Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

RESISTENSI BAKTERI SALMONELLA THYPIPADA


PENDERITA DEMAM TIFOID TERHADAP ANTIBIOTIK
CEPHALIXIN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah IDK 3 (Ilmu Dasar Keperawatan)

Oleh:

Kelompok 03

NAMA : NIM :
AFINA HILMI APRODITA 19.12.2.149.045
ARKHAMA DINDA ARIANA 19.12.2.149.047
LISA EMYLYA 19.12.2.149.065
NUR IMAROTUS SA’ADAH 19.12.2.149.071
SAYOGA DWI PRANGGA P. 19.12.2.149.076
UMI ISMA 19.12.2.149.082
WIDYA RAINA RAHMADANI 19.12.2.149.084

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES NAHDLATUL ULAMA TUBAN

2020

i
KATA PENGANTAR
‫ِاللهالرَّ حْ َمنِالرَّ ِحي ِْم‬
ِ ‫ِبسْ ــــــــــــــــــم‬

Pujidan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT , Tuhan Yang Maha

Esa. Berkat limpahan karunia-Nya , kami dapat menyelesaikan tugas Ilmu

Dasar Keperawatan . Tanpa ridha dan kasih sayang serta petunjuk dari-Nya

mustahil tugas ini dapat terselesaikan . Kami tidak hanya bersyukur kepada-

Nya saja tetapi kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang

telah membantu kami .

Kami membuat makalah inibertujuan untuk menyelasaikantugas yang

diberikan oleh dosen. Dari pembuatan makalah ini tidak hanya menyelesaikan

tugas , tetapi bertujuan menambah pengetahuan dan wawasan kita yang

berkaitan dengan Resistensi Bakteri Salmonela Thypi Pada Penderia Demam

Tifoid Terhadap Antibiotik Cephalexin

Kiranyamakalah ini bisa menambah pengetahuan bagi pembaca. Meski

begitu , penulis sadar bahwa makalah ini perlu untuk dilakukan perbaikan

dan penyempurnaan . Untuk itu , saran dan kritik yang membangun dari

pembaca akan kami terima dengan senang hati.

Tuban, 10 Maret2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata pengantar...............................................................................................ii

Daftar isi..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1...............................................................................................................Latar
belakang................................................................................................4
1.2...............................................................................................................Rum
usan masalah.........................................................................................5
1.3...............................................................................................................Tujua
n............................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1...............................................................................................................Bakt
eri Salmonella thypi.............................................................................3
2.2...............................................................................................................Anti
biotik Cephalexin................................................................................3

BAB III PEMBAHASAN

3.1............................................................................................................... Hasi
l Resistensi Bakteri Salmonella thypipada Penderita Demam Tifoid
terhadap Antibiotik Cephalixin.........................................................11

BAB 1V PENUTUP

4.1 Kesimpulan .........................................................................................12


4.2 Saran....................................................................................................12

Daftar pustaka...............................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Resistensi bakteri terhadap antibiotik merupakan ancaman bagi kesehatan
baik di Indonesia maupun di dunia, hal ini terjadi karena penggunaan
antibiotic yang relatif tinggi. Resistensi ini selain berdampak pada morbiditas
dan mortalitas, juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial
yang sangat tinggi. Pada awalnya resistensi terjadi di tingkat rumah sakit,
tetapi lambat laun juga berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya
Streptococcus pneumoniae (SP), Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli
(Kemenkes, 2011). Beberapa kuman resisten antibiotik sudah banyak
ditemukan di seluruh dunia, yaitu Methicillin-Resistant Staphylococcus
Aureus (MRSA), Vancomycin Resistant Enterococci (VRE), Penicillin
Resistant Pneumococci, Klebsiella pneumoniae yang menghasilkan Extended-
Spectrum Beta-Lactamase (ESBL), Carbapenem-Resistant Acinetobacter
baumannii dan Multiresistant Mycobacterium tuberculosis (Severin et al,
2010). Di Eropa diperkirakan 25 ribu orang meninggal setiap tahun akibat
infeksi yang disebabkan bakteri yang multiresisten. Sekitar 2 juta orang di
Amerika Serikat terinfeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik setiap
tahunnya dan paling sedikit 23.000 orang meninggal tiap tahunnya akibat
infeksi tersebut (CDC, 2014). Hasil Penelitian Antimicrobial Resistance in
Indonesia, Prevalence and Prevention (AMRIN Study) yang merupakan
penelitian kolaborasi Indonesia dan Belanda di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
dan RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2001-2005 menunjukkan
terdapat bakteri multi-resisten, seperti MRSA (Methicillin Resistant
Staphylococcus aureus) dan bakteri penghasil ESBL (Extended Spectrum Beta
Lactamases) (Severin et al., 2010)
Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana
menurut penelitian pada bidang kesehatan masih banyak terdapat penyakit
menular, diantranya yaitu penyakit demam tifoid. Demam tifoid merupakan

4
penyakit sistemik, bersifat endemik, dan masih merupakan problema terbesar
dalam bidang kesehatan.
Demam tifoid adalah penyakit serius yang banyak terjadi pada negara-
negara kecil juga pada negara berkembang. Demam tifoid juga merupakan
penyakit endemis di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang
tercantum dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 1962 tentang wabah.
Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan
dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah (Soedarmo,
2010).
Penyakit demam tifoid disebabkan oleh sejenis bakteri, yaitu bakteri
Salmonella typhi yang dibawa oleh manusia yang terinfeksi di dalam saluran
darah dan saluran pencernaan yang menyebar ke orang lain melalui makanan
dan air minum yang terkontaminasi dengan kotoran yang terinfeksi.

1.2 TUJUAN PENELITIAN


1. Mengetahui dan memahami materi antibiotik cephalexin
2. Mengetahui dan memahami bakteri yang ada di antibiotik cephalexin
3. Mengetahui dan memahami resistensi antibiotik cephalexin

1.3 MANFAAT PENELITIAN


1. Memahami tentang antibiotik cephalexin
2. Memahami bakteri yang ada di antibiotik cephalexin
3. Memahami resistensi antibiotik cephalexin

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri Salmonella thypi


Bakteri Salmonella thypi merupakan bakteri yang berbentuk batang atau
basil, termasuk dalam bakteri Gram negatif, tidak berspora, dan dapat
bergerak dengan flagel peritrik, Salmonella sp. tumbuh cepat dalam media
yang sederhana (Jawetz, et al.,2005).

2.2 Antibiotik Cephalexin


Antibiotik adalah semua senyawa kimia yang dihasilkan oleh organisme
hidup atau yang diperoleh melalui sintesis yang memiliki indeks kemoterapi
tinggi, dan manifestasi aktivitasnya terjadi pada dosis yang sangat rendah.
Serta secara spesifik melalui inhibisi proses vital tertentu pada virus,
mikroorganisme, atau berbagai organisme bersel banyak. Dari segi daya
kerjanya, antibiotik dapat dibedakan dalam kelompok antibiotik bakteriostatik
dan antibiotik bakterisidik. Kelompok yang pertama menghambat
pertumbuhan dan perkembangan bakteri. Sedang kelompok yang kedua
bekerja mematikan bakteri tersebut (Gaman Sherington, 1994).
Antibiotik Cephalexin mempunyai potensi tidak kurang dari 90,0 µg per
mg dihitung terhadap zat anhidrat C16H17N3O4S. Untuk kelarutan sukar
larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol, kloroform, dan eter, serta
memiliki berat molekul 365.4042 µg (Sujudi, 1995). Antibiotik Cephalexin
bekerja dengan mengganggu pembentukan dinding sel bakteri dan membunuh
bakteri. Sefalosporin, sama halnya seperti antibiotik golongan Penicilin,
bekerja dengan mengganggu pembentukan dinding sel bakteri selama
reproduksi. Namun, antibiotik ini mampu mengobati berbagai infeksi bakteri
yang tidak dapat diobati dengan Penicilin.
Sediaan yang dibuat haruslah memenuhi persyaratan mutu yang setara
dengan ketentuan dari USP XXVIII atau Farmakope Indonesia edisi IV dan

6
memperhatikan kriteria pendaftaran obat jadi Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
1. Aman
Sediaan aman digunakan bila dapat bermanfaat secara fisiologis
maupun psikologis dan tidak menimbulkan efek samping yang merugikan
atau membahayakan pemakainya, atau dengan efek samping yang telah
dikendalikan sehingga tidak lebih toksik dari toksisitas bahan aktif
sebelum diformulasikan.
Bahan farmasi adalah bahan kimia yang mempunyai karakteristik
fisika-kimia yang terkait langsung dengan efek/khasiat. Setiap perubahan
karakteristik fisika-kimia akan mampu menyebabkan perubahan efek
farmakologis dan atau psikologis.
Dikatakan aman apabila bahan aktif kadarnya tidak melebihi yang tertera
pada masing-masing monografi di pustaka, yaitu :
1. Cephalexin. Kadarnyatidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120,0%
(Farmakope Indonesia IV p.179)
2. Potensi tidak kurang dari 900 g pe mg C16H17N3O4S, dihitung
terhadap zat anhidrat. (Farmakope Indonesia IV p.179)

2. Efektif
Dengan dosis yang diberikan (dalam jumlah kecil sekalipun) dapat
memberikan hasil terapi sesuai dengan yang diinginkan, yaitu dapat
mencapai efek farmakologi yang optimum dengan efek samping yang
sekecil mungkin.
Jumlah atau dosis pemakaian sekali pakai selama pengobatan (1
cure) harus diartikan sebagai jumlah partikel aktif yang mampu mencapai
tempat kerja (site of action) dan mampu melakukan “aksi” sebesar dan
selama waktu yang diperhitungkan dan juga dikehendaki.Dosis Cefalexin :
1. 200mg setiap 6 jam atau 500 mg setiap 8-12jam dan Anak-anak 25
mg/kgBB sehari dalam dosis terbagi (BNF 62, p.349)
2. 200mg setiap 6 jam atau 500 mg setiap 8-12jam (Martindale 37thed,
p.237)

7
3. 25-100 mg/kgBB Sehari dalam dosis terbagi (Martindale28thed,
p1123 )

3. Acceptable (dapat diterima)


Diartikan sebagai prediksi pemenuhan persepsi psikologis
konsumen/pemakai. Sediaan mempunyai penampilan, bentuk, estetika
yang baik dan menarik sehingga menimbulkan rasa senang dan nyaman
pada pemakainya (USP XXI p. 1346-1347).
Bentuk sediaan juga harus meyakinkan sisi psikologis pengguna.
Dalam hal ini, sirup yang dibuat tidak boleh terlalu encer dan terlalu
kental. Organoleptis sediaan dapat diterima, seperti agar sediaan manis
maka perlu ditambah sukrosa, dan bau : ditambah strawberry captrome.

4. Stabilitas fisika
Sediaan tidak boleh mengalami perubahan sifat fisika, penampilan,
dan homogenitas dari proses pembuatan sampai ke tangan pasien. terjadi
perubahan viskositas, berat jenis, dan sifat alir selama proses pembuatan,
penyimpanan, dan pemakaiannya.
1. Cephalexin : sukar larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol,
dalam eter dan dalam chloroform. Terdegradasi dalam larutan. Dibuat
bentuk antara yaitu sirup kering (MD 28ed p1123)
2. Berat jenis (BJ) sediaan > berat jenis (BJ) air
3. Viskositas sediaan = 150 cps
4. Sifat alir sediaan = pseudoplastis
5. Ukuran partikel bahan aktif = < 50 m
6. Tidak terjadi perubahan warna

5. Stabilitas kimia
Diartikan sebagai sediaan disebut stabil secara kimia apabila
integritas/keutuhan kimiawi dan potensi kimia tetap, serta tidak
mengalami perubahan pH. (USP XXII, p. 1703). Selain itu, secara kimia

8
tidak mengalami interaksi antar komponennnya yang dapat mempercepat
reaksi degradasi, mengubah bentuk sediaan dan warna.
pH sediaan Cephalexin : 3 – 6 ( Martindale 28ed, p.1123)
Karena sediaan harus dipertahankan pada pH 5,0 maka perlu
ditambahkan dapar agar tetap menjaga kestabilan pH tersebut. Dapar yang
digunakan adalah dapar sitrat-fosfat.

6. Stabilitas mikrobiologi
Diartikan sebagai sediaan tidak ditumbuhi mikroba sesuai dengan
persyaratan tertentu dan jika sediaan tersebut mengandung antimikroba
maka harus tetap efektif selama waktu yang ditentukan atau dari awal
pembuatan sampai ke tangan pasien. (USP XXII, p.1703). Untuk
menghambat petumbuhan mikroba maka sediaan perlu ditambah dengan
pengawet. Pada sediaan tersebut tidak boleh terdapat Salmonella sp.,
Escherichia coli, Enterobacter sp., Pseudomonas sp., Clostridium sp., dan
Candida albicans.Karena sediaan berupa suspensi yang pelarutnya adalah
air, maka rentan terhadap pertumbuhan mikroba, sehingga perlu
ditambahkan zat antimikroba/pengawet. Kali ini yang dipilih adalah
natrium benzoat.

7. Stabilitas toksikologi
Diartikan bahwa sediaan tidak boleh mengandung bahan-bahan
yang dapat meracuni jaringan lokal dan tidak menunjukkan peningkatan
toksisitas selama batas waktu tertentu, baik dalam proses pembuatan,
penyimpanan, distribusi, hingga pada proses pemakaian. (USP XXII, p.
1703)

8. Stabilitas farmakologi
Efek terapi harus tetap dan tidak mengalami perubahan, baik dalam
proses pembuatan, penyimpanan, distribusi, hingga sampai kepada
konsumen. (USP XXII, p. 1703)

9
9. Acceptability :
1. Penampilan : penampilan harus baik dari estetika dan artistic
2. Praktis, siap pakai, mudah penggunaannya, dan juga harga
terjangkau
3. Tekstur (kondisi sediaan) tidak lengket dan berbau

Cephalexin

Dosis: 25-100 mg/kgBB Kadar tidak kurang dari


Sehari dalam dosis terbagi 90% dan tidak lebih dari
(MD 28thed, p. 1123) 120,0%

Karakteristik Fisika-Kimia Karakteristik Kimia


Cephalexin (FI IV, p.179) Cephalexin (MD 28ed p1123)
 terdegradasi dalam aqueous
 Organoleptis : serbuk hablur, putih solution
sampai hampir putih  Dalam horse serum stabil selama
 Kelarutan : sukar larut dalam 30 hari disimpan dalam 10°C.
air,praktis tidak larut dalam etanol, setelah 30 hari pada suhu 4°C
dalam eter dan dalam chloroform. aktivitasnya sisa 56%
 BM : 365,4  Dalam 0.5% larutan suspensi
 Penyimpanan dalam wadah Cephalexin memiliki pH 3,5-5,5
tertutup rapat.  pH sediaan : 3-6

10
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Hasil Resistensi Bakteri Salmonella ThypiPada Penderita Demam Tifoid


Terhadap Antibiotik Cephalixin
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan jenis antibiotik Cepalexin
memiliki zona daya hambat sebesar 7,9 mm. Hasil ini menunujkkan bahwa
efektifitas Cefalexin dalam menghambat bakteri Salmonella thypi lebih tinggi
dibanding antibiotik golongan Penicillin. Hal ini dikarenakan penggunaan
antibiotik Cephalexin masih jarang diberikan pada penderita demam tifoid,
sehingga kasus resisten terhadap obat ini lebih rendah dibanding antibiotik
golongan Penicillin. Antibiotik Cephalexin mempunyai potensi tidak kurang
dari 90,0 µg per mg dihitung terhadap zat anhidrat C16H17N3O4S. Untuk
kelarutan sukar larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol, kloroform,
dan eter, serta memiliki berat molekul 365.4042 µg (Sujudi, 1995). Antibiotik
Cephalexin bekerja dengan mengganggu pembentukan dinding sel bakteri
dan membunuh bakteri. Sefalosporin, sama halnya seperti antibiotik golongan
Penicilin, bekerja dengan mengganggu pembentukan dinding sel bakteri
selama reproduksi. Namun, antibiotik ini mampu mengobati berbagai infeksi
bakteri yang tidak dapat diobati dengan Penicilin.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa jenis
antibiotik ini sudah tidak efektif lagi digunakan pada penderita demam tifoid,
karena kemampuannya untuk menghambat dan membunuh bakteri yang
menginfeksi penderita demam tifoid sudah tidak peka lagi. Bakteri tersebut
sudah resisten terhadap jenis antibiotik ini.
Hal tersebut disebabkan karena reseptor bakteri Salmonella thypi tidak
dikenali oleh antibiotik yang dikarenakan adanya perubahan komposis kimia
dari reseptor bakteri Salmonella thypi untuk antibiotik tertentu, sehingga
mengganggu kerja dari antibiotoik yang digunakan, dimana antibiotik
tersebut tidak mampu lagi menghambat pertumbuhan bakteri.

11
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
jenis antibiotik ini sudah tidak efektif lagi digunakan pada penderita
demam tifoid, karena kemampuannya untuk menghambat dan membunuh
bakteri yang menginfeksi penderita demam tifoid sudah tidak peka lagi.
Bakteri tersebut sudah resisten terhadap jenis antibiotik ini.

4.2 Saran
Sedikit masukan, untuk penggunaan antibiotik apapun pada sebuah
penyakit harus memperhatikan jenis penyakitnya dan sesuai anjuran yang
disarankan oleh dokter.

12
DAFTAR PUSTAKA

AHFS Drug Information. 2008. American Society of Health-System Pharmacists


BNF 62nd edition. 2011. Pharmaceutical Press
HPE 6th edition. 2009. Pharmaceutical Press
Martindale The Complete Drug Reference 36th edition. 2009. Pharmaceutical
Press
Martindale The Complete Drug Reference 37th edition. 20 . Pharmaceutical
Press
Martindale The Complete Drug Reference 28th edition. 20 . Pharmaceutical
Press
Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995
Farmakope Indonesia edisi III tahun 1979
USP 28 Volume 1
Katzung, Bertram.G.1992.Farmakologi Dasar dan Klinik ed 3. Jakarta : EGC
Liebermann, Herbert A.1998.Pharmaceutical Dosage Form, vol 2.New York:
Marcel Dekker

13

Anda mungkin juga menyukai