Disusun Oleh :
Nur Mawaddah Siregar 200304029
Alya Nabilah Siregar 200304055
Ekaristy 0.B Sibagariang 200304067
Jovan Rusli 200304077
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui faktor internal dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit
2. Untuk mengetahui faktor eksternal dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Faktor Internal Pengelolaan Perkebunan Karet
2.1.1 Sumberdaya manusia
Sumberdaya manusia dalam pengelolaan perkebunan sawit meliputi keahlian,
keterampilan, dan pengalaman petani atau pengelola perkebunan dalam mengelola tanaman,
penggunaan pupuk, pestisida, dan teknik pertanian lainnya. Dalam mengelola perkebunan
kelapa sawit, segala proses yang akan dilalui tidak terlepas dari kinerja manusia yang ada
didalamnya.
Hal ini menyangkut kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) serta bagaimana
mengelola sumber daya yang belum menguasai job desk hingga mereka memahami apa
tujuan dan fungsi dari pekerjaan yang dilakukan. Kementerian Pertanian juga telah
menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07 Tahun 2019 tentang Pengembangan
Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana dan
Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit.
2.1.2 Modal
Modal dalam pengelolaan perkebunan sawit meliputi ketersediaan keuangan untuk
membeli benih, pupuk, pestisida, alat pertanian, dan infrastruktur yang diperlukan dalam
pengelolaan perkebunan. Modal yang cukup dapat membantu petani atau pengelola
perkebunan dalam membeli kebutuhan-kebutuhan tersebut dan meningkatkan produktivitas
perkebunan. Berikut ini adalah beberapa aspek modal dalam perkebunan sawit:
1. Pengadaan Tanah: Modal awal yang besar seringkali diperlukan untuk membeli atau
menyewa lahan yang cukup besar untuk perkebunan sawit. Harga tanah dapat
bervariasi tergantung pada lokasi dan kondisi lahan.
2. Infrastruktur: Perkebunan sawit memerlukan infrastruktur yang baik, seperti jalan
raya, irigasi, dan sistem pengairan yang memadai. Ini memerlukan investasi modal
yang signifikan.
3. Bibit dan Pohon Sawit: Pembelian bibit dan pohon sawit yang berkualitas dan
unggul adalah bagian penting dalam modal awal. Bibit berkualitas tinggi akan
menghasilkan produksi yang lebih baik di masa depan.
4. Peralatan dan Mesin: Peralatan pertanian seperti traktor, alat pengolahan buah sawit,
dan alat berat lainnya dibutuhkan untuk mengelola perkebunan dan memproses hasil
panen.
5. Tenaga Kerja: Meskipun bukan modal dalam arti tradisional, biaya tenaga kerja juga
merupakan komponen penting dalam operasi perkebunan sawit. Ini termasuk gaji dan
tunjangan bagi pekerja yang terlibat dalam pemeliharaan, pemanenan, dan
pengolahan.
6. Pengelolaan Keberlanjutan: Investasi dalam praktik-praktik pengelolaan
berkelanjutan dan pemantauan dampak lingkungan juga dapat dianggap sebagai
modal.
7. Pengelolaan Risiko: Modal juga diperlukan untuk mengelola risiko yang terkait
dengan fluktuasi harga minyak kelapa sawit, perubahan regulasi, atau peristiwa alam
yang dapat mempengaruhi produksi.
8. Pengembangan Pasar: Untuk meningkatkan keuntungan, perusahaan perkebunan
sawit juga dapat memerlukan modal untuk mengembangkan pasar dan meningkatkan
efisiensi rantai pasokan.
- Melaksanakan adalah proses menjalankan rencana kerja yang telah disusun dalam
perkebunan sawit. Melaksanakan meliputi koordinasi, komunikasi, motivasi,
supervisi, dan pelaksanaan teknis kegiatan perkebunan sawit.
- Tenera: Tenera adalah varietas sawit yang paling umum dibudidayakan dalam
industri perkebunan sawit. Tanaman ini memiliki karakteristik yang
menguntungkan seperti tingkat produksi yang tinggi, pohon berukuran sedang,
dan cenderung tahan terhadap hama penyakit tertentu. Tenera adalah hasil
persilangan antara varietas Dura dan Pisifera.
