Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN MASALAH

PERNAPASAN TUBERCULOSIS MILIER


Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Anak
Dosen Pengampu: Titin Suheri, SKp, MSc

Disusun Oleh:
Kelompok 35, 2A3 Reguler
Laila Qothrunnada (P1337420619042)
Riska Yuanit Pratiwi (P1337420619088)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan
Anak yang berjudul “Asuhan Keperawatan Anak dengan Masalah Pernapasan
Tuberculosis Milier” dengan tepat pada waktunya.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam
pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Semarang, 18 Februari 2021

Penulis

ii | K E P E R A W A T A N A N A K
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1

1.3 Tujuan.......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi.....................................................................................................3

2.2 Etiologi.....................................................................................................3

2.3 Patofisiologis............................................................................................4

2.4 Manifestasi Klinik....................................................................................5

2.5 Komplikasi................................................................................................6

2.6 Pemeriksaan Diagnostik...........................................................................6

2.7 Penatalaksanaan........................................................................................7

2.8 Farmakologi..............................................................................................8

2.9 Pencegahan..............................................................................................10

2.10Asuhan Keperawatan...............................................................................10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..............................................................................................17

3.2 Saran........................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................18

iii | K E P E R A W A T A N A N A K
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.
Jumlah pasien TBC di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah
India dan Cina. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus
baru dan kematian 101.000 orang (Anonim, 2007). Di Indonesia dengan
prevalensi TBC positif 0,22% (laporan WHO 1998), penyakit ini merupakan
salah satu penyakit yang setiap tahun mortalitasnya cukup tinggi. Kawasan
Indonesia timur banyak ditemukan terutama gizi makanannya tidak memadai
dan hidup dalam keadaan sosial ekonomi dan higiene dibawah normal (Tjay dan
Rahardja, 2007)
Anak dapat terkena infeksi TB tanpa menjadi sakit TB dimana terdapat uji
tuberkulin positif tanpa ada kelainan klinis, radiologi paru dan laboratorium.
Kalau daya tahan tubuh anak kurang dan basil TB yang menginfeksi virulen,
maka kemungkinan seorang anak yang terkena infeksi TB menjadi sakit TB
lebih besar. Ada konsistensi antara prevalensi tinggi gizi buruk, tuberkulin
positif dan sejarah kontak antara bakteri Mycobacterium tuberculosis positif
(Suryanarayanna, 2001).
Faktor risiko utama adalah usia. Anak ≤ 5 tahun mempunyai risiko lebih
besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB, karena imunitas selulernya
belum berkembang sempurna (imatur). Namun, risiko sakit TB ini akan
berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia (Raharjoe,2008). Pada bayi,
rentang waktu antara terjadinya infeksi dan timbulnya sakit TB sangat singkat
dan biasanya timbul gejala yang akut (Makmuri, 2005). Akan tetapi, TBC pada
anak bukan persoalan yang mudah diselesaikan. Hal itu antara lain disebabkan
sulitnya mendeteksi penyakit TBC pada anak secara dini, termasuk juga melalui
serangkaian ujian pemeriksaan (Ginanjar, 2008).
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari TB Millier?
b. Apa etiologi penyakit TB Millier?

1|KEPERAWATAN ANAK
c. Apa patofisiologis penyakit TB Millier?
d. Apa saja manifestasi klinik penyakit TB Millier?
e. Apa saja komplikasi penyakit TB Millier?
f. Bagaimana pemeriksaan diagnostik penyakit TB Millier?
g. Bagaimana penatalaksanaan penyakit TB Millier?
h. Bagaimana farmakologi penyakit TB Millier?
i. Bagaimana pencegahan penyakit TB Millier?
j. Bagaimana asuhan keperawatan dengan masalah pernapasan TB Millier?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui definisi TB Millier.
b. Mengetahui etiologi TB Millier.
c. Mengetahui patofisiologi TB Millier.
d. Mengetahui manifestasi klinik penyakit TB Millier.
e. Mengetahui komplikasi penyakit TB Millier.
f. Mengetahui pemeriksaan diagnostik penyakit TB Millier.
g. Mengetahui penatalaksanaan penyakit TB Millier.
h. Mengetahui farmakologi penyakit TB MIllier.
i. Mengetahui pencegahan penyakit TB Millier.
j. Mengetahui asuhan keperawatan dengan masalah pernapasan TB Millier.

