Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

BIOEKOLOGI PATOGEN PENYEBAB PENYAKIT


TANAMAN

Disusun Oleh:

YULI SEPTIANI HUTAGALUNG


220310108

PERLINDUNGAN TANAMAN
AET-1

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA
2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis ungkapkan kehadirat Allah


Subhanahuwa Ta’ala . yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas ujian
akhir semester untuk mata kuliah Perlindungan Tanaman dengan judul
“Bioekologi Patogen Penyebab Penyakit Tanaman”.
Ucapan terima kasih saya dan semua pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini, khususnya kepada Ibu Novita Pramahsari Putri,
S.P.,M.Sc selaku dosen pembimbing mata kuliah ini.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan makalah ini
banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan adanya kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini. Tidak
lupa saya mengucapkan terima kasih akhir kata semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Aceh Utara , 21 Juni 2023

Yuli Septiani Hutagalung

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii
1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1.Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3.Tujuan ................................................................................................. 2
1.4.Manfaat ................................................................................................ 3

2. PEMBAHASAN ....................................................................................... 4
2.1. Fusarium sp......................................................................................... 4
2.2. Ganoderma sp.......................................................................................... 7
2.3. Xanthomonas sp. .................................................................................. 11
2.4. Pectobacterium sp ................................................................................... .14

3. PENUTUP ................................................................................................ 17
3.1.Kesimpulan ......................................................................................... 17
3.2.Saran ..................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 18

ii
DAFTAR GAMBAR

1. Fusarium sp. ............................................................................................ 5


2. Ganoderma sp. ........................................................................................ 8
3. Xanthomonas sp...................................................................................... 12
4. Pectobacterium sp. .................................................................................. 15

iii
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perlindungan Tanaman mempunyai makna yang sangat penting di dalam
menentukan keberhasilan tujuan membudidayakan tanaman. Perlindungan
tanaman diartikan sebagai upaya manusia untuk melindungi tanaman dari
gangguan atau serangan hama dan penyakit yang dapat mengurangi produksi atau
merusak tanaman secara menyeluruh sehingga menyebabkan gagal panen
(Sembel, 2012). Untung (2007) mengemukakan bahwa secara harfiah,
perlindungan tanaman dapat diartikan sebagai segala usaha yang dilakukan
manusia untuk melindungi tanaman dari hambatan atau gangguan yang berasal
dari luar, yang dapat mengakibatkan tanaman tidak menghasilkan produk sesuai
dengan yang diharapkan dilihat dari segi kuantitas, kualitas, dan kontinuitas. UU
No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman menyatakan bahwa
“Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah kerugian pada
budidaya tanaman yang diakibatkan oleh organisme penganggu tanaman”.
Di Indonesia aktivitas perlindungan tanaman telah dimulai sejak Jaman
pendudukan Belanda dan Jepang di Indonesi. Pada tahun 1900-an, aktivitas
pertanian masih belum tersentuh oleh teknologi dan ilmu pengetahuan, melainkan
masih bersifat tradisional dan alami yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan
manusia seadanya. Tujuan perlindungan tanaman yaitu melindungi, mencegah,
atau menghindari agar tanaman tidak mengalami gangguan, kerusakan, kematian,
kemerosotan hasilnya atau memperkecil kerugian yang ditimbulkannya.
Yang dimaksud patogen adalah organisme hidup yang mayoritas bersifat
mikro dan mampu untuk dapat menimbulkan penyakit pada tanaman atau
tumbuhan. Mikroorganisme tersebut antara lain fungi, bakteri, virus, nematoda
mikoplasma, spiroplasma dan riketsia. Suatu organisme disebut patogen apabila
dapat memenuhi Postulat Koch yaitu: 1) patogen ditemukan pada tanaman/bagian
tanaman yang terserang, 2) patogen dapat diisolasi dan diidentifikasi, 3) patogen
dapat diinokulasikan pada spesies inang yang sama dan menunjukkan gejala yang
sama, 4) patogen tersebut dapat diisolasi kembali.

1
2

Pengaruh komponen patogen dalam timbulnya penyakit sangat tergantung


pada kehadiran patogen, jumlah populasi patogen, kemampuan patogen untuk
menimbulkan penyakit yaitu berupa kemampuan menginfeksi (virulensi) dan
kemampuan menyerang tanaman inang (agresivitas), kemampuan adaptasi
patogen, penyebaran, ketahanan hidup, dan kemampuan berkembangbiak patogen.
Ilmu Penyakit Tumbuhan adalah ilmu yang mempelajari kerusakan yang
disebabkan oleh organisme yang tergolong ke dalam dunia tumbuhan seperti
Tumbuhan Tinggi Parastis, Ganggang, Jamur, bakteri, Mikoplasma dan Virus.
Kerusakan ini dapat terjadi baik di lapangan maupun setelah panen. Penyakit
tumbuhan dapat ditinjau dari dua sudut yaitu sudut biologi dan sudut ekonomi,
demikian juga penyakit tanamannya. Di samping itu untuk mempelajari Ilmu
Penyakit Tumbuhan perlu diketahui beberapa istilah dan definisi yang penting.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit tumbuhan dapat menimbulkan
kerugian yang sangat besar terhadap masyarakat. Kerusakan ini selain disebabkan
oleh karena hilangnya hasil ternyata juga dapat melalui cara lain yaitu
menimbulkan gangguan terhadap konsumen dengan adanya racun yang dihasilkan
oleh jamur dalam hasil pertanian tersebut.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini yaitu:
1. Bagaimana bioekologi patogen penyebab penyakit tanaman?
2. Bagaimana tanaman inang yang terdapat pada patogen penyebab penyakit
tanaman?
3. Bagaimana bentuk dari patogen penyebab penyakit tanaman ?
4. Bagaimana gejala serangan dari patogen penyebab penyakit tanaman?
5. Bagaimana siklus patogen penyebab penyakit tanaman?
6. Bagaimana cara mengendalikan patogen penyebab penyakit tanaman secara
mekanik, biologi dan fisik?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan makalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bioekologi patogen penyebab penyakit tanaman.
3

