Anda di halaman 1dari 14

PAPER

FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DALAM


PENGELOLAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
Untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Pengelolaan Perkebunan
Dosen Pengampu : Dr.Ir. Sinar Indra Kesuma M.Si.

Disusun Oleh :
Nur Mawaddah Siregar 200304029
Alya Nabilah Siregar 200304055
Ekaristy 0.B Sibagariang 200304067
Jovan Rusli 200304077

PROGRAM STUDI S-1 AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan komoditas tanaman perkebunan unggulan


di Indonesia. Prospek pengembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia ini masih tinggi.
Tanaman ini merupakan salah satu penghasil devisa non migas terbesar bagi negara kita.
Pada sektor perkebunan, kelapa sawit merupakan komoditas ekspor yang berperan penting
dalam pembangunan perekonomian negara. Volume ekspor minyak kelapa sawit
menunjukan data yang terus meningkat setiap tahunnya.
Salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam
perekonomian Indonesia adalah kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan
penting penghasil minyak makanan, minyak industri maupun bahan bakar nabati
(biodiesel). Kelapa sawit memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan
sosial. Sebagai salah satu komoditas ekspor pertanian terbesar Indonesia, membuat kelapa
sawit mempunyai peran penting sebagai sumber penghasil devisa maupun pajak yang besar.
Dalam proses produksi maupun pengolahan industri, perkebunan kelapa sawit juga mampu
menciptakan kesempatan dan lapangan pekerjaan khususnya bagi masyarakat pedesaan
sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Ditjenbun 2019).
Secara umum pesatnya pertumbuhan luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia
sangat dipengaruhi oleh peningkatan permintaan minyak kelapa sawit dari berbagai negara.
Peningkatan itu disebabkan oleh semakin banyaknya produk turunan yang dihasilkan dari
minyak kelapa sawit, misalnya margarin, sabun atau deterjen, tambahan lemak untuk
makanan. Produk yang sedang dikembangkan saat ini adalah bahan bakar biodiesel karena
memiliki prospek yang akan terus membaik seiring dengan dicanangkannya
penggunaan energi terbarukan khususnya di negara-negara maju yang peduli terhadap
pelestarian lingkungan.
Kelapa sawit adalah sumber minyak nabati terbesar yang dibutuhkan oleh banyak
industri di dunia. Sebanyak 85% lebih pasar dunia kelapa sawit dikuasai oleh Indonesia
dan Malaysia. Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia, dimana 43%
dari total produksi CPO (Crude Palm Oil) dunia di pasok oleh Indonesia. Pertumbuhan
produksi kelapa sawit Indonesia cukup singnifikan mencapai 7,8% per tahun melampaui
Malaysia yang hanya tumbuh dengan angka 4,2% (Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia / MP3EI, 2011).
Pada tahun 2014 total produksi kelapa sawit Indonesia mencapai 31,5 juta ton, dimana
30% dari total produksi diserap oleh pasar dalam negeri dan sekitar 22 juta ton untuk pasar
luar negeri (ekspor) (Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia/GAPKI, 2014).
Untuk bertahan menjadi negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia perlu
melaksanakan pengelolaan perkebunan kelapa sawit secara efisien dengan produktivitas
tinggi, sehingga menghasilkan produk kelapa sawit yang berdayasaing dan berkelanjutan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana faktor internal dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit
2. Bagaimana faktor eksternal dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui faktor internal dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit
2. Untuk mengetahui faktor eksternal dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Faktor Internal Pengelolaan Perkebunan Karet
2.1.1 Sumberdaya manusia
Sumberdaya manusia dalam pengelolaan perkebunan sawit meliputi keahlian,
keterampilan, dan pengalaman petani atau pengelola perkebunan dalam mengelola tanaman,
penggunaan pupuk, pestisida, dan teknik pertanian lainnya. Dalam mengelola perkebunan
kelapa sawit, segala proses yang akan dilalui tidak terlepas dari kinerja manusia yang ada
didalamnya.

Hal ini menyangkut kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) serta bagaimana
mengelola sumber daya yang belum menguasai job desk hingga mereka memahami apa
tujuan dan fungsi dari pekerjaan yang dilakukan. Kementerian Pertanian juga telah
menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07 Tahun 2019 tentang Pengembangan
Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana dan
Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit.

Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) di perkebunan kelapa sawit


juga telah diluncurkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa (BPDPKS) untuk
meningkatkan daya saing SDM di sektor perkebunan kelapa sawit dengan menggandeng
lembaga pendidikan dan universitas.

2.1.2 Modal
Modal dalam pengelolaan perkebunan sawit meliputi ketersediaan keuangan untuk
membeli benih, pupuk, pestisida, alat pertanian, dan infrastruktur yang diperlukan dalam
pengelolaan perkebunan. Modal yang cukup dapat membantu petani atau pengelola
perkebunan dalam membeli kebutuhan-kebutuhan tersebut dan meningkatkan produktivitas
perkebunan. Berikut ini adalah beberapa aspek modal dalam perkebunan sawit:

1. Pengadaan Tanah: Modal awal yang besar seringkali diperlukan untuk membeli atau
menyewa lahan yang cukup besar untuk perkebunan sawit. Harga tanah dapat
bervariasi tergantung pada lokasi dan kondisi lahan.
2. Infrastruktur: Perkebunan sawit memerlukan infrastruktur yang baik, seperti jalan
raya, irigasi, dan sistem pengairan yang memadai. Ini memerlukan investasi modal
yang signifikan.
3. Bibit dan Pohon Sawit: Pembelian bibit dan pohon sawit yang berkualitas dan
unggul adalah bagian penting dalam modal awal. Bibit berkualitas tinggi akan
menghasilkan produksi yang lebih baik di masa depan.
4. Peralatan dan Mesin: Peralatan pertanian seperti traktor, alat pengolahan buah sawit,
dan alat berat lainnya dibutuhkan untuk mengelola perkebunan dan memproses hasil
panen.
5. Tenaga Kerja: Meskipun bukan modal dalam arti tradisional, biaya tenaga kerja juga
merupakan komponen penting dalam operasi perkebunan sawit. Ini termasuk gaji dan
tunjangan bagi pekerja yang terlibat dalam pemeliharaan, pemanenan, dan
pengolahan.
6. Pengelolaan Keberlanjutan: Investasi dalam praktik-praktik pengelolaan
berkelanjutan dan pemantauan dampak lingkungan juga dapat dianggap sebagai
modal.
7. Pengelolaan Risiko: Modal juga diperlukan untuk mengelola risiko yang terkait
dengan fluktuasi harga minyak kelapa sawit, perubahan regulasi, atau peristiwa alam
yang dapat mempengaruhi produksi.
8. Pengembangan Pasar: Untuk meningkatkan keuntungan, perusahaan perkebunan
sawit juga dapat memerlukan modal untuk mengembangkan pasar dan meningkatkan
efisiensi rantai pasokan.

2.1.3 Kemampuan Manajemen

Kemampuan manajemen dalam pengelolaan perkebunan sawit meliputi kemampuan


untuk merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan, dan mengontrol aktivitas
perkebunan secara efektif dan efisien. Kemampuan manajemen yang baik dapat
meningkatkan produktivitas perkebunan dan memaksimalkan hasil panen.
Kemampuan manajemen dalam pengelolaan perkebunan sawit :
- Merencanakan adalah proses menentukan tujuan, sasaran, strategi, dan kegiatan
yang akan dilakukan dalam perkebunan sawit. Merencanakan meliputi analisis
situasi, penetapan visi dan misi, formulasi rencana kerja, penyusunan anggaran,
dan penentuan indikator kinerja.
- Mengorganisasi adalah proses menata sumber daya manusia, material, dan
keuangan yang dibutuhkan dalam perkebunan sawit. Mengorganisasi meliputi
pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab, pembentukan struktur
organisasi, penempatan dan pengembangan SDM, serta pengadaan dan
pengelolaan sarana dan prasarana.

- Melaksanakan adalah proses menjalankan rencana kerja yang telah disusun dalam
perkebunan sawit. Melaksanakan meliputi koordinasi, komunikasi, motivasi,
supervisi, dan pelaksanaan teknis kegiatan perkebunan sawit.

- Mengontrol adalah proses memantau dan mengevaluasi pelaksanaan rencana kerja


dalam perkebunan sawit. Mengontrol meliputi pengukuran kinerja, perbandingan
kinerja dengan standar yang ditetapkan, identifikasi penyimpangan dan masalah,
serta pengambilan tindakan korektif dan preventif.

