Anda di halaman 1dari 20

REVIEW SISTEM PERTANIAN PRESISI DAN SISTEM PELACAKAN

RANTAI PRODUKSI UNTUK MEWUJUDKAN AGROINDUSTRI


BERKELANJUTAN

diajukan guna memenuhi syarat tugas SA PBAP

Oleh :

Achmed Chaidar Zusyam (151710201006)

Saviyana Mariyanti (151710201112)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
2019
PENDAHULUAN

Pertanian berkelanjutan memiliki tiga dimensi yaitu lingkungan, sosial,


dan ekonomi yang harus dipertimbangkan secara keseluruhan sehingga berfokus
hanya pada satu atau dua dimensi secara terisolasi tidak akan memberikan hasil
yang diinginkan (OECD 2008). Melindungi dan meningkatkan kualitas
lingkungan alam adalah esensial dan isu kritis terkait, seperti perubahan iklim,
energi, kelangkaan air, keanekaragaman hayati dan geografi serta degradasi tanah
perlu ditangani dengan lebih presisi dan arif. Dimensi sosial mencakup hak-hak
petani dan kesehatan masyarakat, termasuk ketahanan dan keamanan pangan serta
kesejahteraan hewan dan tanaman juga merupakan aspek sosial yang penting. Di
sisi ekonomi, pertanian berkelanjutan harus produktif, efisien, dan kompetitif.
Manfaat harus dipandang utamanya dari profitabilitas pertanian di seluruh rantai
nilai dalam menumbuhkan ekonomi lokal.

Agroindustri merupakan kegiatan pertanian yang tersistem, terintegrasi


dan berkesinambungan dari hulu ke hilir (from land to table), serta harus terpantau
dan terkendali agar terjadi transformasi produk pada setiap mata rantai pasok
berjalan baik, aman, ekonomis, efisen, efektif, dan terjamin keberkelanjutannya.
Setiap proses transformasi produksi pertanian harus dipastikan berjalan secara
teliti dengan presisi sehingga nilai tambah (added value) produk pertanian dapat
dioptimalkan hingga hilirnya. Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas di
mana pasar dan konsumen semakin cermat, peduli, dan teliti terhadap produk
pertanian yang dibeli maka kemudahan keterlacakan (traceability) menjadi
tuntutan utama. Proses dan produk pertanian juga harus memenuhi standardisasi
mutu dunia yang terukur dan tertelusur sebagai syarat yang menentukan layak
tidaknya suatu produk pertanian itu diekspor atau diimpor dari suatu negara ke
negara lain.

Sebagai ilustrasi perusahaan pengolah makanan terbesar di Amerika yaitu


Cargill telah menyatakan untuk hanya menggunakan pasokan minyak sawit yang
dapat dilacak (traceable) dalam setiap produknya (Cargill 2016). Cargill
berkomitmen hanya akan memanfaatkan minyak kelapa sawit yang tidak tumbuh
di hutan dengan nilai konservasi tinggi (HCVF/High Conservation Value Forest)
dan lahan gambut. Melalui sistem pelacakan yang dibangun, rantai pasokan
minyak sawit dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan. Tingkat
transparansi yang tinggi ini digunakan sebagai bukti bagi pengawas industri
bahwa rantai pasokan kelapa sawit berasal dari sumber yang jelas. Dengan cara
ini, setiap tetes minyak sawit mentah bisa ditelusuri dan tentu memaksa
perusahaan untuk mematuhi standar-standar yang ditetapkan untuk mencapai
keberlanjutan yang sesungguhnya. Sistem pelacakan juga membantu dalam
pencegahan produsen dan produk pertanian yang tidak memenuhi syarat dari sisi
legal aspeknya. Selain itu, kemampuan pelacakan juga digunakan untuk
memperhitungkan dampak lingkungan dan dampak sosial dari produk agroindustri
yang sangat berkontribusi terhadap kebelanjutan pertanian nasional.

Tidak banyak pelaku komoditas pertanian Indonesia yang mampu


menembus pasar ekspor seperti Amerika Serikat, negara-negara Uni Eropa, dan
Jepang karena tidak memiliki sistem pelacakan yang baik sebagai salah satu
syarat legalnya. Jepang mempersyaratkan mulai tahun 2003, sedangkan Amerika
Serikat mulai tahun 2004 dengan regulasi 21CFR820 dan Uni Eropa mulai tahun
2005 dengan regulasi EU General Food Law (Vanany et al. 2014).

