Anda di halaman 1dari 22

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan yang penting sebagai

sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah.

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam famili Euphorbiacea, disebut

dengan nama lain rambung, getah, gota, kejai ataupun hapea. Upaya peningkatan

produktivitas tanaman tersebut terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi

budidaya dan pasca panen .

Apabila tanaman karet ditanam pada lahan yang tidak sesuai dengan habitatnya

maka pertumbuhan tanaman akan terhambat. Lingkungan yang kurang baik juga

sering mengakibatkan produksi lateks menjadi rendah. Agar tanaman karet dapat

tumbuh dengan baik dan menghasilkan lateks yang banyak maka perlu diperhatikan

syarat-syarat tumbuh dan lingkungan yang diinginkan tanaman ini. Sesuai habitat

aslinya di Amerika Selatan, terutama Brazil yang beriklim tropis, maka karet juga

cocok ditanam di Indonesia, yang sebagian besar ditanam di Sumatera Utara dan

Kalimantan.

Syarat tumbuh tanaman karet memerlukan kondisi-kondisi tertentu yang

merupakan syarat hidupnya. Syarat hidup tersebut harus dipenuhi agar pertumbuhan

tanaman dan produksi lateks tinggi. Membangun kebun karet diperlukan teknologi

budidaya karet yang mencakup beberapa kegiatan yaitu syarat tumbuh tanaman karet,

17
klon-klon rekomendasi, bahan tanam/bibit, pemeliharaan tanaman, pemupukan,

pengendalian hama/ penyakit dan penyadapan/panen.

B. Tujuan

Tujuan dilaksanakannya praktikum antara lain :

1. Mengetahui pengelolaan tanah untuk tanaman karet di kebun karet PT

Perkebunan Nusantara IX Krumput-Banyumas.

2. Mengetahui tipe teras yang bisa digunakan pada lahan tanaman karet di kebun

karet PT Perkebunan Nusantara IX Krumput-Banyumas.

3. Mengetahui syarat tumbuh tanaman karet di kebun karet PT Perkebunan Nusantara

IX Krumput-Banyumas.

18
II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman karet dapat tumbuh baik dan berproduksi tinggi pada kondisi iklim

sebagai berikut, yaitu didataran rendah sampai dengan ketinggian 200 m diatas

permukaan laut, suhu optimal 28. Bila ditanam diluar zone tersebut, pertumbuhannya

agak lambat, sehingga memulai produksinya pun lebih lambat (Setyamidjaja, 1999).

Tanah yang dikehendaki adalah bersolom dalam, jeluk lapisan padas lebih dari 1 m,

permukaan air tanah rendah yaitu 1 m. Sangat toleran terhadap keasaman tanah, dapat

tumbuh pada hingga 8,0 (Sianturi, 2001). Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai

jenis tanah, baik pada tanah-tanah vulkanis muda ataupun vulkanis tua, aluvial dan

bahkan tanah gambut. Tanah-tanah vukanis umumnya memiliki sifat-sifat fisika yang

cukup baik, terutama dari segi struktur, tekstur, solom, kedalaman air tanah, aerase,

dan drainasenya (Setyamidjaja, 1999).

Tanaman karet merupakan pohon yang tingginya dapat mencapai 25 meter

dengan diameter batang cukup besar. Batang karet pada umumnya tumbuh lurus

keatas dengan percabangan dibagian atas. Batang tanaman ini mengandung getah

yang dikenal dengan nama lateks. Dari penampang melintang batang pohon karet

dapat dilihat bagian tengah sampai lapisan terluar terdiri atas bagian kayu, kambium,

kulit lunak, kulit keras, dan lapisan gabus. Dalam kulit lunak terdapat suatu deretan

pembuluh tapis yang vertikal yang mengandung karbohidrat hasil fotosintesis. Daun

karet terdiri dari tangkai utama sepanjang 3 – 20 cm dan tangkai anak daun sepanjang

3 – 10 cm dengan kelenjar diujungnya. Setiap daun karet biasanya terdiri dari tiga

19
anak daun yang berbentuk elips memanjang dengan ujung runcing. Daun karet

berwarna hijau dan menjadi kuning atau merah menjelang rontok. Tanaman ini

temasuk tanaman berkeping dua (dikotiledon) dan memiliki akar tunggang (Riyanto

et al., 2013). Menurut Martiansyah (2010), pohon karet berbunga pada umur 5 – 6

tahun, bunga karet terdiri atas bunga jantan dan bunga betina. Kepala putik yang akan

dibuahi berjumlah 3 buah. Bunga jantan mempunyai 10 benang sari yang tersusun

menjadi 1 tiang. Buahnya memiliki 3 – 6 ruang dengan diameter 3 – 5 cm dengan

pembagian yang jelas setiap ruang berisi 1 biji.