2. Untuk mengetahui tanaman inang yang terdapat pada patogen penyebab


penyakit tanaman.
3. Untuk melihat bentuk dari patogen penyebab penyakit tanaman.
4. Untuk mengetahui gejala serangan dari patogen penyebab penyakit
tanaman.
5. Untuk mengetahui siklus patogen penyebab penyakit tanaman.
6. Untuk mengetahui cara mengendalikan patogen penyebab penyakit tanaman
secara mekanik, biologi dan fisik.

1.4. Manfaat
Adapun manfaat penulisan makalah ini diharapkan dapat disusun alternatif
tindakan baik berupa perbaikan teknologi maupun kebijakan yang sesuai untuk
mengetahui bagaimana bioekologi dari patogen penyebab penyakit tanaman.
2. PEMBAHASAN

2.1. Fusarium sp.


Jamur Fusarium merupakan jenis jamur patogen didalam tanah yang
menyerang pada bagian akar dan umbi hinga menyebabkan penyakit layu pada
tumbuhan sampai tumbuhan mati. Karena aktifitasnya didalam akar sangat
memudahkan bagi jamur ini untuk menyebar ketanaman lain yang dekat melalui
media tanah. Jamur ini memiliki beberapa ciri yakni membentuk mikronidium
bersel 1, tidak berwarna, lonjong atau bulat telur Semangun dalam (Amrulloh,
2008).
Jamur Fusarium spp. adalah salah satu jenis patogen tular tanah yang
mematikan, karena patogen ini mempunyai strain yang dapat dorman selama 30
tahun sebelum melanjutkan virulensi dan menginfeksi tanaman. Layu fusarium
disebabkan oleh cendawan jenis Fusarium spp. Kasus serangan penyakit ini
banyak terjadi di dataran rendah. Umumnya, tanaman ini akan layu dan mati
dalam tempo waktu 14-90 hari. Resapan air di lahan yang buruk atau lahan yang
banyak genangan airnya akan meningkatkan risiko serangan penyakit ini
(Mukarlina, 2010).
2.1.1. Bioekologi
Di Sulawesi Selatan, infeksi Fusarium sp. terutama ditemukan pada
pertanaman jagung yang ditanam setelah padi sawah. Sumber inokulum patogen
berasal dari sisasisa jerami padi dengan kelembapan mikro yang tinggi (Pakki dan
Muis 2007). Spesies patogen yang menginfeksi jagung ialah F. verticillioides.
Patogen ini terutama menginfeksi biji, tetapi juga dapat menginfeksi akar dan
batang tanaman (Glenn et al. 2004; Cao et al. 2014 ).
Fusarium sp. terdiri atas 31 spesies (Glenn et al. 2004), dan tergolong
dalam kelompok fungi tidak sempurna karena tidak memiliki fase seksual. Organ
yang menonjol ialah organ reproduksi berupa konidia. Sebagian dari kelompok
fungi ini termasuk filum Ascomycota, famili Hypocreaceae.
2.1.2. Tanaman Inang
Tanaman inangnya antara lain ialah buncis, cabai kentang, kacang
panjang, labu, mentimun, oyong, paria, seledri, semangka, tomat, dan terung.

4
5

Cendawan Fusarium oxysporum bersifat polifag, memiliki banyak tanaman


inang, terutama tanaman sayuran. Beberapa jenis tanaman yang paling rentan
terhadap serangan penyakit ini adalah cabai, pisang, terong, tomat, kubis, seledri,
jeruk kopi, kapas, mentimun, melon, kedelai, labu, bawang merah, semangka, dan
lain-lain.
2.1.3. Bentuk Patogen
Jamur ini memiliki beberapa ciri yakni membentuk mikronidium bersel 1,
tidak berwarna, lonjong atau bulat telur Semangun dalam (Amrulloh, 2008).
Fusarium sp memiliki koloni yang berwarna putih atau disertai warna ungu
hingga merah muda pada setiap koloninya. Selain itu, koloni jamur ini akan
menghasilkan warna berbeda pada isolat dengan media tumbuh yang sama. Hal
tersebut dikarenakan jamur Fusarium oxysporum mudah mengalami mutasi
sehingga warna koloni tidak dapat dijadikan sebagai parameter identifikasi
(Sutejo, Priyatmojo, & Wibowo, 2008).

