Disusun Oleh :
Wr.Robiatul Adawiyah
Riski ade
Satria Putra
Sidiq
A. Latar Belakang
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam famili Euphorbiacea, disebut dengan
nama lain rambung, getah, gota, kejai ataupun hapea. Karet merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga
memiliki prospek yang cerah. Upaya peningkatan produktivitas tanaman tersebut terus dilakukan
terutama dalam bidang teknologi budidaya dan pasca panen.
Agar tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan lateks yang banyak
maka perlu diperhatikan syarat-syarat tumbuh dan lingkungan yang diinginkan tanaman ini.
Apabila tanaman karet ditanam pada lahan yang tidak sesuai dengan habitatnya maka
pertumbuhan tanaman akan terhambat. Lingkungan yang kurang baik juga sering mengakibatkan
produksi lateks menjadi rendah. Sesuai habitat aslinya di Amerika Selatan, terutama Brazil yang
beriklim tropis, maka karet juga cocok ditanam di Indonesia, yang sebagian besar ditanam di
Sumatera Utara dan Kalimantan.
Sejak dekade 1980 hingga saat ini tahun 2017, permasalahan karet Indonesia adalah
rendahnya produktivitas dan mutu karet yang dihasilkan, khususnya oleh petani karet rakyat.
Sebagai gambaran produksi karet rakyat hanya 600 - 650 kg KK/ha/thn. Meskipun demikian,
peranan Indonesia sebagai produsen karet alam dunia masih dapat diraih kembali dengan
memperbaiki teknik budidaya dan pasca panen/pengolahan, sehingga produktivitas dan
kualitasnya dapat ditingkatkan secara optimal.
Secara umum ada dua jenis karet, yaitu karet alam dan karet sintetis. Setiap jenis karet
mempunyai/memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga keberadaannya saling melengkapi.
Saat ini karet yang digunakan di Industri terdiri dari karet alam dan karet sintetis. Adapun
kelebihan yang dimiliki karet alam adalah:
1. memiliki daya lenting dan daya elastisitas yang tinggi,
2. memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah.
3. mempunyai daya aus yang tinggi.
4. tidak mudah panas (low heat build up) dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap
keretakan (groove cracking resistance).
Selanjutnya karet sintetis memiliki kelebihan tahan terhadap berbagai zat kimia. Karet
sintetis dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu perkebunan?
2. Bagaimana Sejarah karet (Hevea brasiliensis)?
3. Apa Aspek Botani tanaman karet?
4. Apa Persyaratan Tumbuh tanaman karet?
5. Apa saja Persiapan Lahan?
6. Bagaimana Persiapan Bahan Tanaman?
7. Bagaimana Pemeliharaan Tanaman Karet?
8. Apa Kriteria Bidang Sadap?
C. Tujuan
1. Untuk dapat mengetahui apa itu perkebunan.
2. Untuk dapat mengetahui bagaimana Sejarah karet (Hevea brasiliensis).
3. Untuk dapat mengetahui apa Aspek Botani tanaman karet.
4. Untuk dapat mengetahui apa Persyaratan Tumbuh tanaman karet.
5.at mengetahui apa saja Persiapan Lahan.
6. Untuk dapat mengetahui bagaimana Persiapan Bahan Tanaman.
7. mengetahui bagaimana Pemeliharaan Tanaman Karet.
8. Untuk dapat mengetahui apa Kriteria Bidang Sadap.
PEMBAHASAN
BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN KARET (Hevea brasiliensis)
A. Perkebunan
Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah atau
media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa
hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta
manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
Lahan perkebunan merupakan lahan usaha pertanian yang luas, biasanya terletak di daerah
tropis atau subtropis, yang digunakan untuk menghasilkan komoditas perdagangan (pertanian)
dalam skala besar dan dipasarkan ke tempat yang jauh, bukan untuk konsumsi lokal. Perkebunan
dapat ditanami oleh tanaman industri seperti kelapa sawit, karet, kopi, kakao, kelapa, teh, tebu,
dan sebagainya. Ukuran luas perkebunan sangat relatif dan tergantung ukuran volume komoditas
yang dipasarkannya. Namun demikian, suatu perkebunan memerlukan suatu luas minimum
untuk menjaga keuntungan melalui sistem produksi yang diterapkannya.
