Anda di halaman 1dari 10

SUBSISTEM AGRIBISNIS SUBSEKTOR PERKEBUNAN

KOMODITAS TEBU KABUPATEN BANYUWANGI

MAKALAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas mata praktikum
Wawasan Agribisnis Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Jember

Dosen Pembimbing:
Ebban Bagus Kuntadi, S.P., M.Sc

Oleh:
Zulfa Nur Khalimah (201510601080)

LABORATORIUM MANAJEMEN BISNIS DAN KEWIRAUSAHAAN


PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap subsector yang ada di agribisnis tentu memiliki peran penting dalam
pembangunan pertanian di Indonesia. Begitupun dengan subsector perkebunan
yang memiliki potensi dalam mendukung perekonomian nasional karena
hasilnya yang melimpah dan menyerap banyak tenaga kerja. Salah satu
komoditas dalam subsector perkebunan yakni tanaman tebu. Tebu (Sacharum
sp.) merupakan jenis komoditas pertanian yang berperan penting dalam sektor
industri.
Tebu merupakan tanaman yang menjadi bahan baku utama dalam industri
gula pasir. Komoditas tebu termasuk salah satu tanaman perkebunan yang
banyak dibudidayakan di Kabupaten Banyuwangi dengan produksi 424.436 per
tahunnya (Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi, 2014). Tanaman tebu ini
tersebar di beberapa daerah diantaranya Wongsorejo, Kabat, Rogojampi,
Kalibaru, Singojuruh, Sempu, Siliragung, Srono, dan Glenmore. Kabupaten
Banyuwangi memiliki pabrik gula yakni PT Industri Gula Glenmore yang
menjadi tempat pengolahan secara langsung dari hasil produksi tebu di
Kabupaten Banyuwangi.
Kegiatan produktivitas tebu tentu didukung dengan subsistem-subsistem
dalam agribisnis. Subsistem agribisnis dimulai dari kegiatan hulu hingga ke hilir,
kemudian ditunjang dengan subsitem jasa penunjang yang mendukung
kelancaran subsistem agribisnis lainnya. Pahamnya petani akan pentingnya
subsistem agribisnis ini akan membantu petani dalam pelaksanaan pertanian
yang lebih produktif, terarah, dan tentunya dapat memberikan hasil yang
optimal pada usahatani yang dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dapat
ditentukan sebagai berikut.
1 Bagaimana subsistem pertanian hulu pada komoditas tebu di Kabupaten
Banyuwangi?
2 Bagaimana subsistem budidaya (on farm) pada komoditas tebu di
Kabupaten Banyuwangi?
3 Bagaimana subsistem hilir pasca panen dan pengolahan/agroindustri pada
komoditas tebu di Kabupaten Banyuwangi?
4 Bagaimana subsistem hilir pemasaran pada komoditas tebu di Kabupaten
Banyuwangi?
5 Bagaimana subsistem jasa pendukung (supporting system) pada
komoditas tebu di Kabupaten Banyuwangi?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1 Dapat mengetahui kondisi subsistem pertanian hulu komoditas tebu di
Kabupaten Banyuwangi
2 Dapat mengetahui kondisi subsistem budidaya (on farm) komoditas tebu di
Kabupaten Banyuwangi
3 Dapat mengetahui kondisi subsistem hilir pasca panen dan
pengolahan/agroindustri komoditas tebu di Kabupaten Banyuwangi
4 Dapat mengetahui kondisi subsistem hilir pemasaran komoditas tebu di
Kabupaten Banyuwangi
5 Dapat mengetahui kondisi subsistem jasa pendukung (supporting system)
komoditas tebu di Kabupaten Banyuwangi
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Subsistem Pertanian Hulu