2.1.4 Varietas Tanaman


Pemilihan varietas tanaman yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan
permintaan pasar dapat membantu petani atau pengelola perkebunan dalam mencapai
hasil yang optimal. Ada beberapa varietas tanaman sawit yang umumnya
dibudidayakan:

- Tenera: Tenera adalah varietas sawit yang paling umum dibudidayakan dalam
industri perkebunan sawit. Tanaman ini memiliki karakteristik yang
menguntungkan seperti tingkat produksi yang tinggi, pohon berukuran sedang,
dan cenderung tahan terhadap hama penyakit tertentu. Tenera adalah hasil
persilangan antara varietas Dura dan Pisifera.
- Dura: Varietas Dura memiliki buah berdinding tebal dan biasanya digunakan
sebagai induk dalam persilangan untuk menciptakan varietas Tenera. Dura
memiliki produksi buah yang lebih rendah dibandingkan dengan Tenera tetapi
lebih tahan terhadap penyakit.
- Pisifera: Varietas Pisifera memiliki buah dengan dinding tipis dan biasanya tidak
menghasilkan minyak buah sawit. Namun, Pisifera sering digunakan sebagai
induk dalam persilangan dengan Dura untuk menciptakan varietas Tenera yang
menghasilkan minyak.
- Yangambi: Varietas ini memiliki pohon yang tinggi dan buah dengan dinding
tipis. Mereka umumnya tumbuh di lingkungan tropis dan beriklim panas dan
lembap.
- Palm Oil Genetic Material (POGM): Beberapa perusahaan perkebunan sawit
juga telah mengembangkan varietas sawit unggul mereka sendiri melalui
pemuliaan dan seleksi genetika. Varietas POGM dapat dirancang untuk memiliki
karakteristik khusus yang diinginkan, seperti ketahanan terhadap penyakit atau
produksi minyak yang lebih tinggi.

Pemilihan varietas yang tepat sangat penting dalam perkebunan sawit karena
dapat memengaruhi produktivitas, kualitas minyak, dan resistensi terhadap hama dan
penyakit. Selain itu, varietas yang lebih tahan terhadap perubahan iklim atau
lingkungan tertentu juga dapat menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan
varietas untuk ditanam.

2.1.5 Kualitas Tanah

Kondisi kesuburan tanah, pH, ketersediaan air, tekstur, dan struktur tanah
dapat mempengaruhi produktivitas dan kualitas hasil perkebunan kelapa sawit.
Beberapa faktor kunci yang mempengaruhi kualitas tanah untuk perkebunan sawit
adalah sebagai berikut:

- Kedalaman Tanah: Tanah yang dalam biasanya lebih baik karena memberikan
ruang yang cukup bagi akar tanaman sawit untuk tumbuh dengan baik. Tanah
dangkal atau berbatu dapat menghambat pertumbuhan akar dan membatasi
penyerapan air dan unsur hara.
- Tekstur Tanah: Tanah liat, tanah berpasir, atau campuran keduanya memiliki
karakteristik yang berbeda. Tanah berpasir cenderung memiliki drainase yang baik
tetapi memerlukan pemupukan yang lebih sering. Tanah liat dapat menyimpan
lebih banyak air dan unsur hara, tetapi memiliki drainase yang lebih buruk.
- Kandungan Organik: Kandungan bahan organik dalam tanah adalah faktor
penting dalam meningkatkan kualitas tanah. Bahan organik membantu
meningkatkan struktur tanah, retensi air, dan kapasitas tukar kation, yang
semuanya penting untuk pertumbuhan tanaman sawit.
- pH Tanah: Tanah yang memiliki pH netral (sekitar 6-7) biasanya lebih sesuai
untuk pertumbuhan tanaman sawit. Tanah yang terlalu asam atau terlalu basa
dapat memengaruhi ketersediaan unsur hara untuk tanaman.
- Drainase: Sistem drainase yang baik sangat penting karena perkebunan sawit
tidak tahan terhadap genangan air yang berkepanjangan. Genangan air dapat
merusak akar dan menyebabkan stres pada tanaman sawit.

2.1.6 Pemilihan Teknik Budidaya

Metode pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pengairan, pengendalian


hama dan penyakit, dan panen yang tepat dapat berdampak pada produktivitas dan
kualitas perkebunan kelapa sawit.

