunikasikannya kepada masyarakat melalui kegiatan
sosialisasi.
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat mendapatkan pengetahuan dan wawasan mengenai
teknik pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman Bentoel
(Colocasia esculenta L.)dengan menggunakan biopestisida nabati dari
flora lokal serta proses pembuatannya.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Organisme Pengganggu Tanaman Bentoel (Colocasia esculenta L.)


Tanaman umbi-umbian seperti bentoel (Colocasia esculenta L.) sangat
potensial untuk memenuhi kebutuhan pangan karena mempunyai potensi
produksi bentoel cukup besar yaitu dapat mencapai 28 ton/ha, dengan
investasi tanam yang lebih kecil dibandingkan dengan membuka areal sawah
padi karena tanaman bentoel dapat ditanam di bawah tegakan pohon
(Budiyanto 2009). Tanaman bentoel merupakan salah satu tanaman yang
merupakan jenis tanaman pangan fungsional, karena di dalam umbi bentoel
mengandung bahan bioaktif yang berkhasiat untuk kesehatan. Kandungan
bioaktif dalam tanaman sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya.
Bentoel (Colocasia esculenta L.) memiliki hama utama yang seringkali
merusak dan menyerang pertanamannya yakni belalang (Oxya sp.), dimana
menimbulkan gejala berupa daun berlubang. Hal ini mengakibatkan
fontosintesis terganggu. Hama yang sudah diketahui menyerang tanaman talas
di beberapa pulau di Samudra Pasifik diantaranya adalah Hippotion calerio,
Oxya sp., Empoasca sp., dan Spodoptera litura (Carmichael et al. 2008).

B. Biopestisida Nabati
Di Indonesia, sebenarnya sangat banyak jenis tumbuhan penghasil
pestisida nabatiatau biopestisida(Rahayu, Nasir, dan Nurmansyah,
2018).Mishra dkk. (2015) mendefinisikan biopestisida yang umum digunakan
adalah yang berasal dari US Environmental Protection Agency (USEPA).
Biopestisida didefinisikan sebagai pestisida berasal dari alam yang tersusun
dari hewan, tumbuhan, bakteri, dan mineral. Biopestisida juga mencakup
organisme hidup yang dapat mengendalikan OPT pertanian. Teknik
pengendalian hama menggunakan pestisida nabati yang merupakan
pengendalian hama terpadu diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang
aman. Pestisida nabati memiliki berbagai fungsi seperti repelan atau penolak
serangga misalnya bau menyengat yang dihasilkan tumbuhan, antifidan atau

4
penghambat daya makan serangga atau menghambat perkembangan hama
serangga dan atraktan atau penarik kehadiran serangga sehingga dapat
dijadikan tumbuhan perangkap hama (Gapoktan, 2011).
Schumann and D’Arcy (2012) mendefinisikan biopestisida sebagai
senyawa organik dan mikrobia antagonis yang menghambat atau membunuh
hama dan penyakit tanaman. Biopestisida memiliki senyawa organik yang
mudah terdegradasi di alam.

C. Biopestisida dan Kandungan Senyawa Akar Bambu (Bambusoideae)


Secara alami akar tanaman-tanaman tertentu bersimbiosis dengan
strain bakteri menguntungkan yang dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman. Beberapa bakteri tanah berasosiasi dengan akar tanaman budidaya
dan memberikan pengaruh yang bermanfaat pada tanaman inangnya. Berbagai
manfaat penting dari bakteri dalam akar telah menjadikannya sumber potensial
dalam mengendalikan OPT dan mendorong pertumbuhan tanaman.
Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada akar bambu
(Bambusoideae) dan berpotensi sebagai pestisida antara lain saponin,
flavonoid, polifenol, dan tannin. Senyawa-senyawa tersebut dapat bersifat
sebagai insektisida, fungisida, dan bakterisida.Saponin miliki kemampuan
sebagai pembersih sehingga efektif untuk menyembuhkan luka terbuka,
sedangkan tanin dapat digunakan sebagai pencegahan terhadap infeksi luka
karena mempunyai daya antiseptik dan obat luka bakar. Harborne dalam
Republika (2012) mengatakan flavonoid dan polifenol mempunyai aktivitas
sebagai antiseptik, sedangkan tanin merupakan salah satu senyawa polifenol
pada tumbuhanyang berfungsi sebagai sistem pertahanan dari predator
(Sulistiono, 2010).