Ciri perkebunan yaitu menerapkan cara monokultur paling tidak untuk setiap blok yang ada
di dalamnya terdapat instalasi pengolahan atau pengemasan terhadap komoditi yang dipanen di
lahan perkebunan itu sebelum produknya dikirim ke pembeli.
Perkebunan sendiri merupakan salah sub sektor dari pertanian yang juga memiliki peranan
besar bagi sektor pertanian dan perokonomian nasional. Tanaman perkebunan memiliki dua
potensi pasar yaitu di dalam dan di luar negeri. Tanaman perkebunan di dalam negeri dapat
dikonsumsi langsung oleh masyarakat, diperlukan sebagai bahan baku industri. Hal ini
menunjukkan bahwa tanaman perkebunan memiliki arti ekonomi yang penting. Artinya, bila
diusahakan secara sungguh-sungguh atau profesional bisa menjadi suatu bisnis yang menjadikan
keuntungan besar (Rahardi dkk, 1993).
Tanaman perkebunan mempunyai peranan sebagai salah satu sumber devisa sektor pertanian,
penyedia bahan baku industri sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap luar negeri
serta berperan dalam kelestarian lingkungan hidup. Pemerintah secara berangsur mengurangi
petani yang tidak mempunyai tanah menjadi pemilik tanah dalam pembangunan sub sektor
perkebunan. Pemilikan lahan secara bertahap dilakukan dengan program Perkebunan Inti Rakyat
(PIR). Tujuan dilaksanakannya pembangunan PIR adalah untuk meningkatkan taraf hidup para
petani atau pengebun dengan jalan pembukaan arel-areal baru kurang produktif atas lahan kritis,
serta menghentikan perladangan berpindah-pindah. Dengan proyek Perkebunan Inti Rakyat maka
petani dapat menjual komoditas hasil kebunnya kepada pemerintah dengan harga pasaran ekspor
serta kualitas komoditas terjamin standarnya.
Potensi sub sektor perkebunan untuk dijadikan ekspor di masa-masa mendatang sebenarnya
sangat besar. Prasyarat yang diperlukan hanyalah perbaikan dan penyempurnaan iklim usaha dan
struktur pasar komoditas perkebunan dari sektor hulu sampai ke hilir. Mustahil kinerja ekspor
akan lebih baik jika kegiatan produksi di sektor hulu, pola perdagangan dan distribusi komoditas
perkebunan domestik masih mengalami banyak hambatan.
B. Sejarah karet (Hevea brasiliensis)
Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai
lateks), diperoleh dari getah beberapa jenis tumbuhan pohon karet. Sumber utama lateks yang
digunakan untuk menciptakan karet adalah pohon karet (Hevea brasiliensis Moel.), diperoleh
dengan cara melukai kulit pohon sehingga pohon akan memberikan respons dengan
mengeluarkan getah/lateks.
Tanaman karet berasal dari hutan sepanjang sungai Amazone, Amerika Selatan dan mulai
dikenal oleh bangsa Eropa pada tahun 1736 setelah Charles Martie de la Condomine mengirim
contoh tanaman karet dari Peru ke Perancis. Mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1876 dan
ditanam di kebun Raya Bogor, namun perkebunan karetnya sendiri baru dibuka pada tahun 1902
di Sumatera dan tahun 1906 di Jawa.
Jenis-jenis karet alam di antaranya: bahan olah karet (bokar), karet konvensional (sheet,
crepe, dan compo), lateks pekat, karet spesifikasi teknis (crumb rubber) dan karet siap olah.
Karet alam banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri barang antara lain: ban
kendaraan, sepatu karet, sabuk penggerak mesin, pipa karet, isolator, bahan pembungkus logam,
dsb., dihasilkan oleh tidak kurang dari 20 negara di dunia; tiga di antaranya yaitu Malayasia,
Indonesia, dan Thailand, merupakan penghasil karet terbesar yang menguasai lebih dari 83 %
pasar karet dunia.
Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting di Indonesia karena
banyak menunjang perekonomian negara. Pasar ekspor karet alam Indonesia di antaranya
Amerika Serikat, Singapura, Eropa Barat, Uni Soviet dan Jepang. Luas areal perkebunan karet
di Indonesia (tahun 2008) mencapai lebih dari 3,4 juta hektar dengan produksi 2,7 juta ton, yang
sebagian besar (85%) merupakan tanaman karet rakyat. Oleh sebab itu, peran karet tidak hanya
sebagai penghasil devisa, juga memiliki arti sosial bagi petani yang mengusahakannya.
Salah satu masalah yang dihadapi dalam pengusahaan karet di indonesia, khususnya karet
rakyat adalah produktivitas serta kualitasnya yang masih rendah. Pemerintah telah menetapkan
sasaran pengembangan produksi karet alam Indonesia sebesar 3-4 juta ton/tahun pada tahun
2025. Sasaran produksi tersebut hanya dapat dicapai apabila minimal 85% areal kebun karet
(rakyat) yang saat ini kurang produktif berhasil diremajakan dengan menggunakan klon karet
unggul.
b) Curah Hujan
Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun,
dengan hari hujan berkisar antara 100 sampai dengan 150 HH/tahun. Namun demikian, jika
sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang (Radjam, Syam. 2009.).
c) Tinggi Tempat
Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m
dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh
tanaman karet (Nazaruddin dan F.B. Paimin. 1998.).
d) Angin
Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet.
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang besar. Tinggi pohon dewasa
mencapai 15 - 25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang
tinggi di atas.
e) Tanah
Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih mempersyaratkan sifat
fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar
sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah
dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya (Aidi dan Daslin, 1995).
Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis
muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang
cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi
sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial
biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi
tanah berkisar antara pH 3,0-pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0 dan > pH 8,0. Sifat-sifat
tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara lain :
1. Sulum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas
2. Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air
3. Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir
4. Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro
5. Reaksi tanah dengan pH 4,5 – pH 6,5
6. Kemiringan tanah < 16% dan
7. Permukaan air tanah < 100 cm
E. Persiapan Lahan
a) Pembukaan Lahan
Lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman karet bisa berupa lahan yang baru dibuka
(perluasan/new planting), lahan bekas tanaman karet yag dibongkar (peremajaan/replantig), atau
lahan bekas tanaman lain (konversi).
b) Kegiatan pada areal yang baru dibuka meliputi
1. Penebangan pohon,
2. pembongkaran tunggul,
3. pembabadan/penebasan semak, dan
4. pembersihan sisa-sisa tumbuhan tersebut (pembakaran).
Pengolahan tanah dengan pembajakan atau pencangkulan untuk meratakan dan memperbaiki
sifat fisik tanah. Pembuatan saluran drainase, pembuatan teras, dan pembuatan jalan kebun.
d) Konservasi Lahan
Cara yang biasa digunakan untuk mencegah kerusakan lahan, meliputi:
1. penanaman menurut kontur;
2. pembuatan teras (bisa berbentuk teras individu atau teras kolektif);
3. penanaman tanaman penutup tanah.
e) Pengajiran
Tujuanya adalah untuk memperoleh barisan tanaman yang teratur sesuai jarak tanam dan
naungan tanaman. Barisan tanaman karet yang terbentuk ada dua macam:
(1) barisan lurus, untuk lahan yang datar dan agak miring;
(2) barisan kontur, pada lahan yang bergelombang atau berbukit.
Hubungan antar tanaman pada lahan datar atau agak miring dapat berbentuk segitiga sama
sisi, bujur sangkar atau hubungan jalan.
1. Batang bawah
Persyaratan untuk batang bawah, diantaranya:
a) perakaran kuat dan berkembang baik serta tahan terhadap penyakit akar;
b) mempunyai daya gabung yang baik dengan batang atas;
c) memberi pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan batang atas, Klon yang dianjurkan
untuk batang bawah adalah AVROS 2037, BPM 24, GT 1, PB 260 dan RRIC 100.
Biji diambil dari kebun induk khusus atau dari kebun produktif yang menghasilkan biji yang
diketahui kedua induknya (legitiem) atau minimal salah satu induknya (propelegitiem). Biji yang
baik berasal dari tanaman yang telah berumur minimal 8 tahun, dengan ciri-ciri:
1. bila dijatuhkan melenting ke atas;
2. kulit jernih mengkilat;
3. nilai kesegaran biji minimal 80 %;
4. daya kecambah (dalam waktu 21 hari) minimal 80 %;
5. kadar air 32-45 %;
6. kemurnian minimal 90 %.