Agar tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan lateks yang

banyak maka perlu diperhatikan syarat-syarat tumbuh dan lingkungan yang

diinginkan tanaman ini. Apabila tanaman karet ditanam pada lahan yang tidak sesuai

dengan habitatnya maka pertumbuhan tanaman akan terhambat. Lingkungan yang

kurang baik juga sering mengakibatkan produksi lateks menjadi rendah. Sesuai

habitat aslinya di Amerika Selatan, terutama Brazil yang beriklim tropis, maka karet

juga cocok ditanam di Indonesia, yang sebagian besar ditanam di Sumatera Utara dan

Kalimantan (Damanik, et al., 2010).

Untuk membuka sebuah perkebunan karet tentunya membutuhkan lahan yang

perlu dipersiapkan sedemikian rupa agar dapat mendukung pertumbuhan tanaman

karet yang terbaik. Persiapan lahan perkebunan karet yang mendasar adalah berupa

pembukaan lahan. Pembukaan lahan dapat berupa lahan hutan yang sebelumnya

merupakan tanah yang belum pernah digunakan untuk budidaya tanaman atau juga

20
lahan perkebunan karet yang akan diperbaharui. Pembukaan lahan dilakukan dengan

tahapan sebagai berikut :

1. Secara Mekanis

a. Pohon karet tua (replanting) atau semak dan atau pohon nonkaret (new

planting) ditebang dengan menggunakan gergaji (Chain saw), atau didorong

menggunakan ekscavator sehingga perakaran ikut terbongkar.

b. Pohon yang telah tumbang segera dipotong-potong dengan panjang sesuai

dengan ukuran yang dikehendaki.

c. Bagian-bagian cabang dan ranting yang masih tertinggal dipotong-potong

lebih pendek untuk memudahkan pengumpulan pada jalur yang telah

ditetapkan.

d. Saat menunggu pekerjaan memotong ranting yang tersisa, pekerjaan

dilanjutkan dengan membongkar tunggul yang masih tersisa di lapang.

e. Pembongkaran tunggul dapat dilakukan dengan menggunakan alat berat

(buldozer) sehingga sebagian besar tunggul dan akar tanaman karet dapat

terangkat.

f. Semua tunggul yang telah dibongkar bersama dengan sisa cabang dan ranting

dibersihkan dengan cara dirumpuk/dikumpulkan.

g. Hasil tumpukan diusahakan agar terkena sinar matahari sebanyak-banyaknya

sehingga cepat kering. Jarak antar tumpukan kayu karet diatur sedemikian

rupa agar tidak mengganggu pekerjaan pengolahan tanah dan tumpang tindih

dengan barisan tanaman.

21
h. Khusus untuk areal peremajaan, tunggul kayu dan seluruh perakaran mutlak

harus dibuang dan diangkat untuk mencegah tumbuhnya kembali JAP,

minimal tunggul yang berdekatan dengan tanaman baru.

i. Pembongkaran atau penebangan habis seluruh tanaman yang tumbuh (land

clearing), yang dianjurkan adalah pengolahan lahan tanpa bakar (zero

burning).

2. Secara Kimiawi

Pembukaan lahan dengan metode ini bisa diaplikasikan dengan cara

peracunan tunggul yang dilakukan antara lain dengan 2,4,5-T ataupun garlon

(Anwar, 2001). Menurut Budiwati (2014) menyatakan bahwa tanaman penutup

tanah mempunyai peranan yaitu menahan atau mengurangi daya perusak butir-

butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah, menambah bahan

organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh, dan menyerap

air dan melakukan transpirasi. Menurut Setyamidjaja (1993) menyatakan bahwa

manfaat dari penggunaan LCC, yaitu melindungi permukaan tanah terhadap

erosi, melindungi permukaan tanah dengan mengurangi jatuhnya sinar matahari

yang dapat mempercepat terjadinya penguapan air pada permukaan tanah,

menolong menyimpan air dalam tanah untuk keperluan tanaman karet,

menyuburkan tanah dengan lapukan bahan organik dan fiksasi nitrogen, menekan

pertumbuhan gulma sehingga mengurangi biaya pemeliharaan, memperbaiki

pertumbuhan tanaman pokok, memperlama masa lama peremajaan,

meningkatkan hasil dan pertumbuhan kulit yang lebih baik.