Berdasarkan kajian kerja sama bilateral Indonesia–Uni Eropa di bidang


ekonomi dan keuangan salah satu kelemahan yang dapat mengurangi kemampuan
Indonesia dalam upaya meningkatkan hubungan ekonomi dengan negara lain
adalah kualitas produk tidak memenuhi standar terutama menyangkut keamanan,
keselamatan, dan kesehatan. Atas alasan inilah, produk-produk pertanian
Indonesia mengalami kesulitan masuk ke pasar negara maju yang memiliki
standar dan persyaratan teknis yang tinggi. Peraturan sanitasi dan fitosanitasi
Indonesia tidak mengenali standar keamanan makanan Uni Eropa dan sebaliknya
laboratorium teknis Uni Eropa juga tidak mengenali tes untuk standar teknis
Indonesia.
Rantai pasok agroindustri nasional juga memerlukan adanya dukungan
sistem pelacakan yang baik. Hasil penelitian Adiyoga et al. (2007) menunjukkan
bahwa rantai pasokan sayuran di Kabupaten Bandung, Jawa Barat masih memiliki
beberapa masalah antara lain 1) ketidakpastian kualitas produk, 2) kurangnya
pengawasan kualitas di sepanjang rantai, 3) kurangnya informasi pasar, 4)
kurangnya transparansi dalam penentuan harga, dan 5) tidak ada kemampuan
untuk penjejakan (tracking) dan pelacakan (tracing).

Peran sistem pertanian presisi (precision agriculture system) dan sistem


pelacakan (traceability system) sangat kritis dan menentukan agroindustri yang
berkelanjutan (Bongiovanni & Lowenberg-Deboer 2004; Kraisintu & Ting-zhang
2011). Dalam makalah ini, dibahas dan dipaparkan bagaimana pendekatan dan
penerapan sistem pertanian presisi (precision agriculture) dan sistem pelacakan
untuk mendukung agroindustri yang berkelanjutan, baik sistem pertanian presisi
dan sistem pelacakan akan saling menguatkan dan keduanya memerlukan
dukungan teknologi informasi dan komputasi berkinerja tinggi untuk menjamin
akuisisi dan pengolahan data yang cepat dan akurat dalam pemantauan,
pengambilan keputusan, serta pengendalian berbagai aktivitas produksi produk
pertanian di setiap mata rantai produksi dan pasok dari hulu ke hilir.

Sistem Pertanian Presisi

Pertanian presisi adalah sistem pertanian terpadu berbasis pada informasi


dan produksi, untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan profitabilitas
produksi pertanian dari hulu ke hilir yang berkelanjutan, spesifik-lokasi serta
meminimalkan dampak yang tidak diinginkan pada lingkungan (Whelan dan
Taylor 2013). Pertanian presisi menggunakan pendekatan dan teknologi yang
memungkinkan perlakukan presisi pada setiap simpul proses pada rantai bisnis
pertanian dari hulu ke hilir sesuai kondisi (lokasi, waktu, produk, dan consumer)
spesifik yang dihadapi (Seminar 2016, Heriyanto et al. 2016).

Ada empat pilar utama dalam pendekatan pertanian presisi, yaitu:


1. Memandang aktivitas pertanian secara holistik dan menyeluruh dari hulu ke
hilir sebagai rantai proses yang terpadu dan berkesinambungan untuk
memastikan aliran konversi produk pertanian (tanaman, ternak, ikan, dan
turunannya) dengan aman, efisien, dan efektif dari lahan hingga ke meja
makan.

2. Memedulikan keragaman (heterogenitas) dan dinamika lokasi, waktu, objek


bio, iklim, geografi, kultur, pasar, dan konsumen.

3. Mendayagunakan teknologi yang memungkinkan pengamatan dan perlakuan


presisi.

4. Berbasis kepada data, informasi, dan pengetahuan yang sahih.

Penerapan pertanian presisi dari hulu ke hilir dalam rantai produksi dan pasok
produk pertanian (lihat Gambar 2) dimulai dari menentukan dan melihat lahan
yang sesuai berdasarkan kondisi tanah, iklim, dan air, dilanjutkan dengan
ketepatan dalam menentukan metode pembukaan dan pengolahan lahan; metode
dan waktu tanam; metode dan waktu irigasi dan perawatan tanaman; pemupukan
yang tepat jenis, waktu, dan dosis; waktu dan metode panen; pengolahan
pascapanen, transportasi, kemasan produk, pemilihan target pasar; serta penyajian
makanan yang tepat fungsi dan aman.

Penerapan Pertanian Presisi di Hulu

Pemilihan Lahan yang Tepat

Penerapan pertanian presisi di hulu dimulai dari pemilihan lahan hingga


panen. Dalam pemilihan lahan ada beberapa alternatif dilihat dari basis media
tanamnya, yaitu 1) berbasis pada lahan terbuka dan 2) berbasis pada lahan
tertutup. Untuk media tanam berbasis terbuka diperlukan analisis presisi tentang
kesuaian lahan untuk suatu tanaman yang akan dibudidayakan dan diproduksi.
Teknologi informasi geografis dengan basis data spasial dapat digunakan untuk
melihat kesesuaian lahan suatu tanaman dengan memperhitungkan kondisi tanah,
iklim, ketersediaan air, serta kontur tanah pada suatu wilayah tertentu. Dengan ini,
pemilihan lahan terbaik untuk suatu tanaman tertentu dapat ditetapkan secara
presisi. Sebagai contoh, penentuan kesesuaian lahan untuk tanaman padi dan
jagung di Gorontalo dilakukan dengan memanfaatkan basis data spasial, cuaca,
kondisi tanah, kontur tanah, dan tutupan hutan sehingga dapat ditampilkan lokasi
lahan dan luasannya dalam berbagai tingkat kesesuaian untuk tanaman padi dan
jagung. Hasil dari analisis kesesuaian lahan ini dapat digunakan untuk
perencanaan wilayah agroindustri yang lebih berkelanjutan karena berbasis
kondisi alami setempat.

