Anda di halaman 1dari 8

Mendesain Agroekosistem Berkelanjutan Berbasis Agroekologi

A. Pendahuluan Menemukan sistem pertanian yang berkelanjutan, dengan input yang rendah, keragaman organisme, dan penggunaan energi yang efisien kini telah menjadi salah satu subjek fokus peneliti, petani, maupun pembuat kebijakan di berbagai belahan dunia. Sistem pertanian berkelanjutan diharapkan dapat menjadi solusi bagi pemenuhan kebutuhan pangan secara berkelanjutan dan meminimalisir dampak kerusakan lingkungan yang selama ini menjadi sisi negatif penerapan teknik pertanian modern. Pertanian berkelanjutan secara umum merujuk pada model pertanian yang berupaya untuk menyediakan hasil pertanian secara terus-menerus dalam jangka panjang melalui penggunaan teknologi manajemen ekologi. Pertanian

berkelanjutan melihat pertanian sebagai suatu ekosistem dan oleh karena itu muncullah istilah agroekosistem. Fokus utama agroekosistem bukanlah tingginya produksi komoditi tertentu, tetapi pada optimalisasi sistem secara keseluruhan. Hal ini menempatkan stabilitas dan keberlajutan sebagai isu yang lebih vital dibandingkan produksi ekonomi. Kunci strategy pertanian berkelanjutan adalah dengan mengembalikan keragaman organisme pada lahan pertanian (Altieri, 1987). Keragaman dapat ditingkatkan dalam dua dimensi, yaitu waktu dan ruang. Keragaman dalam dimensi waktu dapat ditingkatkan dengan melakukan pergiliran tanaman, sedangkan dalam dimensi ruang keragaman dapat ditingkatkan dengan penggunaan tanaman penutup tanah, intercropping, agroforestri, dll. Keragaman vegetasi berdampak pada pengendalian hama melalui mekanisme musuh alami, optimalisasi daur nutrisi, konservasi tanah dan energy, dan pengurangan ketergantungan terhadap input luar. Pengembangan model agroekosistem akan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan sosial suatu wilayah. Model agroekosistem yang cocok pada suatu

daerah belum tentu sesuai untuk daerah lain. Desain agroekosistem yang tepat akan meningkatkan efisiensi produksi sistem tersebut, oleh karenanya

pengetahuan mengenai perancangan agroekosistem penting untuk diketahui. Makalah ini akan membahas mengenai tahapan perancangan agroekosistem. B. Mendesain Agroekosistem 1. Memilih Sistem Pertanian Langkah pertama dalam mendesain sistem pertanian adalah dengan membuat konsep sistem pertanian tersebut. Konsep ini meliputi hal-hal berikut: Tujuan Batasan Konteks tersebut bekerja Komponen Interaksi Input berasal dari luar Sumber Daya : Elemen dalam sistem yang digunakan : Unsur-unsur pokok yang menyusun sistem tersebut Hubungan di antara komponen-komponen tersebut : Materi/energi yang digunakan oleh sistem yang : Mengapa sistem ini dibangun : Dimana sistem tersebut berawal dan berakhir : Pada kondisi lingkungan luar seperti apa sistem

sebagaimana fungsinya Hasil Produksi By-produk : Output yang diinginkan : Hasil sampingan yang bermanfaat.

Dalam merancang konsep Agroekosistem ini, sangat penting untuk mempertimbangkan hal-hal berikut: 1. Agroekosistem adalah kumpulan komponen biotik dan abiotik yang terhubung dan membentuk unit kerja ekologis.

2. Agroekosistem dapat dirancang mampu mengatur sistem sendiri pada batasan tertentu. 3. Agroekosistem bervariasi menurut komponen alami penyusunnya dalam dimensi ruang dan waktu dan tingkat manajemen yang diterapkan. 4. Tidak ada unit agroekosistem yang benar-benar berdiri sendiri dan secara biologis sangat jarang memiliki batasan yang jelas. Langkah selanjutnya adalah mencocokkan konsep sistem sedekat mungkin dengan keterbatasan dan sumber daya yang tersedia. Lingkungan berbeda, baik dari segi sumberdaya maupun keterbatasannya, dan sejauh apa lingkungan tersebut dapat dimodifikasi. Sumber daya juga dapat dimodifikasi, namun setiap modifikasi akan menimbulkan biaya. Faktor yang mempengaruhi pemilihan sistem pertanian disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Faktor yang mempengaruhi pemilihan sistem pertanian Faktor Ekologi Klimatik Tanah Biologi Infrastruktur Kendala Ekonomi Eksternal Pasar Komunikasi Ketersediaan Kredit Faktor Operasional Ukuran Pertanian Tenaga kerja Penerimaan Personal Preferensi Personal

Kepemilikan Lahan Suplai Air Ketersediaan Sumber Energi

2. Elemen Keberlanjutan Prinsip dasar agroekosistem berkelanjutan adalah konservasi sumber daya yang dapat diperbaharui, adaptasi tanaman terhadap lingkungan, dan

mempertahankan level produksi yang tinggi namun berkelanjutan. Untuk memperoleh sistem pertanian yang secara ekologis berkelanjutan dalam jangka waktu yang panjang, sebuah sistem pertanian haruslah: Mengurangi penggunaan energi dan sumber daya Menerapkan metode produksi yang dapat mengembalikan mekanisme homeostatis yang kondusif bagi stabilitas komunitas, mengoptimalkan laju pergantian dan daur ulang materi dan nutrisi, memaksimalkan

kapasitas penggunaan landscape, dan memastikan efisiensi aliran energi. - Mendorong produksi bahan makanan lokal yang telah beradaptasi dengan faktor lingkungan dan sosial ekonomi. - Mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan ekonomi pertanian skala kecil dan menengah. Terdapat empat aspek pertanian yang harus dipahami untuk mencapai keberlanjutan dalam sistem pertanian. Aspek tersebut antara lain: 1. Biologis : Tumbuhan dan hewan dan efek biologis dari faktor fisik dan kimia (iklim, tanah) dan manajemen pertanian yang mempengaruhi tumbuhan dan hewan tersebut. 2. Aktivitas Pertanian : Aktivitas fisik di bidang pertanian yang mengkomninasikan tenaga kerja, keterampilan, mesin dan energi. 3. Ekonomi Pertanian : Biaya produksi, dan harga hasil produksi, jumlah produksi dan daya serap pasar, resiko, dan hal lain yang mempengaruhi pendapatan pertanian. 4. Sosial Ekonomi : Pasar, hak penggunaan lahan, tenaga kerja, mesin, bahan bakar, input, kredit, pajak, penelitian, dan bantuan teknis. 3. Model Desain Agroekosistem

Batasan fisiologis tanaman, daya dukung lapangan, dan biaya untuk meningkatkan produksi menentukan produktivitas potensial agroekosistem. Agroekosistem mendorong terjadinya keseimbangan alami dalam ekosistem. Untuk mendesain sistem pertanian yang seimbang dan mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan, kita dapat belajar dari struktur ekosistem alami atau semi alami yang terdapat pada area tersebut. Informasi penting yang dapat diperoleh antara lain: Produksi Primer : Tergantung pada faktor klmatik dan edapik, setiap area

dikarakterisasi oleh tipe vegetasi dengan kapasitas produksi yang spesifik. Misalnya suatu padang rumput dengan biomassa rumput 6.600 g/m2 tidak dapat mendukung hutan denga biomassa 26.000 gr/m2 ) kecuali jika input luar ditambahkan dalam sistem. Sehingga jika suatu padang rumput akan dialihfungsikan menjadi pertanian, maka lebih baik menanam tanaman cerealia dibandingkan tanaman buah-buahan.

Kapasitas Penggunaan Tanah: Sangat penting untuk memperhatikan kualitas tanah seperti ketersediaan air, nutrisi, oksigen, tekstur tanah, salinitas kemungkinan untuk melakukan mekanisasi, dan resistensi terhadap erosi (Vink, 1975). Pola vegetasi; Pola vegetasi pada ekosistem alami dapat dgunakan sebagai model arsitektur dan botanical untuk mendesain agroekosistem pada lokasi tersebut. Studi mengenai produktivitas, komposisi spesies, dan efisiensi penggunaan sumber daya, ketahanan terhadap hama, dan distribusi luas daun pada komunitas alami tanaman sangat penting untuk mambangun agroekosistem yang meniru suksesi ekosistem alami (Ewel, 1986). menurut Ewel pada dataran rendah daerah beriklim tropis basah, membangun agroekosistem yang meneyerupai ekosistem hutan adalah model pertanian berkelanjutan yang paling sesuai untuk daerah ini. Model agroekosistem ini akan mengurangi kebutuhan pupuk, penggunaan nutrisi, dan perlindungan terhadap hama. Pengetahuan Lokal Petani; Pada sebagian besar areal pedesaan petani telah bercocok tanam selama berpuluh tahun, dan sebagian dari mereka telah berhasil mengembangkan sistem pertanian yang dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan lokal. Model sistem yang berhasil biasanya menunjukkan adaptasi yang baik terhadap lingkungan, berdasarkan sumber daya lokal, dan mengkonservasi sumber daya alam. 4. Karakteristik Tanaman dan Pola Penanaman Karakteristik biologi dan agronomis tanaman sangat penting untuk menentukan tanaman apa yang tepat pada kondisi lingkungan dan praktek pertanian yang akan diterapkan. Karakteristik tanaman yang perlu dipertimbangkan antara lain: Peride tumbuh. waktu yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan lama fase pertumbuhannya sangat penting untuk menentukan zona iklim yang tepat untuk tanaman tertentu, dan ketepatan untuk mengkombinasikannya ke dalam sistem multipel cropping. Fotoperiodisme, pada banyak tanaman panjang hari akan menentukan waktu berbunga, berkecambah, dan dormansi pada tanaman, oleh karena itu hal ini penting untuk diperhatikan.a efisiensi

Karakteristik pertumbuhan, karakteristik pertumbuhan sangat penting untuk menentukan praktek manajemen tanaman.

Sistem Perakaran, terdapat dua tipe sistem perakaran yaitu sistem perakaran dalam dan perakaran dangkal. Kombinasi yang tepat dari kedua sistem perakaran ini akan meningkatkan efisiensi sistem.

C. Desain Agroekosistem Berkelanjutan (Contoh Kasus) Diversifikasi pada pertanian bawang di Michigan Agroekosistem berkelanjutan ini didesain untuk meminimalisir serangan hama utama tanaman bawang yaitu ulat bawang (Delia Antiqua). Agroekosistem ini didesai dari pemahaman hubungan antara penyakit, gulma, dan serangga, serta komponen lain dalam sistem ini (Groden, E,. 1982 dalam Altieri 1989).

PETERNAKAN SAPI GULMA PEMBATAS BAWANG YANG DITANAM LEBIH AWAL LOBAK 1 LOBAK 2 LOBAK 3 BAWANG YANG DITANAM LEBIH LAMBAT GULMA PEMBATAS

Gambar 1. Agroekosistem untuk mengurangi serangan ulat bawang. Peternakan sapi dan gulma pembatas menyediakan inang bagi dan nektar bagi musuh alami ulat bawang. Peternakan sapi juga menjadi meningkatkan

populasi ulat tanah yang berarti meningkatkan popolasi lalat harimau, predator alami lalat bawang. Keberadaan peternakan sapi dan gulma pembatas menyebabkan berkurangnya populasi hama yang sampai pada lahan bawang. Penanaman lobak dan perbedaan waktu penanamannya menyediakan alternatif host dan suplai makanan yang berkelanjutan bagi kumbang A. bilineata yang memangsa ulat bawang. Sedangkan tanaman bawang yang ditanam lebih awal dapat menjadi semacam perangkap sehingga bawang yang ditanam terlambat dapat bebas dari serangan ulat bawang. D. Prinsip ekologi dalam desain dan manajemen Agroekosistem Menurut Reijntjes et al (1992), terdapat lima prinsip ekologi dalam mendesai dan mengatur agroekosistem berkelanjutan. Prinsip tersebut antara lain: 1. Mempertahankan kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman, khususnya dengan manajemen bahan organik. 2. Optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan aliran nutrisi. 3. Meminimalisir kehilangan melalui aliran radiasi matahari, udara, dan air dengan manajemen iklim mikro, manajemen air, dan pengendalian erosi. 4. Meminimalisir kehilangan hasil karena serangan hama dan penyakit dengan mencegah dan memberi perlakuan yang tepat. 5. Meningkatkan penggunaan sumberdaya genetis yang beragam. D. Penutup Keragaman mempengaruhi lingkungan, ekosistem, suatu dan kondisi sosial Setiap ekonomi model

desain

rancangan

agroekosistem.

Agroekosistem haruslah secara spesifik dirancang berdasarkan kondisi lingkungan dan social ekonomi setempat, dengan memperhatikan potensi sumber daya lokal. Desain agroekosistem yang tepat akan meningkatkan efisiensi produksi pertanian dan menjamin keberlanjutannya.

E. Referensi Altieri, M. 1989. Agroecology The sciense of Sustainable Agriculture. Westview Press. Reijentjes. 1992. Pertanian Masa Depan. Kanisius. Jogyajarta. Vink, A.P.A. 1975. Land Use in Advancing Agriculture. New york. Thorne, D.W., dan M.D. Thorne. 1979. Soil, Water, and Crop Production. Westport Avi Pub.Coo.

Anda mungkin juga menyukai