Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA)

Mata Kuliah : Mikrobiologi

Dosen pengampu : Jane Melita Keliat S.Si, M.Si

NIDN : 0131018902

Disusun oleh :

Marcella Febrilia Sinaga (221501068)


Eva Natalia Manderi (221501094)
Naila Aisyah Putri (221501091)
Wan Fahira Farosi Barus (221501080)
Alyssa Faradilla Nurdin Ginting (221501118)
Afni Biofani Purba (221501115)
Winda Sari Tiurma Ida Sinambela (221501101)
Husnul Khatimah (221501102)
Abdul Mannan AB. Zubaidi (221501113)
Meiviona Zuhrina (221501074)
Brathennovic (221501077)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami ucapkan puji dan syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa
karena jika bukan karena Berkat dan Rahmat-Nya, kita tidak dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan tepat waktu.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Jane Melita Keliat S.Si, M.Si selaku
dosen pengampu Mata Kuliah Mikrobiologi yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas
makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami yang membantu
dalam pengerjaan dan dalam pengumpulan data-data dalam pembuatan makalah ini. Dalam
makalah ini menjelaskan tentang bakteri patogen (Klebsiella pneumonia).

Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukkan bahkan kritikan yang
membangun dari berbagai pihak. Besar harapan kami bahwa makalah ini dapat bernilai baik, dan
dapat digunakkan sebaik-baiknya. Sesudah dan sebelunya kami ucapkan terima kasih.

Medan, 18 Oktober 2022

Kelompok Bakteri Kebsiella

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA) i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
I.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2
I.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................... 2
BAB II ISI ....................................................................................................................................... 3
II.1 Pengenalan Bakteri Patogen ......................................................................................... 3
II.2 Faktor Patogenesis ........................................................................................................ 5
II.3 Resistensi Bakteri ......................................................................................................... 8
II.4 Uji Antibakteria .......................................................................................................... 11
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 14
III.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 14
III.2 Saran ........................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 15

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA) ii


DAFTAR TABEL

Tabel II.4.1 - 1 Hasil Uji Daya Hambat Klebsiella pneumoniae Menggunakan Ekstrak Kulit
Nanas (Ananas comosus L. Merr) ................................................................................................ 13

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA) iii


DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1.2 - 1(Klebsiella pneumonia) ....................................................................................... 4

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA) iv


BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Resistensi bakteri terhadap antibiotic masih menjadi masalah kesehatan dan ancaman
bagi kesehatan baik di dunia maupun di Indonesia khususnya. Penggunaan antibiotik yang cukup
tinggi dan tidak rasional menjadi salah satu penyebabnya. Hal ini berdampak pada morbiditas
dan mortalitas dan juga dampak negative terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi.
Resistensi umumnya dapat terjadi di tingkat rumah sakit, namun lambat laun dapat terjadi dan
berkembang di lingkungan masyarakat. (Kemenkes, 2011)

Resistensi bakteri terhadap antibiotic masih menjadi persoalan kesehatan serta ancaman
bagi kesehatan baik di dunia juga di Indonesia khususnya. Penggunaan antibiotik yang relatif
tinggi serta tak rasional menjadi salah satu penyebabnya. Hal ini berdampak pada morbiditas dan
mortalitas serta juga dampak negative terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi. Resistensi
umumnya dapat terjadi di tingkat rumah sakit, namun lambat laun dapat terjadi serta berkembang
pada lingkungan masyarakat. (Kemenkes, 2011)

Klebsiella pneumoniae adalah salah satubakteri patogen penting penyebab aneka macam
infeksi baik pada manusia di komunitas maupun di ruang perawatan seperti pada rumah Sakit
(RS). Klebsiella pneumoniae pula merupakan penyebab utama infeksi nosokomial selain
Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Acinetobacter baumanii dan Seratia marcescens.
angka kejadian infeksi nosokomial oleh Klebsiella pneumoniae pada RS Wahidin Sudirohusodo
Makassar, yaitu sebesar 28,3% diikuti Staphylococcus aureus (18,35%) dan Staphylococcus
epidermidis (16,6%). (Adysaputra SA et al.,2009; Tennant et al.,2005). Data pola kuman di
RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek Lampung menunjukkan bahwa Klebsiella pneumoniae
merupakan penyebab infeksi terbanyak dari seluruh pasien yg di rawat pada RS (23,20%) serta
sebagian besar adalah ada di ruang intensif care unit (ICU) (24,1%). (Hidayat etal.,2014).

Infeksi oleh Klebsiella pneumoniae masih merupakan problem kesehatan di seluruh dunia
terutama pada negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia. Klebsiella pneumonia
umumnya sudah diketahui sebagai penyebab pneumonia yaitu hospital acquired pneumoniae
(HAP) yang menyerang penderita dengan immunocompromised serta dihubungkan dengan
lamanya perawatan selama pada RS khususnya di ruang perawatan intensif (ICU). (Podschun R.,
1998)

Meningkatnya infeksi oleh Klebsiella pneumoniae saat ini dikaitkan dengan


meningkatnya angka kejadian resistensi pada bakteri tersebut. Klebsiella pneumoniae ialah salah
satu gerombolan Enterobacteriaceae penghasil enzim betalactamase, yaitu enzim yang bisa
menghidrolisis cincin betalaktam pada antibiotika gerombolan betalaktam sehingga antibiotika

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA) 1


menjadi tidak aktif. Enzim ini paling banyak diproduksi oleh bakteri terutama dari famili
Enterobacteriaceae seperti Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae. (Nathisuwan et al.,2001)

Resistensi bakteri akibat produksi enzim betalactamase berkembang dengan pesat


menjadi Extended–Spectrum betalactamase (ESBL), yaitu enzim yang mampu menghidrolisis
antibiotik Penisilin, Sefalosporin generasi pertama sampai ke-empat dan kelompok aztreonam.
(Bradford P.,2001; Paterson et al.,2005). banyak sekali penelitian menunjukkan bahwa infeksi
oleh bakteri ESBL ini sebagai penyebab morbiditas serta mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan infeksi bakteri bukan ESBL. (Tumbarello et al.,2008).

Secara epidemiologi, dari sejak ditemukan di tahun 1983 sampai kini, angka kejadian
infeksi oleh bakteri penghasil ESBL semakin meningkat pada seluruh dunia. Penyebaran ESBL
di banyak sekali negara pada dunia fc206ad04f4e2453ce9aad41266780bc tergantung dari pola
pemakaian antibiotika. Prevalensi ESBL di Amerika latin 42,7%, Amerika utara 5,8%, Eropa 2-
31% dan di negara-negara Asia prevalensi ESBL yang didapatkan oleh Escherichia coli dan
Klebsiella pneumoniae bervariasi antara 4,8-12%. (Sharma et al.,2009; Taslima Y et al.,2012;
Emery Cl et al.,1997). pada tahun 1988 didapatkan prevalensi bakteri ESBL di Asia sebesar 5-
8% dan di Indonesia sebesar 12-24%. (Paterson et al.,2005).

penemuan ESBL di Klebsiella pneumoniae pertama kali dilaporkan pada Prancis di


Tahun 1984, yaitu jenis TEM-3. (Paterson et al.,2005). Penelitian SENTRY tahun 1998 – 1999,
melaporkan prevalensi bakteri ESBL di Hongkong pada Klebsiella pneumoniae (8%) sesudah
Escherichia coli (13%); pada Singapura di Klebsiella pneumoniae (18%). (Bell JM et al.,2002;
Sharma et al.,2009; Taslima Y et al., 2012). Penelitian Antimicrobial Resistance in Indonesia
(AMRIN) melaporkan angka prevalensi EBSL pada Klebsiella pneumoniae mencapai 36%.
(Kuntaman et al.,2005). Penelitian lain tahun 1995 melaporkan prevalensi ESBL di Indonesia
sebanyak 33,3% di Klebsiella pneumoniae. (Bell et al.,2002).

I.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut.

1. Apa yang dimaksud dengan bakteri patogen pada manusia?


2. Apa saja faktor-faktor patogenisitas Klebseilla Pneumonia?
3. Bagaimana resistensi bakteri Klebseilla Pneumonia?
4. Bagaimana uji antibakteri Klebseilla Pneumonia?

I.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dibuatnya makalah ini tidak lain untuk memenuhi tugas mata kuliah
mikrobiologi dasar dan untuk menambah pengetahuan tentang bakteri patogen
Klebseilla Pneumonia.

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA) 2


BAB II

ISI

II.1 Pengenalan Bakteri Patogen


II.1.1 Pengertian Patogen

Patogen adalah agen biologis yang dapat mengakibatkan penyakit pada inangnya.
Sebutan lain dari patogen merupakan mikroorganisme parasite yang dapat mengakibatkan
penyakit. Mikroba ini menyerang inangnya seperti manusia, hewan dan tumbuhan melalui
parasitisme, mutualisme dan komensalisme. Pada tubuh manusia umumnya terdapat banyak
bakteri ataupun mikroba yang hidup dan berkembang biak, ada beberapa bakteri yang melakukan
simbiosis mutualisme menggunakan tubuh manusia dan terdapat juga mikroba yang hanya
“menumpang” tanpa menaruh pengaruh hal positif pada tubuh.

Patogen dapat menyerang tubuh manusia melalui sistem kekebalan tubuh yang lemah
sehingga dapat menimbulkan sebilah penyakit. Masuknya pathogen kedalam tubuh dapat berasal
dari luka ataupun cidera, makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi dan kontak
terhadap orang yang sedang sakit.

Tingkat keparahan infeksi dan penyakit akibat patogen tergantung kepada jenis patogen
yang menyerang tubuh manusia. Berikut ini beberapa jenis patogen yang dapat menimbulkan
penyakit pada manusia:

• BAKTERI
Bakteri merupakan salah satu patogen yang dapat menimbulkan infeksi pada tubuh
manusia. Bakteri ini dapat menggangu kesehatan tubuh dengan cara menghasilkan racun
atau toksin yang dapat merusak jaringan pada tubuh. Bakteri dapat hidup di luar tubuh
manusia.

• VIRUS
Virus merupakan patogen yang sering menginfeksi tubuh manusia, sel ini hanya dapat
tumbuh pada sel-sel tubuh. Ketika virus masuk ke dalam sel-sel tubuh dan mengalami
kerusakan sehingga dapat mengakibatkan kematiaan.