5
BAB III
METODE

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Kegiatan sosialisasi pembuatan biopestisida dilakukan di Desa Kramat,
Kecamatan Mlajah, Kabupaten Bangkalan pada tanggal 8 April 2021.

B. Sasaran Kegiatan
Sasaran dari kegiatan ini adalah Kelompok Tani (Poktan) di Desa
Kramat, Kecamatan Mlajah, Kabupaten Bangkalan.

C. Alat dan Bahan


1. Alat yang perlu dipersiapkan diantaranya:
1) Pisau 1 buah
2) Talenan 1 buah
3) Saringan 1 buah
4) Sendok 1 buah
5) Jerigen/Galon 1 buah
6) Plastik penutup 1 buah
7) Sprayer 1 buah
2. Bahan
1) Akar bambu 100 gr
2) Bekatul ½ kg
3) Terasi 250 gr
4) Gula pasir 1 kg
5) Penyedap rasa secukupnya
6) Air matang 20 liter

D. Prosedur Pembuatan
Berikut prosedur pembuatan biopestisida nabati dari akar bambu:
1) Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

6
2) Cuci bersih akar bambu dari sisa tanah yang menempel menggunakan air
bersih.
3) Tiriskan akar bambu yang telah bersih lalu potong menggunakan pisau dan
talenan menjadi beberapa bagian kecil. Pemotongan berfungsi untuk
mempercepat proses fermentasi.
4) Masukkan potongan akar bambu kedalam galon atau jerigen dan tutup
rapat menggunakan plastik penutup kedap udara, lalu biarkan selama 2-3
hari. Hal ini dimaksudkan untuk membuat air fermentasi rendaman akar
bambu.
5) Saring hasil rendaman akar bambu menggunakan saringan sampai tidak
ada ampas akar bambu dalam air.
6) Letakkan ke dalam galon atau jerigen bersih.
7) Endapkan selama beberapa jam.
8) Siapkan bekatul, gula pasir, penyedap rasa dan terasi yang telah dicincang
halus.
9) Rebus bahan-bahan tersebut dengan air matang hingga mendidih dan
mengeluarkan aroma menyengat.
10) Dinginkan dan saring dari ampasnya menggunakan saringan.
11) Hasil filtrasi kemudian dicampurkan dengan air hasil fermentasi akar
bambu.
12) Tutup kembali jerigen atau galon yang telah berisi campuran hasil filtrasi
seluruh bahan menggunakan plastik penutup kedap udara.
13) Diamkan selama 10-14 hari. Hal ini bertujuan mengaktifkan mikroba
positif didalam air akar bambu supaya siap digunakan.
14) Tuangkan hasil fermentasi kedalam sprayer.
15) Biopestisida nabati dari akar bambu dapat diaplikasikan sebagai
pengendali hama dan penyakit pada tanaman.

7
BAB IV
HASIL DAN EVALUASI KEGIATAN

A. Hasil
Pada kegiatan integrasi KKN mata kuliah Hama dan Penyakit Tanaman ini
ialah mengadakan sosialisasi tentang pembuatan pestisida secara alami dan
penerapannya terhadap tanaman yang terkena hama dan penyakit pada
masyarakat Desa Kramat Bangkalan. Untuk mengetahui permasalahan
tentang tanaman di Desa Kramat, kami melakukan survey dengan Ibu
Saniyah yaitu Ketua Kelompok Tani di Desa Kramat. Hasil survey
menunjukkan bahwa terdapat masalah pada tanaman Bentoel (Xanthosoma
sagittifoliu) yaitu terdapat bercak pada daunnya. Setelah diidentifikasi
diketahui bahwa tanaman bentoel tersebut terkena penyakit hawar daun yang
disebabkan oleh jamur.

