Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN

“ PERTANIAN ORGANIK ”

Dosen pengampu : Dr.Prima Wahyu Titisari MS.i

mata kuliah : Ekologi pertanian

Disusun oleh:

Nama : REYNALDI ZAIN

NPM : 214110225

Semester/ kelas : 5/ E

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

PEKANBARU

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa senantiasa kita ucapkan. Atas rahmat dan
karunia-Nya yang berupa iman dan kesehatan akhirnya saya dapat menyelesaikan makalah
ini. Makalah dengan judul “strategi penerapan sustainable agriculture di indonesia” dibuat
untuk melengkapi tugas mata kuliah ekologi tanaman.

Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung serta membantu
penyelesaian makalah ekologi tanaman ini. Besar harapan saya agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Dengan kerendahan hati, saya memohon maaf apabila ada kesalahan penulisan. Kritik
yang terbuka dan membangun sangat saya nantikan demi kesempurnaan makalah. Demikian
kata pengantar ini saya sampaikan. Terima kasih atas semua pihak yang membantu
penyusunan dan membaca makalah ini.

Pekanbaru, 23 november 2023

penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................................


DAFTAR ISI...............................................................................................................................................
I. PENDAHULUAN....................................................................................................................................
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................................
1.2 Perumusan Masalah ...............................................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................................................................
II. PEMBAHASAN ……………………………………………………………………………………….
2.1 Upaya Pengendalian Hama Glyphodes pulverulentalis...........................................................................
2.1.1 Pengendalian Secara Preventif.............................................................................................................
2.1.2 Pengendalian Secara Mekanis .............................................................................................................
2.1.3 Pengendalian Secara Biologis...............................................................................................................
2.1.4 Pengendalian Secara Kultur Teknis.......................................................................................................
2.1.5 Pengendalian Secara Kimiawi ...............................................................................................................
2.1.6 Pengendalian Secara Insektisida Nabati/Botani………….....................................................................
2.1.7 Pengendalian Secara Terpadu ..............................................................................................................
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………………………………
4.1 Kesimpulan .............................................................................................................................................
4.2 Saran .......................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................................
I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Tanaman murbei (Morus sp.) mempunyai peranan penting dalam usaha persuteraan alam,
sebab daun tanaman ini merupakan makanan pokok bagi ulat sutera (Bombyx mori Linn).
Produksi dan kualitas daun murbei tidak hanya menentukan pertumbuhan dan kesehatan ulatnya,
tetapi juga berpengaruh terhadap kualitas kokon yang dihasilkan dan sekaligus menentukan pula
hasil produksi benang suteranya. Persuteraan alam semakin populer, sehingga diperlukan usaha–
usaha ke arah peningkatan produksi dan kualitas daun daun murbei sebagai pakan pokok ulat
sutera (B. mori), agar diperoleh jumlah kokon yang banyak dan berkualitas baik. Tanaman
murbei termasuk jenis tanaman yang sering diganggu hama atau penyakit. Serangan hama atau
penyakit mengakibatkan produksi daun murbei mengalami penurunan. Kebutuhan benang sutera
di dalam negen mencapai 900 ton/tahun, sedangkan produksi pada tahun 2012 hanya mencapai
19.05 ton . Pengaruh pakan terhadap kualitas kokon telah banyak diteliti para pakar persuteraan.
Kaomini (2003) menyatakan bahwa daun murbei dengan nutrisi yang baik akan meningkatkan
daya tahan ulat terhadap serangan penyakit dan meningkatkan produksi kokon 20% lebih
banyak. Hama yang sering menyerang tanaman murbei adalah jenis-jenis serangga dari ordo
seperti Coleoptera, Hemiptera, Lepidoptera, Thysanoptera.

Hamahama tersebut dapat menimbulkan kerusakan besar karena memakan tunas, daun,
batang, bahkan akar tanaman murbei, namun dalam makalah ini dijelaskan satu jenis hama
serangga yang tergolong hama primer yang menyerang tanaman murbei (Morus sp.) yaitu hama
pucuk G. pulverulentalis. Serangan hama G. pulverulentalis merupakan salah satu di antara
beberapa spesies yang menjadi hama penting yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman
murbei. Hama pucuk tergolong hama primer tanaman murbei, karena susahnya mengontrol
populasi hama tersebut dan sudah berada pada tingkat teratas dalam menimbulkan kerusakan.
Hama ini tergolong dalam serangga ngengat, nama ilmiah hama pucuk ini adalah G.
Pulverulentalis.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Klasifikasi Hama G.pulverulentalis.
2. Bagaimana upaya pengendalian Hama G. pulverulentalis pada tanaman
C. Tujuan
1. Untuk mengkaji bioekologi hama G. pulverulentalis
2. Untuk mengetahui upaya pengendalian hama G. pulverulentalis
II. PEMBAHASAN
A. Upaya Pengendalian Hama G. pulverulentalis