- Dura: Varietas Dura memiliki buah berdinding tebal dan biasanya digunakan
sebagai induk dalam persilangan untuk menciptakan varietas Tenera. Dura
memiliki produksi buah yang lebih rendah dibandingkan dengan Tenera tetapi
lebih tahan terhadap penyakit.
- Pisifera: Varietas Pisifera memiliki buah dengan dinding tipis dan biasanya tidak
menghasilkan minyak buah sawit. Namun, Pisifera sering digunakan sebagai
induk dalam persilangan dengan Dura untuk menciptakan varietas Tenera yang
menghasilkan minyak.
- Yangambi: Varietas ini memiliki pohon yang tinggi dan buah dengan dinding
tipis. Mereka umumnya tumbuh di lingkungan tropis dan beriklim panas dan
lembap.
- Palm Oil Genetic Material (POGM): Beberapa perusahaan perkebunan sawit
juga telah mengembangkan varietas sawit unggul mereka sendiri melalui
pemuliaan dan seleksi genetika. Varietas POGM dapat dirancang untuk memiliki
karakteristik khusus yang diinginkan, seperti ketahanan terhadap penyakit atau
produksi minyak yang lebih tinggi.
Pemilihan varietas yang tepat sangat penting dalam perkebunan sawit karena
dapat memengaruhi produktivitas, kualitas minyak, dan resistensi terhadap hama dan
penyakit. Selain itu, varietas yang lebih tahan terhadap perubahan iklim atau
lingkungan tertentu juga dapat menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan
varietas untuk ditanam.
Kondisi kesuburan tanah, pH, ketersediaan air, tekstur, dan struktur tanah
dapat mempengaruhi produktivitas dan kualitas hasil perkebunan kelapa sawit.
Beberapa faktor kunci yang mempengaruhi kualitas tanah untuk perkebunan sawit
adalah sebagai berikut:
- Kedalaman Tanah: Tanah yang dalam biasanya lebih baik karena memberikan
ruang yang cukup bagi akar tanaman sawit untuk tumbuh dengan baik. Tanah
dangkal atau berbatu dapat menghambat pertumbuhan akar dan membatasi
penyerapan air dan unsur hara.
- Tekstur Tanah: Tanah liat, tanah berpasir, atau campuran keduanya memiliki
karakteristik yang berbeda. Tanah berpasir cenderung memiliki drainase yang baik
tetapi memerlukan pemupukan yang lebih sering. Tanah liat dapat menyimpan
lebih banyak air dan unsur hara, tetapi memiliki drainase yang lebih buruk.
- Kandungan Organik: Kandungan bahan organik dalam tanah adalah faktor
penting dalam meningkatkan kualitas tanah. Bahan organik membantu
meningkatkan struktur tanah, retensi air, dan kapasitas tukar kation, yang
semuanya penting untuk pertumbuhan tanaman sawit.
- pH Tanah: Tanah yang memiliki pH netral (sekitar 6-7) biasanya lebih sesuai
untuk pertumbuhan tanaman sawit. Tanah yang terlalu asam atau terlalu basa
dapat memengaruhi ketersediaan unsur hara untuk tanaman.
- Drainase: Sistem drainase yang baik sangat penting karena perkebunan sawit
tidak tahan terhadap genangan air yang berkepanjangan. Genangan air dapat
merusak akar dan menyebabkan stres pada tanaman sawit.
2.2.1 Iklim
- Iklim adalah rata-rata kondisi cuaca dalam jangka waktu yang panjang di suatu
wilayah atau daerah tertentu. Unsur-unsur cuaca yang mempengaruhi iklim antara
lain adalah suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, dan pola cuaca.
- Suhu udara yang optimal untuk tanaman kelapa sawit adalah antara 24-28°C.
Suhu udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mengganggu proses
fotosintesis, respirasi, dan transpirasi tanaman.
