NIDN : 0131018902
Disusun oleh :
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022/2023
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami ucapkan puji dan syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa
karena jika bukan karena Berkat dan Rahmat-Nya, kita tidak dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan tepat waktu.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Jane Melita Keliat S.Si, M.Si selaku
dosen pengampu Mata Kuliah Mikrobiologi yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas
makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami yang membantu
dalam pengerjaan dan dalam pengumpulan data-data dalam pembuatan makalah ini. Dalam
makalah ini menjelaskan tentang bakteri patogen (Klebsiella pneumonia).
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukkan bahkan kritikan yang
membangun dari berbagai pihak. Besar harapan kami bahwa makalah ini dapat bernilai baik, dan
dapat digunakkan sebaik-baiknya. Sesudah dan sebelunya kami ucapkan terima kasih.
Tabel II.4.1 - 1 Hasil Uji Daya Hambat Klebsiella pneumoniae Menggunakan Ekstrak Kulit
Nanas (Ananas comosus L. Merr) ................................................................................................ 13
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Resistensi bakteri terhadap antibiotic masih menjadi masalah kesehatan dan ancaman
bagi kesehatan baik di dunia maupun di Indonesia khususnya. Penggunaan antibiotik yang cukup
tinggi dan tidak rasional menjadi salah satu penyebabnya. Hal ini berdampak pada morbiditas
dan mortalitas dan juga dampak negative terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi.
Resistensi umumnya dapat terjadi di tingkat rumah sakit, namun lambat laun dapat terjadi dan
berkembang di lingkungan masyarakat. (Kemenkes, 2011)
Resistensi bakteri terhadap antibiotic masih menjadi persoalan kesehatan serta ancaman
bagi kesehatan baik di dunia juga di Indonesia khususnya. Penggunaan antibiotik yang relatif
tinggi serta tak rasional menjadi salah satu penyebabnya. Hal ini berdampak pada morbiditas dan
mortalitas serta juga dampak negative terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi. Resistensi
umumnya dapat terjadi di tingkat rumah sakit, namun lambat laun dapat terjadi serta berkembang
pada lingkungan masyarakat. (Kemenkes, 2011)
Klebsiella pneumoniae adalah salah satubakteri patogen penting penyebab aneka macam
infeksi baik pada manusia di komunitas maupun di ruang perawatan seperti pada rumah Sakit
(RS). Klebsiella pneumoniae pula merupakan penyebab utama infeksi nosokomial selain
Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Acinetobacter baumanii dan Seratia marcescens.
angka kejadian infeksi nosokomial oleh Klebsiella pneumoniae pada RS Wahidin Sudirohusodo
Makassar, yaitu sebesar 28,3% diikuti Staphylococcus aureus (18,35%) dan Staphylococcus
epidermidis (16,6%). (Adysaputra SA et al.,2009; Tennant et al.,2005). Data pola kuman di
RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek Lampung menunjukkan bahwa Klebsiella pneumoniae
merupakan penyebab infeksi terbanyak dari seluruh pasien yg di rawat pada RS (23,20%) serta
sebagian besar adalah ada di ruang intensif care unit (ICU) (24,1%). (Hidayat etal.,2014).
Infeksi oleh Klebsiella pneumoniae masih merupakan problem kesehatan di seluruh dunia
terutama pada negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia. Klebsiella pneumonia
umumnya sudah diketahui sebagai penyebab pneumonia yaitu hospital acquired pneumoniae
(HAP) yang menyerang penderita dengan immunocompromised serta dihubungkan dengan
lamanya perawatan selama pada RS khususnya di ruang perawatan intensif (ICU). (Podschun R.,
1998)
Secara epidemiologi, dari sejak ditemukan di tahun 1983 sampai kini, angka kejadian
infeksi oleh bakteri penghasil ESBL semakin meningkat pada seluruh dunia. Penyebaran ESBL
di banyak sekali negara pada dunia fc206ad04f4e2453ce9aad41266780bc tergantung dari pola
pemakaian antibiotika. Prevalensi ESBL di Amerika latin 42,7%, Amerika utara 5,8%, Eropa 2-
31% dan di negara-negara Asia prevalensi ESBL yang didapatkan oleh Escherichia coli dan
Klebsiella pneumoniae bervariasi antara 4,8-12%. (Sharma et al.,2009; Taslima Y et al.,2012;
Emery Cl et al.,1997). pada tahun 1988 didapatkan prevalensi bakteri ESBL di Asia sebesar 5-
8% dan di Indonesia sebesar 12-24%. (Paterson et al.,2005).
