Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“Aspek-aspek Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit


Berkelanjutan”

Disusun Oleh :
1. Nurhikmah (2001009)
2. Wulandari (2002006)
Mata kuliah : Pengantar Perkebunan Kelapa Sawit
Dosen Pengampu : Imelda Yunita, S.TP., M.P

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI PELALAWAN
PELALAWAN
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan produsen dan eksportir minyak sawit yang utama di
dunia. Kelapa sawit (Elaeis guneensis Jacq.) memiliki nilai ekonomis yang tinggi
karena buah kelapa sawit dapat dibuat menjadi beberapa bahan olah setengah jadi
seperti Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO). Di sisi lain, masalah
lingkungan sangat melekat dengan perkebunan kelapa sawit. Tingginya
permintaan pasar internasional akan minyak sawit yang ramah lingkungan,
menjadi alasan bagi pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan suatu kebijakan.
Dalam rangka mempertahankan kualitas dan kuantitas serta menjaga daya
saing kelapa sawit di pasar internasional, pemerintah menciptakan standarisasi
sertifikasi yang bernama ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil Certification
System) diatur dalam Permentan No.11/ Permentan/OT.140/3/2015 tentang Sistem
Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. ISPO adalah standardisasi
perkebunan kelapa sawit yang bertujuan untuk mendukung terciptanya produk
kelapa sawit yang ramah lingkungan dan berkelanjutan serta bersifat wajib bagi
perusahaan kelapa sawit di Indonesia.
Maka untuk dapat mewujudkan perkembangan perkebunan kelapa sawit
yang berkelanjutan secara menyeluruh dan terpadu perlu diketahui aspek-aspek
perngembangan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam
penulisan makalah ini terdapat rumusan masalah yang merupakan titik tolak
penting, yaitu sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud konsep pengembangan perkebunan kelapa sawit
yang berkelanjutan.
2. Apa saja aspek yang perlu di perhatikan dalam pengembangan
perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.

1
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah mengetahui dan memahami
konsep pengembangan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dan aspek-
aspek yang perlu di perhatikan dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit
yang berkelanjutan.

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan dibuat untuk mempermudah pembaca dalam
memahami serta mengambil kesimpulan dari pembahasan makalah ini. Adapun
sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan,
dan sistematika penulisan.
BAB II PEMBAHASAN
Pada bab ini berisikan Pembahasan dan teori-teori pendukung yang
digunakan dalam penyusunan makalah.
BAB III KESIMPULAN
Pada bab ini berisi kesimpulan terkait makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi referensi yang digunakan dalam penyusunan makalah ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pertanian atau Perkebunan yang Berkelanjutan


Menurut Dewi (2014) Keberlanjutan yang menyeluruh tercapai apabila
terdapat keterpaduan antara tiga pilar utama pembangunan, yaitu keberlanjutan
dalam aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan, serta aspek kelembagaan yang
meliputi kerangka kerja kelembagaan dan kemampuan lembaga/institusi yang ada.
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) ialah pertanian yang
bermanfaat dalam jangka panjang, keberadaannya berkesinambungan, dan tidak
menimbulkan bencana. Pertanian berkelanjutan mulai digunakan pada awal 1980-
an oleh pakar pertanian Food Agriculture Organization (FAO) sebagai padanan
dari agroekosistem. Ekosistem alamiah dimodifikasi manusia untuk menghasilkan
bahan pangan, serat, dan kayu guna memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan
manusia. Pertanian yang mengandalkan bahan kimia dan rekayasa genetik
berkembang pesat I ndonesia pada 1970-an melalui revolusi hijau yang di
implementasikan dalam kebijakan pancausaha tani. Program revolusi hijau telah
mengantarkan Indonesia mencapai swasembada pangan pada 1984. Akan tetapi,
swasembada pangan tersebut ternyata tidak berkesinambungan karena revolusi
hijau menimbulkan dampak terhadap kerusakan lingkungan.
Oleh sebab itu, muncul gerakan pertanian berkelanjutan di Indonesia, yang
berorientasi pada keseimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Tuntutan untuk
melakukan praktik pertanian berkelanjutan juga terjadi pada subsektor
perkebunan, khususnya kelapa sawit. Munculnya berbagai persoalan sosial,
ekonomi, dan lingkungan sebagai dampak pengembangan perkebunan kelapa
sawit membuat tuntutan pengembangan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan
semakin besar.
Zhen dan Routray (2003) membuat indikator operasional untuk mengukur
pertanian berkelanjutan, di antaranya produktivitas lahan, pendapatan dari sektor
pertanian, akses terhadap sumber daya, pengetahuan dan kepedulian petani
terhadap konservasi lahan, kandungan unsur hara, serta kualitas air permukaan.