22
III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Praktikum Budidaya Tanaman Tahunan menggunakan bahan berupa areal

perkebunan karet Krumput sebagai objek pengamatan praktikan. Alat–alat yang

digunakan berupa alat tulis menulis serta kendaraan sebagai alat transportasi di area

perkebunan.

B. Prosedur kerja

Prosedur kerja dari praktikum ini adalah:

1. Praktikan dibagi menjadi beberapa kelompok untuk melaksanakan praktikum.

2. Sebidang lahan perkebunan karet diamati.

3. Setiap praktikan wajib mencatat hal-hal yang perlu dicatat untuk memperoleh

informasi mengenai pengolahan lahan untuk tanaman karet.

4. Hal-hal yang penting yang berhubungan dengan pengolahan lahan tanaman karet

dicatat dan dikumpulkan sebagai acc.

23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Terlampir

B. Pembahasan

Stacking adalah salah satu bagian dari urutan pelaksanaan Land Clering

(LC) setelah pekerjaan imas tebang dilkukan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk

membuka areal hutan dengan menggunakan alat berat dan menyusun potongan-

potongan kayu sesuai pancang rumpukan lahan disisni menggunakan system

buka lahan. Nmun apabila terdapat pohon yang besar dan susah ditumbangkan

maka pohon tersebut dapat disusul dengan tumbang manual(sinso) sehingga

areal dapat benar-benar terbuka (Van Noordwijk, 1995).

Tanaman karet dapat tumbuh baik didaerah tropis, ketinggian tempat yang baik

untuk pertanaman karet didataran rendah optimal 200 m dpl sedangkan jika

ketinggian tempat lebih dari 600 m dpl tidak cocok untuk pertnaman karet.

Pertanaman karet menghendaki daerah dengan curah hujan antara 1.500 – 4.000mm

pertahun dan merata sepanjang tahun yang terbaik antara 2.500 – 4.000 mm dengan

100 – 150 hari hujan. Angin yang terlalu kencang dapat mengakibatkan kerusakkan

pada tanaman karet yang bersal dari klon – klon tertentu yang peka terhadap angin

kencang. Tanah yang baik untuk pertanaman karet yaitu tanah vulkanis sifat-sifat

24
tanah yang cocok untuk tanaman karet adalah solumnya cukup dalam, sampai 100cm

tidak terdapat bebatuan,aerasi dan dranase baik,tanahnya remah,porus dapat menahan

air,tekstur terdiri atas 35% liat dan 30% pasir,tidak bergambut,kandungan unsur hara

N,P,K tercukupi, pH 4,5 – 6,5, kemiringan tidak lebih dari 16%,permukaan air tanah

tidak lebih kurang dari 100 cm (Djoehana,1993).

Krumput adalah salah satu daerah yang berada diwilayah kecamatan Banyumas.

Krumput termasuk dalam satu wilayah PT Perkebunan Nusantara IX (persero)

Provinsi Jawa Tengah. Lahan perkebunan karet di Krumput memiliki bentuk

toprogafi yang bergelombang (rolling) dengan kelerengan 8 sampai 15 %. Daerah ini

terletak pada ketinggian 175 – 250 mdpl dengan perbedaan ketinggian 15 – 50 meter.

Kondisi lahan di kebun Krumput merupakan jenis tanah Latosol. Tanah ini memiliki

lapisan solum tanah yang tebal sampai sangat tebal yaitu 1 – 5 meter. Warnanya

merah, coklat sampai kekuning-kuningan dan mengandung bahan organik antara 3 %

sampai 9 %. Reaksi tanah berkisar antara pH 4,5 – 6,5 yaitu dari asam sampai agak

asam. Tanah ini umumnya bertekstur liat sedangkan strukturnya remah dan memiliki

konsistensi gembur. Infiltrasi dan perkolasi pada lahan latosol dari agak cepat sampai

agak lambat, dahan menahan air cukup baik dan agak tahan terhadap erosi.