• JAMUR
Jamur pada umumnya dapat tumbuh dan mudah berkembang biak di lingkungan yang
lembab dan yang memiliki suhu hangat. Jamur dapat menyerang beberapa bagian tubuh
pada manusia seperti kulit, mata, paru-paru, dan saluran pencernaan manusia.

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA) 3


II.1.2 Pengenalan Bakteri Patogen (Klebsiella Pneumonia)

Klebsiella pneumonia adalah polisakarida asam yang umumnya terdiri dari unit berulang
dari tiga hingga enam gula. Klebsiella pneumonia disintesis oleh jamur polimerase yang
bergantung pada Wyz, produksi kapsul polisakarida gen yang umumnya terdiri dari gen untuk
sintesis nukleutida gula dan sintesis unit pengulangan kapsul ekspor.

Klebsiella pneumonia berbentuk batang (basil) yang memiliki ukuran 0.5-0.5x1.2 µ, dan
termasuk ke dalam genus Gram-negatif yang menfermentasi laktosa dan banyak karbohidrat
menggunakan kapsul yang menonjol, bakteri yang non motil (tidak melakukan pergerakan secara
sel) dan bakteri yang anaerob. Klebsiella pneumonia adalah patogen oportunistik yang banyak
ditemukan pada mulut, kulit , usus serta di lingkungan rumah sakit dan peralatan medis.
Klebsiella pneumonia ini juga lebih lanjut dapat ditemukan di saluran kemih, saluran pernapasan
dan darah. Klebsiella ini sebagian besar mempengaruhi mereka yang memiliki system kekebalan
tubuh yang terganggu atau yang dilemahkan oleh infeksi lain sehingga, cenderung menyebabkan
infeksi nosokomial. Gram-negatif pada bakteri ini dapat menyebabkan pneumonia, meningitis,
dan gangguan pada hati, di antara itu Klebsiella menjadikan dirinya sebagai penyakit
monomikroba.

KLASIFIKASI DARI KLEBSIELLA PNEUMONIA:

Gambar II.1.2 - 1(Klebsiella pneumonia)

Kingdom : Bacteria

Filum : Protobacteria

Kelas : Gammaproteobacteria

Ordo : Enterobacterales

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Klepsiella

Species : Klepsiella pneumonia

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA) 4


II.2 Faktor Patogenesis
Klebsiella pneumoniae adalah bakteri yang menyerang melalui sistem pernapasan,
menyebabkan pneumonia. Infeksi Klebsiella pneumoniae banyak terjadi di rumah sakit, baik
melalui kontak langsung antara orang-orang, maupun peralatan rumah sakit, misalnya ventilator
atau intravenous (IV) catheters dan pasien yang mengonsumsi antibiotik tertentu dalam jangka
waktu yang lama.
II.2.1 Capsular polysaccharide

Capsular polysaccharide (CPS) Klebsiella pneumoniae adalah faktor utama yang dapat
menyebabkannya menghindari opsonophagocytosis (fagositosis yang dilakukan oleh makrofag
dan sel fagosit lainnya seperti neutrofil), umumnya terdiri dari unit berulang tiga sampai enam
gula. K. pneumoniae CPS disintesis oleh Wzy-dependent polymerization pathway. CPS
mengurangi interaksi sel bakteri dengan cara mengurangi jumlah C3 pada bakteri dan sebagai
barrier yang menghalangi kontak antara reseptor makrofag dan ligan pada permukaan bakteri.
II.2.2 Lipopolysaccharide

LPS mengandung lipid A, inti, dan antigen O-polysaccharide. lipopolysaccharides


melepaskan kaskade inflamasi pada organisme inang dan telah menjadi penyebab utama sekuel
pada sepsis dan syok septik.
• O-antigen
K. pneumoniae O-antigen mencegah akses komponen komplemen ke aktivator (misalnya
porin dan LPS kasar) dan dengan demikian berkontribusi terhadap resistensi bakteri
terhadap complement-mediated killing.

• Core polysaccharide
Hanya dua jenis (tipe 1 dan tipe 2) polisakarida inti yang telah dikarakterisasi untuk K.
pneumoniae. tipe 1 memiliki gen wabI dan wabJ, yang mengkode 3-deoxy-d-manno-
octulosonic acid (Kdo) transferase dan heptosyltransferase, yang bertanggung jawab atas
penggabungan dua residu inti luar terakhir Kdo dan l,d-HepI. Tipe 2 memiliki dua gen
wabK dan wabM, yang terlibat dalam transfer dua residu Glc inti luar terakhir.

• Lipid A
Modifikasi Lipid A K. pneumoniae berkontribusi terhadap resistensi terhadap pertahanan
bawaan inang, terutama termasuk resistensi terhadap peptida anti-bakteri dan mutasi
modifikasi gen untuk enzim ini menyebabkan atenuasi virulensi K. pneumoniae ketika
diuji dalam model hewan yang berbeda. Lipid A dan polisakarida inti, tetapi bukan
antigen O diperlukan untuk ketahanan terhadap fagositosis oleh makrofag alveolar, yang
memainkan peran penting dalam pertahanan inang terhadap K. pneumoniae.