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini tidak lain untuk memenuhi tugas mata kuliah
mikrobiologi dasar dan untuk menambah pengetahuan tentang bakteri patogen
Klebseilla Pneumonia.
ISI
Patogen adalah agen biologis yang dapat mengakibatkan penyakit pada inangnya.
Sebutan lain dari patogen merupakan mikroorganisme parasite yang dapat mengakibatkan
penyakit. Mikroba ini menyerang inangnya seperti manusia, hewan dan tumbuhan melalui
parasitisme, mutualisme dan komensalisme. Pada tubuh manusia umumnya terdapat banyak
bakteri ataupun mikroba yang hidup dan berkembang biak, ada beberapa bakteri yang melakukan
simbiosis mutualisme menggunakan tubuh manusia dan terdapat juga mikroba yang hanya
“menumpang” tanpa menaruh pengaruh hal positif pada tubuh.
Patogen dapat menyerang tubuh manusia melalui sistem kekebalan tubuh yang lemah
sehingga dapat menimbulkan sebilah penyakit. Masuknya pathogen kedalam tubuh dapat berasal
dari luka ataupun cidera, makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi dan kontak
terhadap orang yang sedang sakit.
Tingkat keparahan infeksi dan penyakit akibat patogen tergantung kepada jenis patogen
yang menyerang tubuh manusia. Berikut ini beberapa jenis patogen yang dapat menimbulkan
penyakit pada manusia:
• BAKTERI
Bakteri merupakan salah satu patogen yang dapat menimbulkan infeksi pada tubuh
manusia. Bakteri ini dapat menggangu kesehatan tubuh dengan cara menghasilkan racun
atau toksin yang dapat merusak jaringan pada tubuh. Bakteri dapat hidup di luar tubuh
manusia.
• VIRUS
Virus merupakan patogen yang sering menginfeksi tubuh manusia, sel ini hanya dapat
tumbuh pada sel-sel tubuh. Ketika virus masuk ke dalam sel-sel tubuh dan mengalami
kerusakan sehingga dapat mengakibatkan kematiaan.
• JAMUR
Jamur pada umumnya dapat tumbuh dan mudah berkembang biak di lingkungan yang
lembab dan yang memiliki suhu hangat. Jamur dapat menyerang beberapa bagian tubuh
pada manusia seperti kulit, mata, paru-paru, dan saluran pencernaan manusia.
Klebsiella pneumonia adalah polisakarida asam yang umumnya terdiri dari unit berulang
dari tiga hingga enam gula. Klebsiella pneumonia disintesis oleh jamur polimerase yang
bergantung pada Wyz, produksi kapsul polisakarida gen yang umumnya terdiri dari gen untuk
sintesis nukleutida gula dan sintesis unit pengulangan kapsul ekspor.
Klebsiella pneumonia berbentuk batang (basil) yang memiliki ukuran 0.5-0.5x1.2 µ, dan
termasuk ke dalam genus Gram-negatif yang menfermentasi laktosa dan banyak karbohidrat
menggunakan kapsul yang menonjol, bakteri yang non motil (tidak melakukan pergerakan secara
sel) dan bakteri yang anaerob. Klebsiella pneumonia adalah patogen oportunistik yang banyak
ditemukan pada mulut, kulit , usus serta di lingkungan rumah sakit dan peralatan medis.
Klebsiella pneumonia ini juga lebih lanjut dapat ditemukan di saluran kemih, saluran pernapasan
dan darah. Klebsiella ini sebagian besar mempengaruhi mereka yang memiliki system kekebalan
tubuh yang terganggu atau yang dilemahkan oleh infeksi lain sehingga, cenderung menyebabkan
infeksi nosokomial. Gram-negatif pada bakteri ini dapat menyebabkan pneumonia, meningitis,
dan gangguan pada hati, di antara itu Klebsiella menjadikan dirinya sebagai penyakit
monomikroba.
Kingdom : Bacteria
Filum : Protobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacterales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Klepsiella
Capsular polysaccharide (CPS) Klebsiella pneumoniae adalah faktor utama yang dapat
menyebabkannya menghindari opsonophagocytosis (fagositosis yang dilakukan oleh makrofag
dan sel fagosit lainnya seperti neutrofil), umumnya terdiri dari unit berulang tiga sampai enam
gula. K. pneumoniae CPS disintesis oleh Wzy-dependent polymerization pathway. CPS
mengurangi interaksi sel bakteri dengan cara mengurangi jumlah C3 pada bakteri dan sebagai
barrier yang menghalangi kontak antara reseptor makrofag dan ligan pada permukaan bakteri.