- Pengolahan tanah adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyiapkan lahan


menjadi media tanam yang baik dengan cara menggemburkan tanah.
- Penanaman adalah Kegiatan menanam terdiri dari kegiatan mempersiapkan bibit
di pembibitan utama, pengangkutan bibit ke lapangan, menaruh bibit di setiap
lubang, persiapan lubang tanam, menanam bibit pada lubang dan pemeriksaan
areal yang sudah ditanami. Kegiatan penanaman bibit tanaman kelapa sawit yang
harus diperhatikan adalah pembuatan lubang tanam, umur dan tinggi bibit yang
akan ditanam di lapangan serta susunan jarak tanam.
- Pemupukan adalah kegiatan yang dilakukan untuk memberikan nutrisi tambahan
kepada tanaman. Pemupukan harus memperhatikan jenis pupuk, dosis pupuk,
waktu pupuk, dan cara aplikasi pupuk yang sesuai dengan tanaman kelapa sawit.
Adapun waktu yang terbaik untuk melakukan pemupukan adalah pada saat musim
penghujan, yaitu pada saat keadaan tanah berada dalam kondisi yang sangat
lembab, tetapi tidak sampai tergenang oleh air (Mangoensoekarjo, dkk, 2007).
- Pengairan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjaga kelembaban tanah dan
tanaman. Pengairan harus memperhatikan jumlah air, frekuensi air, dan metode
air.
- Pengendalian hama dan penyakit adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah
dan mengatasi serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Pengendalian
hama dan penyakit harus memperhatikan jenis OPT, tingkat kerusakan, cara
pengendalian, dan dampak lingkungan.
- Panen adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengambil hasil tanaman dari
lahan. Panen harus memperhatikan kriteria kematangan, waktu panen, alat panen,
dan cara panen.
2.2 Faktor Eksternal Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit

2.2.1 Iklim

Pertumbuhan dan produktivitas tanaman perkebunan kelapa sawit dipengaruhi oleh


berbagai factor :

- Iklim adalah rata-rata kondisi cuaca dalam jangka waktu yang panjang di suatu
wilayah atau daerah tertentu. Unsur-unsur cuaca yang mempengaruhi iklim antara
lain adalah suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, dan pola cuaca.
- Suhu udara yang optimal untuk tanaman kelapa sawit adalah antara 24-28°C.
Suhu udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mengganggu proses
fotosintesis, respirasi, dan transpirasi tanaman.
- Curah hujan adalah jumlah air hujan yang jatuh di suatu tempat dalam satuan
waktu tertentu. Curah hujan yang ideal untuk tanaman kelapa sawit adalah
antara 1500-2500 mm/tahun. Curah hujan yang terlalu rendah dapat menyebabkan
kekeringan dan stres air pada tanaman, sedangkan curah hujan yang terlalu tinggi
dapat menyebabkan banjir dan erosi tanah.
- Kelembaban udara adalah perbandingan antara jumlah uap air yang terkandung
dalam udara dengan jumlah uap air maksimum yang dapat ditampung oleh udara
pada suhu tertentu. Kelembaban udara yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit
adalah antara 80-90%.
- Pola cuaca yang bervariasi dapat mempengaruhi siklus pertumbuhan,
perkembangan, dan produksi tanaman kelapa sawit. Misalnya, pola cuaca El Niño
dapat menyebabkan penurunan curah hujan dan peningkatan suhu udara di
Indonesia, sehingga mengakibatkan penurunan produktivitas tanaman kelapa
sawit.

2.2.2 Pasar
Permintaan internasional terhadap produk sawit, terutama minyak kelapa
sawit, memengaruhi harga dan kesehatan industri perkebunan sawit. Fluktuasi
harga komoditas dunia dan tren konsumen terhadap produk yang berkelanjutan
dapat berdampak signifikan.

2.2.3 Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah seperti regulasi lingkungan, perizinan, peraturan


perpajakan, dan kebijakan perdagangan internasional dapat memiliki dampak
besar pada pengelolaan perkebunan sawit. Perubahan dalam regulasi pemerintah
bisa memengaruhi cara perkebunan sawit dijalankan.

2.2.4 Teknologi Pertanian

Kemajuan dalam teknologi pertanian dan pengelolaan perkebunan dapat


mempengaruhi efisiensi produksi kelapa sawit dan pengelolaannya. Misalnya,
penggunaan drone, sensor, dan analitik data dapat membantu dalam pemantauan
dan manajemen yang lebih baik.