Bibit yang digunakan dalam kegiatan budidaya tanaman tebu berasal
dari batang tebu yang memiliki 2-3 mata tunas yang belum tumbuh. Bibit
tersebut sering disebut sebagai bibit stek batang/bagal. Selain itu, petani juga
biasa menggunakan bibit yang berasal dari pucuk batang tebu yang memiliki
dua mata tunas atau lebih. Bibit seperti ini disebut dengan bibit stek pucuk/ top
stek.
Lahan yang digunakan untuk produksi tebu di daerah Kabupaten
Banyuwangi cenderung tanah yang kering sehingga kebutuhan air dan pupuk
perlu perhatian yang lebih agar selalu tercukupi dan tidak menghambat proses
pertumbuhan tanaman. Faktor iklim yang ikut memberikan pengaruh pada
kelancaran kegiatan produksi komoditas tebu ini memang tidak terduga dan
tidak dapat diprediksi. Curah hujan yang ada akan mempengaruhi kandungan
kadar gula yang ada di dalam tebu, sehingga hal ini akan berdampak pada
jumlah produksi gula yang dihasilkan nantinya. (Pramuhadi, 2010)

2.2 Subsistem Budidaya (on farm)


Menurut Indrawanto, dkk (2010), budidaya tanaman tebu terdiri dari
beberapa tahapan yaitu:
2.2.1 Penyiapan lahan
Lahan yang akan digunakan untuk proses pertanaman hendaknya
dibersihkan terlebih dahulu. Lahan yang digunakan dapat berupa pembukaan
area hutan yang baru ataupun tanah bekas pertanaman tebu yang sebelumnya.
Kegiatan pembersihan lahan pada area yang baru dibuka ataupun area bekas
pertanaman pada prinsipnya sama. Namun, hal yang membedakan adalah
pada area lahan yang baru dibuka akan diawali dengan pembabatan hutan
terlebih dahulu sehingga akan banyak akar-akar pohon yang masih tertinggal.
Hal ini berbeda jika petani menggunakan lahan bekas pertanaman sebelumnya,
petani hanya cukup membersihkan sisa-sisa tanaman yang tertinggal. Lahan
yang telah dibersihkan selanjutnya diolah untuk membuat tanah menjadi
gembur dengan cara pembajakan dan penggaruan.
2.2.2 Penanaman
Kegiatan penanaman bibit tebu dilakukan pada lubang-lubang tanah
memanjang (kairan) yang telah disiapkan di area pertanaman. Sebelum
dilakukan penanaman, bibit akan diseleksi terlebih dahulu untuk memisahkan
bibit yang sehat dan sesuai kriteria dengan bibit yang kurang sehat.
Pemotongan bibit yang akan digunakan hendaknya menggunakan pisau yang
tajam. Bibit yang akan digunakan akan direndam terlebih dahulu menggunakan
air panas dengan suhu 50°C selama 7 jam kemudian dilanjutkan dengan air
dingin selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk mencegah gangguan hama dan
penyakit pada bibit tebu. Cara pertanaman bibit dibagi menjadi 3 yaitu secara
overlapping, double raw, atau end to end. Hal ini dilakukan dengan tujuan
apabila ada tunas yang tidak tumbuh maka dapat digantikan oleh tunas di
sebelahnya. Penanaman bibit dilakukan pada kairan dan ditutup setebal bibit
yang ditanam. Namun, apabila kegiatan pertanaman dilakukan pada musim
hujan maka bibit dapat ditanam dengan sedikit mengambang.
2.2.3 Penyulaman
Kegiatan penyulaman merupakan kegiatan untuk mengganti bibit tebu
yang tidak tumbuh. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan hasil produksi
tanaman tebu. Apabila petani menggunakan bibit bagal, maka penyulaman
akan dilakukan ketika 2 minggu dan 4 minggu setelah tanam.
2.2.4 Pemupukan
Kegiatan pemupukan dilakukan dengan menyesuaikan kondisi lahan
yang digunakan. Oleh karena itu, perlunya petani mengetahui kondisi lahan
seperti tingkat kesuburannya ataupun unsur-unsur yang dirasa kurang dalam
mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu. Pemupukan harus
dilakukan dengan dosis yang sesuai. Beberapa jenis pupuk yang biasa
digunakan oleh petani yakni pupuk urea dan SP-36.
2.2.5 Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit ini bertujuan untuk mencegah
perluasan serangan hama dan penyakit yang ada pada area pertanaman,
sehingga dapat meningkatkan hasil produksi. Beberapa hama yang biasa
menyerang tanaman tebu diantaranya ulat penggerek pucuk (Triporyza vinella
F) yang menyerang tanaman tebu mulai umur 2 minggu hingga umur tebang,
hama ini dapat diatasi dengan insektisida Carbofuran atau Petrofur yang
disebarkan di tanah. Selain itu, ada pula uret/larva kumbang (Lepidieta stigma
F) yang diatasi dengan menangkap kumbang pada sore/malam hari atau bisa
juga menggunakan insektisida Carbofuran 3G dan ulat penggerek batang yang
diatasi dengan penyemprotan pestisida Pestona/Natural BVR. Sedangkan
penyakit yang biasa menyerang tanaman tebu diantaranya penyakit mosaik
yang disebabkan oleh virus, busuk akar akibat cendawan Pythium sp., blendok
akibat bakteri Xanthomonas albilineans, dan penyakit Pokkahbung akibat
serangan cendawan Gibberella moniliformis.
2.2.6 Pemanenan
Pengaturan waktu panen disesuaikan dengan jumlah ketersediaan di
pabrik. Hal ini bertujuan untuk menghindari penumpukan tebu yang sudah
dipanen dan agar tebu dapat diolah dalam keadaan optimum. Kegiatan panen
dilakukan oleh petani yang selanjutnya akan dijual kepada pabrik. Kabupaten
Banyuwangi sendiri sudah memiliki pabrik gula yang terletak di Kecamatan
Glenmore. Hal ini memudahkan petani tebu yang memang banyak melakukan
budidaya di daerah Glenmore ini baik dalam hal penjualan hasil panen, jarak
kirim yang dekat, dan ketahanan hasil panen sebelum diolah. Kegiatan panen
tebu meliputi estimasi produk tebu, analisis tingkat kematangan, serta tebang
angkut.
Estimasi produk diperlukan dalam perencanaan lamanya hari giling tebu,
banyaknya pekerja yang dibutuhkan, serta bahan pembantu yang dibutuhkan.
Analisis kemasakan produk dilakukan dalam rangka perkiraan waktu yang tepat
untuk penebangan tebu agar proses pengolahannya dalam keadaan optimum.
Analisis kematangan tebu dilakukan di laboratorium dnegan mengambil sample
dan dilakukan secara berkala setiap 2 minggu sejak tanaman berumur 8 bulan.
Proses penebangan tebu yang dilakukan secara umum di perkebunan tebu
Kabupaten Banyuwangi yakni dilakukan secara manual dengan dibantu
beberapa pekerja kemudian dikumpulkan di beberapa bagian. Selanjutnya tebu
akan diangkut oleh alat yang akan membawa tebu ke truk pengangkut. Seletah
itu, truk pengangkut akan membawa tebu ke pabrik dan meletakkannya di
tempat penampungan (Cane Yard) sebelum digiling.