1
2.2 Aspek-aspek yang Perlu di Perhatikan dalam Pengembangan
Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Menurut beberapa teori sebagai berikut :
Keberlanjutan pada dasarnya mencakup tiga aspek utama, yaitu ekonomi,
sosial, dan lingkungan (Noveria, 2017).
Agar perkebunan kelapa sawit di Indonesia mampu berkelanjutan
(sustainable) harus memenuhi empat aspek utama yaitu aspek teknis, aspek
ekonomi, aspek sosial dan aspek hukum (Pertanian.go.id).
1. Aspek Teknis
Secara umum usaha agribisnis kelapa sawit yang berkelanjutan
(sustainable) harus memenuhi aspek teknis yang meliputi kondisi lahan, kondisi
iklim dan ketersediaan teknologi. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik apabila
curah hujan tahunan 1.750-3.000 mm dengan ketinggian yang dipersyaratkan 0-
200 m dpl, suhu 18-320C dan lama penyinaran matahari 5-7 jam/hari serta pH
tanah 5-5,5. Dengan kesesuaian aspek tenis ini yang berarti bahwa iklim dan
tanah memenuhi persyaratan tumbuh tanaman dan teknologi sudah siap maka
jaminan produktivitas tinggi secara teknis sudah memenuhi persyaratan.
2. Aspek Ekonomi
Mengusahakan suatu komoditi termasuk sawit harus menguntungkan secara
ekonomi. Selain untuk memenuhi kebutuhan hidup, pendapatan yang diperoleh
juga harus bisa untuk kebutuhan pemeliharaan tanaman dan bahkan juga
mengembangkan atau memperluas usahanya. Agar aspek ekonomi ini terpenuhi
maka upaya peningkatan produktivitas kelapa sawit harus dilakukan, karena
peningkatan produktivitas berdampak pada peningkatan pendapatan petani dan
akan semakin terjaminnya keberlanjutan.
Tanaman kelapa sawit adalah tanaman yang menghasilkan sepanjang tahun,
yang artinya tanaman akan berbuah terus menerus setelah memasuki umur
tanaman yang menghasilkan yaitu pada umur tanaman tiga tahun. Upaya yang
dapat dilakukan untuk peningkatan produktivitas antara lain :
a. Penggunaan benih yang bermutu dan bersertifikat

2
b. Penggunaan teknologi pemupukan yang memenuhi 4 tepat yaitu tepat
dosis, tepat jenis, tepat waktu dan tepat cara aplikasi; pemeliharaan
tanaman lainnya seperti pengendalian gulma
c. Perawatan jalan untuk panen; konservasi tanah dan air serta
pemanenan yang tepat. Rotasi panen satu minggu sekali per blok atau
3 minggu pada pohon yang sama. Umur produksi tanaman kelapa
sawit 25 sampai 30 tahun sehingga secara ekonomi akan sangat
menguntungkan dan menarik sebagai komoditi agribisnis.
3. Aspek Sosial
Perkebunan kelapa sawit harus dapat diterima oleh masyarakat sebagai
potensi pengembangan agribisnis dan produk yang dihasilkan mampu diterima
oleh masyarakat dalam dan luar negeri. Dengan adanya perkebunan sawit maka
akan membuka lapangan pekerjaan dan menyediakan tenaga kerja secara langsung
maupun tidak langsung dan masyarakat bisa menjadikanya sebagai mata
pencaharian. Selain itu agar perkebunan sawit dapat diterima oleh masyarakat
dunia maka budidaya kelapa sawit harus mengikuti tata cara yang ramah
lingkungan, tidak merusak alam dan mempunyai dampak negatif terhadap
lingkungan sekitar.
Isu-isu lingkungan yang berkembang membidik perkebunan sawit sebagai
tanaman yang tidak ramah lingkungan, sawit diisukan merusak lingkungan dan
sawit menghancurkan biodiversitas. Hal ini dikarenakan pada awal pembukaan
lahan perkebunan banyak pekebun yang membuka lahan tanpa mengindahkan
kaidah-kaidah ekologis seperti membuka lahan dengan cara dibakar, tidak
memperhatikan High Conservation Value. Tetapi dengan adanya Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan Undang-Undang lingkungan
hidup, saat ini telah mampu mengurangi penyimpangan pembukaan lahan yang
sembarangan.
Selain itu dengan adanya kebijakan pemerintah melalui ISPO (Indonesia
Sustainable Palm Oil) yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing minyak
sawit Indonesia maka produk komoditas kelapa sawit Indonesia akan diterima
lebih baik oleh pasar eropa.

3
4. Aspek Hukum
Tidak kalah penting dalam usaha agribisnis kelapa sawit adalah soal hukum.
Aspek hukum akan menjamin kepastian berusaha. Kaidah-kaidah aspek hukum
meliputi Izin Prinsip Surat Ijin Usaha Perkebunan, Hak Guna Usaha (HGU) harus
terpenuhi lebih dahulu dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit.
Dengan demikian Jika keempat aspek teknis, ekonomis, sosial dan hukum
sudah terpenuhi maka, perkebunan sawit atau usaha agribisnis apapun dalam
bidang pertanian akan berlanjut.
Sedangkan menurut Kospa (2016) Konsep pembangunan perkebunan
kelapa sawit yang berkelanjutan. Melalui identifikasi aspek ekonomi, sosial-
politik, dan ekologi, pembangunan perkebunan kelapa sawit diharapkan tidak
hanya memiliki produktivitas dan stabilitas yang tinggi, tetapi juga
mengedepankan rasa kesetaraan dan nilai-nilai kearifan lokal yang tinggi terhadap
lingkungan.
A. Aspek Ekonomi
1. Kebijakan Fiskal dan Moneter Pada ekonomi makro, pemerintah mengatur
berbagai kebijakan fiskal, moneter dan perdagangan.
2. Kebijakan Perdagangan Potensi Industri Kelapa Sawit masih memiliki
peluang yang besar untuk dikembangkan.
3. Sektor Pertanian Perkebunan kelapa sawit memiliki potensi besar sebagai
penghasil sumber bahan pakan ternak sapi untuk mendukung
pengembangan pusat pembibitan dan Penggemukan sapi di perkebunan
kelapa sawit (Umar, 2009). Agar diperoleh manfaat yang optimal dalam
pembangunan agribisnis kelapa sawit nasional, maka kebijakan
pengembangan agribisnis kelapa sawit nasional pada periode 2005-2010
adalah sebagai berikut:
a. Kebijakan Peningkatan Produktivitas dan Mutu Kelapa Sawit.
Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas
tanaman serta mutu kelapa sawit secara bertahap, baik yang dihasilkan
oleh petani pekebun maupun perkebunan besar.

4
b. Pengembangan Industri Hilir dan Peningkatan Nilai Tambah Kelapa
Sawit. Kebijakan ini dimaksudkan agar ekspor kelapa sawit Indonesia
tidak lagi berupa bahan mentah (CPO), tapi dalam bentuk hasil
olahan, sehingga nilai tambah dinikmati di dalam negeri dan
penciptaan lapangan kerja baru.
4. Kemiskinan dan Pemerataan
5. Kesepakatan Global dan Regional Pada Ruang lingkup global Sustainable
Palm oil menjadi isu yang sangat penting.
Tuntutan untuk memproduksi Sustainable Palm oil (minyak sawit
berkelanjutan) datang dari konsumen, industri, pembeli dan lembaga non
pemerintah melihatnya dari sudut lingkungan dan sosial. Dalam rangka
memperkuat daya saing minyak nabati selain minyak sawit, stakeholders
minyak nabati lain dimotori oleh LSM lingkungan dan sosial dalam kerangka
RSPO mengembangkan hambatan teknis bagi minyak kelapa sawit.
Tujuan ditetapkannya ISPO diantaranya untuk memposisikan
pembangunan kelapa sawit sebagai bagian integral dari pembangunan
ekonomi Indonesia, Memantapkan sikap dasar bangsa Indonesia untuk
memproduksi minyak kelapa sawit berkelanjutan, dan mendukung komitmen
Indonesia dalam pelestarian Sumber Daya Alam dan fungsi lingkungan
hidup.
Adapun prinsip dan Kriteria ISPO (Direktorat Jenderal Perkebunan,
2011) meliputi :
a. Sistem perizinan dan manajemen perkebunan.
b. Penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan kelapa sawit.
c. Pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
d. Tanggung jawab terhadap pekerja.
e. Tanggung jawab Sosial dan komunitas.
f. Pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat.
g. Peningkatan usaha secara berkelanjutan.