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA) 5


II.2.3 Fimbriae

Setidaknya ada empat jenis fimbriae, yaitu type 1 fimbriae, type 3 fimbriae, Kpc fimbriae
dan KPF-28 adhesin, yang telah dikarakterisasi secara eksperimental untuk K. pneumoniae.
• Type 1 fimbriae
Type 1 fimbriae adalah pelengkap permukaan yang tipis, kaku, berperekat, seperti benang
pada membran luar, dan pelengkap terutama terdiri dari subunit FimA berulang dengan
molekul adhesin FimH di ujungnya. type 1 fimbriae K. pneumoniae memanjang ke luar
kapsul dan memediasi adhesi bakteri ke struktur yang mengandung mannose pada sel
inang atau pada matriks ekstraseluler melalui adhesin FimH. Type 1 fimbriae K.
pneumoniae sangat penting untuk pembentukan awal infeksi saluran kemih, tetapi tidak
berpengaruh pada kemampuan K. pneumoniae untuk berkoloni di usus atau menginfeksi
paru-paru.

• Type 3 fimbriae
Type 3 fimbriae memediasi adhesi in vitro ke sel epitel dan jaringan ginjal dan paru-paru,
kemungkinan besar dengan cara yang resisten mannose. Type 3 fimbriae bertindak
sebagai kontributor utama pembentukan biofilm K. pneumoniae, tetapi tidak berperan
dalam infeksi usus dan paru-paru.

• Kpc fimbriae
Ekspresi heterolog kpcABCD dalam fimbriate E. coli membuat bakteri rekombinan
menghadirkan Kpc fimbriae, dan selanjutnya memberikan aktivitas pembentukan biofilm
yang lebih tinggi, yang menunjukkan bahwa Kpc fimbriae dapat berkontribusi pada
pembentukan biofilm K. pneumoniae.

• KPF-28 adhesin
KPF-28 fimbriae berkontribusi pada adhesi K. pneumoniae ke garis sel Caco-2 manusia,
menunjukkan bahwa fimbriae mungkin merupakan faktor kolonisasi dalam usus
mamalia.

II.2.4 Outer membrane proteins


• ompA
OmpA adalah salah satu protein membran luar utama bakteri Gram-negatif, dan sangat
terkonservasi di antara Enterobacteriaceae. K. pneumoniae OmpA, tidak bergantung pada
CPS, penting untuk mencegah aktivasi sel epitel saluran napas melalui kerja pada jalur
yang bergantung pada NF-kB-, p38- dan p44/42 dan dengan demikian berkontribusi pada
atenuasi sel epitel saluran napas -dimediasi respon inflamasi. OmpA juga berkontribusi
untuk melawan fagoyctosis oleh makrofag alveolar.

• Outer membrane porins


K. pneumoniae menghasilkan dua porin membran luar utama, OmpK 35 dan OmpK36.
hilangnya OmpK35 tidak berpengaruh pada resistensi antibiotik dan virulensi. Hilangnya

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA) 6


OmpK36 merombak struktur permukaan K. pneumoniae dan dengan demikian mengubah
pengikatan fagosit, menyebabkan peningkatan kerentanan untuk fagositosis dan dengan
demikian pelemahan virulensi.

• Efflux pumps
K. pneumoniae mengekspresikan efflux pumps (pompa penghabisan) AcrAB, yang
berkontribusi pada ekspor tidak hanya antibiotic, tetapi juga agen antimikroba yang
diturunkan dari inang, dan AcrAB bertindak sebagai penentu resistensi K.
pneumoniae terhadap inang.

II.2.5 Patogenesis

Perlindungan host dari invasi bakteri terutama tergantung pada dua hal, yaitu:
polymorphonuclear granulocytes, yang memfagosit bakteri, dan serum complement proteins,
yang bersifat bakterisida (obat-obatan beracun yang khusus digunakan untuk memberantas
bakteri). Jalur alternatif aktivasi komplemen lebih aktif pada infeksi Klebsiella pneumoniae.
Neutrofil myeloperoxidase dan protein pengikat lipopolisakarida memfasilitasi pertahanan
terhadap infeksi Klebsiella pneumoniae.
Bakteri memiliki kapsul polisakarida yang terdiri dari polisakarida asam kompleks dan
menentukan patogenisitasnya. Kapsul melindungi bakteri dari fagositosis dan protein bakterisida
serum. Ini melekat pada sel inang dengan banyak perlengketan fimbrial dan non-fimbrial, yang
sangat penting untuk proses infeksi.
Ketika pengidap pneumonia batuk atau bersin, maka mereka akan menyemburkan
droplets yang mengandung k. pneumoniae dan dapat terhirup oleh orang lain. Ketika mekanisme
pertahanan dalam sistem pernafasan tidak normal baik karena penyakit, usia atau kelelahan
tubuh kita kehilangan perlawanan terhadap mikroba maka mikroba ini akan berkembang biak
dengan cepat & keluar dari tabung ke dalam alveoli. Makrofag tidak bisa mem-fagositosis k.
pneumoniae karena kapsul polisakaridanya yang menghalangi kontak antara reseptor makrofag
dengan permukaan bakteri. Jika makrofag alveolus tidak mampu mengontrol pertumbuhan
bakteri, maka sebagai mekanisme pertahanan protektif terakhir, paru-paru mengembangkan
respon inflamasi lokal. Respon inflamasi lokal ini ditandai dengan pergerakan sel darah putih,
limfosit dan monosit dari kapiler ke dalam ruang alveolar. Rekrutmen sel fagosit ke ruang
alveolar terutama dimediasi oleh faktor nekrosis tumor (TNF) dan interleukin-l (IL-I) yang
diproduksi oleh makrofag alveolar. Selain TNF dan IL-I, sitokin penting lainnya yang diproduksi
secara lokal termasuk IL-6, IL-10, IL-12, monosit chemotaxin protein-l dan granulocyte colony-
stimulating factor (1). Setelah sitokin-sitokin ini mencapai sirkulasi sistemik, mereka juga
menghasilkan respon inflamasi sistemik. Respon inflamasi lokal dan sistemik bertanggung jawab
atas sebagian besar tanda, gejala, dan kelainan laboratorium yang menjadi ciri sindrom
community-acquired pneumonia a (CAP).

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA) 7


II.3 Resistensi Bakteri
Permasalahan resistensi bakteri terhadap antibiotik di dunia menjadi masalah kesehatan
global (CDC, 2019). Resistensi terjadi dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu resistensi alami
dan resistensi dapatan. Menurut Kemenkes RI (2013) beberapa faktor yang dapat menimbulkan
masalah dari resistensi bakteri terhadap antibiotik yaitu mudahnya masyarakat mendapatkan
antibiotik, kurangnya pengawasan pemerintah terhadap masyarakat tentang penggunaan
antibiotik yang tidak rasional seperti pemilihan antibiotik tidak sesuai dengan kondisi pasien dan
pola peresepan antibiotik yang kurang tepat (Pratama et al., 2019).

Perubahan dan perkembangan resistensi bakteri terhadap antibiotik sangat erat kaitannya
dengan tingkat keberhasilan terapi penyakit infeksi dan akan memberikan dampak terhadap
kesehatan, kesejahteraan dan ekonomi. Resistensi antibiotik terhadap mikroba dapat
menimbulkan akibat yang fatal. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang gagal
berespon terhadap pengobatan mengakibatkan perpanjangan penyakit (prolonged illness),
meningkatnya risiko kematian (greater risk of death) dan semakin lamanya masa rawat inap di
rumah sakit (length of stay) (Deshpande et al., 2011)
Resistensi bakteri terhadap antibiotik menyebabkan berkurangnya efektivitas terapi
Kurangnya sensitivitas antibiotik terhadap suatu bakteri yang membuat bakteri itu semakin kebal
yang berdampak peningkatan morbiditas dan mortalitas serta pengeluaran perawatan kesehatan
yang berlebihan (Rukmini et al., 2019)
World Health Organization (WHO) berupaya untuk mengendalikan resistensi secara
global. WHO telah membuat perencanaan aksi global untuk memerangi resistensi bakteri
terhadap antibiotik dengan meningkatkan penggunaan antibiotik secara bijak dan dengan
melakukan evaluasi penggunaan antibiotik (WHO, 2017). Resistensi antibiotik adalah
kemampuan mikroorganisme untuk bertahan terhadap efek antibiotik, diantaranya dengan
memperoleh gen resisten melalui mutasi atau perubahan/ pertukaran plasmid (transfer gen) antar
spesies bakteri yang sama (Pratiwi, 2017).
Gambaran resistensi bakteri terhadap antibiotik bisa dijadikan untuk evaluasi penggunaan
antibiotik yang bijak untuk mengurangi adanya resistensi bakteri terhadap antibiotik.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan suatu penelitian mengenai studi restropektif
gambaran resistensi bakteri terhadap antibiotik.
Antibiotik sangat diperlukan untuk mengatasi infeksi yang diakibatkan oleh bakteri
pathogen. Penggunaan antibiotik untuk mengatasi infeksi bakteri bila dilakukan dengan cara
yang tidak tepat dapat membawa akibat yang merugikan, baik secara klinis, maupun ekonomi.
Ketidak tepatan dosis, waktu dan frekuensi penggunaan, dapat menyebabkan terjadinya
resistensi. Dari berbagai penelitian di berbagai tempat dijmpai bahwa pengetahuan dan perilaku
masyarakat dalam penggunaan antibiotik masih kurang bijak.
Penyakit infeksi masih tinggi di Indonesia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun 2018, prevalensi diare, pneumonia dan TB Paru yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan
meningkat Jurnal Abdikemas Vol.3 Nomor 1. Tahun 2021Thn 2021 Jurnal Abdikemas Vol.3
Nomor 1. Thn 2021 13 dibanding dengan hasil riset tahun 2013 (Kemenkes, 2018). Infeksi

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA) 8


sering dihubungkan dengan antibiotik, padahal antibiotik hanya dapat mengatasi infeksi yang
disebabkan oleh bakteri, bukan virus, parasit maupun jamur. Pemberian antibiotika merupakan
pengobatan utama dalam penatalaksanaan penyakit infeksi.
Penyakit infeksi masih tinggi di Indonesia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun 2018, prevalensi diare, pneumonia dan TB Paru yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan
meningkat Jurnal Abdikemas Vol.3 Nomor 1. Tahun 2021Thn 2021 Jurnal Abdikemas Vol.3
Nomor 1. Thn 2021 13 dibanding dengan hasil riset tahun 2013 (Kemenkes, 2018). Infeksi
sering dihubungkan dengan antibiotik, padahal antibiotik hanya dapat mengatasi infeksi yang
disebabkan oleh bakteri, bukan virus, parasit maupun jamur. Pemberian antibiotika merupakan
pengobatan utama dalam penatalaksanaan penyakit infeksi.
Salah satu sumber ketidaktepatan penggunaan antibiotika adalah terapi yang dilakukan
oleh pasien dengan membeli antibiotika di apotik tanpa anjuran dokter. Keadaan ini terjadi
karena petugas apotek melayani penjualan antibiotika tanpa resep (Sarmalina, 2015), padahal
antibiotika tidak dapat dijual tanpa resep kecuali antibiotika topikal dalam jumlah terbatas yang
masuk dalam daftar Obat Wajib Apotek. Di Kabupaten Manggarai Barat, dari 108 responden
terdapat 83 orang yang membeli antibiotik tanpa resep dokter. Alasan karena sebelumnya pernah
menggunakan lalu mengulanginya pada gejala yang sama dan efektif (Fernandez, 2013). Di
Surabaya, 66 % dari 100 orang ibu yang dijumpai, hanya memiliki pengetahuan yang sedang-
sedang saja terkait penggunaan antibiotik (Nisak, 2014).
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian juga belum memberikan informasi yang cukup
terkait peresepan antibiotik (Suryanegara, 2014). Kondisi ini tidak boleh dibiarkan terus
berlangsung. Sudah sekian puluh tahun, para peneliti tidak menemukan antibiotika baru. Hal
resistensi akan menjadi masalah yang sangat besar, jika seseorang yang terinfeksi bakteri tidak
lagi dapat disembuhkan oleh semua jenis antibiotika yang ada. Penelitian di 1.293 rumah sakit
dari 31 negara di Eropa, terhadap Staphylococcus. aureus, hasilnya 2.711 (25,6%) resisten
terhadap methicillin. Data dari 281 laboratorium yang melayani 791 rumah sakit di 28 negara di
Eropa, secara konsisten melaporkan telah terjadi resistensi E.coli terhadap antimikroba (136.217
isolat darah) dari tahun 2003 sampai 2009. Selama waktu ini, jumlah infeksi dalam darah akibat
E. coli meningkat dari 19.332 menjadi 29.938. Resistansi terhadap G3CEP meningkat dari 2,7%
pada tahun 2003 menjadi 8,2% pada tahun 2009 (De Kraker dkk, 2011). Di Dhaka sebuah
penelitian sejak dari Oktober 2009 hingga Desember 2012, mengungkap bahwa, terdapat
beberapa strain bakteri Salmonella spp, yang sudah resisten terhadap azithromycin, yaitu sebesar
77.9% (Begum, 2015). Di RS dr.M.Hoesin Palembang telah terdapat bakteri yang resisten
terhadap ceftriaxone dan ampicillin. Kemudian sensitifitas bakteri streptococcus spp terhadap
ampicillin hanya 71,42%, sedangkan untuk ceftriaxone sensitifitas Sarmalina Simamora,
Sarmadi, Mona Rahmi Rulianti, Ferawati Suzalin 14 Journal Abdikemas Vol.3 Nomor 1. Thn
2021 hanya 57,15% (Wahyudi dan Triratna, 2010). Banyak sekali studi yang melaporkan angka
kejadian resistensi dari seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Pemerintah sudah mengeluarkan berbagai kebijakan yang tujuannya untuk mencegah
masyarakat dari masalah yang mungkin timbul akibat penggunaan antibiotik, mulai dari
peraturan, pedoman hingga standart pelayanan. Di rumah sakit dibentuk Tim Pencegahan dan

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA) 9


Pengendalian Resistensi Antibiotik, juga dibuatkan Pedoman Penggunaan Anibiotik. dan
Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik & Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi
Antibiotik. (Kemenkes, 2011). Untuk masyarakat pemerintah membuat poster-poster, melakukan
berbagai edukasi melalui organisasi tenaga kesehatan, maupun bebagai propaganda melalui
media massa. Namun belum semua masyarakat terpapar oleh informasi atau edukasi tentang
penggunaan antibiotik. Kesadaran masyarakat belum tumbuh akan pentingnya sikap yang
rasional saat memerlukan pengobatan terutama antibiotika.
Klebsiella sp. merupakan patogen utama di rumah sakit terkait dengan meningkatnya
insidensi bakteri penghasil extended spectrum β-lactamase (ESBL) (Superti et al., 2009), dan
dapat menginfeksi pasien yang menjalani rawat inap dalam waktu lama (Ludden et al., 2015).
Bakteri penghasil ESBL berperan penting pada tingginya kejadian infeksi nosokomial di rumah
sakit. Infeksi ini merupakan salah satu dari enam penyebab utama terjadinya komplikasi serta
kematian di Amerika dan Eropa (Ahmadi et al., 2013; Peleg & Hooper, 2010). Sebesar 70-80%
penyebab infeksi pada pasien berasal dari penggunaan kateter selama perawatan di rumah sakit
(Zarb et al., 2012).
Resistensi Klebsiella sp. telah menjadi masalah serius di rumah sakit sebagai akibat dari
penyebaran infeksi nosokomial melalui kateterisasi urin (Aly et al., 2016). Penggunaan kateter
urin yang tidak steril dapat meningkatkan risiko bakteri uria sebesar 5 10% per hari. Hal ini
berbahaya karena dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi saluran kemih, pyelonephritis dan
sepsis sehingga akan meningkatkan morbiditas serta mortalitas (Widodo, 2010; Peleg & Hooper,
2010; Purnomo, 2008). Meningkatnya mortalitas berkaitan dengan terapi antibiotik yang tidak
tepat terhadap bakteri penghasil ESBL (Tuon et al., 2011). Carbapenem merupakan antibiotik
yang sangat efektif untuk infeksi bakteri Klebsiella sp., sehingga banyak digunakan secara luas.
Salah satu antibiotik berspektrum luas yang termasuk dalam golongan carbapenem adalah
meropenem. Resistensi Klebsiella sp. terhadap carbapenem disebabkan adanya carbapenemase,
metallo->-laktamase, dan hilangnya porin.
Spesies Klebsiella terbanyak yang dapat menghasilkan ESBL yaitu Klebsiella pneumonia
dan Klebiella oxytoca (Tsering et al., 2009). ESBL merupakan enzim yang bekerja dengan
menghambat antibiotik beta laktam. Berdasar pada aspek klinis dan epidemiologis, patogen
penghasil ESBL berkaitan dengan penggunaan antibiotik spektrum luas seperti carbapenem. Hal
tersebut mengakibatkan pasien menjalani rawat inap dan terapi antibiotik lebih lama. Resistensi
bakteri yang berasal dari sampel pada pasien rawat inap di rumah sakit dapat disebabkan karena
terapi antibiotik dan pemberian resep yang tidak tepat karena tanpa berdasar pada hasil kultur
dan uji sensitivitas bakteri, serta adanya infeksi silang (Ferreira et al., 2011).
Uji sensitivitas Klebsiella sp. penghasil ESBL terhadap meropenem menunjukkan kedua
sampel (5%) berada pada kategori resisten. Meropenem termasuk dalam antibiotik carbapenem
yang merupakan obat lini pertama infeksi bakteri penghasil ESBL. Namun demikian, sudah
mulai ditemukan adanya resistensi bakteri terhadap meropenem. Seperti pada penelitian di RSUP
Dr. M. Djamil Padang, yaitu sebanyak 12% Klebsiella sp. penyebab sepsis neonatorum di ICU
dan perinatologi resisten terhadap meropenem (Putri et al., 2014).

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA) 10


II.4 Uji Antibakteria
II.4.1 Uji Daya Hambatan Klebsiella Pnuemonalis Menggunakan Ekstar Kulit Nanas

Dasar Teori:
a. Klebsiella pneumonia merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang
(basil), non motil (tidak bergerak), bersifat fakultatif anaerob.
b. Menyebabkan infeksi nosocomial
c. Nanas mengandung seyawa tannin, flavonoid, steroid dan triterpenoid yang
diduga memiliki efek anti bakteri untuk menghambat pertumbuhan bakteri
Klebsiella pneumoniae.

Tujuan :
a. Menentukan diameter zona hambat ekstrak kulit nanas terhadap bakteri Klebsiella
pneumoniae.

Sampel :
a. Ekstrak kulit nanas
b. Bakteri Klebsiella pneumonia

Alat :
a. Blender
b. Pisau
c. Alat gelas
d. Pinset
e. Lidi kapas
f. Ose
g. Kertas saring
h. Kasa
i. Sendok
j. Spuit
k. Autoklaf
l. Oven
m. Api Bunsen
n. Timbangan analitik
o. Alumunium foil
p. Kamera
q. Spidol
r. Masker
s. Sarung tangan.

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA) 11


Prosedur kerja :

1. Pebuatan Media Muller Hinton Agar (MHA)


3,2 serbuk Muller Hilton + 100 ML aqua dest dimasukkan ke dalam labu
erlemeyer, kemudian di tutup dengan kapas dan dipanaskan selama 15 menit dengan
suhu 121°C, setelah itu pindahkan kedalam cawan petri steril.

2. Pembuatan ekstrak nanas


Dengan cara metode maserasi. Kulit nanas dikeringkan pada suhu ruangan selama
5 hari, kulit nanas dibuat serbuk menggunakan blender. Serbuk dimeserasi selama 24
jam menggunakan etanol, kemudian disaring menggunakan corong bunchner. Filtrat
diuapkan untuk menghilangkat pelarutnya menggunakan rotary evaporator sehingga
diperoleh ekstrak kulit nanas.

3. Pembuatan suspensi bakteri


Satu ose koloni diambil dari strain murni bakteri K.pneumoniae, suspensi
dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi Nacl fisiologis 0,9% steril sampai warna
kekeruhan.

4. Penanaman pada Muller hinton Agar (MHA)


Kapas lidi steril di celup kedalam suspensi bakteri yang sudah distandarisai
kekeruhannya, tunggu sampai larut suspensi meresap kedalam kapas. Kapas lidi
diangkat dan diperas dengan menekan pada dinding tabung, kapas lidi tersebut
digoreskan pada media MHA dengan mutar cawan petri sampai merata kesemua
permukaan media, biarkan selama 15 menit, supaya suspensi bakteri meresap
kedalam agar-agar.