2|KEPERAWATAN ANAK
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium
sistem sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi
terbanyak diparu yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arief,
2001:459).
Menurut Crofton (2002) Tuberculosis Milier disebabkan penyebaran TB
dalam jumlah besar melalui aliran darah karena daya tahan pasien lemah untuk
membunuh kuman-kuman tersebut (disebut “milier) karena luka-luka kecil pada
paru tampak sebagai butiran gandum.
Tuberkulosis Milier adalah suatu bentuk tuberkulosa paru dengan
terbentuknya granuloma. Granuloma yang merupakan perkembangan penyakit
dengan ukuran kurang lebih sama kelihatan seperti biji “Milet” (sejenis gandum)
berdiameter 1-2 mm. (Adwin, 2008).
Tuberkulosis Milier adalah jenis tuberculosis yang bervariasi dari infeksi
kronis, progresif lambat sehingga penyakit fulminan akut, ini disebabkan oleh
penyebaran hematogen atau limfogen dari bahan kaseosa terinfeksi kedalam
aliran darah dan mengenai banyak organ dengan tuberkel-tuberkel mirip benih
padi. (Diane, 2000).
2.2 Etiologi
Diperkirakan Tuberkulosis Milier yang terjadi pada anak merupakan komplikasi
infeksi primer atau TB primer dan TB kronis atau TB post primer (Crofton ,2002
:114).
a. Infeksi Primer atau TB primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang
belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Infeksi primer
terjadi saat seseorang anak terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet
yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di
alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil
berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan

3|KEPERAWATAN ANAK
peradangan di dalam paru, saluran limfe akan membawa kuman TB ke
kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer.
Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer
adalah 4-6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer
tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh
(imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat
menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa
kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-
kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan
kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi
penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai
terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
b. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) atau TB kronis
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan
atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh
menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari
tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura. Efusi pleura adalah penumpukan cairan
di rongga pleura, yaitu rongga di antara lapisan pleura yang membungkus
paru-paru dengan lapisan pleura yang menempel pada dinding dalam rongga
dada.
2.3 Patofisiologi
Infeksi awal karena seorang menghirup basil Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu
berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium
tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru (lobus
atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh
lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas).
Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan
reaksi inflamasi.

4|KEPERAWATAN ANAK
Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri),
sementara limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan
jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat
dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya
timbul dalam waktu 2 sampai 10 minggu setelah terpapar bakteri.
Interaksi Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa
awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi olah
makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa
jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle.
Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang
selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing
caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan
kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif. Setelah infeksi awal, jika respons
sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit
yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya
tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami
ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronchus. Tuberkel
yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-
paru yang terinfeksi kemudian meradang mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini
dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus
difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-120 hari). Daerah
yang akan mengalami nekrosis dan menyebar ke limfa hematogen lama
kelamaan akan menyebabkan Tuberculosis Milier (Mukty, 2000).
2.4 Manifestasi Klinis
Gejala TBC Milier timbul perlahan-lahan dan sifatnya tidak spesifik.
Umumnya Tuberkulosis Milier terjadi dalam waktu 1 tahun setelah infeksi
primer. Adapun gejala TBC Milier berupa: febris, letargi, keringat malam, nafsu