5
B. Aspek Sosial-Politik
1. Desentralisasi
Desentralisasi diberlakukan setelah keluarnya UU Otonomi Daerah No. 22
tahun 1999 mengenai kewenangan-kewenangan yang diserahkan ke daerah dan
yang diserahkan ke pusat.
2. Kependudukan
Salah satu indikator pada aspek sosial politik adalah kependudukan
(demography), untuk mencapai keberlanjutan pada pembangunan perkebunan
kelapa sawit, maka pemerintah selaku pemegang kebijakan dan perusahaan selaku
pengembang harus benar-benar memperhatikan masyarakat khususnya
masyarakat yang terkena dampak langsung dari industri perkebunan kelapa sawit.
3. Kemasyarakatan
Organisasi Kemasyarakatan Peran organisasi kemasyarakatan sangat
penting sebagai wadah bagi masyarakat adat dalam meyalurkan aspirasi melalui
kegiatan musyawarah.
4. Pemerintahan

C. Aspek Lingkungan
Salah satu persyaratan dalam pengolahan Sumber daya alam yang
berkelanjutan adalah mempertahankan fungsi sumber daya alam sebelumnya,
selain itu harus juga mempunyai kriteria Eco-Efficiency yang bermakna Efiesien
baik itu secara ekonomi maupun secara ekologi.
1. Sumber Daya Alam
Pengolahan Kelapa Sawit berkelanjutan harus memperhatikan Sumber
daya alam daerah sekitar. Baik itu sebelum pengolahan, ketika pembukaan lahan
maupun ketika pengolahan sedang berjalan
2. Sumber Daya Air
Kelapa sawit merupakan tanaman yang “rakus” air, sehingga dengan
adanya kebun kelapa sawit dikhawatirkan sumber daya air di sekitarnya menjadi
rusak. Selain itu dikhawatirkan air permukaan tercemari oleh insektisida,
pestisida, dll yang disebabkan oleh intensifikasi kebun sawit.

6
BAB III
KESIMPULAN

Perkebunan kelapa sawit berkelanjutan adalah perkebunan yang


bermanfaat dalam jangka panjang, keberadaannya berkesinambungan, dan tidak
menimbulkan bencana.
Menurut (Dewi, 2014; Pertanian.go.id; Kospa, 2016; Noveria, 2017)
sependapat bahwa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kelapa
sawit adalah aspek Ekonomi dan sosial. Sedangkan (Dewi, 2014 dan
Pertanian.go.id) menambahkan bahwa aspek yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan kelapa sawit adalah aspek lingkungan atau sejalan dengan
kelestarian ekologi.
Menurut Pertanian.go.id menambahkan bahwa perlunya aspek hukum dan
teknis Agar perkebunan kelapa sawit di Indonesia mampu berkelanjutan
(sustainable). Kospa (2016) melengkapi bahwa Pembangunan perkebunan kelapa
sawit diharapkan tidak hanya memiliki produktivitas dan stabilitas yang tinggi,
tetapi juga mengedepankan rasa kesetaraan dan nilai-nilai kearifan lokal yang
tinggi terhadap lingkungan. Pembangunan perkebunan kelapa sawit
berkelanjutan dapat dicapai dengan memecahkan permasalahan yang terjadi pada
aspek ekonomi, sosial-politik, dan lingkungan. Dari segi ekonomi dapat
meningkatkan pendapatan masyarkat, dari segi sosial dapat meningkatkan
kesejahteraan melalui pendistribusian secara merata hasil kelapa sawit dan dari
segi lingkungan dapat terjaga dan berkelanjutan karena kerjasama yang sinergis
antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Serta Dewi (2014) menambahkan
aspek kelembagaan yang meliputi kerangka kerja kelembagaan dan kemampuan
lembaga/institusi yang ada.

7
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, A. (2014). Analisis Lingkungan Sosial Ekonomi Pengelolaan Perkebunan


Kelapa Sawit Berkelanjutan Berdasarkan Kriteria ISPO (Studi Kasus PT.
X Kalimantan Selatan). [Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kospa, H. S. D. (2016). Konsep Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan. Jurnal
Tekno Global. 5(1): 1-10.
Lestari, M. (2020, 25 Agustus). Empat Aspek Berkelanjutan Pembangunan
Perkebunan Kelapa Sawit. Diakses pada 20 Desember 2020, dari
Pertanian.go.id.
Noveria, M., dan Ngadi. (2017). Keberlanjutan Perkebunan Kelapa Sawit di
Indonesia dan Prospek Pengembangan di Kawasan Perbatasan. Academic
Forum on Sustainability, Jakarta : 95-111.

Anda mungkin juga menyukai