Gambar 4.1 Penyakit hawar daun yang disebabkan oleh jamur pada bentoel.
Untuk dapat mengatasi permasalahan pada tanamna tersebut usaha yang
dapat kami lakukan yaitu pembuatan pestisida menggunakan bahan-bahan
alami yang dapat ditemukan di Desa Kramat Bangkalan. Pestisida yang
digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut ialah Pestisida MOL, yang
disarankan oleh Bapak Slamet dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Perkebunan.
Bahan utama pembuatan pestisida MOL ini yaitu akar bambu. Sebelum
membuat MOL akar bambu diambil dan dibersihkan, kemudian di rendam
selama 2 hari dengan keadaan tertutup (tanpa udara). Pengambilan akar
bambu dan perendaman dilakukan pada hari Selasa tanggal 6 April 2021, di

8
Desa Kramat Bangkalan tepatnya yaitu Rumah Bapak Yusuf, Kepala Dusun
Kepper, Desa Kramat Bangkalan.

B. Sosialisasi Kegiatan
Kegiatan sosialisasi dilakukan pada hari Kamis tanggal 8 April 2021 di
Rumah Bapak Yusuf, Kepala Dusun Kepper, Desa Kramat Bangkalan.
Kegiatan ini menggunakan pestisida MOL yang disarankan oleh Bapak
Slamet dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan untuk
mengatasi penyakit hawar daun pada tanaman Bentoel yang berada di Desa
Kramat Bangkalan. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan yaitu terkait
pembuatan pestisida MOL secara alami dan penggunaanya dalam
menerapkan pada tanaman yang terkena penyakit.

Gambar 4.2 Kegiatan Sosialisasi dalam Bentuk Forum Diskusi.


Kegiatan sosialisasi ini dihadiri sebanyak 13 orang yang berasal dari
mahasiswa Unesa dan anggota kelompok tani (Poktan) Ambudi Makmur.
Serangkaian acara yang dilaksanakan meliputi pembuatan pestisida MOL,
pengisian materi oleh Bapak Slamet dari DISPERTAHORBUN, sesi tanya
jawab dan penutupan. Sosialisasi dilakukan dengan sederhana, membentuk
forum secara melingkar, dan diskusi. Acara berlangsung dengan lancar dan
disambut baik serta antusias oleh masyarakat.

C. Respon Peserta
Respon dari peserta terkait kegiatan sosialisasi pestisida alami ialah sangat
antusias. Rasa ingin tahu dan penasaran peserta sangat tinggi, sehingga

9
diskusi yang dijalankan dapat memperoleh ilmu yang bermaanfaat satu sama
lain.

D. Evaluasi Kegiatan
Berdasarkan kegiatan sosialisasi yang dilakukan didapatkan bahwa
masyarakat menjadi lebih memahami dan memiliki wawasan mengenai
biopestisida serta mampu mempraktekkannya dengan baik.
Sebelum diadakan sosialisasi ini masyarakat masih mengandalkan
pestisida sintetis dalam mengatasi OPT pada tanaman Bentoel dan mengalami
kegagalan panen secara masal pada lahan petak yang telah ditanami tanaman
Bentoel. Namun, setelah acara sosialisasi masyarakat mampu mengatasi
permasalahan tersebut di musim tanam berikutnya dan pertumbuhan tanaman
Bentoel tidak lagi terganggu.
Pembuatan biopestisida nabati dari bahan akar bambu memiliki
kelebihan dan kekurang yang menjadi pertimbangan bagi masyarakat. Adapun
kelebihan dan kekurangan dari produk biopestisida nabati ini adalah sebagai
berikut:
Kelebihan biopestisida nabati dari akar bambu (Bambusoideae) yakni:
1. Bahan baku mudah didapat.
2. Proses pembuatannya mudah, tidak perlu peralatan kompleks, dan meliputi
beberapa tahap sederhana.
3. Proses pembuatan dapat dilakukan oleh siapapun.
4. Hasilnya langsung dapat digunakan langsung terhadap tanaman.
5. Tidak mengganggu secara signifikan organisme lain di luar organisme
target.
Kekurangan biopestisida nabati dari akar bambu (Bambusoideae)
yakni:
1. Tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama karena komposisi
kimianya mudah berubah bentuk dan mikroba positif didalamnya akan
mati.
2. Tidak sepraktis pestisida sintetis (karena harus memerlukan waktu dan
tenaga untuk melakukan proses pembuatan terlebih dahulu).