2. Batang atas
Persyaratan untuk batang atas, meliputi:
(a)pertumbuhan jagur dan berpotensi produksi tinggi;
(b) memiliki tajuk yang baik dan tahan angin kencang;
(c) toleran terhadap penyakit;
(d) respon terhadap stimulasi;
(e) memiliki sifat sekunder (pemulihan kulit sadap, daya adaptasi, dll) yang baik.
Klon-klon unggul karet yang direkomendasikan Pusat Penelitian Karet untuk periode 2010-
2017 terdiri dari dua kelompok.
1) Klon anjuran komersial adalah sekelompok klon dengan data yang lebih lengkap dan sudah
dapat dikembangkan oleh pengguna. Klon-klon ini sudah berupa benih bina, kecuali klon IRR 42
dan IRR 112 masih dalam proses pengajuan untuk pelepasannya sebagai benih bina. Klon-klon
anjuran komersial terdiri dari tiga katagori.
a) klon penghasil lateks: BPM 24, BPM 107, BPM 109, IRR 104, PB 217 dan PB 260.
b) klon penghasil lateks-kayu: BPM 1, PB 330, PB 340, RRIC 100, AVROS 2037, I RR 5, IRR
32, IRR 39, IRR 42, IRR 112 dan IRR 118,
c) klon penghasil kayu: IRR 70, IRR 71, IRR 72 dan IRR 78.
2) Klon harapan, merupakan kelompok klon yang mempunyai potensi pertumbuhan dan
produksi tinggi tetapi belum berupa benih bina. Klon harapan terdiri dari: IRR 24, IRR 33, IRR
41, IRR 54, IRR 64, IRR 105, IRR 107, IRR 111, IRR 119, IRR 141, IRR 208, IRR 211 dan IRR
220.
3. Pesemaian pengecambahan
Pesemaian pengecambahan merupakan tempat untuk mengecambahkan benih karet sebelum
dipindahkan ke pembibitan. Maksud pengecambahan adalah:
(1) untuk memperoleh bibit yang pertumbuhannya seragam;
(2) untuk memisahkan/menyeleksi bibit yang pertumbuhannya cepat dan baik dari bibit
yang lambat dan kurang baik.
4. Persiapan bedengan
Lokasi datar, dekat dengan sumber air dan dekat dengan lokasi pembibitan, Tanah
dibersihkan, dicangkul dan diratakan, kemudian dibuat bedengan dengan ukuran lebar 1-1,2 m
dan panjang sesuai tempat (biasanya 5-10 m), dengan jarak antar bedengan 0,5-1 m. Bagian
samping bedengan diberi penahan dari bambu/batu bata kemudian diberi pasir diatasnya setebal
5 cm. Bedengan diberi naungan (bisa individu atau kolektif) dengan tinggi sebelah timur 1,5 m
dan barat 2m, dengan atap terbuat dari anyaman bambu atau alang-alang.
5. Menyemai benih
Sebelum disemai benih direndam terlebih dahulu dalam larutan KNO3 0,2% selama 24
jam atau air bersih selama 48 jam. Benih disemai dengan cara dibenamkan sedalam 2/3 bagian
ke dalam tanah dengan bagian perut menghadap ke bawah. Jarak antara barisan 5 cm dan dalam
barisan 3 cm. Persemaian disiram tiap pagi dan sore hari dengan menggunakan embrat. Benih
biasanya akan berkecambah setelah 10-14 hari.
6. Pemindahan kecambah
Benih yang telah berkecambah secara bertahap dipindahkan ke pesemaian bibit.
Pemindahan kecambah bisa dilakukan pada stadium pancing, stadium bintang, maupun stadium
jarum. Pemindahan paling baik pada stadium pancing. Pemindahan dilakukan dengan hati-hati
menggunakan alat mencungkil (solet).
7. Pembibitan
Pembibitan/pesemaian bibit adalah tempat pemeliharaan bibit sebelum dipindah ke
lapangan dengan tujuan memperoleh bbit yang jagur dan homogen.
a) Persiapan lokasi pembibitan
Lokasi dipilih lahan yang datar, dekat dengan sumber air, tidak bercadas, dan dekat dengan
lokasi penanaman. Lahan dicangkul sedalam 60-75 cm, dan dibersihkan dari sisa-sisa akar dan
kotoran lainnya. Tanah dihaluskan dan diratakan, kemudian dibuat petak-petak/bedengan
setinggi 20 cm. Jarak tanam bibit disesuaikan dengan kesuburan tanah serta lamanya bibit di
pesemaian.
1. bibit umur 1 tahun: jarak tanamnya 35 x 35 x 50 cm (47.320 bibit/ha)
2. bibit umur 2 tahun: jarak tanamnya 45 x 45 x 50 cm (34.080 bibit/ha)
3. bibit stum tinggi: jarak tanamnya 70 x70 cm (17.664 bibit/ha).
b) Penanaman kecambah
Kecambah dipindahkan pada stadium pancing agar akar tunggang dan pucuknya tidak rusak.
Penanaman dilakukan pada lubang tanam dengan kedalaman sesuai dengan panjang akar dan
tebalnya benih.
c) Pemeliharaan
Pemeliharaan pembibitan meliputi kegiatan penyiraman, penyulaman, pemberian mulsa,
pengendalian gulma dan pemupukan. Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari.
Penyulaman perlu dilakukan pada bulan-bulan pertama untuk mengganti bibit yang mati atau
pertumbuhannya kurang baik. Sampai umur 3 bulan (terutama pada musim kemarau) pembibitan
perlu diberi mulsa. Pengendalian gulma dilakukan 2 minggu sekali secara manusl menggunakan
cangkul/kored, penggunaan herbisida hanya dilakukan setelah bibit berumur 4-5 bulan.
Pemupukan
d) Okulasi
Okulasi/penempelan bertujuan untuk menyatukan sifat-sifat baik yang dimiliki oleh batang
bawah (stock) dengan batang atas (scion) yang ditempelkan kepadanya.
1. Macam-macam okulasi, diantaranya:
a) Okulasi coklat (brown budding)
Batang bawah yang digunakan berumur 9-18 bulan, diameter berkisar ± 1-2 cm dan tidak
berada pada stadium membentuk payung. Mata entres diambil dari kebun entres, dari batang
yang telah berwarna coklat, dengan diameter 1,5-3 cm.
b) Okulasi hijau
Batang bawah yang digunakan berumur 3-8 bulan, masih berwarna hijau dengan diameter 1-
1,5 cm. Kayu okulasi (entres) menggunakan cabang yang diambil dari kebun entres yang
berumur 1-3 bulan setelah pemangkasan, warnanya masih hijau dan telah membentuk 1-2
payung/tajuk.
2. Pelaksanaan okulasi
Pada batang bawah, pada ketinggian 7-10 cm dari permukaan tanah dibuat jendela dengan
menyayat kulit sampai batas kayu. Sayatan dilakukan dengan membuat dua sayatan vertikal
berukuran 5-7 cm, dan satu sayatan horizontal pada ujung sayatan bagian atas atau bawah.
Perisai (mata entres) diambil dari kayu entres dengan ukuran sedikit lebih kecil dari; pada
okulasi coklat bagian kayunya dilepas, sedangkan pada okulasi hijau tidak perlu dilepas. Perisai
kemudian diselipkan pada jendela yang telah dibuat, diantara kulit jendela dengan kambium.
Balut dengan pembalut yang tersedia (plastik atau rapia) dengan arah dari bawah ke atas.
Stum tinggi adalah bibit hasil okulasi yang diperoleh dengan cara menumbuhkan tanaman di
pembibitan selama 2-3 tahun setelah pemotongan. Tunas yang tumbuh dipotong sepanjang 275-
300 cm dari leher akar dengan panjang akar tunggang 45-60 cm dan akar lateral 15 cm.
Pemotongan akar tunggang dilakukan 3-4 minggu sebelum pembonghkaran dan pemotongan
batang atas dilakukan 2 minggu kemudian tepat di atas payung.
Kelebihan menggunakan pembibitan stum tinggi adalah persentase kematian rendah baik
utuk penyulaman agar matang sadap seragam mudah dilaksanakan seleksi di pembibitan lebih
teliti.