Tanaman Murbei Pengendalian hama dan penyakit tanaman murbei sebaiknya


dilaksanakan secara preventif, yaitu pencegahan sebelum terjadi serangan hama atau
penyakit. Seperti halnya tanaman lain, murbei tidak terlepas dari serangan hama dan
penyakit. Penyebaran dan kerusakan tanaman akibat terserang hama dan penyakit sangat
dipengaruhi oleh pengelolaan kebun murbei, seperti pemangkasan, pemanenan dan
pemupukan. Oleh sebab itu, kondisi kebun harus diusahakan dalam keadaan baik untuk
mencegah kerusakan tanaman akibat hama dan penyakit tersebut. Sementara itu, untuk
mengendalikan serangan hama dan penyakit yang sudah menyerang, pengendalian
dilakukan pula dengan menggunakan pestisida.

B. Upaya Pengendalian Hama G. pulverulentalis

Tanaman Murbei Pengendalian hama dan penyakit tanaman murbei sebaiknya


dilaksanakan secara preventif, yaitu pencegahan sebelum terjadi serangan hama atau
penyakit. Seperti halnya tanaman lain, murbei tidak terlepas dari serangan hama dan
penyakit. Penyebaran dan kerusakan tanaman akibat terserang hama dan penyakit sangat
dipengaruhi oleh pengelolaan kebun murbei, seperti pemangkasan, pemanenan dan
pemupukan. Oleh sebab itu, kondisi kebun harus diusahakan dalam keadaan baik untuk
mencegah kerusakan tanaman akibat hama dan penyakit tersebut. Sementara itu, untuk
mengendalikan serangan hama dan penyakit yang sudah menyerang, pengendalian
dilakukan pula dengan menggunakan pestisida.Dan cabang-cabang yang rindang dan
banyak terserang hama, dipotong dengan pangkasan rendah, kemudian dibakar.

C. Pengendalian secara mekanis.

Prinsip pengendalian secara mekanis adalah mengusahakan dengan alat atau


mengubah faktor lingkungan fisik sedemikian rupa sehingga dapat mematikan atau
menurunkan populasi hama yang ditujukan khusus untuk membunuh hama. Contohnya
ranting-ranting, cabang-cabang kecil dan daun murbei yang terserang hama, dan pucuk
yang terdapat telur hama dipangkas, kemudian dimusnahkan.

D. Pengendalian secara biologis


Pengendalian secara biologis dilakukan dengan menggunakan musuhmusuh
alami seperti parasit, predator dan pathogen. Salah satu penerapan pengendalian secara
biologis atau hayati adalah konservasi yaitu usaha untuk mempertahankan atau
melestrarikan musuh lami yang telah ada di suatu daerah. Teknik ini bertujuan untuk
menghindarkan tindakan yang dapat menurunkan populasi musuh alami contoh
menghindari atau mengurangi penggunaan pestisida.
E. Pengendalian secara kultur teknis/bercocok tanam.
Prinsip pengendalian hama secara kultur teknis/bercocok tanam adalah
menciptakan kondisi agro ekosistem tidak sesuai untuk kehidupan dan
perkembangbiakan hama tanaman. Sehingga dapat nengurangi laju peningkatan populasi
hama. Contoh jarak tanam diperlebar sehingga diperoleh mikroiklim yang mendukung
aerasi yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman murbei yang sehat.