10
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dari penelitian sebelumnya dan uji coba yang
telah dilakukan, biopestisida nabati dari bahan akar bambu (Bambusoideae)
berpotensi sebagai biopestisida yang dapat membasmi hama. Selain itu,
respon masyarakat terutama para anggota kelompok tani (Poktan) Ambudi
Makmur terhadap pembuatan biopestisida nabati ini sangat baik. Sehingga
biopestisida tersebut dapat dijadikan referensi sebagai pengendalian hayati.

11
DAFTAR PUSTAKA

Gapoktan. (2011). Pengendalian Hama dan Penyakit dengan Pestisida Nabati.


http://gapoktantanimaju.blogspot.com/2011/01/pestisida-nabati.html.
(Diakses 20 Mei 2021).
Ginting, C. (2013). Ilmupenyakittumbuhan, konsepdanaplikasi. Bandar Lampung
Lembaga: PenelitianUniversitas Lampung.
Harbone, J.B. (2012). Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan (alih bahasa: Kosasih Padmawinata & Iwang Soediro).
Bandung: Penerbit ITB.
Mishra, G., N. Kumar, K. Giri, S. Pandey, and R. Kumar. (2014). Effect of
fungicides and bioagents number of microorganisms in soil and yield of
soybean (Glycine max). Jurnal Bioscience Nusantara, 6, (1), 45-48.
Nuryanto, B. (2018). Pengendalian Penyakit Tanaman Padi Berwawasan
Lingkungan Melalui Pengelolaan Komponen Epidemik. Jurnal Litbang
Pertanian, 37, (1), 1-12.
Schumann, G.L. and Gleora J.D’ Arcy. (2012). Hungry planet, stories of plantd.
The American Phytopathological Society. USA: St Paul, Minnesota.
Semangun, H. (2008). Penyakit-penyakit tanaman pangan di Indonesia. 2nd Ed.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sulistiono. (2010). Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Struktur Modal dan
Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan
Manufaktur di BEI Tahun 2006-2008. Skripsi. Semarang. Universitas
Negeri Semarang.
Sari, C. Y. (2015). Penggunaan Buah Mengkudu (Morinda Citrifolial) untuk
Menurunkan Tekanan Darah Tinggi. J Majority, 4, (3), 34-40.

Sari, A., & Maulidya, A. (2016). Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Etanol
Rimpang Kunyit (Curcuma Longa Linn). Jurnal Penelitian Kesehatan, 3,
(1), 16-23.

Yuliani, M. (2015). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kloroform Limbah Padat Daun


Serai Wangi (Cymbopogon nardus) terhadap Bakteri Pseudomonas

12
aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Skripsi. Yogyakarta: Falkutas
Teknobiologi.

Madona, M., Endah S., Gina D.P., dan, M. Kanedi. (2020). Efektivitas Ekstrak
Daun Tomat (Solanum lycopersicum L.) sebagai Ovisida Nyamuk Aedes
aegypti. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, 7, (1), 368-374.
Siahaya, V. G., & Rumthe, R. Y. (2018). Uji Ekstrak Daun Pepaya (Carica
papaya) terhadap Larva Plutella xylostella (Lepidoptera: Plutellidae).
Agrologia, 3, (2).