Produksi pertanian berbasis lahan tertutup menggunakan konstruksi


bangunan yang dirancang secara spesifik untuk budidaya tanaman yang disebut
rumah tanaman (green-house) atau untuk budidaya ayam . Dengan sistem tertutup
ini, kondisi iklim mikro di dalam rumah produksi dapat dikendalikan dan
dimonitor dengan tujuan optimasi pertumbuhan tanaman atau ternak. Namun,
pemilihan lokasi perlu menerapkan pertanian presisi untuk melihat kesesuaiannya
agar tidak menimbulkan masalah sosial dan lingkungan.

Pemilihan Metode Pembukaan dan Pengolahan Lahan yang Tepat

Pendekatan pertanian presisi dengan memanfaatkan data agroklimat dan


data spasial (luas, topografi lahan dan kontur lahan, serta jenis tanah) yang dapat
diakuisisi dari satelit atau GPS dapat digunakan untuk perencanaan pembukaan
dan pengolahan lahan yang paling tepat dari aspek sumber daya (armada, alat dan
mesin, serta tenaga operator yang diperlukan), aspek waktu (penjadwalan dan
target penyelesaian), aspek ekonomi, dan aspek lingkungan (skenario ramah
lingkungan). Penerapan teknologi sistem pendukung keputusan (SPK) berbasis
pengetahuan dapat digunakan untuk membantu pemilihan metode terbaik dalam
pembukaan dan pengolahan lahan yang lebih presisi seperti yang dikembangkan
oleh Nishiguchi & Yamagata (2009) dan Solahudin (2010).

Perawatan Tanaman yang Tepat


Salah satu implementasi pertanian presisi adalah Manajemen Tanaman
Spesifik-Lokasi (Site-Specific Crop Management/ | 11 | SSCM) di mana
keputusan pada aplikasi prasarana dan sarana produksi dan praktik agronomi
ditingkatkan kualitas dan akurasinya dengan menghitung kebutuhan kesesuaian
tanah dan tanaman yang lebih baik karena sifat heterogenitas dari tanah dan
tanaman di lapangan (Whelan dan Taylor 2013).

Pendekatan pertanian presisi juga dapat digunakan untuk menghitung


dosis yang tepat pada penyemprotan gulma untuk tanaman kacang tanah
(Solahudin, Seminar, Astika, dan Buono 2010). Dosis herbisida ditentukan sesuai
dengan populasi gulma yang dihitung secara real-time dengan menggunakan
sensor kamera yang ditempatkan pada traktor tangan yang dioperasikan di lahan
(Gambar 5). Citra tutupan gulma yang terfilter dan ditangkap kamera
menunjukkan luasan populasi gulma yang menentukan dosis penyemprotan. Satu
area tangkapan citra didekomposisi menjadi empat subarea untuk lebih
meningkatkan ketelitian pengukuran kepadatan gulma. Penyemprotan dengan
dosis yang tepat akan menghemat volume herbisida yang digunakan dan
mengurangi dampak polusi lingkungan yang tidak diharapkan. Sistem
perencanaan alsintan berbasis pertanian presisi untuk penyemprotan tanaman pada
lahan yang luas dan tersebar di berbagai lokasi geografis telah dikembangkan oleh
Solahudin et al. (2011). Dari hasil pengujian, penerapan metode dekomposisi citra
tersebut meningkatkan ketelitian aplikasi dari segi dosis dan ketepatan lokasi.
Dari hasil perhitungan pengujian sistem yang diusulkan dapat menghemat
konsumsi herbisida sebanyak 14% dibandingkan dengan penyemprotan tanpa
dekomposisi citra serta berimplikasi pada pengurangan polusi lingkungan dan
peningkatan efisiensi dan efektivitas penyemprotan.

Pendugaan terhadap kemungkinan serangan hama yang akan terjadi dapat


dilakukan dengan menggunakan data klimat dan jenis tanaman yang ada di suatu
lahan yang diakuisisi dari satelit dan GPS sehingga dapat dilakukan tindakan
pencegahan serangan suatu hama tertentu. Pencegahan serangan hama yang
terprediksi tersebut dilakukan dengan menentukan penjadwalan semprot yang
tepat serta pemilihan ukuran katup (nozzle) semprot yang sesuai dengan kondisi
geospasial lahan.