2.3 Subsistem Hilir Pasca Panen dan Pengolahan/Agroindustri


Menurut Iriani (2020), kegiatan pasca panen merupakan suatu kegiatan
yang diawali pemisahan bagian-bagian tanaman yang sudah siap panen
berupa akar, batang, daun, buah, umbi, ataupu biji dari tanaman utama yang
kemudian diikuti dengan kegiatan lain seperti pengolahan dan penyimpanan.
Kegiatan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi para petani, baik
kebutuhan jasmani maupun rohani.
Kegiatan pengolahan hasil produksi tebu yang dihasilkan oleh area
perkebunan di Banyuwangi dilakukan di PT Industri Gula Glenmore untuk
menjadi gula. Proses pengolahan tebu yang dilaksanakan di PT Industri Gula
Glenmore ini juga menghasilkan limbah padat yang berupa ampas tebu,
blotong, dan abu ketel selama masa penggilingan. Limbah yang dihasilkan
tersebut kemudian diolah kembali untuk mengurangi pencemaran lingkungan
dan meningkatkan keuntungan bagi perusahaan.
Ampas tebu yang dihasilkan berupa serabut halus dan berwarna kuning
kecoklatan. Pemanfaatan dari ampas tebu yang dihasilkan PT IGG seluruhnya
digunakan sebagai bahan bakar mesin boiler sehingga tidak mencemari
lingkungan sekitar. Beroperasi nya mesin boiler ini nanti juga akan
menghasilkan limbah padat berupa abu ketel yang sampai saat ini belum bisa
dimanfaatkan. Selain itu, ada limbah lain yang berupa blotong. Blotong ini
berbentuk menyerupai tanah dan mengandung serabut-serabut berwarna
hitam. Blotong ini nantinya akan diolah menjadi pupuk dengan penambahan
unsur-unsur tertentu yang dapat menyuburkan tanah.
2.4 Subsistem Hilir Pemasaran
PT Industri Gula Glenmore yang bertindak sebagai lembaga pengolahan
tebu untuk menghasilkan produk lain berupa gula bekerja sama dengan
BULOG untuk melancarkan kegiatan pemasaran. Dari BULOG, gula akan dijual
kepada agen-agen untuk selanjutnya dipasarkan kepada konsumen. Selain itu,
untuk pemasaran hasil produksi yang berupa pupuk organik dipasarkan kepada
toko-toko pertanian yang ada di berbagai wilayah baik dalam Kabupaten
Banyuwangi maupun diluar Kabupaten Banyuwangi. Masyarakat tentu tidak
dapat terlepas dari pengonsumsian gula, terutama di bidang makanan.
Sedangkan untuk pupuk organik konsumennya mencakup petani-petani yang
membutuhkan pupuk demi kelancaran kegiatan pertanian yang sedang
dilakukan.