- Curah hujan adalah jumlah air hujan yang jatuh di suatu tempat dalam satuan
waktu tertentu. Curah hujan yang ideal untuk tanaman kelapa sawit adalah
antara 1500-2500 mm/tahun. Curah hujan yang terlalu rendah dapat menyebabkan
kekeringan dan stres air pada tanaman, sedangkan curah hujan yang terlalu tinggi
dapat menyebabkan banjir dan erosi tanah.
- Kelembaban udara adalah perbandingan antara jumlah uap air yang terkandung
dalam udara dengan jumlah uap air maksimum yang dapat ditampung oleh udara
pada suhu tertentu. Kelembaban udara yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit
adalah antara 80-90%.
- Pola cuaca yang bervariasi dapat mempengaruhi siklus pertumbuhan,
perkembangan, dan produksi tanaman kelapa sawit. Misalnya, pola cuaca El Niño
dapat menyebabkan penurunan curah hujan dan peningkatan suhu udara di
Indonesia, sehingga mengakibatkan penurunan produktivitas tanaman kelapa
sawit.
2.2.2 Pasar
Permintaan internasional terhadap produk sawit, terutama minyak kelapa
sawit, memengaruhi harga dan kesehatan industri perkebunan sawit. Fluktuasi
harga komoditas dunia dan tren konsumen terhadap produk yang berkelanjutan
dapat berdampak signifikan.
- Relasi aktor dalam proses perizinan untuk ekspansi perkebunan sawit. Proses
perizinan melibatkan berbagai pihak, seperti pemerintah pusat, daerah, dan lokal,
perusahaan swasta dan negara, masyarakat adat dan lokal, LSM, dan media.
- Komitmen pemerintah dalam pembangunan kelapa sawit berkelanjutan.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan berbagai kebijakan dan regulasi untuk
mendorong pembangunan kelapa sawit yang berkelanjutan, sejalan dengan
komitmen dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs). Salah satu
kebijakan tersebut adalah penerbitan Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2020
tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
(ISPO), yang mewajibkan seluruh tipe usaha kelapa sawit untuk mendapatkan
sertifikasi ISPO sebagai jaminan bahwa praktik produksi yang dilakukan telah
mengikuti prinsip dan kaidah keberlanjutan2.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Berdasarkan uraian dalam paper ini, penulis menyarankan kepada pemerintah agar
lebih memperhatikan perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia bukan hanya milik
pemerintah, namun juga milik masyarakat agar kualitas dari hasil kelapa sawit yang
dihasilkan dapat bersaing dengan negara lain. Selain itu, teknologi yang berhubungan dengan
perkebunan kelapa sawit juga dapat berkembang dengan baik.
Diharapkan kepada semua pembaca dan penulis agar dapat meminimalkan pembukaan
lahan kelapa sawit serta mengetahui apasaja lahan yang cocok untuk menanam kelapa sawit.
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, Ahmad, dan Varun Gauri. "Government Policies and the Sustainability of Oil
Palm in Southeast Asia." (Tersedia dalam berbagai sumber buku dan jurnal ilmiah).
Locke, Piers, dan Jane Buckingham. "Conflict, Negotiation and Coexistence: Rethinking
Human-Elephant Relations in South Asia." (Buku ini membahas masalah konflik
lahan dalam konteks pertanian termasuk perkebunan kelapa sawit).
Laporan-laporan pasar dan survei konsumen terbaru tentang preferensi produk berkelanjutan
(bisa ditemukan di berbagai sumber, termasuk lembaga riset pasar).
Jurnal ilmiah yang membahas penggunaan teknologi dalam pengelolaan perkebunan sawit
(beragam jurnal pertanian dan ilmu lingkungan).
Data harga energi dari Energy Information Administration (EIA) atau sumber serupa.
Pedoman dan laporan dari RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) dan organisasi
sertifikasi berkelanjutan lainnya.
Analisis ekonomi global dan laporan dari lembaga keuangan seperti IMF (International
Monetary Fund) dan Bank Dunia.
David Clément dan Yves Libert (2009). Buku Panduan Kelapa untuk Penduduk Kepulauan
Pasifik.
R. Chandra (2009). Pengendalian Hama dan Penyakit Kelapa Sawit.