Kekuranggan menggunakan pembibitan stum tinggi adalah areal pembibitan harus luas,
terjadi kesulitan dalam pengangkutan, serta waktu penanaman memerlukan curah hujan yang
tinggi.
d. Bibit okulasi dalam kantong plastik/polibag
Merupakan bibit okulasi yang telah ditumbuhkan dalam kantung plastik/polibeg hingga
diperoleh bahan tanaman yang mempunyai 2-3 payung (umur 1 tahun). Dibuat dengan cara
memindahkan stum mata tidur dalam kantong plastik merukuran 25x55 cm.
Kelebihan mengunakan pembibitan bibit okulasi dalam kantong plastik adalah tidak terjadi
stagnasi di lapangan, tanaman seragam, perawatan di pembibitan mudah, penanaman dapat
dilakukan kapan saja.
Kekuranggan mengunakan pembibitan bibit okulasi dalam kantong plastik/polibag adalah
biaya bibit lebih tinggi serta sulit dalam pengangkutan.
2. Gulma
Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman
sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alang alang, Mekania, Eupatorium, dll
sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Maryadi, 2005).
3. Hama
a. Kutu tanaman (Planococcus citri). Gejala: merusak tanaman dengan mengisap cairan dari
pucuk batang dan daun muda. Bagian tanaman yang diisap menjadi kuning dan kering.
Pengendalian: Menggunakan BVR atau Pestona.
b. Tungau (Hemitarsonemus , Paratetranychus). Gejala; mengisap cairan daun muda, daun tua,
pucuk, sehingga tidak normal dan kerdil, daun berguguran. Pengendalian: Menggunakan BVR
atau Pestona.
1. Waktu Penyadapan
Waktu penyadapan yang baik adalah jam 5.00-7.30 pagi dengan dasar pemikirannya:
Jumlah lateks yang keluar dan kecepatan aliran lateks dipengaruhi oleh tekanan turgor sel.
Tekanan turgor mencapai maksimum pada saat menjelang fajar, kemudian menurun bila hari
semakin siang. Pelaksanaan penyadapan dapat dilakukan dengan baik bila hari sudah cukup
terang (Nazaruddin dan Paimin, 1998).
Tanda-tanda kebun mulai disadap adalah umur rata-rata 6 tahun atau 55% dari areal 1 hektar
sudah mencapai lingkar batang 45 Cm sampai dengan 50 Cm. Disadap berselang 1 hari atau 2
hari setengah lingkar batang, denga sistem sadapan/rumus S2-D2 atau S2-D3 hari (Maryadi,
2005).
Waktu bukaan sadap adalah 2 kali setahun yaitu, pada (a) permulaan musim hujan (Juni) dan
(b) permulaan masa intensifikasi sadapan (bulan Oktober). Oleh karena itu, tidak secara otomatis
tanaman yang sudah matang sadap lalu langsung disadap, tetapi harus menunggu waktu tersebut
di atas tiba (Anwar, 2001).
KESIMPULAN
Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah atau
media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa
hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta
manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai
lateks), diperoleh dari getah beberapa jenis tumbuhan pohon karet. Sumber utama lateks yang
digunakan untuk menciptakan karet adalah pohon karet (Hevea brasiliensis Moel.), diperoleh
dengan cara melukai kulit pohon sehingga pohon akan memberikan respons dengan
mengeluarkan getah/lateks.
Persyaratan Tumbuh tanaman karet meliputi Iklim daerah yang cocok untuk tanaman karet
adalah pada zone antara 150 LS dan 150 LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak
terhambat sehingga memulai produksinya juga terlambat (Suhendry, I. 2002).
Suhu yang dibutuhkan untuk tanaman karet 25° C sampai 35 ° C dengan suhu optimal rata-
rata 28° C. Dalam sehari tanaman karet membutuhkan intensitas matahari yang cukup antara 5
sampai 7 jam (Santosa. 2007.).
Curah Hujan tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4.000
mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun demikian, jika sering
hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang (Radjam, Syam. 2009.)
Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m
dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh
tanaman karet (Nazaruddin dan F.B. Paimin. 1998.).
Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet.
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang besar. Tinggi pohon dewasa
mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang
tinggi di atas.
DAFTAR PUSTAKA