Gambar 1. Fusarium sp.


2.1.4. Gejala Serangan
Jamur Fusarium spp. merupakan penyebab penyakit layu dan busuk batang
pada tanaman bawang merah. Fusarium spp. merupakan jamur yang mampu
bertahan lama dalam tanah sebagai klamidospora, yang terdapat banyak dalam
akar sakit. Jamur mengadakan infeksi melalui akar. Adanya luka pada akar akan
meningkatkan infeksi. Setelah masuk ke dalam akar, jamur berkembang
sepanjang akar menuju ke batang dan di sini jamur berkembang secara meluas
dalam jaringan pembuluh sebelum masuk ke dalam batang palsu. Pada tingkat
infeksi lanjut, miselium dapat meluas dari jaringan pembuluh ke parenkim. Jamur
6

membentuk banyak spora dalam jaringan tanaman sehingga tanaman menjadi


sakit dan tidak sehat (Semangun, 2000).
Serangan awal layu fusarium ditandai dengan busuk di bagian batang yang
dekat dengan permukaan tanah. Selanjutnya, kebusukan akan menjalar hingga ke
akar. Akibatnya, tanaman akan layu dan kekeringan di bagian ranting dan pada
akhirnya menyebabkan tanaman rebah (Hamid, 2011). Tanaman yang terserang
penyakit ini ditandai dengan menguningnya daundaun tua yang diikuti dengan
daun muda, pucatnya tulang-tulang daun bagian atas, terkualainya tangkai daun,
dan layunya tanaman. Batang pun membusuk dan agak berbau amoniak. Jika
pangkalnya dipotong, akan terdapat warna cokelat berbentuk cincin dari berkas
pembuluhnya (Wiryanta, 2002). Gejala serangan Fusarium spp. yang mana
awalnya tulang-tulang daun sebelah atas menjadi pucat, tangkai daun merunduk
dan tanaman menjadi layu. Layu total dapat terjadi antara 2-3 minggu setelah
terinfeksi. Tandanya dapat dilihat pada jaringan angkut tanaman yang berubah
warna menjadi kuning atau coklat. Penyakit ini dapat bertahan di tanah untuk
jangka waktu lama dan bisa berpindah dari satu lahan ke lahan lain melalui mesin-
mesin pertanian, seresah daun yang telah terserang, maupun air irigasi. Suhu tanah
yang tinggi sangat sesuai untuk perkembangan penyakit ini (Irzayanti, 2008).
2.1.5. Siklus Penyakit
Fusarium spp. mengalami fase patogenesis dan saprogenesis. Pada fase
patogenesis, cendawan hidup sebagai parasit pada tanaman inang. Apabila tidak
ada tanaman inang, patogen hidup di dalam tanah sebagai saprofit pada sisa
tanaman dan masuk fase saprogenesis, yang dapat menjadi sumber inokulum
untuk menimbulkan penyakit pada tanaman lain. Penyebaran propagul dapat
terjadi melalui angin, air tanah, serta tanah terinfeksi dan terbawa oleh alat
pertanian dan manusia (Alfizar, 2011).
2.1.6. Cara Pengendalian
1. Cara Teknis yaitu dengan melakukan pergiliran tanaman yang lebih tahan
terhadap serangan cendawan fusarium oxysporum. Pengolahan tanah
dengan membajak atau mencangkul . Pemberian kapur pertanian sebelum
penanaman. Membuat bedengan dengan tujuan menghindari genangan.
7

2. Cara mekanik yaitu Penggunaan mulsa plastik pada musim hujan.


Penyiangan terhadap rumput liar dan gulma pengganggu. Mencabut dan
membakar tanaman terserang, taburkan kapur pertanian pada bekas tanaman
terserang.
3. Cara organik atau biologi yaitu tindakan pencegahan dapat dilakukan secara
biologis dengan pemberian trichoderma pada saat persiapan lahan.
4. Secara kimia yaitu dengan pemberian fungisida pada tanaman terserang,
misalnya dengan memberikan fungisida berbahan aktif propamokarb
hidroklorida, metalaksil, benomil dan lain-lain.

2.2. Ganoderma sp.


Ganoderma adalah organisme eukariotik yang digolongkan ke dalam
kelompok jamur sejati. Dinding sel Ganoderma terdiri atas kitin, tetapi sel nya
tidak memiliki klorofil. Ganoderma mendapatkan makanan secara heterotrof yaitu
dengan mengambil makanan dari bahan organik di sekitar tempat tumbuhnya.
Bahan organik tersebut yang akan diubah menjadi molekul-molekul sederhana
dan diserap langsung oleh hifa.
Jamur Ganoderma termasuk dalam soil borne fungi (jamur terbawa tanah),
memiliki sifat saprofit dan parasit tumbuhan. Sifat yang dimiliki Jamur
Ganoderma menjadi menarik karena dua peran yang saling bertentangan, yaitu
merugikan namun sekaligus menguntungkan. Sebagai patogen tumbuhan, Jamur
Ganoderma dapat menyebabkan busuk akar dan batang pada tumbuhan tahunan
tropika di perkebunan (kelapa sawit) maupun kehutanan, sehingga menyebabkan
kerugian. Sebagai saprofit, Jamur Ganoderma telah lama digunakan sebagai bahan
obat bagi kesehatan manusia. Adanya peran ganda tersebut membuat jamur
Ganoderma sp. menjadi menarik untuk dikaji dengan tujuan untuk memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan dasar maupun terapan nantinya dengan tujuan
bioprospecting.
2.2.1. Bioekologi
Ilmu yang mempelajari interaksi makhluk hidup (tanaman dan patogen)
dengan lingkungan hidupnya disebut bioekologi (Saleh dkk., 2016). Faktor
lingkungan yang mempengaruhi perkembangan penyakit antara lain suhu,
8