Rekomendasi pemupukan yang tepat jenis, dosis, dan waktu untuk padi
sawah berbasis pertanian presisi telah dikembangkan oleh IRRI bekerja sama
dengan Litbang Pertanian Kementrian Pertanian (Dobermann dan Fairhurst 2000).
Sistem ini telah dikembangkan menggunakan teknologi web dan mobile (berbasis
sms dan Android) yang dapat diakses oleh petani atau kelompok tani di berbagai
wilayah untuk mendapatkan rekomendasi pupuk yang sesuai berdasarkan varietas
padi yang ditanam, serta karakteristik spefisik, luas lahan, karakteristik klimat dari
lokasi sawah yang digarap petani. Pendekatan presisi pemberian air yang tepat
waktu dan tepat volume pada lahan tanaman hortikultura dilakukan dengan
mempertimbangkan kondisi spesifik lahan, kelembapan tanah, jenis tanah, dan
periode tanam (Heriyanto et al. 2016).

Penyediaan dan penentuan tingkat ketersediaan air irigasi yang presisi


secara spasial juga merupakan bagian dari pertanian presisi di rantai hulu
pertanian. Sebagai ilustrasi adalah analisis penyediaan air irigasi dengan air
permukaan dan air tanah pada musim kemarau di Kabupaten Nganjuk.
Pemanfaatan air tanah sebagai sumber irigasi sangat mendukung peningkatan
produksi pertanian. Dengan analisis spasial dari komponen neraca air, indeks
vegetasi tanaman, dan tingkat kepadatan sumur pada musim kemarau, ditemukan
beberapa lokasi yang mengalami kekurangan air irigasi, eksploitasi air tanah yang
berlebih, dan sumber air tanah yang cukup untuk musim kemarau. Berdasarkan
hasil analisis ketersediaan air tanah pada musim kemarau ini dapat dihasilkan
lokasi-lokasi yang dapat ditanami dua kali atau tiga kali setahun tanpa mengalami
kekurangan air atau eksploitasi air tanah berlebihan. Sistem cerdas dan presisi
deteksi dini penyakit virus Huanglongbing pada tanaman jeruk dengan metode
spektroskopi telah dikembangkan sehingga memungkinkan deteksi serangan
penyakit tersebut walaupun secara kasat mata belum bergejala.
Penyakit Huanglongbing ini merupakan penyakit ganas yang belum ada
cara penanggulanggannya jika tanaman jeruk sudah terserang dan bergejala
sehingga tanaman tersebut harus dimusnahkan. Sistem deteksi cerdas berbasis
Jaringan Syaraf Tiruan (JST) memungkinkan deteksi dini penyakit ini sebelum
bergejala sehingga membuka peluang penanggulangan penyakit tersebut sebelum
mencapai kondisi kerusakan fatal (Firmansyah 2015).

Budidaya pada Lahan Tertutup

Pada produksi ayam broiler telah dikembangkan sistem pemantauan


perilaku dan gerakan ayam broiler secara realtime pada kandang tertutup berbasis
kamera dan video yang bisa diakses secara langsung melalui jaringan internet
untuk mendukung diagnosa serta kendali preventif dan kuratif terhadap ayam
broiler pada waktu yang tepat (Seminar, Afnan, dan Kurnia 2014). Sistem kendali
dan pemantuan terdistribusi produksi broiler dan tanaman pada bangunan tertutup
(broiler house dan greenhouse) yang terletak di beberapa lokasi geografis yag
tersebar telah dikembangkan dengan menggunakan sistem multiagen cerdas yang
tersebar. Agen yang menjadi sentral kendali dan pemantau adalah supervisory
agent (server), sedangkan agen-agen yang mendapatkan instruksi kendali dan
pemantauan di masing-masing rumah produksi adalah supervised agents (clients)
yang terhubungkan melalui jaringan komunikasi LAN (local area network) atau
WAN (wide area network). Sentra basis pengetahuan (knowledge-base) dan basis
kaidah (rulebase) berada di supervisory agent (server) untuk memberikan
rekomendasi dan instruksi terbaik kepada masing-masing supervised agent
tentang komoditas yang dibudidayakan di rumah produksi tertutup yang menjadi
wilayah tanggung jawabnya. Dengan rekomendasi dan supervisi dari supervisory
agent tersebut setiap supervised agent dapat melakukan pengendalian kondisi
terbaik dari mikroklimat dan kebutuhan nutrisi bagi objek tanaman/ternak yang
ada di dalam rumah produksi sesuai dengan kondisi lokasi spesifik (site-specific
conditions) yang merupakan salah satu aspek dasar dari pertanian presisi.
Sistem kendali pada rumah tanaman untuk produksi tanaman berbasis
pertanian presisi telah dikembangkan untuk pengendalian suhu, kelembapan, dan
pemberian nutrisi yang sesuai dengan kondisi kebutuhan tanaman yang optimal
(Seminar et al. 2006). Sebagai ilustrasi, untuk kasus tanaman mentimun mini,
rasio antara luasan kanopi (tutupan daun tampak atas) dan diameter batang dapat
digunakan sebagai satu kriteria optimal atau tidaknya fase pertumbuhan di dalam
rumah tanaman. Dengan memantau nilai rasio tersebut, tindakan kendali terhadap
lingkungan tumbuh tanaman yang mencakup suhu, kelembapan, radiasi cahaya,
dan nutrisi dapat dioptimalkan.