Wakano, D. (2013). Uji Ekstrak Buah Cabai Rawit sebagai Pestisida Nabati untuk
Mengendalikan Hama Ulat Titik Tumbuh pada Tanaman Sawi. BIOSEL
(Biology Science and Education): Jurnal Penelitian Science dan
Pendidikan, 2, (1), 57-52.

Hendayana, D. (2014). Mengenal Tanaman Bahan Pestisida Nabati. Cianjur: PPL


Kecamatan Cijati.

Taufan, S., Radhitya, M., & Zulfahmi, Z. (2010). Pemanfaatan Limbah Kulit
Udang sebagai Bahan Anti Rayap (Bio-termitisida) pada Bangunan
Berbahan Kayu. Doctoral Dissertation. Semarang: Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik, UNDIP.

13
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan Sosialisasi Beserta Keterangannya.
Dokumentasi Keterangan
Bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatan pestisida MOL yaitu
meliputi, rendaman akar bamboo,
gula, terasi, dan MSG.

Penyaringan air rendaman akar


bamboo, untuk diambil airnya saja.

Salah satu ibu tani yang turut ikut


serta dalam pembuatan pestisida MOL

Proses pembuatan pestisida MOL


dalam memasak dedak sebagai sumber
nutrisi untuk fermentasi

Kegiatan sosialisasi dalam bentuk


forum diskusi yang di isi materi oleh
Bapak Slamet dari
DISPERTAHORBUN

14
Lampiran 2. Inventarisasi Flora Lokal Desa Kramat Berpotensi Sebagai
Biopestisida.
No. Nama Lokal Metabolit Pengunaan Cara Pembuatan Cara Pemakaian
Sekunder
1. daun sisrsak metabolit Tumbuk halus 50- Ekstrak daun
mengandung sekunder pada 100 lembar daun sirsak yang sudah
senyawa daun sirsak sirsak. Rendam disaring
kimia antara bersifat racun dalam 5 liter air+15 dimasukkan
lain: perut pada grm detergen,aduk kedalam sprayer
flavonoid, hama. Flavonoid rata dan diamkan kemudian
saponin, dan bersifat toksik semalaman. Saring disemprotkan
steroid pada serangga dengan kain halus. pada tanaman
apabila tertelan. Di cairkan kembali target.
Daun Sirsak 1 liter larutan
(Annona pestisida dengan
muricata L) 10-15 liter air.
Famili:
Annonaceae
2. Tanaman senyawa Rajang 250 grm Ekstrak daun
tembakau alkaloid dan (empat genggam) tembakau yang
(Nicotiana saponin daun tembakau dan sudah disaring
tabacum L ) bertindak rendam dalam 8 dimasukkan
mengandung sebagai racun liter air selama kedalam sprayer
alkaloid, perut dan semalam kemudian kemudian
flavonoid, antimikroba. mbil daun tebakau disemprotkan
Tembakau minyak atsiri, Saponin dan dan tambahan 2 pada tanaman
(Nicotiana dan nikotin alkaloid dapat sendok teh target
tabacum) (Susanti, mempengaruhi detergen kedalam
Famili: 2012) fisiologi larutan hasil
Solanaceae sehingga serangga dan rendaman. Aduk
tanaman mengganggu larutan secara
tembakau sistem saraf merata kemudian
dapat serangga. saring.
berpotensiseba Metablit
gai sekunder
insektisida. tembakau
meresap melalui
lubang
pernapasan
serangga dan
pori-pori
serangga
sehingga
menyebabkan
penurunan
aktivitas
serangga
(Taufan, 2010).