kelembapan, unsur hara, pH tanah, dan cahaya. Faktor tersebut berpengaruh


terhadap pertumbuhan dan kerentanan inang, aktivitas dan perkembangbiakan
penyebab penyakit, serta interaksi antara inang dan patogen yang berkaitan
dengan tingkat keparahan gejala (Agrios, 2005). Lingkungan dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup, kekuatan, sporulasi, arah dan jarak penyebaran penyebab
penyakit, serta laju perkecambahan spora dan penetrasi (Agrios, 2005). Pada
umumnya, jamur Ganoderma spp. dapat bertahan pada daerah yang panas dan
lembap (Hapuarachchi et al., 2015). Perkembangan penyakit yang disebabkan
oleh Ganoderma spp. dapat dipicu oleh faktor lingkungan. Tanaman yang
terserang dapat mati cepat atau lambat bergantung pada ketersediaan air dan suhu
(Hapuarachchi et al., 2019).
2.2.2. Tanaman Inang
Ganoderma sp. mempunyai sifat yang memiliki kisaran inang yang luas dan
dapat menyerang berbagai jenis tanaman kehutanan dan perkebunan, misalnya
beberapa spesies akasia (Acacia mangium, A. auriculiformis, A. oraria, A.
crassicarpa), sengon, flamboyan (Delonix regia), cemara (Casuarina
equisetifolia).
2.2.3. Bentuk Patogen
Jamur ini memiliki ciri-ciri tubuh buah berwarna merah dengan tepi
berwarna kuning saat masih muda dan akan berubah menjadi merah kecoklatan
jika sudah tua, berbentuk setengah lingkaran dengan garis tengah antara 10-20 cm
dengan ketebalan 3-5 cm, memiliki tangkai tubuh buah dengan panjang 3-10 cm
yang digunakan untuk menempel pada substrat atau batang pohon. Basidiospora
terletak pada bagian tudung buah yang menghadap ke bawah, berukuruan 6-9,5 ×
5,7 µm, berbentuk elips (Dube, 2015).

Gambar 2. Ganoderma sp.


9

2.2.4. Gejala Serangan


Penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh Ganoderma
merupakan penyakit yang penting dalam industri kelapa sawit (Flood et al., 2000).
Umumnya, gejala dari BPB akan terlihat setelah 6 sampai 12 bulan setelah
infeksi. Pangkal batang kelapa sawit yang terinfeksi akan membusuk sehingga
akan tumbang sebelum masa produktif berakhir. Pada daerah endemik, penyakit
ini dapat menyerang tanaman dengan umur dua tahun. Penyebab penyakit BPB
kelapa sawit di beberapa negara dilaporkan berbeda-beda, yaitu beberapa spesies
Ganoderma saprofitik dari kelompok Basidiomycota (Breton, 2012).
2.2.5. Siklus Penyakit
Ganoderma merupakan cendawan Basidiomycota yang bersifat tular tanah
dan sebagai penyebab utama penyakit akar putih pada tanaman berkayu dengan
menguraikan lignin. Sebagian besar siklus Ganoderma ada didalam tanah atau
jaringan tanaman. Penularan penyakit busuk pangkal batang melalui tiga cara,
yaitu kontak akar tanaman dengan sumber inokulum Ganoderma, udara dengan
basidiospora, dan inokulum sekunder berupa tunggul tanaman atau inang
alternatif (Susanto, 2013).
Ganoderma menghasilkan sporamelalui struktur pembiakan yang disebut
basidium. Basidiospora dihasilkan setelah plasmogami, kariogami dan meiosis.
Kariogami dan meiosis berlaku dalam basidium dan empat basiodiospora
dihasilkan pada setiap basidium (Jing, 2015). Penularan penyakit BPB terutama
terjadi melalui kontak akar tanaman sehat dengan sumber inokulum yang dapat
berupa sisa - sisa tanaman atau akar yang sakit. Kemudian tunggul yang
membusuk yang mengandung banyak hara dan kelembaban tinggi. Agar dapat
menginfeksi akar tanaman sehat, cendawan harus mempunyai bekal makanan
(food base) yang cukup (Semangun, 2013).
Umur tanaman yang semakin dewasa, akan membuat sistem perakarannya
semakin panjang sehingga tingkat probabilitas terjadinya inokulasi dengan
inokulum semakin tinggi (Susanto, 2014).
2.2.6. Cara Pengendalian
1. Mekanis
10