5|KEPERAWATAN ANAK
makan berkurang dan berat badan menurun. Febris yang bersifat turun naik
sampai 400C dan berlangsung lama.
Menurut Somantri (2008: 61) secara umum manifestasi klinis pada penderita
tuberkulosis paru:
a. Demam:  Sub febris-febris (400 – 410C) hilang timbul
b. Batuk:  Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang
atau mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk
purulent (menghasilkan sputum).
c. Sesak nafas:  Terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru.
d. Malaise:  Ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala,
nyeri otot dan keringat malam hari.
2.5 Komplikasi
Penyakit TB Milier bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi, diantaranya:
a. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, faringitis.
b. Komplikasi lanjut:
1. Obstruksi jalan nafas, seperti SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tubercolosis).
2. Kerusakan parenkim berat, seperti SOPT atau fibrosis paru, Cor
pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, ARDS.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium darah rutin laju endapan darah (LED) normal atau meningkat.
b. Foto thorax posterior anterior (PA) menunjukkan adanya gambar badai
salju, bercak granuler milier pada kedua lapangan paru.

6|KEPERAWATAN ANAK
c. Pemeriksaan sputum bakteri tahan asam (BTA) untuk memastikan diagnosis
TBC milier.

d. Pemeriksaan cairan cerebrospinal untuk menunjukkan TBC milier disertai


dengan meningitis.
e. Pemeriksaan biopsi untuk menunjukkan granuloma pada paru.
2.7 Penatalaksanaan
Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik dapat
dilaksanakan, namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik, dapat
menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem skoring. Sistem
skoring tersebut dikembangkan diuji coba melalui tiga tahap penelitian oleh para
ahli yaitu IDAI, Kemenkes dan didukung oleh WHO. Penilaian/ pembobotan
pada sistem skoring dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular
mempunyai nilai tertinggi yaitu 3.
b. Uji tuberkulin bukan merupakan penentu utama untuk menegakkan
diagnosis TB pada anak dengan menggunakan sistem skoring.

7|KEPERAWATAN ANAK
c. Pasien dengan jumlah skor ≥6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan
mendapat OAT.
Berikut tabel sistem skoring gejala dan pemeriksaan Tb anak di Fayankes.

2.8 Farmakologi
Pengobatan TB pada anak diberikan dalam bentuk kombinasi minimal tiga
macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh
kuman intraseluler dan ekstraseluler. Lamanya pengobatan TB pada anak 6-12
bulan, pemberian obat jangka panjang ini bertujuan untuk membunuh kuman
serta mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan. Pengobatan TB pada
anak dibagi dalam dua tahap:
a. Tahap Intensif
Selama 2 bulan pertama, diberikan minimal tiga regimen obat
tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit.
Obat fase intensif terdiri atas:
1. Isoniazid
Isoniazid adalah obat antibiotik untuk mengatasi tuberkulosis
(TBC). Dalam pengobatan TBC, isoniazid bisa dikombinasikan dengan
antibiotik lain, ethambutol, pyrazinamide, atau rifampicin. Isoniazid juga
digunakan dalam pengobatan infeksi TBC laten (belum berkembang),

8|KEPERAWATAN ANAK
kondisi ini bisa dialami oleh seseorang dengan riwayat kontak erat
dengan penderita tuberkulosis aktif

2. Rifampisin
Rifampisin atau rifampin adalah obat antibiotik yang digunakan
untuk pengobatan dan pencegahan tuberkulosis, serta infeksi bakteri
lainnya. Obat ini merupakan obat golongan antibiotik yang bekerja
dengan cara membunuh bakteri penyebab infeksi.
3. Pirazinamid
Pirazinamid adalah obat untuk mengobati penyakit tuberkulosis
(TBC). Obat ini bekerja dengan cara membunuh dan menghentikan
perkembangan bakteri penyebab TBC.
4. Etambutol
Etambutol adalah obat antibiotik dengan fungsi untuk
menghentikan pertumbuhan bakteri. Etambutol digunakan dengan obat
lain untuk mengobati tuberculosis (TB).
b. Tahap Lanjutan
Selama 4-10 bulan selanjutnya Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan
selanjutnya, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya
penyakit.
Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap
hari untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering
terjadi jika obat tidak diminum setiap hari  Karena jika obat tidak di
minum secara rutin maka mengakibatkan resistensi terhadap obat TB terjadi
karena pasien tidak berobat sampai sembuh, akhirnya kuman bermutasi dan
berubah menjadi kuat dan kebal obat.
Ketidakpatuhan terhadap OAT pada pasien TB merupakan penyebab
gagal terapi dan meningkatkan resiko terjadinya TB resisten obat:
1. Jika anak tidak minum obat > 2 minggu di fase intensif atau > 2 bulan di
fase lanjutan dan menunjukan gejala TB  ulangi pengobatan dari awal.