5. Penempelan Disk
Ambil kertas disk kosong dan celupkan kedalam ekstrak kulit nanas pada
konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5% dan 10%, kemudian letakkan pada permukaan media
MHA yang sudah diolesi suspensi K.pneumoniae. Uji ekstrak etanol kulit nanas
terhadap Klebsiella pneumoniae dilakukan dengan etanol 96% dengan konsentrasi
yaitu 2,5%, 5%, 7,5%, 10% sebagai kontrol positif meropenem dan kontrol negatif
yaitu DMSO.

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA) 12


Tabel II.4.1 - 1 Hasil Uji Daya Hambat Klebsiella pneumoniae Menggunakan Ekstrak Kulit Nanas
(Ananas comosus L. Merr)

Diameter Zona
Persentase zona hambat ekstrak
Hambat Ekstrak

No Konsentrasi Kulit Nanas(mm) Jumlah Rata-rata Kulit nanas

Pengulangan dibandingan dengan kontrol

I II III positif (meropenem)%

Konsentrasi
1 2,5% 6 6 6 6 6 36,5

2 Konsentrasi 5% 6 6 6 6 6 36,5

Konsentrasi
3 7,5% 7,2 7,4 7,2 21,8 7,3 44,5

Konsentrasi
4 10% 7,9 8,1 7,8 22,8 7,9 48,1

5 Kontrol Positif 16,4 16,5 16,4 49,3 16,4 100

6 Kontrol Negatif 6 6 6 6 6 36,5

Keterangan: Kontrol Positif (meropenem) ; Kontrol Negatif (DMSO).

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA) 13


BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

1. Daya hambat Klebsiella pneumoniae setelah pemberian ekstrak kulit nanas yaitu
pada konsentrasi 2,5% dan 5% tidak terbentuk zona hambat, pada konsentrasi 10%
menghasilkan zona hambat dengan diameter 7,3 mm dan pada konsentrasi 10%
menghasilkan zona hambat dengan diameter 7,9 mm.
2. Efektifitas ekstrak kulit nanas dapat menghambat pertumbuhan bakteri Klebsiella
pneumonia dengan persentase tertinggi pada konsentrasi 10% dengan
persentase 11,6%.

III.2 Saran

1. Perlu adanya pengendalian infeksi bakteri yang resisten carbapenem di RS berupa


peningkatan pelaksanaan hand hygiene, contanct precautionas dan meminimalisir
tindakan medis invasive.
2. Perlu adanya pengendalian penggunaan antibiotik untuk mencegah dan
mengendalikan terjadinya bakteri yang resisten terhadap antibiotik.
3. Pelaksanaan studi surveilans yang aktif terhadap kejadian resisten antibiotik secara
keseluruhan dan menghasilkan program pengendalain infeksi bakteri di RS.

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA) 14


DAFTAR PUSTAKA

Andre, M., Jemmy, A., dan Krista,V.S. 2015. Uji Daya Hambat Ektstrak Kulit Nanas (Ananas
comosus L.Merr) Terhadap Bakteri Stapylococcus aureus Secara Invitro. Jurnal ilmiah farmasi :
Vol. 4 No 4.Hal 2302-2404

Bei Li, Yuling Zhao, Changting Liu, Zhenhong Chen& Dongsheng Zhou (2014), Molecular
Pathogen Klebsiella Pneumonia https://www.futuremedicine.com/doi/abs/10.2217/fmb.14.48

Dennis Koresy (2018), Efek Ekstrak Etanol Teh Hijau (Camellia Sinensis Var. Assamica)
Sebagai Penghambat Pembentukan Biofilm Klebsiella Pneumonia Secara In
Vitrohttp://repository.ub.ac.id/id/eprint/168002/1/Dennis%20Koresy.pdf

Dr. Kevin Adrian (2021), Pengertian Patogen, Penyebab Dari Berbagai Infeksi Dan Penyakit
https://www.alodokter.com/patogen-penyebab-dari-berbagai-infeksi-dan-penyakit

https://empangqq.files.wordpress.com/2016/11/klebsiella-pneumoniae-11.jpg

https://jurnal.poltekkespalembang.ac.id/index.php/jpengmas/article/download/642/374/

https://e-journal.unmas.ac.id › ...PDF

Studi Retrospektif Gambaran Resistensi Bakteri terhadap media.neliti.com

https://media.neliti.com › 16...PDF

RESISTENSI Klebsiella sp. TERHADAP MEROPENEM ... - Neliti

https://ejurnal.poltekkes-manado.ac.id › ...PDF

Karakteristik Resistensi Klebsiella pneumoniae Yang Resisten ...

https://www.cdc.gov/hai/organisms/klebsiella/klebsiella.html

https://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Klebsiella_pneumoniae_pathogenesis#Epidemiology

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519004/

http://www.antimicrobe.org/e55.asp#:~:text=PATHOGENESIS,by%20microaspiration%20of%2
0oropharyngeal%20secretions.

http://scholar.unand.ac.id/56410/2/BAB%20I.pdf

https://www.researchgate.net/publication/267731558_Molecular_pathogenesis_of_Klebsiella_pn
eumoniae

BAKTERI PATOGEN (KLEBSIELLA PNEUMONIA) 15

Anda mungkin juga menyukai