F. Pengendalian secara kimia, menggunakan insektisida

Penyemprotan dengan menggunakan insektisida: misalnya Diazinon, Malathion,


Basudin atau lainnya dengan konsentrasi 2% – 3%. Penyemprotan dilakukan 10 hari
setelah munculnya serangan dan diulang setiap 10 hari sekali. Daun dapat digunakan
sebagai pakan ulat setelah 20 hari penyemprotan. Bila penggunaan daun murbei sebagai
pakan ulat sutera, dipanen kurang dari 20 hari setelah penyemprotan insektisida, akan
menyebabkan keracunan pada ulat sutera, karena pada daun murbei masih terdapat residu
insektisida. Rentang waktu ini, hanya berlaku bagi insektisida dengan senyawa mudah
terdegradasi. Umumnya dosis insektisida yang digunakan dengan konsentrasi formulasi
1-2 cc/lt dengan volume semprot 1000 – 1500 lt / ha atau dosis penyemprotan sebanyak
20-30 cc/10 liter air jika serangan berat. Insektisida yang efektif menekan serangan hama
breng dan ulat pemakan pucuk daun murbei adalah insektisida kimia Confidor
konsentrasi 2 cc/lt dan insektisida Succes konsentrasi 1 cc/lt. Insektisida ini aman
digunakan 15 hari sebelum daun digunakan sebagai makanan ulat sutera (Bombyx mori).
Serangan hama terjadi pada musim kemarau. Insektisida kimia, Confidor 200 SL. Bahan
aktif insektisida ini adalah imidokloporid 200 gr/liter. Insektisida ini bersifat sistemik,
kontak dan lambung. Insektisida ini sangat efektif untuk hama-hama yang berterbangan
dan lincah seperti hama G. pulverulentalis pada tanaman murbei (Bayer).
Hasil penelitian di Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang ternyata
insektisida ini sangat efektif mengendalikan hama kutu kebul (Bemisia tabaci) pada
tanaman kentang dengan konsentrasi formulasi 2 cc/lt. Insektisida Succes 25 EC. Bahan
aktif insektisida ini adalah spinosad 25 gr/lt. Insektisida ini merupakan insektisida alami
karena bahan aktifnya menyerupai cendawan, bersifat racun kontak dan lambung sangat
efektif untuk ulat-ulat daun. Interval penggunaan insektisida ini 30 – 40 hari sekali dan
hanya digunakan apabila populasi hama sudah mencapai ambang ekonomi (Dow Agro
Sciences).

G. Pengendalian menggunakan insektisida Nabati/Botani Insektisida


Nabati/Botani atau Biorasional. Insektisida nabati/botani adalah campuran dari
daun nimba (Azadirachta indica), daun serai wangi (Cymbopogon nardus) dan rimpang
lengkuas (Alpinia galangal). Daun nimba mengandung senyawa yang berfungsi sebagai
antifeedant, repellent dan racun kontak. Kandungan minyak yang terdapat dalam daun
serai wangi berfungsi sebagai pewangi detergent dan juga sebagai penghalau serangga.
Rimpang lengkuas banyak digunakan untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan
oleh cendawan. Hill dan Waller (1988) menyatakan respon serangga yang terkena ekstrak
nimba dapat langsung mati dan ada juga yang menjadi cacat tubuhnya akibat
terganggunya proses ganti kulit. Ekstrak daun serai wangi yang mengandung minyak
atsiri, senyawa aldehid diduga bersifat menolak terhadap serangga. Sedangkan rimpang
lengkuas bersifat mengurangi nafsu makan terhadap serangga. Campuran daun nimba :
daun serai wangi : rimpang lengkuas dengan ratio 8 kg : 6 kg : 6 kg per ha mampu
menekan hama yang bentuk dewasa dan terbang, berpindah-pindah, lincah seperti hama
breng (kutu kebul) (Kardinan, 2002 dan Pasetriyani, 1996). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada bulan Juni dan Juli 2005 hama yang banyak ditemukan adalah ulat pemakan
pucuk daun (Glyphodes pilverulentalis), dan pada bulan Agustus dan September 2005
hama yang muncul di lapangan adalah hama breng (Memisia myriace). Ditemukan
penyakit tanaman murbei seperti Phyllactinia moricola dan Septobasidium bogoriensi
tetapi sangat rendah, Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh jamur dapat digunakan
obat-obatan fungisida (bubur bordeaux, dithane atau obat-obatan untuk jamur lainnya).
sedangkan untuk pengendalian hama (ulat pucuk, penggerek batang, kutu daun, dll.)
digunakan insektisida, diazinon, malathion dan lain-lain. Apabila intensitas serangan
hama atau penyakit cukup berat, pengendalian dapat ditambah frekuensinya dalam satu
siklus pangkasan, yaitu sebanyak 3 kali dengan tenggang waktu penyemprotan I, II dan
III antara 10-15 hari. Pengendalian hama Glyphodes sp. dengan pengendalian
menggunakan insektisida kimiawi diselingi dengan insektisida botani. Insektisida botani
yang digunakan bersifat antifeedant (nimba), repellent (serat wangi) dan mematikan
(lengkuas) .