9|KEPERAWATAN ANAK
2. Jika anak tidak minum obat < 2 minggu di fase intensif atau < 2 bulan di
fase lanjutan dan menunjukkan gejala Tb  lanjutkan sisa pengobatan
sampai selesai.

2.9 Pencegahan
a. Imunisasi BCG pada anak balita, imunisasi BCG sebaiknya diberikan segera
setelah lahir atau sebelum bayi berumur 1 bulan.
b. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati
sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi
penularan.
c. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
d. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
e. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak
melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan
dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi
udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.
f. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah atau
mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah
yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk
mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.
2.10 Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan Tuberculosis Millier
A. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien (Doengoes, Marilynn E: 2000) adalah sebagai
berikut:
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya nama, umur, jenis
kelamin, alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama: keluhan yang dirasakan pasien saat datang ke rumah
sakit.

10 | K E P E R A W A T A N A N A K
b. Riwayat kesehatan saat ini: menayakan riwayat kesehatan yang
diderita saat ini.
c. Riwayat kesehatan dahulu: mengkaji apakah sebelumnya pasien
pernah menderita TB millier.
d. Riwayat kesehatan keluarga: menanyakan apakah penyakit ini pernah
dialami oleh anggota keluarga lainnya.
3. Pola aktivitas dan istirahat
a. Subjektif: Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas
pendek), demam, menggigil.
b. Objektif: Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak
(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam
subfebris (40 -410C) hilang timbul.
4. Pola nutrisi
a. Subjektif: Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat
badan.
b. Objektif: Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak
sub kutan.
5. Respirasi
a. Subjektif: Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
b. Objektif: Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks
paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural),
sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.),
perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
6. Rasa nyaman/nyeri
a. Subjektif: Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
b. Obiektif: Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah,
nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
timbul pleuritis.
7. Integritas ego

11 | K E P E R A W A T A N A N A K
a. Subjektif: Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya
atau tak ada harapan.
b. Objektif: Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.
8. Keamanan
a. Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
b. Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
9. Interaksi Sosial
a. Subyektif: Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular,
perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas
fisik untuk melaksanakan peran.
B. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnose yang bisa diangkat:
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan jaringan paru.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
upaya batuk buruk, dapat ditandai dengan frekuensi pernafasan dan bunyi
nafas tidak normal.
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses peradangan dapat
ditandai dengan peningkatan suhu tubuh.
C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi


Gangguan Setelah dilakukan 1. Tingkatkan tirah 1. Menurunkan
pertukaran gas tindakan selama 3x24 baring atau batasi konsumsi O2 atau
b/d kerusakan jam klien dapat aktivitas dan bantu kebutuhan selama
jaringan paru. menunjukkan aktivitas perawatan periode penurunan
perbaikan ventilasi anak sesuai dengan pernapasan dapat
dan oksigen jaringan keperluan. menurunkan beratnya
adekuat dengan GDA 2. Tunjukkan atau gejala.
dalam rentang normal dorong bernafas 2. Membuat tahanan
dengan kriteria hasi: bibir selama melawan udara luar
a. Bunyi nafas ekhlasi, khususnya untuk mencegah
tambahan untuk pasien penyempitan jalan