 Untuk mengurangi serangan Ganoderma, pangkal batang kelapa sawit perlu


dibumbun dengan tanah. Pembumbunan tersebut dilakukan dengan tujuan
untuk menghindari infestasi basidiospora ke batang kelapa sawit.
Pembumbunan tanah pada pangkal batang dapat memperpanjang umur
produksi selama 2 tahun.
 Pembuatan parit di sekeliling tanaman sakit, dengan memberikan belerang,
kemudian dilakukan introduksi Trichoderma/Gliocladium, untuk
mengurangi kontak akar tanaman sakit dan sehat .
 Mengumpulkan dan membakar tubuh buah dan tunggul terinfeksi dengan
tujuan untuk mengurangi sumber infeksi.
 Sebelum penanaman tanaman baru, tunggul-tunggul atau sisa tanaman
dibongkar secara mekanis atau kimiawi.
 Penanaman tanaman baru sebaiknya menggunakan bibit sawit yang telah
diberi mikoriza dan Trichoderma/Gliocladium.
2. Kimiawi
 Pengendalian dengan menggunakan fungisida kimia pada dasarnya tidak
dapat mengendalikan penyakit ini, dimana pengendalian kimiawi yang telah
dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit, baik dengan metode absorpsi akar
maupun penyiraman dalam tanah, tetapi hasilnya gagal.
 Berdasarkan percobaan pada tingkat laboratorium, banyak ditemukan
fungisida yang efektif menekan boninense, tetapi setelah aplikasi di
lapangan ternyata gagal.
 Cara pengendalian dengan menggunakan bahan kimia yang pernah
dilakukan adalah dengan cara memberikan racun pada tunggul-tunggul
untuk mempercepat pembusukan, bahan yang dibunakan adalah urea yang
diikuti dengan penyiraman asam sulfat.
3. Biologi
 Mengingat sifat boninense sebagai patogen tular tanah, maka pengendalian
hayati merupakan taktik pengendalian yang paling efektif, terutama apabila
disertai dengan penggunaan bibit yang telah diberi perlakuan dengan agens
hayati.
11

 Turner (1981) menyatakan bahwa Trichoderma, Penicillium sp.,


dan Gliocladium sp. bersifat antagonis terhadap Ganoderma dan berpeluang
sebagai agens biokontrol yang efektif.
 Trichoderma sp dan Gliocladium dilaporkan mampu menekan beberapa
penyakit BPB pada tanaman kelapa sawit umur 1 tahun setelah transplanting
di lapangan maupun pada bibit umur 1 tahun di rumah kaca (Meity Sinaga
et al).
 Pemanfaatan fungi mikoriza arbuskular yang berasosiasi dengan akar kelapa
sawit dapat mencegah infektis penyebab BPB.

2.3. Xanthomonas sp.


Xanthomonas sp. merupakan patogen yang menginfeksi tanaman budidaya
seperti tanaman padi dan kubis. Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo)
menyebabkan penyakit hawar daun bakteri atau kresek pada tanaman padi,
sedangkan Xanthomonas campestris pv. campestris (Xcc) menyebabkan penyakit
busuk hitam pada kubis.
2.3.1. Bioekologi
1. Bakteri Xanthomonas oryzae (Xoo) mempunyai beberapa patotipe atau
ras patogen.
2. Setiap patotipe mempunyai virulensi spesifik terhadap padi (berdasarkan
interaksi inang dan parasit)
3. Patotipe dikelompokkan berdasarkan reaksi varietas differensial dengan
Xoo yang rentan (kompatibel) dan tahan (tidak kompatibel).
4. Saat ini di Indonesia telah terdeteksi 12 strain HDB dengan tingkat
virulensi yang berbeda. Strain III, IV dan VIII merupakan kelompok
yang dominan.
5. Pengendalian yang paling efektif dan ekonomis yaitu dengan menanam
varietas tahan
6. Dengan diketahui patotipe Xoo di suatu lokasi, maka informasi ini
nantinya akan berguna untuk rekomendasi pengendalian dengan
menggunakan varietas tahan yang tidak kompatibel dengan patotipe di
lokasi tersebut.
12

2.3.2. Tanaman Inang


Menurut Asysyuura, dkk (2017) bakteri ini mengandung xantomonadin
sehingga menghasilkan pigmen berwarna kuning. Bakteri ini dapat menyerang
tanaman padi pada semua fase pertumbuhan baik vegetatif maupun generatif.
Serangan ini dikenal dengan penyakit kresek. Xanthomonas menunjukkan tingkat
spesifisitas tanaman inang yang tinggi dan spesies dapat lebih jauh dibedakan
menjadi patovar yang ditentukan oleh kisaran inang karakteristik dan / atau
spesifisitas jaringan, yang menyerang elemen xilem dari sistem vaskular atau
ruang antar sel parenkim mesofil. jaringan inang (Ryan et al . 2011 ; Jacques et
al . 2016 ) .
2.3.3. Bentuk Patogen
Bakteri Xoo mempunyai ciri – ciri sebagai berikut sel berbentuk batang
pendek, tidak membentuk spora dan bisa bergerak (motil) dengan 1
flagel. berbentuk batang pendek berukuran (1-2) x (0,8-1) m , di ujungnya
mempunyai satu flagela polar yang berukuran 6-8 m dan berfungsi sebagai alat
bergerak. Bakteri ini bersifat aerob, gram negatif dan tidak membentuk spora. Di
atas media PDA bakteri ini membentuk koloni bulat cembung yang berwarna
kuning keputihan sampai kuning kecoklatan dan mempunyai permukaan yang
licin (Machmud, 1991; Semangun, 2001; Triny dkk., 2006).

Gambar 3. Xanthomonas sp.


2.3.4. Gejala Serangan
Gejala dibedakan atas:
1. Kresek /Layu Daun
 Terjadi pada tanaman muda (umumnya muncul pada 1 - 6 minggu
setelah tanam)
13

 Gejala awal terdapat pada tepi daun atau bagian daun yang luka berupa
garis bercak kebasahan. Bercak selanjutnya meluas berwarna hijau
keabuan, seluruh daun menjadi keriput dan akhirnya layu seperti tersiram
air panas.
 Gejala kresek merupakan gejala yang paling merusak dari penyakit
hawar daun bakteri.
2. Hawar
 Terjadi pada tanaman dewasa
 Gejala awal berupa bercak kebasahan pada satu atau kedua sisi daun
beberapa cm dari ujung daun. Bercak meluas berwarna hijau keabuan,
kebasahan, daun menggulung, mengering dengan warna abu-abu
keputihan.
 Luka nampak pertama kali seperti garis-garis yang mengandung air pada
batas daun
2.3.5. Siklus Penyakit
Seperti kebanyakan Xanthomonads, Xcc dapat bertahan hidup di sisa-sisa
tanaman di tanah hingga dua tahun, tetapi tidak lebih dari enam minggu di
tanah bebas. Xcc juga memiliki kemampuan untuk menjajah benih tanaman
yang merupakan jalur utama penularan penyakit. Xccjuga dapat disebarkan dari
tanaman yang terinfeksi ke tanaman yang sehat melalui berbagai cara
lingkungan dan mekanis. Setelah perkecambahan benih yang terjajah, bibit
menjadi terinfeksi. Hal ini dapat bermanifestasi sebagai layu dan
menghitamnya pinggiran bibit. Xcc juga dapat menyerang tanaman dewasa
melalui hidathoda, meskipun kerusakan daun yang disebabkan oleh serangga
dan sistem akar juga berfungsi sebagai pintu masuk. Titik masuk ini biasanya
menyediakan jalur langsung ke sistem pembuluh darah tanaman yang
menyebabkan infeksi inang sistemik. Lesi nekrotik berbentuk V yang
memanjang dari tepi daun bermanifestasi saat infeksi berkembang. Penyakit ini
mendapatkan namanya dari pembuluh darah yang menghitam di dalam lesi
nekrotik.
2.3.6. Cara Pengendalian
 Pengendalian secara terpadu yaitu sebagai berikut :
14

1. Pengendalian hawar daun bakteri (blb) harus dilakukan secara dini dengan
memadukan semua komponen pengendalian yang memiliki kompatibilitas
tinggi dengan prinsip-prinsip budidaya tanaman sehat dan pelestarian musuh
alami.
2. Pengendalian secara fisik/mekanik
3. Perlakuan benih
4. Penggunaan bibit muda lebih dianjurkan agar tidak banyak perakaran yang
rusak
5. Hindari pemotongan pucuk
6. Bacterium chorine merupakan salah satu bakteri yang bisa menekan
perkembangan bakteri patogenik
7. Pengendalian secara kimiawi

2.4. Pectobacterium sp.


Pectobacterium spp. adalah patogen nekrotrofik yang bertanggung jawab
atas berbagai penyakit tanaman penting dan tanaman hias di seluruh dunia,
menyebabkan kerugian ekonomi dan hasil yang cukup besar baik dalam produksi
maupun penyimpanan di lapangan ( Onkendi dan Moleleki 2014 ). Genus ini telah
menjadi sasaran penelitian taksonomi ekstensif, yang menghasilkan pembagian
saat ini menjadi 12 spesies yang diakui: P. carotovorum , P. atrosepticum , P.
aroidearum , P. betavasculorum , P. cacticidum , P. wasabiae , P.
zantedeschiae , P. parmentieri , P. peruviense , P. polaris ,P. punjabense , dan P.
aquaticum ( Dees et al. 2017 ; Khayi et al. 2016 ; Pédron et al. 2019 ; Sarfraz et
al. 2018 ; Waleron et al. 2018 ). Berbeda dengan spesies lain dengan kisaran inang
yang lebih terbatas ( Gardan et al. 2003 ), P. carotovorum dianggap sebagai salah
satu patogen tanaman yang paling merusak yang menyebabkan penyakit busuk
lunak secara global dan memiliki kisaran inang terluas dari semua inang lunak.
bakteri busuk ( Davidsson et al. 2013 ; Mansfield et al. 2012 ).
2.4.1. Bioekologi
Pectobacterium bersifat anaerob fakultatif dan mempunyai aktivitas
pektolitik yang kuat sehingga menyebabkan busuk lunak pada tanaman. Bakteri
ini menyerang jaringan tanaman pada umumnya melalui pelukaan dan juga dapat
15

melalui lubang alami (Joko et al., 2011). Bakteri ini menghasilkan enzim
pektinase yang dapat menguraikan pektin pada dinding sel tanaman bagian lamela
tengah. Salah satu alternatif pengendalian penyakit busuk lunak ialah
menggunakan agens biokontrol dari filosfer. Bakteri ini dapat berkembang
biak pada suhu 5.22–37.00 °C, sedangkan pada suhu 50 °C bakteri akan
mati. Bakteri dapat bertahan hidup pada sisa-sisa tanaman dalam tanah,
kisaran inangnya luas, dan memiliki variasi genetik yang tinggi (Alvarado
et al. 2011).
2.4.2. Tanaman Inang
Menurut Suharjo (2013), Pectobacterium spp. dapat menyerang berbagai
jenis tanaman seperti padi, melon, nanas, mulberi dan tsukena, sawi putih,
kentang, bawang daun, brokoli, wortel, seledri, dan kubis.
2.4.3. Bentuk Patogen
Bentuk dari patogen Pectobacterium sp. Menurut penelitian Javandira dkk
(2013), bakteri pectobacterium teramsuk ke dalam bakteri bergram negatif
berbentuk batang dengan ukuran (1,5x2,0)x (0,6x0,9) mikron, umumnya
membentuk rangkaian sel-sel seperti rantai tidak mempunyai kapsul, dan tidak
berspora. Bakteri bergerak dengan menggunakan flagella yang terdapat di
sekeliling bakteri.

Gambar 4. Pectobacterium sp.


2.4.4. Gejala Serangan
Pectobacterium, Patogen ini ditularkan melalui air, pupuk kandang, dan
tanah. Gejala serangan penyakit ini ditandai adanya bercak busuk basah, berwarna
coklat kehitaman pada daun, batang dan krop kubis. Bercak selanjutnya membesar
dan melekuk dan bentuknya tidak beraturan.
16

2.4.5. Siklus Penyakit


Bakteri busuk lunak dan kaki hitam bertahan hidup buruk di lingkungan
(Pérombelon & Kelman, 1980 ), dan kelangsungan hidup mereka sebagian besar
tergantung pada suhu, tingkat kelembaban dan pH. Kelangsungan hidup bisa lebih
lama pada puing-puing kentang pascapanen dan di rizosfer tanaman dan gulma
tertentu, tetapi bahkan dalam kondisi yang menguntungkan, kelangsungan hidup
dibatasi (Pérombelon & Hyman, 1989 ). Deteksi jumlah bakteri yang rendah di
dalam tanah semakin terhambat oleh adanya mikroorganisme lain (antagonis)
yang dapat tumbuh terlalu cepat dari bakteri target selama isolasi.
2.4.6. Cara Pengendalian
Penggunaan bakterisida kimiawi untuk mengendalikan bakteri busuk lunak
tidak disukai karena sifatnya yang tidak bertahan lama, efek toksik samping, biaya
tinggi serta berkembangnya resistensi pada populasi bakteri (Jones et al.
1996; Vanneste 2000 ) .
Pengendalian penyakit dikendalikan dengan cara rotasi tanaman, tumpang
sari dan penggunaan pestisida sintetik, namun pengendalian tersebut belum
berhasil dengan baik. Rotasi tanaman efektif pada bakteri yang menyerang satu
tanaman inang tertentu (Paath, 2005), Berbagai upaya pengendalian telah
dilakukan salah satunya menggunakan menggunakan pestisida sintetik.
Pengendalian dengan senyawa antibiotik sintetik jika dilakukan secara terus-
menerus dan dalam jumlah besar dapat menimbulkan resistensi patogen.
Penggunaan pestisida yang dipengaruhi oleh daya racun, volume dan tingkat
pemaparan dapat mempengaruhi dampak terhadap kesehatan.
Bakteri ini merupakan patogen terbawa tanah yang sulit dikendalikan secara
kimiawi dan penyebarannya sangat cepat. Kondisi di atas memberikan gagasan
untuk melakukan pengendalian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan
memanfaatkan agens hayati.
3. PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Perlindungan tanaman yaitu melindungi, mencegah, atau menghindari agar
tanaman tidak mengalami gangguan, kerusakan, kematian, kemerosotan
hasilnya atau memperkecil kerugian yang ditimbulkannya.
2. Pada hakikatnya jenis patogen penyebab penyakit tanaman seperti Fusarium
sp, Ganoderma sp, Xanthomonas sp, dan Pectobacterium sp ialah penyakit
yang berbahaya bagi tanaman khususnya tanaman-tanaman yang memiliki
nilai jual dan dikonsumsi masyarakat luas, karena produktivitas
pertumbuhan dari tanaman yang terserang penyakit-penyakit tersebut sangat
berpengaruh besar dan sewaktu-waktu dapat menurun dan menyebabkan
petani gagal panen.
3. Pentingnya pengendalian dari penyakit-penyakit ini baik pengendalian
secara mekanis, biologi dan fisik karena dapat mengurangi pertumbuhan
atau keberadaan patogen penyakit tersebut pada tanaman yang akan
terserang.

3.2. Saran
Untuk mengurangi peningkatan patogen penyebab penyakit tanaman maka
harus diperlukan pengendalian dan diharapkan dari berbagai pihak seperti
pemerintah untuk mengadakan evaluasi kepada petani tentang seputaran
pengendalian penyakit menurut patogen seperti apa atau ciri penyakit apa yang
menyerang tanaman agar petani lebih memperhatikan konsep bagaimana
pentingnya perlindungan tanaman.

17
DAFTAR PUSTAKA

Alfizar., Marina., dan Hasanah, N. 2011. Upaya Pengendalian Penyakit Layu


Fusarium Oxysporum dengan Pemanfaatan Agen hayati Cendawan
FMA dan Trichoderma Harzianum. Jurnal Floratek 6: 8 – 17.

Amrulloh, I. 2008. Uji potensi ekstrak daun sirih ( Piper betle L.) sebagai
antimikroba terhadap bakteri Xanthomonas oryzae dan jamur
Fusarium oxysporum. Skripsi pdf. Malang : Fakultas Sains dan
Teknologi. Universitas Islam Negeri Malang.

Breton, 2012. Penyakit penting tanaman kelapa sawit. Jurnal Fitopatology


Indonesia. 9(2):39-46.

Cao, C.C., S.C. Ana, S.C. Rogelio, A.J. Ramos, X.C. Sauto, Olga, M.P.R. Ana,
and P.G.A. Maria. 2014. Critical environmental and genotypic
factor for Fusarium verticillioides infection, fungal growth and
fumonisin contamination in maize grown in North Western Spain.
Int'l. J. Food Microbiol. 177: 6371.

Gardan, L., Gouy, C., Christen, R., and Samson, R. 2003. Elevation of three
subspecies of Pectobacterium carotovorum to species level:
Pectobacterium atrosepticum sp. nov., Pectobacterium
betavasculorum sp. nov. and Pectobacterium wasabiae sp. nov.
International Journal of Systematic and Evolutionary
Microbiology. 53: 381-391.

Glenn, A., E.A. Richardson, and W.C. Bacon. 2004. Genetic and morphological
characterization of Fusarium verticillioides conidiation mutant.
Mycologia USA 96(5): 968980.

Hamid, A dan M. Haryanto. 2011. Bertanam Cabai Hibrida Untuk Industri.


Agromedia Pustaka. Jakarta.

Hapuarachchi KK, Wen TC, Deng CY, Kang JC et al. 2015 – Mycosphere Essays
1: Taxonomic confusion in the Ganoderma lucidum species
complex. Mycosphere 6, 542– 559.

Jing, 2015. Ganoderma hasilkan sporamelalui struktur pembiakan. Bogor:


Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 147.

Machmud, M. 1991. Penyakit Bakteri Padi dan Pengendaliannya. Hal. 845-853.


Dalam E. Soenarjo. D. S. Damardjati. M. Syam. (Eds). Padi Buku
3. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian . Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

18
19

Mukarlina, S., Khotimah., dan R. Rianti. 2010. Uji antagonis Trichoderma


harzianum terhadap Fusarium spp. penyebab penyakit layu pada
tanaman cabai (Capsisum annum) secara in-vitro. Jurnal
Fitomedika 7(2): 80-85.

Portier P, Pedron J, Taghouti G, Fisher-Le Saux M, Caullireau E, Bertrand C,


Laurent A, Chawki K, Oulgazi S, Moumni M, Andrivon D,
Dutrieux C, Faure D, Helias V, Barny MA. 2019. Elevation
of Pectobacterium carotovorum subsp. odoriferum tospecies level
as Pectobacterium odoriferumsp. nov., proposal of
Pectobacterium brasiliense sp. nov. and Pectobacterium
actinidiae sp. novemended description of carotovorum and
description of Pectobacterium versatile sp. nov., isolated from
streams and symptoms on diverse plants. International Journal of
Systematic Evolutionary Microbiology. 69:3207–3216.
DOI:https://doi.org/10.1099/ijsem.0.003611.

Ryan K J, Ray C G. Sherris Medical Microbiology 6th Edition. New York:


McGraw – Hill. 2014. h.579.

Semangun, H., 2000. Penyakit – Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia.


Gadjah Mada University -Press, Yogyakarta, hal 11-30.

Semangun, H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press.

Sembel, Dantje, T., 2010, Pengendalian Hayati, Yogyakarta, Penerbit ANDI.

Susanto, A., Prasetyo E.A, Wening S. 2013. Laju Infeksi Ganoderma Pada Empat
Kelas Tekstur Tanah. Jurnal fitopatologi Indonesia (9):39–46.

Sutejo, A.M., A. Priyatmojo, dan A. Wibowo. 2008. Identifikasi Morfologi


Beberapa Spesies Jamur Fusarium. Jurnal Perlindungan Tanaman
Indonesia. 14(1): 7 – 13.

Untung, Kasumbogo. 2007. Kebijakan Perlindungan Tanaman. Yogyakarta. Gajah


Mada University press.

Wahyudi TA, Meliah S, Nawangsih AA. 2011. Xanthomonas oryzae pv. Oryzae
bakteri penyebab penyakit hawar daun pada padi: Isolasi,
Karatrestik, dan Telaah Mutagenesis Dengan Tranposon. Makara
Sains, 15(1): 89-96.

Anda mungkin juga menyukai