II.2.2 Lipopolysaccharide
• Core polysaccharide
Hanya dua jenis (tipe 1 dan tipe 2) polisakarida inti yang telah dikarakterisasi untuk K.
pneumoniae. tipe 1 memiliki gen wabI dan wabJ, yang mengkode 3-deoxy-d-manno-
octulosonic acid (Kdo) transferase dan heptosyltransferase, yang bertanggung jawab atas
penggabungan dua residu inti luar terakhir Kdo dan l,d-HepI. Tipe 2 memiliki dua gen
wabK dan wabM, yang terlibat dalam transfer dua residu Glc inti luar terakhir.
• Lipid A
Modifikasi Lipid A K. pneumoniae berkontribusi terhadap resistensi terhadap pertahanan
bawaan inang, terutama termasuk resistensi terhadap peptida anti-bakteri dan mutasi
modifikasi gen untuk enzim ini menyebabkan atenuasi virulensi K. pneumoniae ketika
diuji dalam model hewan yang berbeda. Lipid A dan polisakarida inti, tetapi bukan
antigen O diperlukan untuk ketahanan terhadap fagositosis oleh makrofag alveolar, yang
memainkan peran penting dalam pertahanan inang terhadap K. pneumoniae.
Setidaknya ada empat jenis fimbriae, yaitu type 1 fimbriae, type 3 fimbriae, Kpc fimbriae
dan KPF-28 adhesin, yang telah dikarakterisasi secara eksperimental untuk K. pneumoniae.
• Type 1 fimbriae
Type 1 fimbriae adalah pelengkap permukaan yang tipis, kaku, berperekat, seperti benang
pada membran luar, dan pelengkap terutama terdiri dari subunit FimA berulang dengan
molekul adhesin FimH di ujungnya. type 1 fimbriae K. pneumoniae memanjang ke luar
kapsul dan memediasi adhesi bakteri ke struktur yang mengandung mannose pada sel
inang atau pada matriks ekstraseluler melalui adhesin FimH. Type 1 fimbriae K.
pneumoniae sangat penting untuk pembentukan awal infeksi saluran kemih, tetapi tidak
berpengaruh pada kemampuan K. pneumoniae untuk berkoloni di usus atau menginfeksi
paru-paru.
• Type 3 fimbriae
Type 3 fimbriae memediasi adhesi in vitro ke sel epitel dan jaringan ginjal dan paru-paru,
kemungkinan besar dengan cara yang resisten mannose. Type 3 fimbriae bertindak
sebagai kontributor utama pembentukan biofilm K. pneumoniae, tetapi tidak berperan
dalam infeksi usus dan paru-paru.
• Kpc fimbriae
Ekspresi heterolog kpcABCD dalam fimbriate E. coli membuat bakteri rekombinan
menghadirkan Kpc fimbriae, dan selanjutnya memberikan aktivitas pembentukan biofilm
yang lebih tinggi, yang menunjukkan bahwa Kpc fimbriae dapat berkontribusi pada
pembentukan biofilm K. pneumoniae.
• KPF-28 adhesin
KPF-28 fimbriae berkontribusi pada adhesi K. pneumoniae ke garis sel Caco-2 manusia,
menunjukkan bahwa fimbriae mungkin merupakan faktor kolonisasi dalam usus
mamalia.
• Efflux pumps
K. pneumoniae mengekspresikan efflux pumps (pompa penghabisan) AcrAB, yang
berkontribusi pada ekspor tidak hanya antibiotic, tetapi juga agen antimikroba yang
diturunkan dari inang, dan AcrAB bertindak sebagai penentu resistensi K.
pneumoniae terhadap inang.
II.2.5 Patogenesis
Perlindungan host dari invasi bakteri terutama tergantung pada dua hal, yaitu:
polymorphonuclear granulocytes, yang memfagosit bakteri, dan serum complement proteins,
yang bersifat bakterisida (obat-obatan beracun yang khusus digunakan untuk memberantas
bakteri). Jalur alternatif aktivasi komplemen lebih aktif pada infeksi Klebsiella pneumoniae.
Neutrofil myeloperoxidase dan protein pengikat lipopolisakarida memfasilitasi pertahanan
terhadap infeksi Klebsiella pneumoniae.
Bakteri memiliki kapsul polisakarida yang terdiri dari polisakarida asam kompleks dan
menentukan patogenisitasnya. Kapsul melindungi bakteri dari fagositosis dan protein bakterisida
serum. Ini melekat pada sel inang dengan banyak perlengketan fimbrial dan non-fimbrial, yang
sangat penting untuk proses infeksi.