2.2.5 Faktor Sosisal dan Politik

Faktor sosial politik dalam pengelolaan perkebunan sawit adalah faktor-


faktor yang berkaitan dengan kondisi masyarakat, budaya, hukum, pemerintahan,
dan kekuasaan yang mempengaruhi kebijakan, praktik, dan dampak dari
pengembangan perkebunan sawit di Indonesia. Beberapa faktor sosial politik
yang dapat diidentifikasi antara lain adalah:

- Relasi aktor dalam proses perizinan untuk ekspansi perkebunan sawit. Proses
perizinan melibatkan berbagai pihak, seperti pemerintah pusat, daerah, dan lokal,
perusahaan swasta dan negara, masyarakat adat dan lokal, LSM, dan media.
- Komitmen pemerintah dalam pembangunan kelapa sawit berkelanjutan.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan berbagai kebijakan dan regulasi untuk
mendorong pembangunan kelapa sawit yang berkelanjutan, sejalan dengan
komitmen dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs). Salah satu
kebijakan tersebut adalah penerbitan Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2020
tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
(ISPO), yang mewajibkan seluruh tipe usaha kelapa sawit untuk mendapatkan
sertifikasi ISPO sebagai jaminan bahwa praktik produksi yang dilakukan telah
mengikuti prinsip dan kaidah keberlanjutan2.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, terdapat beberapa faktor


yang mempengaruhi produktivitas dan kualitas hasil perkebunan kelapa sawit. Faktor-faktor
tersebut meliputi teknologi pertanian, faktor sosial dan politik, sumberdaya manusia, modal,
kemampuan manajemen, pemilihan varietas tanaman, kualitas tanah, dan pemilihan teknik
budidaya, dan kebijakan pemerintah. Dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit, petani
atau pengelola perkebunan harus memperhatikan aspek lingkungan dan sosial dalam
pengelolaan perkebunan kelapa sawit.

3.2 Saran
Berdasarkan uraian dalam paper ini, penulis menyarankan kepada pemerintah agar
lebih memperhatikan perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia bukan hanya milik
pemerintah, namun juga milik masyarakat agar kualitas dari hasil kelapa sawit yang
dihasilkan dapat bersaing dengan negara lain. Selain itu, teknologi yang berhubungan dengan
perkebunan kelapa sawit juga dapat berkembang dengan baik.

Diharapkan kepada semua pembaca dan penulis agar dapat meminimalkan pembukaan
lahan kelapa sawit serta mengetahui apasaja lahan yang cocok untuk menanam kelapa sawit.
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, Ahmad, dan Varun Gauri. "Government Policies and the Sustainability of Oil
Palm in Southeast Asia." (Tersedia dalam berbagai sumber buku dan jurnal ilmiah).

IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change). Laporan tentang perubahan iklim


terbaru.

Laporan Badan Perdagangan Dunia (WTO) tentang perdagangan kelapa sawit.

Locke, Piers, dan Jane Buckingham. "Conflict, Negotiation and Coexistence: Rethinking
Human-Elephant Relations in South Asia." (Buku ini membahas masalah konflik
lahan dalam konteks pertanian termasuk perkebunan kelapa sawit).

Laporan-laporan pasar dan survei konsumen terbaru tentang preferensi produk berkelanjutan
(bisa ditemukan di berbagai sumber, termasuk lembaga riset pasar).

Jurnal ilmiah yang membahas penggunaan teknologi dalam pengelolaan perkebunan sawit
(beragam jurnal pertanian dan ilmu lingkungan).

Data harga energi dari Energy Information Administration (EIA) atau sumber serupa.

Pedoman dan laporan dari RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) dan organisasi
sertifikasi berkelanjutan lainnya.

Analisis ekonomi global dan laporan dari lembaga keuangan seperti IMF (International
Monetary Fund) dan Bank Dunia.

Dr. U. N. Umamaheswari (2009). Buku Panduan Pengelolaan Kelapa Sawit.

David Clément dan Yves Libert (2009). Buku Panduan Kelapa untuk Penduduk Kepulauan
Pasifik.
R. Chandra (2009). Pengendalian Hama dan Penyakit Kelapa Sawit.

Anda mungkin juga menyukai