Rekayasa Kultivar dan Pemilihan Bibit

Aplikasi pertanian presisi sangat membantu rekayasa kutivar melalui


rekayasa genetik tanaman ataupun hewan serta pemilihan bibit yang tepat untuk
suatu kebutuhan spesifik pada suatu lahan spesifik. Suatu lahan dengan
karakteristik tertentu bisa diintensifkan dengan budi daya varietas tanaman yang
cocok yangdan dihasilkan dari rekayasa genetik. Misalnya, pada lahan yang
kandungan asam dan potensi kekeringannya tinggi bisa dimanfaatkan dengan
membudidayakan tanaman yang tahan terhadap cekaman asam yang tinggi dan
terhadap cekaman iklim seperti kekeringan.

Rekayasa genetika bermain pada tingkat molekuler khususnya DNA.


Beberapa tahapan yang digunakan dalam rekayasa genetika yaitu isolasi DNA,
manipulasi DNA, perbanyakan DNA, serta visualisasi hasil manipulasi DNA,
DNA rekombinan, dan kloning gen. Penerapan pertanian presisi berbasis
teknologi informasi, seperti teknologi mikroarray dan DNA sequencer, untuk
rekayasa varietas unggul memberikan prospek yang sangat besar. Dengan
teknologi tersebut penggabungan gen untuk ketahanan hama dan penyakit dapat
dilakukan lebih cepat dan akurat yang sebelumnya sangat sulit dilakukan dengan
metodametode konvensional (Sumarno 2010, Clarke 2013). Sistem pakar untuk
pemilihan varietas tomat untuk budidaya berbasis pertanian presisi telah
dikembangkan oleh Amanda, Seminar, Syukur, dan Noguchi (2013).
Parameter keputusan yang digunakan untuk pemilihan varietas tomat
mencakup ketinggian lahan, potensi produksi, tujuan budi daya tomat,
karakteristik tomat (seperti ukuran, kekerasan buah, kematangan, dan warna
buah), serta ketahanan terhadap penyakit. Dari parameter tersebut dihasilkan
rekomendasi berbagai varietas tomat, mulai dari derajat kesesuaian tertinggi
sampai yang terendah (Gambar 7). Demikian juga sistem pakar pemilihan varietas
unggul kedelai telah dikembangkan menggunakan beberapa variable kriteria
seperti potensi hasil, umur polong, ukuran biji, wilayah adaptasi lahan, tinggi
tanaman, warna kulit biji, serta ketahanan terhadap penyakit dan hama
(Kumalasari 2013).

Penentuan Waktu dan Metode Panen

Proses pemanenan yang baik adalah yang tepat waktu dan tepat metode
dengan mempertimbangkan kondisi tanaman, iklim, lingkungan, dan lahan di
lokasi tertentu. Dukungan teknologi dan sistem informasi dapat meningkatkan
kecepatan dan keakuratan perencanaan panen dengan melakukan simulasi dan
pengambilan keputusan berbasis pengetahuan dan kaidah (Nishiguchi dan
Yamagata 2009, Solahudin 2010). Kemampuan untuk mengidentifikasi perbedaan
selama masa pertumbuhan hingga panen dapat dilanjutkan di urutan gandum yang
mengering (warna merah pada Gambar 10) akan mampu mengurangi jumlah
bahan bakar minyak yang digunakan untuk pengeringan dan selanjutnya akan
memangkas emisi CO2 (Nishiguchi dan Yamagata 2009).

Sistem Pencatatan dan Pelaporan Produksi

Pada proses pascapanen, pencatatan panen merupakan aktivitas yang


sangat diperlukan untuk pemantauan dan evaluasi produksi. Pada pemanenan
produksi kelapa sawit misalnya, pemanenan yang dilakukan unit area panen
terkecil yaitu blok dicatat dan dilaporkan oleh petugas pemeriksa buah setelah
disetujui mandor panen melalui sms (short messaging system) ke server pusat di
perkebunan kelapa sawit, seperti yang telah dikembangkan oleh tim IPB untuk
PTPN IV Medan (Seminar 2015). Data yang dilaporkan via sms adalah IdBlok,
luas panen, tanggal panen, fase panen (pusingan), serta jumlah tandan dan berat
tandan. Data yang telah dimasukkan ke sistem dapat diolah dan ditampilkan untuk
kebutuhan pimpinan dan unit kerja dalam evaluasi, pengambilan keputusan,
perhitungan rendemen, prediksi produksi, serta perencanaan ke depan.
Pengembangan dan pemanfaatan lanjut dari sistem ini dapat mendukung
manajemen pemupukan, evaluasi lahan (blok, afdeling, dan kebun) produktif,
perencanaan sarana produksi, dan analisis biaya berbasis pertanian presisi dengan
memanfaatkan data spasial maupun nonspasial.