Ketika pengidap pneumonia batuk atau bersin, maka mereka akan menyemburkan
droplets yang mengandung k. pneumoniae dan dapat terhirup oleh orang lain. Ketika mekanisme
pertahanan dalam sistem pernafasan tidak normal baik karena penyakit, usia atau kelelahan
tubuh kita kehilangan perlawanan terhadap mikroba maka mikroba ini akan berkembang biak
dengan cepat & keluar dari tabung ke dalam alveoli. Makrofag tidak bisa mem-fagositosis k.
pneumoniae karena kapsul polisakaridanya yang menghalangi kontak antara reseptor makrofag
dengan permukaan bakteri. Jika makrofag alveolus tidak mampu mengontrol pertumbuhan
bakteri, maka sebagai mekanisme pertahanan protektif terakhir, paru-paru mengembangkan
respon inflamasi lokal. Respon inflamasi lokal ini ditandai dengan pergerakan sel darah putih,
limfosit dan monosit dari kapiler ke dalam ruang alveolar. Rekrutmen sel fagosit ke ruang
alveolar terutama dimediasi oleh faktor nekrosis tumor (TNF) dan interleukin-l (IL-I) yang
diproduksi oleh makrofag alveolar. Selain TNF dan IL-I, sitokin penting lainnya yang diproduksi
secara lokal termasuk IL-6, IL-10, IL-12, monosit chemotaxin protein-l dan granulocyte colony-
stimulating factor (1). Setelah sitokin-sitokin ini mencapai sirkulasi sistemik, mereka juga
menghasilkan respon inflamasi sistemik. Respon inflamasi lokal dan sistemik bertanggung jawab
atas sebagian besar tanda, gejala, dan kelainan laboratorium yang menjadi ciri sindrom
community-acquired pneumonia a (CAP).
Perubahan dan perkembangan resistensi bakteri terhadap antibiotik sangat erat kaitannya
dengan tingkat keberhasilan terapi penyakit infeksi dan akan memberikan dampak terhadap
kesehatan, kesejahteraan dan ekonomi. Resistensi antibiotik terhadap mikroba dapat
menimbulkan akibat yang fatal. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang gagal
berespon terhadap pengobatan mengakibatkan perpanjangan penyakit (prolonged illness),
meningkatnya risiko kematian (greater risk of death) dan semakin lamanya masa rawat inap di
rumah sakit (length of stay) (Deshpande et al., 2011)
Resistensi bakteri terhadap antibiotik menyebabkan berkurangnya efektivitas terapi
Kurangnya sensitivitas antibiotik terhadap suatu bakteri yang membuat bakteri itu semakin kebal
yang berdampak peningkatan morbiditas dan mortalitas serta pengeluaran perawatan kesehatan
yang berlebihan (Rukmini et al., 2019)
World Health Organization (WHO) berupaya untuk mengendalikan resistensi secara
global. WHO telah membuat perencanaan aksi global untuk memerangi resistensi bakteri
terhadap antibiotik dengan meningkatkan penggunaan antibiotik secara bijak dan dengan
melakukan evaluasi penggunaan antibiotik (WHO, 2017). Resistensi antibiotik adalah
kemampuan mikroorganisme untuk bertahan terhadap efek antibiotik, diantaranya dengan
memperoleh gen resisten melalui mutasi atau perubahan/ pertukaran plasmid (transfer gen) antar
spesies bakteri yang sama (Pratiwi, 2017).
Gambaran resistensi bakteri terhadap antibiotik bisa dijadikan untuk evaluasi penggunaan
antibiotik yang bijak untuk mengurangi adanya resistensi bakteri terhadap antibiotik.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan suatu penelitian mengenai studi restropektif
gambaran resistensi bakteri terhadap antibiotik.
Antibiotik sangat diperlukan untuk mengatasi infeksi yang diakibatkan oleh bakteri
pathogen. Penggunaan antibiotik untuk mengatasi infeksi bakteri bila dilakukan dengan cara
yang tidak tepat dapat membawa akibat yang merugikan, baik secara klinis, maupun ekonomi.
Ketidak tepatan dosis, waktu dan frekuensi penggunaan, dapat menyebabkan terjadinya
resistensi. Dari berbagai penelitian di berbagai tempat dijmpai bahwa pengetahuan dan perilaku
masyarakat dalam penggunaan antibiotik masih kurang bijak.
Penyakit infeksi masih tinggi di Indonesia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun 2018, prevalensi diare, pneumonia dan TB Paru yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan
meningkat Jurnal Abdikemas Vol.3 Nomor 1. Tahun 2021Thn 2021 Jurnal Abdikemas Vol.3
Nomor 1. Thn 2021 13 dibanding dengan hasil riset tahun 2013 (Kemenkes, 2018). Infeksi
Dasar Teori:
a. Klebsiella pneumonia merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang
(basil), non motil (tidak bergerak), bersifat fakultatif anaerob.
b. Menyebabkan infeksi nosocomial
c. Nanas mengandung seyawa tannin, flavonoid, steroid dan triterpenoid yang
diduga memiliki efek anti bakteri untuk menghambat pertumbuhan bakteri
Klebsiella pneumoniae.