Teras adalah bangunan konservasi tanah dan air yang dibuat dengan penggalian

dan pengurugan tanah, membentuk bangunan utama berupa bidang olah, guludan, dan

saluran air yang mengikuti kontur serta dapat pula dilengkapi dengan bangunan

pelengkapnya seperti saluran pembuangan air (SPA) dan terjunan air yang tegak

lurus kontur (Yuliarta et al., 2002). Menurut Arsyad (1989) teras berfungsi

25
mengurangi panjang lereng dan menahan air, sehingga mengurangi kecepatan dan

jumlah aliran permukaan, dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Sehingga,

terjadinya erosi dapat berkurang.

Macam-macam jenis teras adalah sebagai berikut :

1. Teras bangku atau teras tangga (bench terrace)

Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan cara memotong panjang

lereng dan meratakan tanah di bagian bawahnya, sehingga terjadi suatu deretan

bangunan yang berbentuk seperti tangga. Kegunaan utama teras bangku adalah:

(1) memperlambat aliran permukaan; (2) menampung dan menyalurkan aliran

permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak; (3) meningkatkan laju

infiltrasi; dan (4) mempermudah pengolahan tanah. Teras bangku dapat

digolongkan sebagai teknik konservasi tertua dan telah banyak diaplikasikan di

berbagai Negara. Misalnya saja di North Carolina tercatat bahwa teras bangku

telah diterapkan pada lahan usaha tani sejak tahun 1885 (Troeh et al., 1991).

Penerapan teras bangku di Indonesia juga sudah tergolong tua, meskipun pada

mulanya penerapan teknik konservasi ini dititik beratkan pada lahan sawah atau

lebih berfungsi sebagai teras irigasi. Sejak tahun 1975, teras bangku telah

menjadi bagian dari kegiatan penghijauan, yakni setelah diberlakukannya inpres

penghijauan (Siswomartono et al., 1990). Sebagian besar petani juga merasa

bahwa teras merupakan bangunan konservasi yang relatif tidak mudah rusak,

selain teras juga dapat mempermudah praktek pengolahan tanah. Dipandang dari

26
segi teknis, teras bangku merupakan suatu teknik pengendalian erosi yang efektif

(Abdurachman dan Sutono, 2002).

Gambar 2.1. Teras Bangku

2. Teras gulud (contour ridges/ridges terrace)

Teras gulud adalah barisan guludan yang dilengkapi dengan saluran air di

bagian belakang guludnya. Metode ini dikenal pula dengan istilah guludan

bersaluran. Bagian-bagian dari teras gulud terdiri atas guludan, saluran air, dan

bidang olah. Kegunaan dari teras gulud hampir sama dengan teras bangku, yaitu

untuk menahan laju aliran permukaan dan meningkatkan penyerapan air ke

dalam tanah. Saluran air dibuat untuk mengalirkan aliran permukaan dari bidang

olah ke SPA. Untuk meningkatkan efektivitas teras gulud dalam menanggulangi

erosi dan aliran permukaan, serta agar guludan tidak mudah rusak sebaiknya

guludan diperkuat tanaman penguat teras. Jenis tanaman yang dapat digunakan

sebagai penguat teras bangku, dapat juga digunakan sebagai tanaman penguat

teras gulud. Sebagai kompensasi kehilangan luas bidang olah, bidang teras gulud

27
dapat juga ditanami cash crops misalnya tanaman katuk, cabai rawit, dan jenis

cash crops lainnya.