15
3. Buah cabai
Senyawa Menimbang buah Pemakaian
mengandung metabolit cabai sebanyak 300 dilakukan dengan
senyawa sekunder pada gram kemudian cara memasukkan
minyak atsiri,
cabai memberi dicampur dengan larutan kedalam
piperin,piperid
efek sebagai air 400 ml dan sprayer kemudian
in dan
penolak dihaluskan dengan disemprotkan
capcaisin (repellent) dan menggunakan pada tanaman
(Wakano, mengganggu blender. Ekstrak yang ditargetkan
Cabai 2013). preferensi kasar buah cabai
(Capsicum makan hama. (ekstrak stok) yang
Annum L) Hama yang telah siap
Famili: terkena atau kemudian
Capsicum memakan dibiarkan ± 15 jam.
tanamanyang Larutan yang telah
terkena dibiarkan
semprotan air kemudian disaring.
cabai
akanmengering
dengan
membran sel
rusak
kehabisan
cairan.
Karena itulah
cabai menjadi
pestisida nabati
yang ampuh
mengendalikan
kutu, tungau,
ulat, sampai
cacing perusak
akar
(Hendayana,
2014).
4. Bawang putih Tanin bekerja Gerus /Parut 100 Ekstrak bawang
mengandung sebagai zat grm bawang putih putih yang sudah
senyawa astringent, campur dengan 0,5 disaring
alkaloid, menyusutkan liter air 10 grm dimasukkan
saponin, dan jaringan dan detergen, dan 2 kedalam sprayer
tanin,hidroqui menutup sendok teh minyak kemudian
non. struktur protein tanah. Didiamkan disemprotkan
pada kulit dan selama 24 jam, pada tanaman
Bawang Putih
mukosa, kemudian saring target.
(Allium
saponin bekerja dengan kain halus.
sativum)
menurunkan Encerkan larutan
Famili:
tegangan hasil penyaringan
Amaryllidaceae
permukaan hingga 20 kali
selaput mukosa volumenya.

16
traktus
digestivus larva
sehingga
dinding traktus
digestivus
menjadi korosif
dan akhirnya
rusak.
5. Daun pepaya Senyawa pada Menyiapkan daun Air rendaman
mengandung daun pepaya pepaya sebanyak yang telah
35 mg/100 mg seperti alkaloid, 200 gram. Daun dimasukkan
tochopenol, polifenol, kemudian dicuci kedalam sprayer
alkaloid, kuinon, hingga bersih dan kemudian
enzim papain flavonoid, diangin-anginkan. disemprotkan
10%, terpenoid dan Daun dipotong pada tanaman.
khimoprotein enzim papain kecil-kecil dan
45%, losozim yang terdapat dihaluskan
Pepaya 20% (Glio, dalam daun menggunakan
(Carica 2017). papaya dapat blender.
Papaya) mempengaruhi Menambahkan
Famili: sistem fisiologis aquades sebanyak
Caricaceae yang mengatur 1000 ml dan
perkembangan diamkan selama 24
hama. jam. Air rendaman
Enzim papain kemudian disaring
juga dapat dan dimasukkan
bekerja sebagai kedalam sprayer.
enzim protease
yang dapat
menyerang dan
melarutkan
komponen
penyusun
kutikula
serangga.
6. Kandungan Mengikat - Akar bambu PGPR
senyawa nitrogen direndam selama diaplikasikan saat
kimia yang (fiksasi), 2-4 hari. perendaman benih
terdapat pada memacu - Selanjutnya sebelum disemai
akar bambu pertumbuhan, merebus 2 liter air yang berfungsi
dan berpotensi meningkatkan cucian beras, untuk
sebagai ketahanan terasi 100 gram, memisahkan
Bambu pestisida terhadap jamur kapur sirih, gula benih yang sehat
(Bambusa sp.) antara lain dan patogen pasir 250 gram atau tidak. Pada
Famili: Poaceae saponin, yang berpotensi yang berguna benih padi 10 kg
flavonoid, merugikan sebagai sumber dibutuhkan 1
polifenol, dan tanaman. makanan bakteri. gelas PGPR yang
tannin. - Kemudian biang telah dicampur 10

17
bambu bersama liter air, direndam
rebusan tadi selama 24 jam.
dimasukkan ke Untuk
dalam galon yang hortikultura
berisi air matang cukup direndam
dingin dan 15 menit sebelum
diproses dengan disemai.
fermentator yang
dibuat sendiri.
- Fermentasi
dilakukan selama
7 hari.
7. Serai wangi Mengendalikan BahanAir 2 liter Aplikasi untuk
mempunyai hama tanaman dan 50 gram batang buah sirsak yang
metabolit termasuk: kutu serai Pertama terkena hama
sekunder tanaman, dimulai dengan dilakukan dengan
antara lain beberapa memilih batang mencampurkan
saponin, tanin, serangga, serai yang masih 50 ml ekstrak
kuinon dan segar setelah itu serai dengan 500
steroid. Selain memotong batang ml air
Serai itu tumbuhan serai tersebut kecil diaplikasikan
(Cymbopogon ini kecil setelah itu dengan cara
citrates) mengandung serai ditumbuk atau penyemprotan.de
Famili: kumarin dan bisa diblender. ngan waktu
Gramineae minyak atsiri sampaibatang serai selama 1 minggu
halus, di lanjutkan kutu kebul akan
dengan merendam hilang
dalam air bersih.
Lakukan
perendaman selama
24 jam, setelah itu
saring ekstrak serai
sebelum
dipergunakan.
8. Tanaman alkaloid Untuk membuat Semprotkan pada
tomat tersuspensi dan semprotan daun tanaman yang
merupakan diencerkan tomat, cukup terdapat kutu
tanaman yang dengan air, potong satu atau daun setiap
mengandung mereka dua cangkir daun paginya.
senyawa membuat tomat dan rendam
metabolit semprotan yang dalam dua cangkir
Tomat sekunder mudah air. Biarkan
seperti digunakan yang terendam
(Solanum
lycopersicum) flavonoid, beracun bagi semalaman. Saring
alkaloid, kutu daun daunnya
Famili:
Solanaceae saponin dan menggunakan kain
minyak atsiri. tipis atau saringan
halus, lalu

18
tambahkan satu
hingga dua cangkir
air lagi ke dalam
cairan dan
tambahkan ke botol
semprot.
9. Kandungan senyawa Rhizome kunyit penyiraman di
rimpang metabolit sebanyak 200 gram sekitar perakaran
kunyit terdiri sekunder yang dihaluskan lalu agar fungisida
senyawa terdapat dalam ditambah dengan 1 nabati dapat
alkaloid, kunyit dapat liter air dan bekerja secara
flavonoid, dan menghambat direndam sistemik. Aplikasi
tanin pertumbuhan (maserasi) selama bisa diulang 3 kali
(Maulidya dan miselium jamur, 24 jam. dengan interval
Kunyit Sari 2016). sehingga kunyit setiap 5 hari
(Curcuma dapat dijadikan sekali.
longa) sebagai
Famili: pengendali
Zingiberaceae penyakit
tanaman yang
disebabkan oleh
jamur.
10. Mengandung Mengendalikan Cara Penggunaannya,
beberapa zat hama tanaman pembuatannya semprotkan
aktif seperti seperti ulat cukup sederhana, pestisida nabati
scopoletin, daun. semua bahan ini keseluruh
octoanoic seperti Buah bagian tanaman
acid, kalium, mengkudu, daun yang terserang
vitamin C, Sirsak, Tembakau hama, sasaran
alkaloid, di tumbuk atau hama yang dituju
Mengkudu antrakuinon, diblender hingga adalah Ulat daun
(Morinda bsitosterol, halus, setelah itu kubis (P.
citrifolia) karoten, tambahkan air aduk xylotsella).
Famili: vitamin A, hingga rata yang
Rubiaceae glikosida terakhir tambahkan
flavon, sabun atau detergen
linoleat acid, aduk kembali.
alizarin,
amino acid,
acubin, L-
asperuloside,
kaproat acid,
kaprilat acid,
ursolat acid,
rutin, pro-
xeroninedante
rpenoid.

19

Anda mungkin juga menyukai