Sebuah model untuk identifikasi sapi dan registrasi telah dikembangkan


(Seminar et al. 2010), di mana sistem dapat digunakan untuk pencatatan dan
verfikasi kelahiran sapi yang di-entry oleh petani atau kelompok tani via sms.
Data yang di- entry mencakup tanggal lahir dan berat badan, silsilah, riwayat
kesehatan, ukuran, kepemilikan, sejarah gerakan, serta kulit atau warna bulu sapi.
Setiap sapi yang telah disampaikan atau diimpor dari luar negeri diidentifikasi dan
terdaftar di sistem; semua informasi penting tentang sapi kemudian dapat
diperoleh pada berbagai tahap tujuan traceability rantai pasokan. Untuk akuisisi
data yang real-time dapat digunakan berbagai perangkat input (seperti sensor
RFID, sensor barcode dan QR, sensor sidik moncong, sensor tag telinga, sensor
microchip, sensor tato, serta GPS).

Sistem Sortasi

Salah satu penerapan pertanian presisi adalah penyortiran produk pertanian


seperti produk tomat berdasarkan parameter warna dan ukuran tomat. Pendekatan
pertanian presisi perlu diterapkan pada sortasi buah tomat karena proses sortasi
secara manual umumnya menghasilkan produk dengan keragaman kurang baik
dan juga waktu yang relatif lama. Untuk meningkatkan keseragaman, akurasi, dan
waktu pemrosesan proses sortasi dapat dilakukan dengan mesin cerdas
menggunakan Jaringan Saraf Probalistik (Probabilistic Neural Network/PNN)
dengan sistem komputasi paralel (Seminar et al. 2008). Sistem sortasi produk
pertanian dengan metode presisi dapat dilakukan dengan memanfaatkan sistem
komputasi cerdas untuk menetapkan mutu produk dengan objektif, seragam, dan
cepat. Sistem pemutuan teh hitam menggunakan sensor kamera untuk menangkap
citra dari bubuk teh hitam yang kemudian diolah dan dianalisis dengan metode
jaringan syaraf tiruan (JST) untuk sekaligus menentukan kelas dan grade teh
hitam (Muqodas 2015), seperti disajikan pada Gambar 12. Demikian juga sistem
cerdas sortasi nanas juga telah dikembangkan untuk menentukan mutu nanas
menggunakan fitur warna dan ukuran nanas (Rahman 2016).

Pemilihan Segmen Pasar

Segmen pasar mengacu kepada sekelompok pembeli potensial untuk


kategori produk atau layanan yang kebutuhannya sama. Seorang anggota dalam
kelompok segmen pasar tertentu memiliki kebutuhan yang lebih mirip dengan
kebutuhan anggota lain dari segmen yang sama daripada kebutuhan dari anggota
dari segmen pasar yang berbeda. Contoh segmen pasar untuk produk kopi bubuk
ada beberapa kelompok, seperti “pembeli kopi arabika”, “pembeli kopi robusta”,
“pembeli aroma dan cita rasa kopi”. Pengetahuan tentang segmen pasar
memungkinkan produsen untuk menargetkan penawarannya dengan presisi bagi
anggota segmen tertentu sehingga mendapatkan penjualan dan kepuasan
pelanggan yang lebih tinggi. Tujuan utama dari segmentasi pasar adalah untuk |
28 | secara akurat memprediksi kebutuhan pasar dan meningkatkan profitabilitas
dengan membuat produk dalam jumlah yang tepat, untuk pasar yang tepat, dengan
biaya yang optimal. Metode komputasi cerdas dapat digunakan untuk menentukan
segmen pasar sehingga membantu tindakan pemasaran produk pertanian yang
lebih presisi (Rowe 2012; Tikmani, Tiwari, dan Khedkar 2015). Data yang
digunakan untuk segmentasi adalah data sejarah pembelian produk oleh
pelanggan (frekuensi pembelian, volume dan nilai pembelian, profil pelanggan,
serta jenis produk yang dibeli).

Sistem Pelacakan

Traceability (keterlacakan) adalah kemampuan untuk melacak


(mengidentifikasi dan mengukur) semua tahapan yang mengarah ke titik tertentu
dalam suatu proses yang terdiri dari rantai peristiwa yang saling terkait
(https://en.wiktionary.org/ wiki/traceability). Menurut Bosona dan Grebesenbet
(2013), keterlacakan adalah bagian dari manajemen logistik yang menangkap,
menyimpan, dan menyediakan informasi yang relevan untuk suatu produk
pertanian pada semua simpul rantai produksi makanan dari hulu ke hilir, di mana
produknya dapat diperiksa untuk keperluan keamanan, kendali mutu, serta
pelacakan mundur dan maju di setiap saat. Menurut Pizzuti dan Mirabelli (2015)
suatu sistem pelacakan diperlukan sebagai alat untuk mengontrol kualitas dan
keselamatan pangan.