Gambar 2.2. Teras Gulud

3. Teras kredit (gradual terrace)

Teras kredit adalah teras yang terbentuk secara bertahap karena

tertahannya partikel tanah yang tererosi oleh barisan tanaman yang ditanam

rapat seperti tanaman pagar atau strip rumput yang ditanam searah kontur. Waktu

yang dibutuhkan untuk membentuk teras relatif lama, namun dapat dipercepat

melalui pengolahan tanah yang dilakukan dengan menarik tanah ke arah lereng

bagian bawah. Rata-rata teras akan terbentuk dengan sendirinya setelah 2-5 tahun

(Agus dan Widianto, 2004). Hasil penelitian di Sumberjaya, Lampung Barat pada

lahan usaha tani kopi dengan kemiringan lahan 40%, menunjukkan bahwa strip

rumput alami yang dibiarkan tumbuh memotong lereng (partial weeding) sudah

mulai membentuk teras pada tahun ketiga. Pada Tropohumults Jasinga, berlereng

5-15%, tanaman pagar Flemingia congesta yang ditanam dengan jarak antar

28
tanaman pagar 7,1 m, dapat membentuk teras dengan perbedaan tinggi sekitar

10-15 cm dalam waktu 2-3 tahun saja.

Gambar 2.3. Teras Kredit

4. Teras individu

Teras individu adalah teras yang dibuat pada setiap individu tanaman

terutama tanaman tahunan. Jenis teras ini biasa diaplikasikan pada areal

perkebunan atau tanaman buah-buahan. Selain untuk mengurangi erosi,

pembuatan teras individu ditujukan pula untuk meningkatkan ketersediaan air

bagi tanaman tahunan (Agus dan Widianto, 2004). Fungsi lain dari teras ini

adalah untuk memfasilitasi pemeliharaan tanaman tahunan, sehingga tidak semua

lahan terganggu dengan adanya aktivitas pemeliharan, seperti pemberian pupuk,

penyiangan, dan lain-lain. Pada bagian lain, lahan dibiarkan tertutup oleh rumput

dan atau leguminosa penutup tanah (legum cover crop). Jajaran teras individu

tidak perlu searah kontur, tetapi menurut arah yang paling cocok untuk

penanaman tanaman (misalnya arah timur barat untuk mendapatkan cahaya

matahari yang maksimal). Dimensi teras ini bisa bervariasi tergantung jenis dan

29
umur tanaman, namun ukurannya berkisar antara 50-100 cm untuk panjang dan

lebar, serta 10-30 cm untuk kedalamannya. Teras individu tergolong efektif

dalam mengendalikan erosi. Hasil penelitian Haryati et al. (1992) menunjukkan

pada tahun pertama setelah pembuatan teras individu, erosi yang terjadi 8,5 t ha-

1, dan menurun pada tahun kedua menjadi 3,3 t ha-1.

Gambar 2.4. Teras Individu

5. Teras kebun (orchard hillside ditches)

Teras kebun (orchard hillside ditches) merupakan jenis teras lain, yang

dirancang untuk tanaman tahunan khususnya tanaman buah-buahan. Teras dibuat

dengan interval yang bervariasi menurut jarak tanam. Pembuatan teras ini

bertujuan untuk: (1) mengefisienkan penerapan teknik konservasi tanah, dan (2)

memfasilitasi pengelolaan lahan (land mangement facility), diantaranya fasilitas

jalan kebun, dan penghematan tenaga kerja dalam pemeliharaan kebun.

30
Gambar 2.5. Teras Kebun

Pengolahan tanah atau pengolahan lahan yang dilakukan di PTPN IX Krumput

untuk budidaya tanaman karet dilakukan dengan cara manual yaitu yang pertama

menggunakan cangkul. Cangkul yang digunakan adalah cangkul growal atau yang

sering disebut juga cangkul krecik. Pengolahan tanah yang kedua adalah dengan

gandang gandung dengan ukuran 40 cm x 60 cm dan dalamnya sekitar 60 cm.

Gandang gandung ini berfungsi untuk menampung sersah tanaman karet. Dan

pengolahan tanah yang ketiga adalah rorak dengan ukuran 40 cm yang disesuaikan

dengan lokasi. Kedalaman rorak ini adalah sekitar 60 cm. Fungsi rorak adalah sebagai

penahan erosi dan digunakan untuk menaruh pupuk hijau. Rorak dibuat dengan lebar

40 cm dan panjangnya 1 m dan dibuat zig zag agar air tidak langsung kebawah. Teras

yang digunakan pada perkebunan Krumput adalah teras individu,teras kontur dan

bangku. Kondisi perkebunan di PTPN IX Krumput lubang tanam yang baik dalam

pertanaman perkebunan yang ada di Rumput menggunakan lubang tanam dengan

kedalaman 60 cm, lebar 60 cm, panjangnya 60 cm.