H. Pengendalian Hama Secara Terpadu


Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah suatu konsepsi atau cara berpikir
mengenai pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dengan pendekatan
ekologi yang bersifat multidisiplin untuk mengelola populasi hama dan penyakit dengan
memanfaatkan beragam taktik pengendalian yang kompatibel dalam suatu kesatuan
koordinasi pengelolaan (Smith, 1983 dalam Oka, 1998). Karena PHT merupakan suatu
sistem pengendalian yang menggunakan pendekatan ekologi, maka pemahaman tentang
biologi dan ekologi hama dan penyakit menjadi sangat penting. Ada empat prinsip dasar
yang mendorong penerapan PHT secara nasional,terutama dalam rangka program
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Beberapa prinsip yang
mengharuskannya PHT pada tanaman adalah seperti dinyatakan dalam uraian berikut ini.
1) Budidaya tanaman sehat
Budidaya tanaman yang sehat dan kuat menjadi bagian penting dalam program
pengendalian hama dan penyakit. Tanaman yang sehat akan mampu bertahan terhadap
serangan hama dan penyakit dan lebih cepat mengatasi kerusakan akibat serangan hama
dan penyakit tersebut. Oleh karena itu, setiap usaha dalam budidaya tanaman murbei
seperti pemilihan varietas, pembibitan, pemeliharaan tanaman sampai penanganan hasil
panen perlu diperhatikan agar diperoleh pertanaman yang sehat, kuat dan produktif, serta
hasil panen yang tinggi.
2) Pemanfaatan musuh alami
Pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami yang potensial
merupakan tulang punggung PHT. Dengan adanya musuh alami (baik berupa parasit,
predator maupun pathogen) yang mampu menekan populasi hama, diharapkan di dalam
agroekosistem terjadi keseimbangan populasi antara hama dengan musuh alaminya,
sehingga populasi hama tidak melampaui ambang toleransi tanaman.
3) Pengamatan rutin atau pemantauan
Agroekosistem bersifat dinamis, karena banyak faktor di dalamnya yang saling
mempengaruhi satu sama lain. Untuk dapat mengikuti perkembangan populasi hama dan
musuh alaminya serta untuk mengetahui kondisi tanaman, harus dilakukan pengamatan
secara rutin. Informasi yang diperoleh digunakan sebagai dasar tindakan yang akan
dilakukan.
4) Petani sebagai ahli PHT
Penerapan PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem setempat.
Rekomendasi PHT hendaknya dikembangkan oleh petani sendiri. Agar petani mampu
menerapkan PHT, diperlukan usaha pemasyarakatan PHT melalui pelatihan baik secara
formal maupun informa
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah suatu konsepsi atau cara hama
berpikir mengenai pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dengan
pendekatan ekologi yang bersifat multidisiplin untuk mengelola populasi dan penyakit
dengan memanfaatkan beragam taktik pengendalian yang kompatibel dalam suatu
kesatuan. Uraian di atas telah di contohkan, pengendalian Glyphodes sp. dengan
menggunakan kombinasi antara pengendalian secara kimiawi dan pengendalian secara
nabati, secara bergantian dengan selang waktu tertentu. Hal ini sudah merupakan
pengendalian Glyphodes sp. secara terpadu. Disamping untuk meningkatkan keberhasilan
pengendalian, teknik pengendalian seperti ini menguntungkan karena dapat menjaga
kestabilan ekosistem pertanaman murbei, mengurangi keracunan pada ulat sutera akibat
adanya residu senyawa kimia pada daun, mengurangi dampak negatif insektisida kimia
terhadap musuh alami. Perlu di coba upaya-upaya pengendalian Glyphodes sp. secara
terpadu lainnya seperti penggunaan tanaman murbei varietas tahan, mengatur mikroiklim
pertanaman murbei dengan cara memangkas dahan-dahan, ranting-ranting tanaman
murbei yang rendah, sekaligus melestarikan musuh alaminya, dengan cara melakukan
konservasi musuh alami Glyphodes sp. Melestarikan musuh alaminya (konservasi musuh
alami), pada dasarnya adalah melindungi, memelihara, dan meningkatkan efektivitas
populasi musuh alami yang sudah ada di suatu habitat. Konservasi merupakan
pendekatan paling penting jika kita ingin memelihara populasi musuh alami, baik asli
maupun eksotik, di dalam ekosistem pertanian.
Di samping konservasi masih ada cara-cara lain dalam penerapan pengendalian
secara biolgis seperti Pendekatan importasi, Praktek augmentasi. Pendekatan augmentasi,
yaitu inokulasi sejumlah kecil musuh alami dan inundasi (membanjiri) dengan jumlah