2.5 Subsistem Jasa dan Penunjang Pertanian


Penunjang pertanian yang berperan dalam kegiatan produksi tebu di
Kabupaten Banyuwangi meliputi lembaga-lembaga pendukung, seperti
lembaga pemasaran, lembaga keuangan (permodalan), dan lembaga
pengolahan. Lembaga pemasaran yang berperan yakni pihak BULOG sebagai
tujuan utama dalam kegiatan distribusi hasil produksi. Lembaga keuangan
(permodalan) berupa bank yang memberikan pinjaman modal kepada petani
yang memiliki keterbatasan modal dengan bunga yang sangat kecil. Hal ini
akan mendorong lancarnya kegiatan produksi yang dilaksanakan oleh petani
sekaligus meningkatkan kesejahteraan hidup petani. Lembaga pengolahan
yang berkontribusi besar yakni PT Industri Gula Glenmore yang mengolah tebu
menjadi gula sekaligus mengolah limbah yang dihasilkan.
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan yakni sebagai berikut.
1. Subsistem pertanian hulu komoditas tebu meliputi penyiapan bibit yang
akan ditanam dan pengolahan lahan yang akan digunakan.
2. Subsistem budidaya (on farm) terdiri dari tahapan penyiapan lahan,
penanaman, penyulaman, pemberian pupuk, pengendalian hama dan
penyakit, serta pemanenan.
3. Subsistem hilir pasca panen dan pengolahan berupa pengolahan tebu
menjadi gula pasir dan pengolahan limbah menjadi produk lain yang
dapat menghasilkan nilai guna.
4. Subsistem pemasaran terdiri dari pemasaran gula dan pupuk organik.
5. Subsistem jasa penunjang meliputi lembaga-lembaga yang terlibat
dalam kegiatan produksi diantaranya lembaga pemasaran, lembaga
keuangan (permodalan), dan lembaga pengolahan.

3.2 Saran
Diharapkan petani yang melakukan kegiatan usaha tani komoditas tebu
dapat memahami setiap subsistem agribisnis dengan baik agar dapat mencapai
hasil yang maksimal dan meningkatkan kesejahteraan hidup.
DAFTAR PUSTAKA

Arrahman, Z. 2018. Tataniaga Perkebunan Tebu Rakyat di Kabupaten


Situbondo. Skripsi. Jember: Universitas Jember Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Azmie, U. dkk. 2019. Pola Kemitraan Agribisnis Tebu di Kecamatan Jetis


Kabupaten
Mojokerto. Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. 3 (2): 119-130.

Indrawanto, C. dkk. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Tebu. Jakarta: ESKA
Media.

Iriani, F. 2020. Fisiologi Pascapanen Untuk Tanaman Hortikultura. Cetakan


Pertama. Yogyakarta: Penerbit Deepublish.

Pramuhadi, G. 2010. Faktor Iklim pada Budidaya Tebu Lahan Kering. Jurnal
Pangan. 19 (4): 331-344.

Anda mungkin juga menyukai