31
Pengolahan lahan merupakan proses pembukaan lahan atau menciptakan

kondisi tanah yang gembur pada kedalam yang cukup, aerasi dan drainasi tanah

menjadi lebih baik daya jelajah akar tidak terganggu sehingga tanaman dapat tumbuh

dengan baik (Arsyad, 1989). Pengolahan tanah adalah proses membolak-balikkan

tanah dengan tujuan untuk memperbaiki agregat tanah sehingga cocok untuk

pertumbuhan tanaman. Kegiatan pengolahan tanah akan sangat mempengaruhi

proses budidaya selanjutnya. Pengolahan tanah tetap sangat penting artinya, sehingga

wajar bila inovasi dalam kegiatan ini terus dilakukan agar didapatkan hasil yang lebih

baik. Selain itu pengolahan tanah juga bertujuan untuk memberantas gulma.

Sebagaimana menurut Habiby et al. (2013), pengolahan tanah adalah setiap

manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan

tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman.

Penyiapan lahan bertujuan untuk memberikan kondisi pertumbuhan yang baik

bagi tanaman dan mengurangi infeksi jamur akar putih, JAP, Rigidophorus Iiginosa

(Dirjen Perkebunan, 2006). Saat persiapan penanaman tanaman karet, kecuali

penyediaan bibit perlu juga melaksanakan berbagai pekerjaan lainnya yaitu

pembukaan hutan atau pembongkaran tanaman tua, pembersihan sisa-sisa tanaman,

pembersihan gulma, pengolahan tanah, pembuatan teras, pembuatan jalan dan

sebagainya (Soetedjo, 1979).

32
Beberapa istilah teknis yang berhubungan dengan pembukaan lahan yang perlu

diketahui, yaitu :

1. New Planting (bukaan baru) yaitu penanaman karet yang dilaksanakan pada

lahan yang sebelumnya tidak ada tanaman karet yang diusahakan pada areal

tersebut. Bukaan baru dilaksanakan pada tanah hutan, tanah perladangan, dan

sebagainya.

2. Replanting (bukaan ulangan) yaitu penanaman karet pada lahan yang sebelumnya

telah ditanamin tanaman karet.

3. Konversi, yaitu penanaman karet pada lahan yang sebelumnya ditanami jenis

tanaman karet atau perkebunan lain. Misalnya semula ditanami kopi kemudian

diganti karet.

(Setyamidjaja, 2000).

Penyiapan lahan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Secara Mekanis

a. Pohon karet tua (replanting) atau semak dan atau pohonnon karet (new

planting) ditebang dengan menggunakan gergaji (Chain saw) atau didorong

menggunakan ekscavator sehingga perakaran ikut terbongkar.

b. Pohon yang telah tumbang segera dipotong-potong dengan panjang sesuai

dengan ukuran yang dikehendaki.

c. Bagian-bagian cabang dan ranting yang masih tertinggal dipotong-potong

lebih pendek untuk memudahkan pengumpulan pada jalur yang telah

ditetapkan.

33
d. Sambil menunggu pekerjaan memotong ranting yang tersisa, pekerjaan

dilanjutkan dengan membongkar tunggul yang masih tersisa di lapang.

e. Pembongkaran tunggul dapat dilakukan dengan menggunakan alat berat

(buldozer) sehingga sebagian besar tunggul dan akar tanaman karet dapat

terangkat.

f. Semua tunggul yang telah dibongkar bersama dengan sisa cabang dan ranting

dibersihkan dengan cara dirumpuk/ dikumpulkan.

g. Hasil rumpukan diusahakan agar terkena sinar matahari sebanyak-banyaknya

sehingga cepat kering. Jarak antar tumpukan kayu karet diatur sedemikian

rupa agar tidak mengganggu pekerjaan pengolahan tanah dan tumpang tindih

dengan barisan tanaman.

h. Khusus untuk areal peremajaan, tunggul kayu dan seluruh perakaran mutlak

harus dibuang dan diangkat untuk mencegah tumbuhnya kembali JAP,

minimal tunggul yang berdekatan dengan tanaman baru.

i. Pembongkaran atau penebangan habis seluruh tanaman yang tumbuh (land

clearing), yang dianjurkan adalah pengolahan lahan tanpa bakar (zero

burning).