Tujuan :
a. Menentukan diameter zona hambat ekstrak kulit nanas terhadap bakteri Klebsiella
pneumoniae.
Sampel :
a. Ekstrak kulit nanas
b. Bakteri Klebsiella pneumonia
Alat :
a. Blender
b. Pisau
c. Alat gelas
d. Pinset
e. Lidi kapas
f. Ose
g. Kertas saring
h. Kasa
i. Sendok
j. Spuit
k. Autoklaf
l. Oven
m. Api Bunsen
n. Timbangan analitik
o. Alumunium foil
p. Kamera
q. Spidol
r. Masker
s. Sarung tangan.
5. Penempelan Disk
Ambil kertas disk kosong dan celupkan kedalam ekstrak kulit nanas pada
konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5% dan 10%, kemudian letakkan pada permukaan media
MHA yang sudah diolesi suspensi K.pneumoniae. Uji ekstrak etanol kulit nanas
terhadap Klebsiella pneumoniae dilakukan dengan etanol 96% dengan konsentrasi
yaitu 2,5%, 5%, 7,5%, 10% sebagai kontrol positif meropenem dan kontrol negatif
yaitu DMSO.
Diameter Zona
Persentase zona hambat ekstrak
Hambat Ekstrak
Konsentrasi
1 2,5% 6 6 6 6 6 36,5
2 Konsentrasi 5% 6 6 6 6 6 36,5
Konsentrasi
3 7,5% 7,2 7,4 7,2 21,8 7,3 44,5
Konsentrasi
4 10% 7,9 8,1 7,8 22,8 7,9 48,1
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
1. Daya hambat Klebsiella pneumoniae setelah pemberian ekstrak kulit nanas yaitu
pada konsentrasi 2,5% dan 5% tidak terbentuk zona hambat, pada konsentrasi 10%
menghasilkan zona hambat dengan diameter 7,3 mm dan pada konsentrasi 10%
menghasilkan zona hambat dengan diameter 7,9 mm.
2. Efektifitas ekstrak kulit nanas dapat menghambat pertumbuhan bakteri Klebsiella
pneumonia dengan persentase tertinggi pada konsentrasi 10% dengan
persentase 11,6%.
III.2 Saran
Andre, M., Jemmy, A., dan Krista,V.S. 2015. Uji Daya Hambat Ektstrak Kulit Nanas (Ananas
comosus L.Merr) Terhadap Bakteri Stapylococcus aureus Secara Invitro. Jurnal ilmiah farmasi :
Vol. 4 No 4.Hal 2302-2404
Bei Li, Yuling Zhao, Changting Liu, Zhenhong Chen& Dongsheng Zhou (2014), Molecular
Pathogen Klebsiella Pneumonia https://www.futuremedicine.com/doi/abs/10.2217/fmb.14.48
Dennis Koresy (2018), Efek Ekstrak Etanol Teh Hijau (Camellia Sinensis Var. Assamica)
Sebagai Penghambat Pembentukan Biofilm Klebsiella Pneumonia Secara In
Vitrohttp://repository.ub.ac.id/id/eprint/168002/1/Dennis%20Koresy.pdf
Dr. Kevin Adrian (2021), Pengertian Patogen, Penyebab Dari Berbagai Infeksi Dan Penyakit
https://www.alodokter.com/patogen-penyebab-dari-berbagai-infeksi-dan-penyakit
https://empangqq.files.wordpress.com/2016/11/klebsiella-pneumoniae-11.jpg
https://jurnal.poltekkespalembang.ac.id/index.php/jpengmas/article/download/642/374/
https://e-journal.unmas.ac.id › ...PDF
https://media.neliti.com › 16...PDF
https://ejurnal.poltekkes-manado.ac.id › ...PDF
https://www.cdc.gov/hai/organisms/klebsiella/klebsiella.html
https://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Klebsiella_pneumoniae_pathogenesis#Epidemiology
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519004/
http://www.antimicrobe.org/e55.asp#:~:text=PATHOGENESIS,by%20microaspiration%20of%2
0oropharyngeal%20secretions.
http://scholar.unand.ac.id/56410/2/BAB%20I.pdf
https://www.researchgate.net/publication/267731558_Molecular_pathogenesis_of_Klebsiella_pn
eumoniae