12 | K E P E R A W A T A N A N A K
b. Nafas cuping dengan fibrosa atau nafas sehingga
hidung kerusakan membantu
c. Dipsnea parenkim. menyebarkan udara
d. Tingkat kesadaran 3. Kaji diespnoe, melalui paru dan
tachipnoe, tak menghilangkan atau
normal atau menurunkan napas
menurunnya bunyi pendek.
nafas, peningkatan 3. TB paru
upaya pernapasan, menyebabkan efek
terbatasnya luas pada paru bagian
ekspansi dinding kecil
dada dan bronchopneumonia
kelemahan. sampai inflamasi
4. Evaluasi perubahan difus luas, necrosis,
pada tingkat effesi pleural dan
kesadaran, catat fibrosis luas, efek
sianosis dan atau pernapasan dapat dari
perubahan pada ringan sampai
warna kulit, diespnoe berat sampai
termasuk membran diestres pernapasan.
mukosa dan kuku. 4. Akumulasi sekret
atau pengaruh jalan
nafas dapat
mengganggu
oksigenisasi organ
vital dan jaringan.
Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Berikan pasien 1. Posisi membantu
nafas tidak tindakan selama 3x24 pada posisi semi memaksimalkan
efektif b/d sekret jam klien dapat atau fowler tinggi, ekspansi paru dan
kental, upaya menunjukkan perilaku bantu pasien menurunkan upaya
batuk buruk d/d untuk mempertahakan untuk latihan pernafasan, ventilasi
frekuensi bersihan jalan nafas nafas dalam. maksimal membuka
pernafasan dan dengan kriteria hasil: 2. Bersihkan sekret area atelectasis dan

13 | K E P E R A W A T A N A N A K
bunyi nafas a. Produksi sputum dari mulut dan meningkatkan
tidak norrmal b. Batuk efektif trakea, pengisapan gerakan sekret
c. Frekuensi napas sesuai dengan kedalam jalan nafas
d. Mengi keperluan. besar untuk
3. Catat kemampuan dikeluarkan.
untuk 2. Pengeluaran sulit bila
mengeluarkan sekret sangat tebal,
mukosa atau sputum berdarah
batuk efektif, kental atau darah
catat karakter, cerah diakibatkan
jumlah sputum oleh kerusakan paru
dan adanya atau luka baronial dan
hemoptysis. dapat memperlukan
4. Kaji fungsi evaluasi atau
pernapasan, intervensi lanjut.
contoh bunyi 3. Mencegah obstruksi
nafas, kecepatan, atau aspirasi,
irama, dan penghisapan dapat
kedalaman serta diperlukan bila pasien
penggunaan otot tidak mampu
aksesori. mengeluarkan sekret.
4. Penurunan bunyi
nafas dapat
menunjukkan
atelectasis, ronchi,
mengi, menunjukkan
akumulasi sekret atau
ketidakmampuan
untuk membersihkan
jalan nafas yang dapat
menimbulkan
penggunaan obat

14 | K E P E R A W A T A N A N A K
aksesori pernafasan
dan peningkatan kerja
pernafasan.
Gangguan rasa Setelah dilakukan 1. Mempertahankan 1. Cairan dalam tubuh
nyaman b/d tindakan selama 3x24 keseimbangan sangat penting guna
proses jam klien dapat cairan dalam tubuh menjaga homeostatis
peradangan d/d meminimalisir proses dengan tubuh. Apabila suhu
peningkatan peradangan untuk pemasangan infus. tubuh meningkat
suhu tubuh meningkatkan 2. Monitoring maka tubuh akan
kenyamanan dengan perubahan suhu kehilangan cairan
kriteria hasil: tubuh. lebih banyak.
1. Pola eliminasi 3. Kolaborasi dengan 2. Suhu tubuh harus
2. Suhu ruangan dokter dalam dipantau secara efektif
3. Perawatan sesuai pemberian guna mengetahui
kebutuhan antibiotic guna perkembangan dan
4. Pola hidup mengurangi proses kemajuan dari pasien.
peradangan. 3. Antibiotic berperan
4. Anjurkan pada penting dalam
pasien untuk mengatasi
memenuhi peradangan.
kebutuhan nutrisi 4. Jika metabolisme
yang optimal dalam tubuh berjalan
sehingga sempurna maka
metabolisme dalam sistem imun bisa
tubuh dapat melawan semua
berjalan lancar. antigen yang masuk.

D. Implementasi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas
Implementasi:
a. Mengkaji ulang bunyi nafas tambahan
b. Mendengarkan nafas cuping hidung

15 | K E P E R A W A T A N A N A K
c. Mengkaji ulang dipsnea
d. Mengevaluasi tingkat kesadaran
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Implementasi:
a. Mengajarkan anak untuk memproduksi seputum setiap saat.
b. Mengajarkan anak untuk batuk efektif
c. Mengkaji ulang frekuensi napas
d. Mendengarkan bunyi napas mengi
3. Gangguan rasa nyaman
Implementasi:
a. Memperhatikan keseimbangan cairan dalam tubuh
b. Mengkaji suhu tubuh pasien setiap saat
c. Merawat pasien sesuai dengan kebutuhannya
d. Mengajarkan anak untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya
E. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi
kebutuhan klien.

16 | K E P E R A W A T A N A N A K
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Tuberkulosis Milier adalah suatu bentuk tuberkulosa paru dengan
terbentuknya granuloma. Granuloma yang merupakan perkembangan penyakit
dengan ukuran kurang lebih sama kelihatan seperti biji “Milet” (sejenis gandum)
berdiameter 1-2 mm. (Adwin, 2008). Menurut Crofton (2002) Tuberculosis
Milier disebabkan penyebaran TB dalam jumlah besar melalui aliran darah
karena daya tahan pasien lemah untuk membunuh kuman-kuman tersebut
(disebut “milier) karena luka-luka kecil pada paru tampak sebagai butiran
gandum.
1.2 Saran
Perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada pasien tuberculosis
milier harus memperhatikan terhadap pencegahan infeksi yang bersumber dari
lingkungan eksternal dengan menjaga kebersihandan kesehatan. Dari lingkungan
internal dengan memberikan nutrisi yang adekuat.

17 | K E P E R A W A T A N A N A K
DAFTAR PUSTAKA

Mulyasmi. 2018. Asuhan Keperawatan Pada An. F dengan TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Pasar Baru Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2018. Diakses pada
tanggal 17 Februari 2021 di http://repo.stikesperintis.ac.id/173/

Prasetya, Muklis. Asuhan Keperawatan dengan TB Millier. Diakses pada tanggal 17


Februari 2021 di
https://www.academia.edu/11280978/asuhak_keperawatan_dengan_TB_Millier

Yudiana, Tria. 2018. Hubungan Dukungan Keluarga dan Tingkat Keputusasaan


Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pasien Tuberkulosis Paru Fase Lanjutan di
Kecamatan Umbulsari Jember. Diakses pada tanggal 24 Februari 2021 di
https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/87433/Tria
%20Yudinia.pdf?sequence=1

Alodokter. 2020. Isoniazid. Diakses pada tanggal 24 Februari 2021 di


https://www.alodokter.com/isoniazid

Alodokter. 2020. Rifampicin. Diakses pada tanggal 24 Februari 2021 di


https://www.alodokter.com/rifampicin

Alodokter. 2020. Pyrazinamide. Diakses pada tanggal 24 Februari 2021 di


https://www.alodokter.com/pyrazinamide

Hellosehat. 2020. Ethambutol. Diakses pada tanggal 24 Februari 2021 di


https://hellosehat.com/obatan-suplemen/obat/ethambutol/#gref

https://slideplayer.info/slide/13675120/

18 | K E P E R A W A T A N A N A K

Anda mungkin juga menyukai