2. Secara Kimiawi

Urutan pekerjaan dalam penyiapan lahan secara kimiawi adalah peracunan

tunggul dapat dilakukan antara lain dengan 2,4,5-T ataupun garlon. Pengolahan

lahan untuk pertanaman karet dapat dilaksanakan dengan sistem minimum

34
tillage, yaitu dengan membuat larikan antara barisan satu meter dengan cara

mencangkul selebar 20 cm.

35
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan antara lain :

1. Pengelolaan lahan di PT Perkebunan Nusantara IX Krumput-Banyumas telah

dilakukan sesuai dengan semestinya.

2. Jenis teras yang digunakan di PT Perkebunan Nusantara IX Krumput-Banyumas

meliputi teras individu, teras kontur dan teras bangku.

3. Kondisi lahan pertanaman karet di PT Perkebunan Nusantara IX Krumput-

Banyumas telah sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan dalam praktikum ini bahwa sebaiknya pemaparan

mengenai pengelolaan lahan disampaikan secara jelas dan benar-benar tersampaikan

sehingga praktikan tidak kebingungan saat akan membahasnya dalam laporan.

36
DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., dan Widianto, 2004, Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering. World
Agroforestry Centre ICRAF. Bogor.

Anwar, Chairil. 2001. Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet. Medan.

Arsyad S, 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Budiwati. 2014. Tanaman Penutup Tanah Untuk Mencegah Erosi. Fakultas


Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta,
Yogyakarta.
Damanik, S., dkk. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Karet. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan. Bogor.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Statistik Perkebunan Indonesia. Ditjen


Perkebunan. Jakarta.
Djoehana, S. M. 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Kanisius. Jakarta.

Habiby, M.R.,Sengli D, dan Jonathan G. 2013. Pertumbuhan dan produksi kacang


tanah ( Arachis hypogea L.) pada beberapa pengolahan tanah inseptisol dan
pemberian pupuk kascing. Jurnal Online Agroteknologi. 1 (4): 1-12.
Martiansyah, I. 2010. Pengadaan Bahan Tanam Karet untuk Seleksi Batang Bawah
dan Teknik In Vitro Microcutting pada Tanaman Karet. Laporan Masa
Orientasi Kerja dan Penelitian. Balai Penelitian Biteknologi Perkebunan
Indonesia. Bogor.
Nazarudin dan Paimin. 2006. Strategi Pemasaran dan Pengolahan Karet. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Riyanto, Y. E. Toekidjo, dan S. Purwanti. 2013. Korelasi Bobot Benih dengan


Kegarulan Bibit Batang Karet (Havea brasilliensis Muell). Vegetalika. 2 (1):
31-39.

Setyamidjaja, D. 1999. Karet Budidaya dan Pengolahan. Kanisius. Yogyakarta.


_____________. 2000. Karet Budidaya dan Pengolahannya. Kanisius. Yogyakarta.

Sianturi, H. S. D., 2001. Budidaya Tanaman Karet. Universitas Sumaera Utara Press.
Medan.

37
Siswomartono, D., A.N. Gintings, K. Sebayong, and S. Sukmana. 1990. Development
of conservation farming systems, Indonesia Country Review. Regional Action
Learning Programme on the Development of Conservation Farming Systems.
Report of the Inaugural Workshop. Chiang Mai, 23 February-1 March 1990.
ASOCON Report No. 2.

Soetedjo, R. 1979. Karet . PT Soeroengan. Jakarta.

Troeh, F.R, J.A. Hobs, and R.L. Donahue. 1991. Soil and Water Conservation.
Prentice Hall, Inc.A Division of Simon & Schuster. Engglewood Cliffs. New
Jesey.

Van Noordwijk, M., T.P. Tomick, R. Winahyu, D. Murniyarso, Suyatno, S.


Partoharjono, dan A.M. Fagi (Eds.). 1995. Alternatives to slash-and-burn in
Indonesia, Summary report of phase 1. ASB-Indonesia Report No. 4. ASB-
Indonesia and ICRAF-S.E. Asia, Bogor, Indonesia.

Yuliarta et al., 2002. Teknologi Budidaya pada Sistem Usahatani Konservasi.


Grafindo. Jakarta.

38

Anda mungkin juga menyukai