Pelacakan didefinisikan sebagai kemampuan menelusuri komoditas


makanan, pakan, atau substansi yang ditambahkan ke dalam makanan, meliputi
semua langkah dari produksi, prosessing, dan distribusi (Rijswijk dan Frewer
2008). Tiga elemen dasar yang diketahui informasinya, yaitu nama produk, asal
produk, dan saat didistribusikan atau kemampuan untuk mengikuti atau
mempelajari secara detail (langkah demi langkah), riwayat dari aktivitas atau
proses tertentu (Webster’s Dictionary 2011). Opara (2003) menyatakan bahwa
traceability untuk rantai produksi pangan harus mencakup keterlacakan produk,
proses, genetika, sarana produksi (input), hama dan penyakit, serta metode
pengukurannya.

Kemampuan melacak perjalanan produk dari hulu ke hilir (traceability)


merupakan salah satu kebutuhan fungsional yang vital untuk implementasi
pertanian presisi yang mengandalkan data dan informasi yang presisi untuk
mengambil keputusan dan tindakan yang presisi pula. Untuk itu sistem pelacakan
yang berbasis teknologi informasi perlu dikembangkan menggantikan sistem
pelacakan manual yang memiliki banyak kelemahan untuk mendukung kebutuhan
industri pertanian modern saat ini (Aizenbud-Reshef et al. 2006; Visayadamrong
et al. 2013). Model sistem traceability berbasis teknologi informasi telah
dikembangkan oleh Seminar (2015)
Sistem yang dikembangkan tersebut mendukung beberapa fungsi kritis
untuk kebutuhan pelacakan, yaitu 1) fungsi komputasi dengan berbagai model dan
skenario; 2) fungsi akuisisi data dan distribusi informasi di setiap node (aktor)
yang terlibat pada rantai produksi; 3) fungsi penyimpanan data dan informasi
berupa data spasial, temporal, statistik, dan serial (dalam bentuk teks, video, dan
audio) yang diperlukan untuk tujuan traceability; dan 4) fungsi integrator dan
konektor semua aktor di berbagai mata rantai produksi dari hulu ke hilir (Seminar
2015).

Dengan sistem pelacakan tersebut data yang terkait dengan produk


pertanian dari hulu ke hilir di setiap simpul rantai produksi dan pasok diakuisisi,
disimpan, dan diolah untuk menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk
pemantauan, pengambilan keputusan, pengendalian, dan pengawalan proses
produksi yang baik dan aman. Desain arsitektur sistem pelacakan yang mengacu
pada Gambar 12 dikembangkan lebih lanjut dengan model rantai aktor yang
terlibat dalam aliran produksi (Gambar 17). Dengan arsitektur ini memungkinkan
fungsi pelacakan mundur (backword tracing) dan pelacakan maju (forward
tracing) suatu produk dan proses transformasi produk yang melibatkan aktor dari
hulu ke hilir (Opara 2003, Bosona & Grebesenbet 2013, ITC 2015).

Sistem Pelancakan Rantai Produksi Broiler

Sistem pelacakan rantai produksi broiler berbasis web telah dikembangkan


mencakup rantai produksi dari lahan produksi (production farm) hingga ke retailer
(Triyanto 2016), seperti disajikan di Gambar 1.

Gambar 1 Model alur rantai produksi broiler (Triyanto 2016)


Sistem pelacakan memungkinkan setiap aktor untuk melihat sejarah
perjalanan produk dan asal produk dengan menggunakan International Article
Number (EAN) barcode sebagai identitas unik produk yang dikaitkan dengan
berbagai informasi yang terkait perjalanan produk dari satu aktor ke aktor yang

berikutnya seperti disajikan pada Gambar 2 & 3.

Gambar 2 Penggunaan barcode sebagai identitas pelacakan ayam broiler (Triyanto


2016)
Gambar 3 Pelacakan produk dari Rumah Potong Ayam berbasis barcode (Triyanto
2016)

Data dari semua aktor rantai produksi broiler dirancang secara terpadu
sehingga memungkinkan penyimpanan dan registrasi aktor yang terlibat seperti
disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Integrasi data aktor pada ranbai produksi ayam broiler (Triyanto 2016)
PENUTUP

Pertanian berkelanjutan merupakan kebutuhan jangka panjang untuk


mendukung keberlangsungan kehidupan manusia seiring dengan semakin
menurunnya sumber daya, daya dukung alam, serta perubahan iklim global
sehingga menjadi isu, kajian, dan tujuan strategis yang digarap dan dicanangkan
oleh banyak negara dengan melibatkan peneliti, pengambil kebijakan, praktisi,
pemerhati, serta lembaga swadaya nasional dan internasional khususnya dalam
bidang pertanian dan lingkungan. Tiga dimensi pertanian berkelanjutan yaitu
lingkungan, sosial, dan ekonomi memerlukan pemahaman dan solusi nyata bagi
sistem agroindustri yang berkelanjutan melalui pengembangan ilmu dan teknologi
modern yang sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi serta tantangan
terkini.

Pada makalah ini telah dijelaskan bagaimana pendekatan dan penerapan


sistem pertanian presisi dan sistem pelacakan pada rantai produksi pertanian dari
hulu ke hilir (land-to-table) untuk mendukung pertanian berkelanjutan. Pertanian
presisi mengarahkan pada pengamatan dan perlakukan presisi dan tepat di semua
rantai produksi dengan berbasis waktu dan fakta keragaman (heterogenitas) lahan
(lokasi), iklim, tanaman dan hewan, ketersediaan air dan energi, segmen pasar,
preferensi konsumen dan informasi terkait, serta kaidah-kaidah yang sahih untuk
dijadikan skenario komputasi cerdas berbasis teknologi informasi berkinerja
tinggi untuk mendukung praktik-praktik terbaik (best practices) di semua mata
rantai produksi pertanian.

Sistem pelacakan mengarahkan kepada perekaman (akuisisi) data yang


presisi terkait dengan rantai transformasi produk dan nilai tambah objek
(komoditas/produk pertanian) dari hulu ke hilir serta dokumentasi proses dan
aktor yang terlibat pada rantai produksi tersebut. Sistem pelacakan
memungkinkan integrasi hulu-hilir serta analisis mundur (backward tracing) untuk
melakukan diagnosis produk (darimana asalnya, riwayat penyakit, diagnosa susut,
dan kerusakan), serta analisis maju (forward tracing) produk (perencanaan produk,
destinasi di pasokan, nilai ekonomi dan daya jual produk, serta prediksi volume
dan harga).

Kemampuan sistem pelacakan merekam perjalanan produk serta analisis


maju dan mundur sangat mendukung prinsip dan penerapan pertanian presisi.
Sebaliknya, pendekatan dan penerapan pertanian presisi juga diperlukan untuk
mengoptimalkan kemampuan pelacakan produk yang tepat | 40 | waktu dan akurat
di semua mata rantai produksi pertanian, baik sistem pertanian presisi dan sistem
pelacakan membutuhkan dukungan teknologi komputasi dan informasi berkinerja
tinggi karena berhadapan dengan data bervolume besar (big data) dan beragam
terkait dengan rantai produksi pertanian (data spasial, data temporal, data citra,
data video dan suara, serta data teks dan numerik) dan proses komputasi cerdas
dan kompleks yang layak waktu.

Walaupun potensi dan bukti riset pertanian presisi dan sistem pelacakan
serta keberadaan teknologi pendukungnya memberikan peluang dan solusi baru
bagi sistem pertanian (agroindustri) berkelanjutan, namun dalam penerapannya
perlu pengkajian, diseminasi, dan edukasi pemahaman yang seksama dari semua
pemangku kepentingan, utamanya aktor agroindustri (petani dan pengusaha), serta
advokasi kepada pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan aspek legal. Investasi
teknologi untuk penerapan pertanian presisi dan sistem pelacakan perlu dihitung
dan direncanakan dengan cermat dan bijak, dengan mempertimbangkan kesiapan
SDM dan infrastruktur pendukung, aspek legal, serta budaya kerja untuk
transformasi proses bisnis (process business reengineering) menuju pertanian
yang berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA

Adiyoga W, Asandhi AA, Laksanawati A, Nurhartuti, Sulastrini I. 2007. Rantai


pasokan sayuran dan persepsi partisipan rantai terhadap pentingnya keamanan
pangan. Jurnal Hortikultura, 3 (xvii): 1–16.

Amanda ECR, Seminar KB, Syukur M, Noguchi R. 2015. Development of expert


system for selecting tomato (Solanum lycopersicum L.) varieties. The proceedings
of the 3rd International Conference on Adaptive and Intelligent Agroindustry
(ICAIA) 2015.

Bongiovanni R, Lowenberg-deboer J. 2004. Precision agriculture and


sustainability. Precision Agriculture 5(4): 359–387.

Dobermann, A. & Fairhurst, T. 2000. Rice: Nutrient Disorders & Nutrient


Management. PPI, PPIC & IRRI. Oxford Graphic Printers Pte Ltd.

Firmansyah, A. 2015. Penggunaan Vis-NIR untuk deteksi serangan


Huanglongbing pada daun jeruk [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB.

Heriyanto H, Seminar K B, Solahudin M, Subrata IDM, Supriyanto, Liyantono,


Noguchi R, Ahamed, T. 2016. Water supply pumping control system using PWM
based on precision agriculture principles. International Agricultural Engineering
Journal (IAEJ) 25(2): 1–8. [ITC] International Trade Centre. 2015. Traceability in
food and agricultural products. Bulletin 91(201).

Khawarizmie A. 2005. Uji dan aplikasi komputasi paralel dengan jaringan saraf
probabilistik pada proses klasifikasi mutu tomat [Skripsi]. Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB.

Anda mungkin juga menyukai