yang besar, tergantung pada tujuannya. Inokulasi, yaitu pelepasan musuh alami dalam
jumlah relatif sedikit dengan harapan pada generasi selanjutnya akan menekan populasi
hama dan musuh alami tersebut relatif menetap lebih lama. Sedangkan inundasi, yaitu
pelepasan musuh alami dalam jumlah besar (hasil pembiakan missal di laboratorium)
dengan tujuan secara cepat menekan populasi hama, sehingga populasi hama dapat
analog dengan aplikasi insektisida biologis. Karena inundasi lebih bersifat sesaat, maka
pada satu musim tanam sering kali perlu dilakukan beberapa kali pelepasan. Pendekatan
importasi dan augmentasi dirasa cukup memberatkan petani budidaya murbei. Oleh
karena itu petani lebih cenderung mengkonservasi musuhmusuh alami yang telah ada,
dengan mengamati dan mengkaji habitat yang cocok untuk perkembangan musuh alami
lalu mengupayakan ekosistem yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan
parasit, predator hama hama yang menyerang tanaman murbei. Selain itu, pengendalian
secara augmentasi (khususnya inundasi) dapat dilakukan apabila terjadi masalah hama
dengan kriteria sebagai berikut:
1)Terdapat musuh alami yang berpotensi menekan hama tetapi tidak efektif,
karena kondisi lingkungan tidak mendukung.
2) Hama tidak mudah dikendalikan atau terlalu mahal apabila dikendalikan
dengan metode lain.
3) Metode lain tidak dikehendaki karena beberapa alasan seperti residu pestisida,
resistensi hama atau akan timbulnya hama sekunder.
4) Hanya satu atau dua jenis hama yang selalu menimbulkan kerugian dan
memerlukan pengendalian. Monitoring atau pengamatan di pertanaman murbei dilakukan
setiap minggu, untuk mengetahui lebih dini, adanya serangan Glyphodes sp., atau
serangan hama lain, untuk dapat mengikuti perkembangan populasi hama dan musuh
alaminya serta untuk mengetahui kondisi tanaman. Sehingga segera bisa diputuskan
tindakan pengendalian hama yang tepat.
III. KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
1. Kerusakan berat oleh hama G. pulverulentalis pada tanaman murbei pada saat
fase larva, yaitu sekitar 12 hari, dan di sini pula letak kelemahan serangga tersebut,
sehingga perlu dilestarikan musuh alaminya dan akan mempermudah dalam
pengendaliannya.
2. Siklus hidup G. pulverulentalis adalah 28–29 hari dengan stadium telur 2–3
hari, larva 12 hari, masa prapupa 2 hari, pupa 7– 8 hari dan ngengat 3-4 hari.
3. Menghindari pengendalian hama secara kimiawi dan membudayakan
pengendalian menggunakan insektisida botani.
4. Pengendalian hama G. pulverulentalis secara terpadu, sejak awal budidaya
tanaman murbei.
4.2 Saran
Disarankan budidaya murbei dirancang dari awal dengan penerapan pengendalian
hama secara terpadu (PHT) dan berwawasan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Andadari, L, Sugeng Pudjiono, Suwandi, dan Tri Rahmawati. 2013. Budidaya Murbei dan Ulat
Sutera Puslitbang Peningkatan Produktivitas Kehutanan. Forda Press.
Athira Octaviany. 2012. Perkembangan Dan Preferensi Terhadap Larva Glyphodes
pulverulentalis (Hama Ulat Pucuk) Pada Lima Jenis Tanaman Murbei (Morus sp.). Skripsi
Fakultas Kehutanan, Univertas Hasanudin Makasar
Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2007. Petunjuk Teknis
Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Murbei. Bili-Bili: Balai Persuteraan Alam.
Pasetriyani E.T, dan Y.W. Wangsaatmadja. Identifikasi Hama dan Penyakit Tanaman Murbei
Dan Cara Pengendaliannya.
Nunuh, A SN, Ir. Oke Andikarya. 2006. Budidaya ulat sutera Bombyx mori Linn Politeknik D-4
VEDCA Joint Program Dengan Politeknik Negeri Jember Cianjur
Kardinan, A, 2002. Pestisida Nabati, Ramuan dan Aplikasinya. Penerbit Swadaya, Jakarta.
Oka, I.N. 1998. Pengendalian Hama Terpadu, dan Implementasinya di Indonesia. Gajah Mada
Unversity Press.
Pasetriyani E.T., B,K. Udiarto, dan S. Supriyanto. 1996. Efikasi Insektisida Iorasional Terhadap
Hama (Thrips palmi) pada Tanaman Kentang Laporan Penelitian Balai Penelitian Tanaman
Sayuran Lembang. Lembang
Saranga, A. P., A. Anwar, dan Z. Sumardjito. 1992. Hama-Hama Tanaman Murbei (Morus spp.)
Beserta Arthropoda Alaminya di Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Kehutanan, vol. VI (2) hal.
2-4. Sunanto, H. 1997. Budidaya Murbei dan Usaha Persuteraan Alam. Yogyakarta: Yogyakarta
Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai