Anda di halaman 1dari 22

BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN

Tanaman Karet (Havea brasiliensis)


Paper

Di susun oleh :
Mutiah Fahrurroziana 20160210019
Yogawati Printarani Yahwidhi 20160210022
Zakaria Egam 20160210023
Mitha Apriliana 20160210024

AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingginya nilai ekspor Indonesia dalam komoditi karet berbanding
lurus dengan luasnya perkebunan karet di Indonesia. Berdasarkan data dari
Ditjenbun Deptan menyebutkan bahwa luas perkebunan karet di Indonesia
pada tahun 2011 mencapai 3,4 juta ha, dari nilai tersebut yang berperan
penting dalam menunjang nilai ekspor adalah perkebunan milik rakyat yang
mencapai 85 % dari total semuanya. Hal ini mengindikasikan bahwa betapa
banyaknya masyarakat yang menggantungkan hidupnya dengan
membudidayakan tanaman keras ini.
Peningkatan jumlah perkebunan karet serta peremajaan karet pada
saat ini masih marak dilakukan. Banyak kendala yang dihadapi oleh para
perkebun khususnya perkebun rakyat dalam melakukan penanaman
ataupun peremajaan kebun karet, salah satu kendala yang dihadapi adalah
mahalnya biaya yang dibutuhkan untuk pemeliharaan perkebunan mulai
dari penanaman bibit sampai menuju masa produksi. Dibutuhkan suatu
inovasi yang dapat membantu para perkebun untuk meringankan beban
yang ditanggung. Salah satu solusi yang di ajukan adalah optimalisasi lahan
yang berada dibawah tegakan perkebunan karet yang belum produksi.
Optimalisasi lahan di perkebuan karet belum produksi dapat
dilakukan dengan melihat besarnya potensi lahan dibawah tegakan kebun
karet yang tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Salah satu program
optimalisasi lahannya adalah melakukan sistem tumpangsari. Tumpangsari
adalah penanaman dua atau lebih dari satu jenis tanaman, baik tanaman
semusim dengan tanaman semusim atau tanaman tahunan dengan tanaman
semusim didalam suatu bidang lahan (Pusat Data dan Informasi Pertanian).
Pada perkebunan dataran tinggi ini memiliki potensi untuk ditanam
tanaman karet menurut Basyit, 2018 dapat dikatakan dilereng perbukitan
lebih potensial, memiliki tanah yang tidak terlalu lembab.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman karet (Havea brasiliensis) berasal dari negara Brazil. Tanaman ini
merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Tanaman karet pada
pertama kali hanya tumbuh di Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali-
kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara, di
mana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan; sekarang Asia merupakan
sumber karet alami (Webster, 1989).

A. Taksonomi dan Morfologi Karet


Struktur botani tanaman karet ialah termasuk dalam divisi
spermatophyte, subdivisi angiospermae, kelas dicotyledonae, ordo
euphorbiales, famili euphorbiaceae, genus hevea, dan spesies Havea
brasiliensis. Dalam genus Havea, hanya species Havea brasiliensis Muell Arg.
Yang dapat menghasilkan lateks unggul, dimana sebanyak 90 % karet alam
dihasilkan oleh spesies tersebut. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh
tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter.
Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi.
Di beberapa kebun karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh tanamanya
agak miring kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal
dengan nama lateks. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai
anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun
sekitar 3-10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak
daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis,
memanjang dengan ujung meruncing, tepinya rata dan gundul. Biji karet
terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya ada tiga kadang
enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras.
Warnaya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Sesuai
dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar ini
mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar (Trigiano &
Gray, 1999).
Karet merupakan tanaman berbuah polong (diselaputi kulit yang keras)
yang sewaktu masih muda buahnya berpaut erat dengan rantingnya. Buah karet
dilapisi oleh kulit tipis berwarna hijau dan didalamnya terdapat kulit yang keras
dan berkotak. Tiap kotak berisi sebuah biji yang dilapisi tempurung, setelah tua
warna kulit buah berubah menjadi keabu-abuan dan kemudian mengering. Pada
waktunya pecah dan jatuh, bijinya tercampak lepas dari kotaknya. Tiap buah
tersusun atas dua sampai empat kotak biji. Pada umumnya berisi tiga kotak biji
dimana setiap kotak terdapat satu biji. Tanaman karet mulai menghasilkan buah
pada umur lima tahun dan akan semakin banyak setiap pertambahan umur
tanaman (Woelan et al., 2000).
B. Syarat Tumbuh
Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk
tanaman karet adalah pada zona antara 15° LS dan 15° LU. Bila ditanam di luar
zona tersebut, pertumbuhannya agak lambat, sehingga memulai produksinya
pun lebih lambat. Curah hujan tahunan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman
karet tidak kurang dari 2.000 mm. Optimal antara 2.500-4000 mm/tahun, yang
terbagi dalam 100-150 hari hujan. Pembagian hujan dan waktu jatuhnya hujan
rata-rata setahunnya mempengaruhi produksi. Daerah yang sering mengalami
hujan pada pagi hari produksinya akan kurang. Keadaan iklim di Indonesia yang
cocok untuk tanaman karet ialah daerah-daerah Indonesia bagian barat, yaitu
Sumatera, Jawa dan Kalimantan, sebab iklimnya lebih basah (Suwarto, 2012).
Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yakni pada ketinggian
sampai 200 meter di atas permukaan laut. Makin tinggi letak tempat,
pertumbuhannya makin lambat dan hasilnya lebih rendah. Ketinggian lebih dari
600 meter dari permukaan laut tidak cocok untuk tanaman karet. Angin juga
mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Angin yang kencang pada musim-
musim tertentu dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman karet yang
berasal dari klon-klon tertentu yang peka terhadap angin kencang (Suwarto,
2012).
Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih
mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini
disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman
karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan
sifat fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman
karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut dengan
kedalaman kurang dari 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup
baik terutama struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan
drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan
haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya
terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH
3,0 - 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH <3,0 dan pH > 8,0. Sifat-sifat tanah yang
cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara lain :
1. Solum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas
2. Aerase dan drainase cukup
3. Tekstur tanah remah, porous dan dapat menahan air
4. Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir
5. Tanah bergambut tidak lebih dari 2 m
6. Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro
7. Reaksi tanah dengan pH 4,5-pH 6,5
8. Kemiringan tanah <16% dan permukaan air tanah <100 cm.
(Anwar, 2006).

C. Persiapan Bahan Tanam


Kegiatan pemuliaan karet di Indonesia telah banyak menghasilkan klon-
klon karet unggul sebagai penghasil lateks dan penghasil kayu. Pada Lokakarya
Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2005, telah direkomendasikan klon-klon
unggul baru generasi-4 untuk periode tahun 2006 – 2010, yaitu klon: IRR 5,
IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 104, IRR 112, dan IRR 118. Klon IRR 42 dan
IRR 112 akan diajukan pelepasannya sedangkan klon IRR lainnya sudah dilepas
secara resmi. Klon-klon tersebut menunjukkan produktivitas dan kinerja yang
baik pada berbagai lokasi, tetapi memiliki variasi karakter agronomi dan sifat-
sifat sekunder lainnya.
Hal yang paling penting dalam penanaman karet adalah bibit/bahan
tanam, dalam hal ini bahan tanam yang baik adalah yang berasal dari tanaman
karet okulasi. Persiapan bahan tanam dilakukan paling tidak 1,5 tahun sebelum
penanaman. Dalam hal bahan tanam ada tiga komponen yang perlu disiapkan,
yaitu: batang bawah (root stoct), entres/batang atas (budwood), dan okulasi
(grafting) pada penyiapan bahan tanam. Persiapan batang bawah merupakan
suatu kegiatan untuk memperoleh bahan tanam yang mempunyai perakaran
kuat dan daya serap hara yang baik. Untuk mencapai kondisi tersebut,
diperlukan pembangunan pembibitan batang bawah yang memenuhi syarat
teknis yang mencakup persiapan tanah pembibitan, penanganan benih,
perkecambahan, penanaman kecambah, serta usaha pemeliharaan tanaman di
pembibitan Untuk mendapatkan bahan tanam hasil okulasi yang baik diperlukan
entresyang baik, pada dasarnya mata okulasi dapat diambil dari dua sumber,
yaitu berupa entres cabang dari kebun produksi atau entres dari kebun entres.
Dari dua macam sumber mata okulasi ini sebaiknya dipilih entres dari kebun
entres murni, karena entres cabang akan menghasilkan tanaman yang
pertumbuhannya tidak seragam dan keberhasilan okulasinya rendah. Okulasi
merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman yang dilakukan dengan
menempelkan mata entres dari satu tanaman ke tanaman sejenis dengan tujuan
mendapatkan sifat yang unggul. Dari hasil okulasi akan diperoleh bahan tanam
karet unggul berupa stum mata tidur, stum mini, bibit dalam polibeg, atau stum
tinggi. Untuk tanaman karet, mata entres ini yang merupakan bagian atas dari
tanaman dan dicirikan oleh klon yang digunakan sebagai batang atasnya
(Azwar, 2000).
Menurut Azwar (2000) penanaman bibit tanaman karet harus tepat
waktu untuk menghindari tingginya angka kematian di lapang. Waktu tanam
yang sesuai adalah pada musim hujan. Selain itu perlu disiapkan tenaga kerja
untuk kegiatan-kegiatan untuk pembuatan lubang tanam, pembongkaran,
pengangkutan, dan penanaman bibit. Bibit yang sudah dibongkar sebaiknya
segera ditanam dan tenggang waktu yang diperbolehkan paling lambat satu
malam setelah pembongkaran.
D. Persiapan Lahan
1. Lahan Baru
Menurut Azwar (1998) untuk pembukaan lahan baru hal pertama yang harus
dilakukan adalah penebangan pohon yang ada pada lahan. Setelah itu,
melakuakn pembersihan rumput yang ada dan kemudian lahan dibajak
dengan traktor atau penggarpuan/pencangkulan dilakukan 3 kali, dengan
tenggang waktu 1 bulan, setelah pembajakan ke 3 lahan dibiarkan 2 minggu
baru digaru.
2. Peremajaan (Replanting)
Peremajaan tanaman karet dilakukan pada kebun-kebun karet yang
pohonnya sudah tidak berproduksi dengan baik. Tahapan replanting yaitu
penebangan dilakukan dengan menumbangkan pohon karet tua secara
bertahap. Kayu-kayu hasil penebangan kemudian dipotong-potong dengan
panjang sesuai yang dibutuhkan pabrik serta untuk memudahkan
pengangkutan. Kayu hasil penebangan yang diangkut ke pabrik pengolahan
kayu adalah kayu-kayu yang mempunyai diameter diatas 10 cm. Kemudian
melakukan pemancangan untuk rencana perumpukan. Lebar rumpukan
adalah 4 meter dan panjang sesuai kebutuhan. Kemudian dilakukan
pembajakan yang ke-I dengan menggunakan traktor dengan kedalaman 20-
30 cm. Lalu melakukan pengayapan yang ke-I dengan mengumpulkan
seluruh akar yang berdiameter lebih besar 1 cm dan dikumpulkan di atas
tunggul. Setelah itu, melaksanakan pembajakan yang ke-2 dan pengayapan
yang ke-2 dengan kriteria sama seperti pembajakan yang ke-I dan
pengayapan yang ke-I. Kemudian melaksanakan penggaruan yang ke-1
yang bertujuan untuk meratakan tanah dari hasil pembajakan sebelumnya
kemudian lakukan pengayapan 3, pastikan semua tanah hancur dan rata.
Terakhir adalah melakukan penggaruan yang ke 2 dengan langkah yang
sama seperti penggaruan ke-1 (Azwar, 1998).
3. Pemancangan
Pemancangan bertujuan untuk menandai tempat lubang tanam, dengan
ketentuan jarak tanam pada areal lahan yang relatif datar/landai (kemiringan
antara 0-10 %) jarak tanam adalah 6 m x 3 m (±550 lubang tanam/hektar)
berjarak 6 m mengikuti arah timur ke barat dan arah utara-selatan berjarak
3 m. Pada areal lahan yang mempunyai kemiringan 10-25 % maka
menggunakan sistem pola tanam menurut kontur (teras bersambung) untuk
mengendalikan erosi. Cara pengajiran pada pola tanam kontur yaitu
menentukan ajir teras bersambung dan memasang ajir dengan jarak tanam
3 m pada teras yang dibuat (Azwar, 1998).
4. Pembuatan Lubang Tanam
Ukuran lubang tanam bergantung pada bentuk bibitnya. Untuk stum mata
tidur, stum mini, dan bibit polibeg menggunakan ukuran panjang, lebar, dan
tinggi berturut-turut 40 cm, 40 cm dan 40 cm. Sedangkan untuk stum tinggi
masing-masing panjang, lebar dan tingi adalah 60 cm, 60 cm dan 60 cm.
Pada waktu penggalian lubang tanam diusahakan topsoil dipisahkan dari
subsoil dengan cara meletakkan disebelah kanan dan kiri lubang. Kemudian
lubang tanam dibiarkan 1 bulan lebih (Azwar, 1998).
E. Penanaman
Bila menggunakan stum mata tidur dan stum mini, mata okulasi harus
sudah membengkak/mentis dan jika menggunakan bibit dalam polibeg, dan
teratas harus dalam keadaan tua. Penanaman dilakukan dengan memasukkan
bibit ke tengah-tengah lubang, kemudian ditimbun dengan subsoil dan topsoil.
Bila menggunakan bahan tanam stum mata tidur, stum mini, dan stum tinggi,
pemadatan tanah dilakukan secara bertahap sehingga timbunan menjadi padat
dan kompak. Lubang tanam diisi tanah sampai penuh dan dipadatkan sampai
permukaannya rata dengan sekelilingnya. Bila menggunakan bibit dalam
polibeg, pemadatan tanah di sekeliling cukup dilakukan dengan tangan tanpa
diinjak (Madjid, 1974).
Penanaman tanaman penutup tanah (cover crop) berfungsi dalam
pengendalian gulma, peningkatan kesuburan tanah dan dapat sebagai
konservasi tanah. Tanaman penutup tanah yang biasa ditanam di area
perkebunan karet yaitu Puecaria javanica, Colopogonium moconoides dan
Centrosema fubercens. Penanaman dapat diatur setelah tanah diolah dan di
bersihkan, jumlah bibit yang ditanam 15 – 20 Kg/Ha dengan perbandingan 1 :
5 : 4 antara Puecaria javanica, Colopogonium moconoides dan Centrosema
fubercens (Madjid, 1974).
F. Pemeliharaan
1. Penyulaman
Bibit yang baru ditanam selama tiga bulan pertama setelah tanam diamati
terus menerus. Tanaman yang mati segera diganti. Klon tanaman untuk
penyulaman harus sama. Penyulaman dilakukan sampai umur 2 tahun.
Penyulaman setelah itu dapat berkurang atau terlambat pertumbuhannya
(Madjid, 1974).
2. Pemotongan Tunas Palsu
Tunas palsu dibuang selama 2 bulan pertama dengan rotasi 1 kali 2 minggu,
sedangkan tunas liar dibuang sampai tanaman mencapai ketinggian 1,80
meter (Madjid, 1974).
3. Merangsang Percabangan
Bila tanaman 2 – 3 tahun dengan tinggi 3,5 meter belum mempunyai cabang
perlu diadakan perangsangan dengan cara pengeringan batang (ring out),
pembungkusan pucuk daun (leaf felding), penanggalan (tapping) (Madjid,
1974).
4. Pemupukan
Pemupukan dilakukan 2 kali setahun yaitu menjelang musim hujan dan
akhir musim kemarau, sebelumnya tanaman dibersihkan dulu dari
rerumputan dibuat larikan melingkar selama – 10 Cm. Pemupukan pertama
kurang lebih 10 Cm dari pohon dan semakin besar disesuaikan dengan
lingkaran tajuk (Madjid, 1974).

Dosis (gram/pohon)

Umur
Urea Rock MOP Kleresit
(Bulan)
Pospat

Pupuk
dasar - 200 - -
2–3 75 150 50 50
7–8 75 150 50 50
12 100 175 62 50
18 100 175 62 50
24 250 400 150 100
36 275 400 200 100
48 300 400 200 100
5. Pemeliharaan Tanaman Penutup Tanah
Tabel Waktu Dosis dan Cara Pemupukan Tanaman Penutup Tanah
Waktu Dosis Cara Pemberian

Saat tanam 20 Kg Fospat Dicampur dan ditabur


alam atau sesuai bersama-sama dengan
dengan berat bibit biji..

Umur 3 bulan 200 – 300 fosphat diatur dan ditabur, di


alam setiap hektar atur Leguinosa

G. Teknik Pengendalian Hama dan Penyakit


1. Hama
a. Kutu Lak (Laccifer)
Ciri-ciri, menyerang tanaman karet dibawah 6 tahun, kutu berwarna
jingga kemerahan dan terbungkus lapisan lak dan mengeluarkan cairan
madu, membuat jelaga hitam dan bercak pada tempat serangan. Bagian
yang diserang ranting dan daun lalu cairannya dihisa
sehingga bagian tanaman yang terserang kering. Penyebaran kutu lak
dibantu semut gramang (Madjid, 1974).
Pengendalian :
Melakukan pengawasan sedini mungkin. Bila serangan ringan lakukan
pengendalian secara mekanais, Fisik dan Biologis Bila serangan berat,
dengan Insektisida Albocinium 2% dan formalin 0,15% ditambah
Surfaktan Citrowet 0,025%, penyemprotan interval 3 mg.
b. Pscudococcus citri
Ciri-ciri, stadia yang merusak adalah nympha dan imago berwarna
kuning muda. Meyerang tanaman yang masih muda seperti ranting dan
tangkai daun (Madjid, 1974).
Pengendalian :
Bila serangan berat bisa menggunakan Insektisida jenis metamidofos
dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 0,05%-0,1%. Interval
penyemprotan 1-2 mg
2. Penyakit
a. Penyakit Embun Tepung.
Penyebabnya adalah Cendawan Oidium heveae. Gejalanya, menyerang
daun muda lalu berbintik putih dan merangas. Umumnya menyerang
setelah musim gugur daun. Pengendaliannya dapat dilakukan secara
mekanis dengan menanam klon yang sesuai. pemeliharaan yang
intensif, penyelarasan beban sadapan Secara kimiawi dengan belerang
circus dosis 3 – 5 Kg/Ha interval 3 – 5 hari (Anwar, 2006).
b. Penyakit Daun Colletotrichum
Penyebabnya adalah Colletotrichum gloeosporioides yang
penyebarannya dibantu oleh angin dan hujan. Gejalanya, daun muda
cacat dan gugur, pucuk gundul daun bercak coklat, ditengah bercak
berwarna putih bintik hitam (spora). Pengendaliannya dengan fungisida
(Anwar, 2006).
c. Penyakit Kanker garis.
Penyebabnya adalah Phytophthora palmivora butl, dengan gejala
bidang sadapan terdapat garis vertikal berwarna hitam dan bisa masuk
sampai kebagian kayu dan kulit membusuk. Banyak timbul dimusim
penghujan dan kebun yang terlampau lembab. Makin rendah irisan,
kemungkinan infeksi makin besar. Pengendaliannya dapat dilakukan
secara mekanis penjarangan pemangkasan pelindung, penanaman
penutup tanah dan secara Kimiawi dengan Fungisida (B.a. Kaptofol)
(Anwar, 2006).
d. Penyakit Jamur Upas
Penyebabnya adalah Cortisium salmonicolor, dengan gejala tajuk pada
dahan / cabang akan layu sehingga tanaman lemah dan produksi turun.
Pengendaliannya dapat dilakukan secara kimiawi dengan cara melumasi
luka akibat serangan penyakit dengan fungisida bahan aktif tridermof
(Calizin Rm 2%) (Anwar, 2006).
e. Penyakit Bidang Sadapan
Penyebabnya adalah Ceratocystis fimbriata, dengan gejala pada kulit
bidang sadapan timbul selaput benang berwarna putih kelabu lalu
penyebaran melalui spora dan pisau sadap. Pengendalian dapat
dilakukan secara mekanis dengan mengurangi kelembaban dan secara
kimiawi dengan Fungisida bahan aktif benomil dan Kaptofol (Anwar,
2006).
f. Penyakit Cendawan Akar putih.
Penyebabnya adalah cendawan Fomes lignosu, dengan gejala daun
kusam, menguning, layu dan akhirnya gugur. Tanaman bila dibongkar
pada akar terdapat cendawan berwarna putih kekuningan.
Pengendaliannya dapat dilakukan secara mekanis saat pembukaan lahan
tunggul dan akar harus dibongkar. Penanaman 1-2 tahun setelah
pembongkaran. Tanaman sakit dibongkar lalu dibakar. Secara kimiawi
akar yang terserang dipotong lalu diolesi fungisida (Anwar, 2006).

H. Panen dan Pascapanen


Pemungutan hasil tanaman karet disebut penyadapan karet. Penyadapan
karet (menderes, menoreh, tapping) adalah mata rantai pertama dalam proses
produksi karet. Penyadapan dilaksanakan pada umur pohon karet rata-rata 6
tahun atau 55% dari areal 1 hektar sudah mencapai lingkjar batang 45 Cm
sampai dengan 50 Cm. Penyadapan dilakukan di kebun produksi dengan
menyayat atau mengiris (saat ini juga menusuk) kulit batang dengan cara
tertentu, dengan maksud untuk memperoleh getah atau yang disebut sebagai
lateks. Kulit batang yang disadap adalah modal utama untuk berproduksinya
tanaman karet. Kesalahan dalam penyadapan akan membawa akibat akibat yang
sangat merugikan baik bagi pohon itu sendiri maupun bagi produksinya
(Anwar, 2006).
Untuk menampung lateks yang keluar dari pembuluh lateks dan
mengalir pada saluran lateks diperlukan mangkok. Pada saat ini penyadapan
menggunakan mangkok dari bermacam-macam bahan seperti alumunium, arnit,
gelas, plastik, porselin yang diglasir atau bahan lainnya.
Pengumpulan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan. Lateks
dari mangkok dituangkan ke dalam ember pemupul dengan menggunakan
spatel. Bila lateks dalam ember pemupul telah penuh kemudian dipindahkan ke
dalam ember pengumpul, dan selanjutnya dibawa ke tempat pengumpulan hasil
(TPH) atau langsung ke pabrik (Setyamidjaja, 1993).
Ada beberapa alat yang digunakan dalam pengolahan karet alam. Alat-
alat ini tidak semuanya digunakan dalam pengolahan setiap jenis karet. Ada alat
yang hanya digunakan untuk pembuatan jenis karet tertentu saja. Selain alat,
juga banyak digunakan bahan dalam pengolahan karet alam (Tim Penulis PS,
2008). Beberapa peralatan yang digunakan di pabrik karet untuk mengolah
lateks sebagai berikut :
1. Mesin penggiling
2. Tangki koagulasi
3. Ruang pengering
4. Ruang pengasapan
Bahan-bahan untuk pengolahan karet di sini dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu bahan kimia dan bahan nonkimia. Beberapa bahan kimia yang
digunakan di dalam pengolahan lateks sebagai berikut :
1. Bahan pembeku
2. Bahan pengelantang
3. Bahan vulkanisasi
4. Bahan pemercepat dan penggiat reaksi
5. Bahan antioksidan dan antiozonan
6. Bahan pelunak
7. Bahan pengisi
8. Bahan peniup
9. Bahan pencegah pravulkanisasi
10. Bahan pewangi

Bahan nonkimia yang sangat diperlukan dalam pengolahan karet


adalah air dan kayu bakar (Setiawan dan Andoko, 2005).

Pada dasarnya prinsip pengolahan karet remah adalah meremahkan dan


mengeringkan karet. Dalam rangkaian proses peremahan karet diperlukan air
untuk pencucian kotoran yang terdapat dalam bahan baku (Tim Penulis PS,
2008).
III. HASIL OBSERVASI

A. Teknologi Budidaya

1. Penyiapan lahan/pengolahan
a. Pembersihan lahan
Pembersihan lahan dilakukan dengan Cara membersihan gulma dan
ranting-ranting yang mengganggu tanaman karet nantinya yang akan di tanam
dilahan tersebut, hal tersebut dapat dilakukan dengan cara yang manual seperti
pembersihan gulma menggunakan sabit dan cangkul.
Karena lahan bapak Rudianto ini tidak berada di satu area tetapi terpisah-
pisah dalam 4 tempat HKO yang diperkejakan pada lahan tersebut sekitar 1-2
orang dalam 1 lahan dengan jangka waktu pekerjaan sekitar 10 hari.
b. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah pada budidaya tanaman karet milik pak Rudianto dengan
cara menngemburkan lahan menggunakan traktor dan cangkul. Dengan HKO
yang dikerjakan 2 orang dengan janggka waktu 10 hari.
c. Bahan tanam
Bahan tanam yang digunakan oleh bapak Rudianto merupakan bibit
yang sudah distek dengan jenis PB 260,bapak Rudianto membeli bibit ksret
tersebut dari PTP Sembawa Palembang. Dalam satu sengah hektar bapak
Rudianto membutuhkan 500-600 bibit karet yang sudah distek. Untuk harga
bibit karet jenis PB 260 ini bapak Rudianto membeli dengan harga Rp. 7000-
7500/batang.
d. Penanaman dan sistem tanam
Jarak tanam untuk tanaman karet bapak Rudianto menggunakan jarak
tanam sekitar 3×4 meter karena keadaan lahan yang berbukit dan terasering.
Tetapi untuk lebih efektif berukuran 4×4 untuk lahan yang datar. Pola tanam
dan sistem tanam yang digunakan dalam menanam karet ini yaitu tumpangsari
dengan tanaman pangan seperti kacang panjang, kedelai padi dan apabila bibit
tanaman karet sudah tinggi bisa ditanami jagung. Dengan sistem tanam sejajar.
Waktu tanam dilakukan pada awal musim penghujan dan belum banyak
curah hujan karena apabila terlalu banyak curah hujan akan mengakibatkan
busuk batang pada bagian stek, apabila awal penanaman dilakukan pada musim
kemarau akan mempengaruhi pertumbuhannya tanaman karet sendiri. Dalam
penanam sendiri HKO yang diperlukan 2-4 orang dalam 4 lahan yang berbeda.
e. Pemeliharaan
f. Pengairan
Pengairan yang dilakukan pada tanaman karen tergantung pada curah
hujan, karena dalam budidaya tanaman karet ini tidak diperlukan penyiraman
secara rutin.
g. Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan pada umur 2 tahun di ambil sekitar 2-2.5 meter,
bertujuan agar cabang dan daunnya banyak karena banyaknya cabang dan daun
berpengaruh pada produksi karetnya banyaki. Dilakukan pemangkasan juga
agar kulit tanaman karet lebih tebal. Pamangkasan dilakukan dengan manual
menggunakan gergaji dan sabit. HKO yang diperkejakan 1 orang.
h. Pemupukan
Pemupukan dilakukan pada umur 3-4 tahun tetapi yang paling efektif yaitu
setiab bulan setelah hujan. Pupuk yang digunakan yaitu NPK mutiara karena
efektif sekali dan untuk pertumbuhan awal sangat bangus, dengan dosis 1-2
sendok makan, sedikit tetapi berpengaruh besar pada pertumbuha tanaman
karet yang sangat bagus. Digunakan juga pupuk organik yaitu kotoran ayam
tetapi untuk awal pertumbuha tidak terlalu berpengarug atau efektif untuk
pertumbuhan tanaman karet. Tatapi apabila tanaman laret sudah produktif
pemberian pupuk kandang ini akan efektif pada umur 5 tahun keatas. Untuk
dosis pupuk kandang sendiri diberikan 1 karung dengan menggunakan media
kulit padi pupuk kandang untuk 1 pohon karet dengan cara melubangi secara
memutar disekitar setengah meter dari tanaman karet. Karena apabila pupuk
kandang diberikan tepat di pohon karetnya akan mengakibatkan tumbuh jamur
pada panggal batang dan rayab mengakibatkan busuk batang. Pemupukan
hanya memerlukan HKO 1 orang.
i. Pengendalian OPT
Dalam budidaya tanaman karet ini tidak ada hama yang menyerang, tetapi
ada penyakit yang Pak Rudianto sebut dengan jamur akar, apabila tanaman
karet sudah terserang jamur akar tanaman karet akan mati dan jika tidak segera
dibrantas akan merembet atau menyebar ketanaman karet yang lain.
Jika jamur akar ini sudah tidak bisa dikendalikan lagi lubangi atau dibikin
parut sekitar tanaman karet secara memutar agar akar yang terserang tanaman
karet tidak menyentuh akar karet yang lainnya.
Pengendaliannya menggunakan antrakol, dolomit dan untuk
mengatasinya menggunakan kapur. Dengan cara disebarkan disekitar tanaman
karet yang terserang jamur akar.
j. Panen
Pemanenan dapat dilakukan pada umur 6-7 tahun, Kriteria karet yang
bagus pada saat dipanen yaitu tidak bercampur dengan air, kotoran seperti
daun, pengentalannya secara alami, dan warnanya putih.
Cara memanen karetnya sendiri dengan memberi luka memutar pada
batang tanaman karet dengan menggunakan pisau kusus (pisau sadap) dan
untuk menampung karet menggunakan mangkuk kecil.
Hasil dari 500-600 batang karet dikumpulkan selama 2 bulan sebanyak
2-5 kuintal karet. Langsung dijual pada toke-toke yang datang ke rumah Bapak
Rudianto.
k. Analisis Usaha Tani

HARGA/
URAIAN VOLUME SATUAN JUMLAH
SATUAN
Lahan 1.5 hektar - -
A. Bahan :
Benih atau Bibit 600 batang Rp. 8000/ batang Rp. 4800000
B. Pupuk :
NPK Mutiara 200 kg Rp. 490000/ 50 kg Rp. 1960000
C. Pestisida
Fungisida (Antacol) 1 kg Rp. 120000/ kg Rp. 120000
D. Alat :
Cangkul 2 unit Rp. 55000/ unit Rp. 110000
Sprayer 1 unit Rp. 215000/ unit Rp. 215000
Pisau Sadap 8 unit Rp. 25000/ unit Rp. 200000
Mangkok 600 unit Rp. 700/ unit Rp. 420000
E. Tenaga Kerja
Pengolahan Tanah 4 HKO RP. 30000/ HKO Rp. 120000
Penanaman 1 HKO RP. 30000/ HKO Rp. 30000
Pemeliharaan :
- Pemupukan 4 HKO RP. 30000/ HKO Rp. 120000
- Penyulaman 4 HKO RP. 30000/ HKO Rp. 120000
- Penyiangan 4 HKO RP. 30000/ HKO Rp. 120000
- Pembubunan 4 HKO RP. 30000/ HKO Rp. 120000
- Penyemprotan 1 HKO RP. 30000/ HKO Rp. 30000
Panen 4 HKO RP. 30000/ HKO Rp. 120000
Pasca Panen 1 HKO RP. 30000/ HKO Rp. 30000
TOTAL Rp. 8635000

l. Pembahasan

Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan lateks yang
banyak jika diperhatikan syarat-syarat tumbuh dan lingkungan yang diinginkan
tanaman ini. Apabila tanaman karet ditanam pada lahan yang tidak sesuai dengan
habitatnya maka pertumbuhan tanaman akan terhambat. Lingkungan yang kurang
baik juga sering mengakibatkan produksi lateks menjadi rendah. Sesuai habitat
aslinya di Amerika Selatan, terutama Brazil yang beriklim tropis, maka karet juga
cocok ditanam di Indonesia, yang sebagian besar ditanam di Sumatera dan
Kalimantan. Akan tetapi, tanaman karet milik bapak Rudianto ditanam pada dataran
rendah yaitu di daerah Mangunan, Yogyakarta. Tanaman karet milik bapak tersebut
dapat tumbuh dengan baik karena faktor lingkungan yang mendukung, tetapi hasil
produksi tidak sebaik pada daerah Sumatra dan Kalimantan.
Pada saat awal penanaman, bapak Rudianto menanam bibit tanaman karet
yang sudah di okulasi. Hal ini sesuai dengan GAP (Good Agriculture Practices),
tujuan dilakukan okulasi adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan
perkembangan tanaman karet. Okulasi adalah menempelkan mata tunas suatu
tanaman ke tanaman lain, sehingga keduanya menjadi satu tanaman baru. Okulasi
karet biasanya dilakukan apabila tanaman karet sudah berumur 8- 18 bulan.
Ada dua jenis penanaman karet, yaitu penanaman baru (newplanting) dan
peremajaan (replanting). Newplanting adalah usaha penanaman karet di areal yang
belum pernah dipakai untuk budi daya karet. Sementara itu, replanting adalah usaha
penanaman ulang di areal karet karena tanaman lama sudah tidak produktif lagi.
Sedangkan, bapak Rudianto menanam tanaman karet dengan jenis penanaman baru.
Oleh karena itu, diperlukan pengolahan lahan dengan cara membabat pepohonan
yang tumbuh. Tentunya, pada newplanting jenis pohon yang tumbuh di areal
relatif banyak dengan ketinggian dan diameter batang beragam. Pada awal
penanaman tanaman karet bapak Rudianto menggunakan sistem tumpang sari
dengan jarak tanam antara tanaman karet 3 x 4 meter. Sedangkan menurut GAP,
sebaiknya tanaman karet ditanam pada jarak tanam 3 x 7 meter dan apabila
menggunakan sistem tumpangsari aka jarak tanam diusahakan jangan terlalu dekat
agar tidak terjadi perebutan unsur hara antar tanaman. Dalam penanaman dengan
sistem tumpangsari umumnya para petani karet menggunakan jarak tanam pagar.
Artinya, tanaman tumpangsari berfungsi sebagai pagar atau mengapit tanaman
utama. Dalam cara ini jarak tanam dalam barisan dibuat rapat dan jarak tanam antar
barisan renggang. Cara seperti ini memungkinkan tanaman mendapat sinar
matahari secara optimal.
Cara pemupukan tanaman karet bapak Rudianto pada masa produksi sampai
dengan masa sebelum produksi sesuai dengan GAP, yaitu pupuk dimasukkan ke
dalam lubang yang digali melingkar dengan jarak 1 – 1,5 meter dari pohon. Bisa
juga pupuk dimasukkan ke dalam alur berbentuk garis di antara tanaman dengan
jarak 1,5 meter dari pohon. Sehingga, unsur hara pada pupuk dapat terserap dengan
sempurna oleh tanaman. Sebelum pemupukan dilakukan, harus dipastikan tanah
sudah bebas dari gulma. Jenis pupuk yang digunakan oleh bapak Rudianto adalah
pupuk majemuk NPK Mutiara, sehingga dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan
unsur hara tanaman karet.
Pada tanaman karet milik bapak Rudianto terdapat penyakit cendawan akar
putih. Penyebabnya adalah cendawan Fomes lignosu, dengan gejala daun kusam,
menguning, layu dan akhirnya gugur. Tanaman bila dibongkar pada akar terdapat
cendawan berwarna putih kekuningan. Pengendaliannya dapat dilakukan secara
mekanis saat pembukaan lahan tunggul dan akar harus dibongkar. Namun, beliau
mengendalikannya dengan langkah awal pemberian dolomit pada sekitar akar yang
terinfeksi. Apabila sudah parah maka diberikan fungisida Antracol.
IV. PENUTUP

Kesimpulan
Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis dan dapat tumbuh optimal di
dataran rendah, yakni pada ketinggian sampai 200 meter di atas permukaan laut.
Makin tinggi letak tempat, pertumbuhannya makin lambat dan hasilnya lebih
rendah. Waktu tanam dilakukan pada awal musim penghujan dan belum banyak
curah hujan karena apabila terlalu banyak curah hujan akan mengakibatkan busuk
batang pada bagian stek, apabila awal penanaman dilakukan pada musim kemarau
akan mempengaruhi pertumbuhannya tanaman karet sendiri. Sesuai habitat aslinya
yang beriklim tropis, maka karet juga cocok ditanam di Indonesia, yang sebagian
besar ditanam di Sumatera dan Kalimantan. Akan tetapi, tanaman karet milik bapak
Rudianto ditanam pada dataran rendah yaitu di daerah Mangunan, Yogyakarta.
Sehingga tanaman karet milik bapak rudianto dapat tumbuh dengan baik karena
faktor lingkungan yang mendukung, tetapi hasil produksi tidak sebaik pada daerah
Sumatra dan Kalimantan.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairil. 2006. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Makalah pada
pelatihan “Tekno Ekonomi Agribisnis Karet”. Tanggal 18 Mei 2006 di
Jakarta. PT. FABA Indonesia Konsultan.
Azwar R, I. Suhendry. 1998. Kemajuan pemuliaan karet dan dampaknya terhadap
peningkatan produktivitas. Pros. LokakaryaPemuliaanKaret 1998 dan
Diskusi Nas. Prospek Karet Alam Abad 21; Medan, 8 - 9 Desember.
Medan : Puslit Karet.

Madjid A. 1974. Bahan tanam karet unggul untuk peremajaan. Menara


Perkebunan 42(5) : 267-269.

Suwarto. 2012. 12 Budidaya Tanaman Perkebunan Unggulan. Penebar Swadaya.


Bogor. 260 hal.
Trigiano RN., DJ. Gray. 1999. Plant Tissue Concepts and Laboratory rocedures,
2nd edition, CRC Press: 87-96; 119-124.

Webster CC. 1989. Propagation. plantingandprwling. In : Webster CC. Baulkwill


WJ, editors. Rubber. Singapore : Longman Singapore Publishers (Pte)
Ud.

Woelan S.. R. Azwar R. 1. Suhendry. Aidi-Daslin. and MI Lasminingsih. 2000.


Agronomie characteristics of IRR series rubber clones. Proe. Indonesian
Rubb. Con.f. and IRRDB Symp; Bogor. 12-14 Sept 2000. Bogor: Ind
Rubb Res Inst.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai