Anda di halaman 1dari 32

1 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

BAB I
PENDAHULUAN



Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas ekspor penting dari Indonesia. Data
menunjukkan, Indonesia meng-ekspor kopi ke berbagai negara senilai US$ 588,329,553.00,
walaupun ada catatan impor juga senilai US$ 9,740,453.00 (Pusat Data dan Statistik Pertanian,
2006). Di luar dan di dalam negeri kopi juga sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat. Di
Indonesia sudah lama dikenal ada beberapa jenis kopi, diantaranya adalah:
a. Kopi arabika.
Penyebaran tumbuhan kopi ke Indonesia dibawa seorang berkebangsaan Belanda
pada abad ke-17 sekitar tahun 1646 yang mendapatkan biji arabika mocca dari Arabia.
Jenis kopi ini oleh Gubernur Jenderal Belanda di Malabar dikirim juga ke Batavia pada
tahun 1696. Karena tanaman ini kemudian mati oleh banjir, pada tahun 1699 didatangkan
lagi bibit-bibit baru, yang kemudian berkembang di sekitar Jakarta dan Jawa Barat,
akhirnya menyebar ke berbagai bagian di kepulauan Indonesia (Gandul, 2010).
Sekitar satu abad kopi arabika telah berkembang sebagai tanaman rakyat. Perkebunan
kopi pertama diusahakan di Jawa Tengah (Semarang dan Kedu) pada awal abad ke-19,
sedang perkebunan kopi di Jawa Timur (Kediri dan Malang) baru dibuka pada abad ke-19,
dan di Besuki bahkan baru pada akhir tahun 1900an. Hampir dua abad kopi arabika
menjadi satu-satunya jenis kopi komersial yang ditanam di Indonesia. Budidaya kopi
arabika ini mengalami kemunduran karena serangan penyakit karat daun (Hemileia
vastatrix), yang masuk ke Indonesia sejak tahun 1876. Kopi arabika hanya bisa bertahan di
daerah-daerah tinggi (1000 m ke atas), di mana serangan penyakit ini tidak begitu hebat.
b. Kopi robusta.
Kopi Robusta (Coffea canephora) dimasukkan ke Indonesia pada tahun 1900
(Gandul, 2010). Kopi ini ternyata tahan penyakit karat daun, dan memerlukan syarat
tumbuh dan pemeliharaan yang ringan, sedang produksinya jauh lebih tinggi. Oleh karena
itu kopi ini cepat berkembang, dan mendesak kopi-kopi lainnya. Saat ini lebih dari 90%
dari areal pertanaman kopi Indonesia terdiri atas kopi Robusta.
2 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

c. Kopi spesial Indonesia.
Di dunia termasuk di Indonesia dikenal kopi khas yang citarasanya khas. Contoh kopi
tersebut di Indonesia antara lain kopi lintong, kopi toraja dan lainnya, yang umumnya
adalah jenis kopi arabika. Secara historis dikenal juga kopi luwak yang sangat terkenal
citarasanya karena cara panen dan prosesnya yang melalui hewan luwak.

Gambar 1. Biji kopi biasa dan kopi luwak

Kopi arabika di Indonesia pada umumnya termasuk varietas typica (Coffea arabika var
Typica) dan dari varietas ini telah diperoleh suatu kultivar yang banyak di tanam di Jawa
Timur (Dataran Tinggi Ijen), yaitu kultivar Blawan Pasumah yang peka sekali terhadap
penyakit karat daun, sehingga hanya dapat di tanam pada ketinggian 1000 m ke atas. Oleh
karena kopi Robusta secara komersial hanya optimal di tanam pada ketinggian sampai 800 m,
ini berarti terdapat suatu zona ketinggian dengan jarak vertikal 200 m yang kosong yang tidak
optimal jika ditanam kopi. Untuk memperkecil zona gap ini, telah diusahakan mencari jenis-
jenis kopi arabika yang lebih tahan terhadap karat daun, sehingga dapat ditanam pada
ketinggian lebih rendah. Dalam rangka ini, pada tahun 1929 telah dimasukkan varietas
abessinia (C. arabika var. Abyssinica), yang relatif lebih resisten, sehingga dapat ditanam pada
ketinggian 700 m ke atas. Dengan demikian maka zonal gap tersebut secara potensial telah
dapat diatasi.
Pada tahun 1955/56 telah dimasukkan sejumlah nomor seleksi dan kultivar Arabika dari
luar negeri. Dari introduksi ini telah terpilih beberapa nomor lini S, yang berasal dari India,
yang lebih tahan terhadap penyakit karat daun, dan dapat ditanam pada ketinggian 500 m ke
3 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

atas. Lini S ini dilepas untuk digunakan petani pada tahun 1963/64, setelah mengalami
pengujian seperlunya.
Dengan demikian, maka seluruh zona vertikal secara potensial dapat ditanami kopi,
dengan overlapping zone setinggi 300 m (antara ketinggian 500 dan 800 m), dimana secara
komersial dapat ditanam kopi Robusta maupun Arabika.

4 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

BAB II
BUDIDAYA TANAMAN KOPI



2.1. Syarat Tumbuh Kopi
2.1.1. Ketinggian Tempat
Kopi di Indonesia saat ini umumnya dapat tumbuh baik pada ketinggian tempat di atas
700 m dpl. Dalam perkembangannya dengan adanya introduksi beberapa klon baru dari luar
negeri, beberapa klon saat ini dapat ditanam mulai di atas ketinggian 500 m dpl, namun
demikian yang terbaik seyogyanya kopi ditanam di atas 700 m dpl, terutama jenis kopi
robusta. Kopi arabika baik tumbuh dengan citarasa yang bermutu pada ketinggian di atas 1000
m dpl. Namun demikian, lahan pertanaman kopi yang tersedia di Indonesia sampai saat ini
sebagian besar berada di ketinggian antara 700 sampai 900 m dpl. Mungkin hal ini yang
menyebabkan mengapa sebagian besar (sekitar 95%) jenis kopi di Indonesia saat ini adalah
kopi robusta. Oleh sebagian besar negara pengguna, kopi arabika dikonsumsi dalam jumlah
lebih banyak dibanding kopi robusta. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan cara minum kopi,
yaitu dua-pertiga atau lebih campuran seduhan merupakan kopi arabika, sedangkan sisanya
adalah kopi robusta. Secara tidak langsung kebiasaan tersebut juga mempengaruhi pangsa
pasar kopi dunia terhadap kebutuhan kopi arabika. Kondisi pasar kopi ini justru bertolak
belakang dengan produksi kopi Indonesia yang hingga saat ini masih didominasi jenis robusta.
8i8iiu
2.1.2. Curah Hujan dan Lahan
Curah hujan yang sesuai untuk kopi seyogyanya adalah 1500 2500 mm per tahun,
dengan rata-rata bulan kering 1-3 bulan dan suhu rata-rata 15-25C dengan lahan kelas S1 atau
S2 (Puslitkoka, 2006). Ketinggian tempat penanaman akan berkaitan juga dengan citarasa
kopi.

2.1.3. Bahan Tanaman dan Lingkungan Tumbuh
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kopi robusta di Indonesia adalah belum
digunakannya bahan tanam unggul yang sesuai dengan agroekosistem tempat tumbuh kopi
5 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

robusta. Umumnya petani masih menggunakan bahan tanam dari biji berasal dari pohon yang
memiliki buah lebat atau bahkan dari benih sapuan. Salah satu upaya untuk meningkatkan
produktivitas kopi robusta adalah dengan perbaikan bahan tanam. Penggantian bahan tanam
anjuran dapat dilakukan secara bertahap, baik dengan metode sambungan di lapangan pada
tanaman kopi yang telah ada, maupun penanaman baru dengan bahan tanaman asal setek.
Adapun klon-klon kopi robusta yang dianjurkan adalah BP 42, BP 234, BP 288, BP358, BP
409, dan SA 203. Oleh karena kopi robusta bersifat menyerbuk silang, maka penanamannya
harus poliklonal, dapat 3-4 klon untuk tiap hamparan kebun. Demikian pula sifat kopi robusta
yang sering menunjukkan reaksi berbeda apabila ditanam pada kondisi lingkungan berbeda,
Komposisi klon kopi robusta untuk suatu lingkungan tertentu harus berdasarkan pada stabilitas
daya hasil, kompatibilitas (keserempakan saat berbunga) antar klon untuk kondisi lingkungan
tertentu serta keseragaman ukuran biji. Adapun komposisi klon yang dapat dipilih untuk setiap
tipe iklim dan ketinggian tempat tertentu diuraikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kopi robusta untuk setiap tipe iklim dan tinggi tempat agar memberikan
potensi produksi yang tinggi

*) Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson
Referensi : Puslikoka, 2003.

Pemilihan komposisi klon berdasarkan kondisi lingkungan. Salah satu syarat menentukan
pola tanam dalam rangka menyusun komposisi klon kopi robusta agar sesuai dengan setiap
agroekosistem atau daerah pengembangannya sangat diperlukan data tipe iklim dan ketinggian
tempat daerah penanaman. Tinggi tempat optimal yang ideal untuk penanaman kopi robusta
6 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

adalah 500-700 m dpl. Perbandingan klon (komposisi) dalam penanaman kopi robusta yang
dianjurkan untuk ketinggian tempat di atas atau di bawah 400 m dpl dengan tipe iklim A/B
serta C/D tercantum dalam Tabel 1.

Sumber dan kebutuhan bahan tanam. Sumber tanaman klonal kopi harus berasal dari
kebun entres resmi, dapat dalam bentuk entres maupun setek berakar. Disarankan, apabila
akan melakukan penanaman baru sebaiknya tidak menggunakan teknik penyambungan dengan
batang bawah tetapi dengan menggunakan setek berakar, kecuali pada daerah-daerah yang
endemik nematoda. Teknik penyambungan dengan menggunakan batang bawah memiliki
resiko yang tinggi akan terjadi kesalahan klon, yaitu apabila yang tumbuh bukan klon dari
entres yang disambungkan di atasnya. Untuk mencukupi keperluan bahan tanam berupa setek
berakar, pada setiap hektarnya di tambah 20% dari jumlah populasi tanaman kopi yang
direncanakan.

2.2. Pembibitan dan Perbanyakan Bahan Tanaman
Tanaman kopi dapat diperbanyak dengan cara vegetatif menggunakan bagian dari
tanaman dan generatif menggunakan benih atau biji. Perbanyakan secara generatif lebih umum
digunakan karena mudah dalam pelaksanaanya, lebih singkat untuk menghasilkan bibit siap
tanam dibandingkan dengan perbanyakan bibit secara vegetatif (klonal). Beberapa kelebihan
yang dimiliki perbanyakan kopi secara klonal adalah sebagai berikut:
Mempunyai sifat yang sama dengan tanaman tetuanya.
Mutu hasil seragam
Memanfaatkan dua sifat unggul batang atas dan batang bawah
Memiliki umur mulai berbuah (prekositas) lebih awal
Sambungan dan setek merupakan perbanyakan tanaman kopi secara klonal yang umum
dilakukan. Tujuan penyambungan bibit kopi adalah untuk memanfaatkan dua sifat unggul dari
bibit batang bawah tahan terhadap hama nematoda parasit akar, dan sifat unggul dari batang
atas yaitu mempunyai produksi yang tinggi serta mutu biji baik. Sedangkan perbanyakan
klonal tanaman kopi dengan setek hanya memanfaatkan salah satu sifat keunggulan dari
sumber bahan tanaman.

7 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

2.2.1. Penyetekan
Merupakan proses perbanyakan kopi untuk menumbuhkan akar entres kopi dengan
menggunakan media tumbuh dan lingkungan. Media tumbuh yang digunakan untuk
penyetekan kopi terdiri dari campuran pasir, pupuk kandang/humus dengan perbandingan 3:1.
Hal ini dimaksudkan agar mampu menahan lengas tanah cukup lama tetapi aerasi dan
drainasinya baik. Untuk bagian paling bawah media tumbuh diberi pecahan batu dan kerikil
setebal 30 cm. Kondisi lingkungan untuk penyetekan kopi, disusun dalam bedengan yang
dibuat memanjang dengan ukuran lebar 1,25 m dengan panjang 5-10 meter atau dapat
menyesuaikan dengan keadaan tempat yang tersedia, kemudian di buat tutup
bedengan/sungkup plastik dengan tinggi 60 cm. Bedengan setek di beri naungan yang cukup
terbuat dari para-para (dari anyaman daun kelapa), disarankan penyetekan dilakukan di bawah
pohon pelindung lamtoro atau jenis pepohonan lainnya yang dapat meneruskan cahaya.
Pelaksanaan penyetekan dilakukan sebagai berikut :
1) Entres yang digunakan masih hijau dan lentur tidak terlalu muda atau tua. Umur entres
antara 3-6 bulan, karena pada umur tersebut cukup baik untuk bahan setek.
2) Entres kopi yang digunakan adalah pada ruas 2-4 dari pucuk. Pemotongan bahan setek
menjadi satu ruas 6-8 cm sepasang daun yang dikupir, bagian pangkal dipotong miring
satu arah.
3) Setek yang sudah disiapkan ditanam dengan cara menancaapkan setek ke dalam media
tumbuh sehingga daunnya menyentuh permukaan media. Setek ditanam dengan
menggunakan jarak tanam 5-10 cm, dan setelah setek tertanam tertutup/disungkup dengan
plastik.
4) Setelah setek selesai ditanam media tumbuh segera di siram air dengan menggunakan
gembor secara hati hati agar tidak merusak media tumbuh. Penyiraman dapat dilakukan 1-
2 hari sekali dengan membuka sungkup dan segera ditutup kembali.
Pemindahan setek dilakukan :
1) Setelah setek umur 3 bulan dilakukan penyesuaian dengan membuka sungkup secara
bertahap, dan pada umur 4 bulan setek dipindahkan ke pembibitan dengan
8 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

menggunakan kantong plastik yang berisi media pasir : tanah : pupuk kandang
perbandingan 1 : 2 : 1.
2) Bibit setek siap tanam di kebun setelah berumur 7 bulan di pembibitan.

2.2.2. Penyambungan
Penyambungan kopi adalah penggabungan batang atas atau disebut entres pada bibit
kopi dewasa yang digunakan sebagai batang bawah. Pelaksanaan penyambungan dilakukan di
pembibitan menggunakan bibit kopi batang bawah umur 5-6 bulan, dari saat benih
disemaikan. Teknik dan tata cara penyambungan bibit kopi dilakukan mengikuti prosedur
sebagai berikut :
1) Menyiapkan entres batang atas dan bibit batang bawah umur 5-6 bulan, kriteria bibit siap
sambung ukuran batang bawah sebesar pensil.
2) Penyambungan dilakukan dengan memotong batang bibit batang bawah ketinggian 15-20
cm dan daun bibit batang bawah disisakan 1-3 pasang.
3) Batang bibit batang bawah yang telah dipotong, diiris dibagian tengah sepanjang 2-3 cm,
untuk penyambungan entres batang atas.
4) Entres batang atas diambil dari kebun entres, dan dipotong satu ruas panjang 7 cm (3 cm
di atas ruas dan 4 cm di bawah ruas).
5) Daun pada entres dihilangkan, dan pangkal entres diiris dua sisi menbentuk huruf V.
6) Penyambungan entres batang atas ke batang bibit batang bawah, dan sambungan diikat
dengan tali rafia atau plastik.
7) Sambungan diberi sungkup kantung plastik transparan, pangkal sungkup diikat agar
kelembaban dan penguapan terkendali serta air tidak masuk.
8) Pengamatan hasil sambungan dilakukan setelah dua minggu, sambungan hidup bila entres
masih segar atau hijau dan bila sambungan mati entres berwarna hitam sungkup
dibuka/dilepas apabila tunas tumbuh yang cukup besar.
9) Tali ikatan dibuka apabila pertautan telah kokoh dan tali ikatan mulai mengganggu
pertumbuhan batang.



9 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

2.3. Penanaman
Jarak tanam kopi umumnya disesuaikan dengan kemiringan tanah. Beberapa contoh
jarak tanam, populasi dan kebutuhan jumlah setek berakar per hektarnya adalah seperti pada
Tabel 2.

Tabel 2. Jarak tanam kopi robusta sesuai kemiringan tanah dan kebutuhan bahan tanam per
hektar

Sumber: Puslit Koka (2003)

2.3.1. Tata tanam
Untuk lahan dengan kemiringan tanah kurang dari 15%, tiap klon ditanam dengan lajur
sama, berseling dengan klon lain. Pergantian klon mengikuti arah timurbarat. Apabila
kemiringan tanah lebih dari 15% tiap klon diletakkan dalam satu teras, diatur dengan jarak
tanam sesuai lebar teras. Hal ini untuk mengantisipasi apabila dikemudian hari dilakukan
penyulaman, selain memudahkan penelusuran klon juga tidak mengubah imbangan komposisi
klon (Gambar 2).

10 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i


Gambar 2. Contoh tata tanam empat klon kopi robusta yang ditata dengan jarak tanam pagar
ganda 2,5m x 2,5m.

2.4. Pemupukan
Tujuan pemupukan adalah untuk menjaga daya tahan tanaman, meningkatkan produksi
dan mutu hasil serta menjaga agar produksi stabil tinggi. Seperti tanaman lainnya, pemupukan
secara umum harus tepat waktu, dosis dan jenis pupuk serta cara pemberiannya. Semuanya
tergantung kepada jenis tanah, iklim dan umur tanaman. Pemberian pupuk dapat diletakkan
sekitar 30-40 cm dari batang pokok. Pedoman dosis pemupukan kopi secara ringkas adalah
pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Pedoman dosis pemupukan kopi

Sumber : Puslitkoka (2006)
11 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

Gambar 3. Contoh penempatan pupuk organik

Dosis pemupukan biasanya mengikuti umur tanaman, kondisi tanah, tanaman serta
iklim. Pemberian pupuk biasanya juga mengikuti jarak tanamnya, dan dapat ditempatkan
sekiatr 30-40 cm dari batang pokoknya. Seperti untuk tanaman lainnya, pelaksanaan
pemupukan harus tepat waktu, tepat jenis, tepat dosis dan benar cara pemberiannya.

2.5. Pemangkasan
Manfaat dan fungsi pemangkasan umumnya adalah agar pohon tetap rendah sehingga
mudah perawatannya, membentuk cabang-cabang produksi yang baru, mempermudah
masuknya cahaya dan mempermudah pengendalian hama dan penyakit. Pangkasan juga dapat
dilakukan selama panen sambil menghilangkan cabang-cabang yang tidak produktif, cabang
liar maupun yang sudah tua. Cabang yang kurang produktif dipangkas agar unsur hara yang
diberikan dapat tersalur kepada batang-batang yang lebih produktif. Secara morfologi buah
kopi akan muncul pada percabangan, oleh karena itu perlu diperoleh cabang yang banyak.
Pangkasan dilakukan bukan hanya untuk menghasilkan cabang-cabang saja, (pertumbuhan
vegetatif) tetapi juga banyak menghasilkan buah.
Umumnya pangkasan dengan sistem berbatang ganda tidak tergantung pada individu
pohon, oleh karena itu banyak dikembangkan di negara-negara yang sukar dan mahal tenaga
kerja. Oleh karena itu umumnya perusahaan perkebunan besar di Indonesia banyak yang
12 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

menggunakan pemangkasan dengan sistem berbatang tunggal, sedangkan perkebunan rakyat
kebanyakan menggunakan sistem berbatang ganda (Yahmadi, 2007). Untuk menentukan
terhadap pilihan sistem mana yang lebih baik sangat dipengaruhi oleh kondisi agroekosistem
dan jenis kopi yang ditanam. Sistem berbatang tunggal lebih sesuai untuk jenis kopi arabika
karena jenis kopi ini banyak membentuk cabang-cabang sekunder dan sistem ini lebih banyak
diarahkan pada pengaturan peremajaan.
Gambar 4. Salah satu contoh cara pemangkasan cabang.

Sehubungan dengan hal tersebut, apabila peremajaan cabang yang merupakan inti dan
sistem ini, kurang diperhatikan produksi akan cepat menurun, karena pohon-pohon menjadi
berbentuk payung. Untuk daerah-daerah yang basah dan letaknya rendah, dimana
pertumbuhan batang-batang baru berjalan lebih cepat sistem berbatang ganda lebih diarahkan
pada peremajaan batang oleh karena itu lebih sesuai. Sebaliknya, sistem ini pada umumnya
kurang sesuai untuk pertanaman kopi yang sudah tua yang telah lemah daya regenerasinya
(Yahmadi, 2007).
13 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

2.5.1. Sistem Pemangkasan
Terdapat dua macam sistem pemangkasan, yaitu pemangkasan berbatang tunggal (single
stem) dan pemangkasan berbatang ganda (multiple stem).
Perusahaan Perkebunan besar di Indonesia pada umum-nya menggunakan sistem
berbatang tunggal. Umumnya perkebunan-perkebunan rakyat kebanyakan menggunakan
sistem berbatang ganda. Sistem berbatang ganda pada umumnya kurang bersifat individu atau
tergantung keadaan antar pohon tanaman kopi. Untuk negara-negara yang mengalami kendala
tenaga kerja seperti Hawaii, Amerika Tengah/Selatan dan Afrika Timur sistem ini banyak
dikembangkan. Sistem mana yang lebih baik sangat dipengaruhi oleh kondisi ekologis dan
jenis kopi yang ditanam.
Sistem berbatang tunggal lebih sesuai bagi jenis-jenis kopi yang banyak membentuk
cabang-cabang sekunder misal kopi arabika, karena sistem ini lebih banyak diarahkan pada
pengaturan peremajaan cabang. Oleh karena itu apabila peremajaan cabang, yang merupakan
inti dan sistem ini, kurang diperhatikan produksi akan cepat menurun, karena pohon-pohon
menjadi berbentuk payung.
Sistem berbatang ganda lebih diarahkan pada peremajaan batang oleh karena itu lebih
sesuai bagi daerah-daerah yang basah dan letaknya rendah, dimana pertumbuhan batang-
batang baru berjalan lebih cepat. Sebaliknya, sistem ini pada umumnya kurang sesuai bagi
tanaman-tanaman tua yang telah lemah daya regenerasinya (kecuali apabila tanpa peremajaan
periodik).

2.5.2. Tujuan Pemangkasan
Kedua sistem tersebut dapat dibedakan tiga macam pemangkasan yaitu:
a. Pemangkasan Bentuk
Tujuan pangkasan bentuk dalam budidaya kopi bertujuan membentuk kerangka tanaman
yang kuat dan seimbang. Tanaman menjadi tidak terlalu tinggi, cabangcabang lateral
dapat tumbuh dan berkem-bang menjadi lebih kuat dan lebih panjang. Selain itu kanopi
pertanaman lebih cepat menutup. Hal ini penting untuk mencegah rumpai dan erosi.
b. Pemangkasan Produksi (Pemangkasan Pemeliharaan)
Pangkasan produksi bertujuan untuk menjaga keseimbangan kerangka tanaman yang telah
diperoleh melalui dari pangkasan bentuk. Pemangkasan cabang-cabang yang tidak
14 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

produktif yang biasanya tumbuh pada cabang primer, dan cabang balik, cabang cacing
(adventif). Pemangkasan cabang-cabang tua yang tidak produktif biasanya telah berbuah
2-3 kali, hal ini bertujuan agar dapat memacu pertumbuhan cabang-cabang produksi.
Apabila tidak ada cabang-cabang reproduksi, cabang tersebut harus dipotong juga agar zat
hara dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan cabang lain yang lebih produktif.
Pemangkasan juga dilakukan terhadap cabang yang terserang hama hal ini agar tidak
menjadi sumber inang.
c. Pemangkasan Rejuvinasi (Peremajaan)
Pangkasan rejuvinasi bertujuan untuk memperoleh batang muda, untuk sistem berbatang
ganda pangkasan produksi adalah juga merupakan pangkasan rejuvinasi. Pangkasan ini
dilakukan apabila produksi rendah tetapi keadaan pohon-pohon masih cukup baik. Untuk
lokasi kebun yang banyak diperoleh tanaman yang mati (lebih 50%) sebaiknya didongkel
dan dilakukan penanaman ulang (replanting). Pemangkasan ini dilakukan terhadap batang
pada tinggi 50 cm, pada menjelang musim hujan. Apabila batang nampak halus,
biasanya wiwilan sukar keluar, kurang lebih 1 tahun sebelum dilakukan rejuvenasi
tanaman harus dipotong (distump). Agar produksi tidak menurun secara drastis, maka
pemangkasan rejuvinasi hendaknya dilakukan pada akhir suatu tahun panen besar (akhir
onyear).

2.6. Penaungan
Penaungan ada yang membagi menjadi penaungan sementara dan penaungan tetap
(Puslitkoka, 2006). Penaung sementara sebaiknya dirapikan pada awal musim hujan agar tidak
terlalu rimbun. Pada penaungan tetap, percabangan paling bawah hendaknya diusahakan 1-2
meter di atas pohon kopi, oleh karena itu harus dilakukan pemangkasan secukupnya. Ada juga
yang mengatur pemangkasan sehingga percabangannya diatur agar dua kali tinggi pohon
kopinya agar tetap terjaga peredaran udaranya (Yahmadi, 2007). Jika diperlukan bahkan
dilakukan penjarangan, sehingga populasi pohon naungan menjadi sekitar 400-600 pohon/ha,
terutama setelah kanopi pohon kopi sudah saling menutup. Selama musim hujan, pohon
lamtoro sebagai pohon naungan dapat dipangkas agar matahari masuk dan merangsang
pembentukan pembungaan kopi. Penjarangan dilakukan tidak harus dengan cara mendongkel
15 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

pohon, tetapi bisa mempertahankan menjadi setinggi satu meter, sehingga apabila diperlukan
pohon naungan masih dapat tumbuh lebih tinggi lagi.
Tanaman naungan ada dua macam, yaitu (a) tanaman naungan sementara dan (b)
tanaman naungan tetap. Tanaman naungan sebaiknya tanaman leguminosa, yang dapat
mengikat nitrogen (N) pada akar-akarnya (memperkaya kandungan N tanah melalui daun-
daun yang gugur).

2.6.1. Tanaman Naungan Sementara
Tanaman penaung sementara bertujuan untuk memberikan naungan kepada tanaman
kopi sebelum penaung pohon naungan tetap dapat berfungsi dengan baik (belum cukup besar).
Ada beberapa jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai naungan-sementara yaitu:
Mogania macrophylla
Leucaena glauca
Crotalari anagyroides
Crotalaria usaramoensis
Tephrosia candida
Desmodium gyroides
Acacia villosa (dapat tumbuh baik di tempat-tempat yang lamtoro sukar tumbuh).
Untuk lahan yang endemik nematoda, hendaknya dipakai crotalaria (tidak terserang).
Sedangkan untuk tempat yang memiliki ketinggian di atas 1000 m sebaiknya menggunakan
Tephrosia yang pertumbuhannya lebih cepat (Yahmadi, 2007).

2.6.2. Tanaman Naungan Tetap
Tanaman penaung tetap yang banyak digunakan pada tanaman kopi adalah:
Lamtoro (Leucaena glauca)
Dadap (Erythrina subumbrans, dadap serep)
Sengon (Albizzia falkata; A. sumatrana). Saat ini di perkebunan, tanaman dadap jarang
digunakan lagi karena :
- Tajuknya sukar diatur;
- Banyak mengalami serangan hama dan penyakit;
- Tidak memberi kayu bakar yang baik (nilai bakar rendah).
16 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

Gambar 5. Tanaman naungan pada pertanaman kopi

Pada tempat yang tinggi (di atas 1000-1500 m), dimana lamtoro biji (Leucaena glauca)
telah banyak di ganti (ditempel) dengan jenis-jenis lamtoro yang tidak berbiji, yang juga
mempunyai pertumbuhan lebih cepat dan menghasilkan kayu pangkasan lebih banyak. Klon
lamtoro yang tahan terhadap hama kutu loncat adalah PG 79, sangat baik digunakan sebagai
penaung tetap untuk tanaman kopi. Tanaman Sengon hanya dipakai di tempat-tempat tinggi
(di atas 1000-1500 m), dimana lamtoro biji (Leucaena glauca) telah banyak di ganti
(ditempel) dengan jenis-jenis lamtoro yang tidak berbiji, yang juga mempunyai pertumbuhan
lebih cepat dan menghasilkan kayu pangkasan lebih banyak.
17 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i


2.6.3. Pengaturan Tanaman Naungan
Dalam pengelolaan tanaman naungan tetap umumnya dilakukan melalui pemangkasan.
Tujuan pengaturan naungan adalah :
1. Memberi cukup cahaya matahari.
- Untuk merangsang pertumbuhan primordia bunga.
- Primordia bunga terbentuk pada akhir musim hujan dan awal musim hujan dan awal
musim kemarau (April-Juni)
2. Mempermudah peredaran udara atau airasi dalam pertanaman.
- Bila cabang pohon naungan terlalu rendah dan rimbun, udara sukar beredar;
- Peredaran udara penting untuk penyerbukan (pollination), terutama bagi pertanaman
robusta klonal (penyerbuk-silang).
3. Mengurangi kelembaban udara yang tinggi selama musim hujan.
- Bila terlalu lembab banyak buah gugur bisa mencapai 20-30% yang gugur.
- Untuk mencegah agar pertumbuhan cabang-cabang primer tidak lemas (ruas panjang
dan lembek).

Untuk pangkasan bentuk diusahakan agar tinggi percabangan 2 kali tinggi pohon kopi,
untuk memperlancar peredaran udara. Oleh karena itu, semakin tinggi pohon kopi, harus
semakin dipertinggi letak percabangan pohon naungan. Cabang-cabang di bagian bawah harus
sering dipangkas (dibuang). Untuk pertanaman kopi dewasa, tinggi percabangan pohon
naungan. Agar percabangan segera mencapai tinggi yang dikehendaki cabang-cabang bagian
bawah harus sering dipangkas (dibuang). Untuk pertanaman kopi dewasa, tinggi percabangan
pohon naungan harus berkisar antara 3,0-3,5 m. Letak cabang harus menyebar, supaya
mahkota lebih melebar dan memberi cahaya diffus.
Pada umumnya pertumbuhan pohon penaung waktu musim hujan banyak cabang pohon
naungan telah tumbuh. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan perempesan (dipotong) pada akhir
musim hujan, hal ini mempunyai tujuan untuk merangsang pembentukan primordia bunga
kopi. Rempesan ini ditujukan terutama terhadap pohon-pohon yang tidak dipenggal, tetapi
juga terhadap pohon-pohon yang telah dipenggal pada awal musim hujan, apabila
pertumbuhan cabang-cabang terlalu lebat.
18 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

Pada saat kanopi daun tanaman kopi telah menutup dengan pertumbuhan yang baik,
sehingga dapat member naungan terhadap satu sama lainnya, maka jumlah pohon naungan
dapat dilakukan penjarangan.
Intensitas penjarangan ini tergantung pada pohon naungan dan tata tanam serta jarak
tanam kopi. Apabila dipergunakan lamtoro tempelan (misalnya PG 79), penjarangan dapat
dilakukan hingga perbandingan antara jumlah lamtoro dan pohon kopi menjadi 1 : 2, atau 1 :
4, tergantung kondisi naungan dan tanaman kopi yang ada di kebun. Untuk mengantisipasi
kemungkinan yang tidak dikehendaki keadaan lingkungan yang terjadi, penjarangan ini dapat
dilakukan dengan memotong lamtoro pada tinggi 1m sehingga dalam keadaan darurat masih
bisa ditumbuhkan kembali (tidak sekaligus didongkel).

2.7. Pengendalian Hama dan Penyakit
Secara garis besar penurunan produktivitas kopi ditentukan oleh berbagai faktor, di
antaranya oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Terdapat tiga (3) jenis OPT utama
yang menyerang tanaman kopi yaitu hama (Hama Penggerek Buah Kopi atau PBKO),
nematoda parasit (Pratylenchus coffeae) dan penyakit (Penyakit Karat Daun Kopi).

2.7.1. Hama
PHT hama PBKO telah diterapkan di Amerika Latin. Tiga komponen utama yang
diintegrasikan adalah :
Pengendalian secara kultur teknik atau agronomis yang meliputi pemangkasan setelah
panen pada pohon kopi penunjangnya,
Sanitasi buah yang tersisa di pohon dan pangkasan cabang dan
Pemangkasan perangkap untuk menangkap sehingga secara massal. Tingkat keefektifan
ini bisa mencapai 90% dibanding kontrol. Di Indonesia pemasangan perangkap Brocap
trap cukup efektif menekan tingkat serangan pada kopi Robusta di Lampung
(Wiryadiputra et al., 2008).
19 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i


Gambar 6. Salah satu hama tanaman kopi, penggerek buah kopi Hypothenemus hampei

Menurut Puslitkoka (2006), hama utama pada tanaman kopi adalah :
Nematoda parasit, yaitu Pratylenchus coffeae dan Radopholus similis. Pengendalian
disarankan menggunakan metode kimiawi seperti karbofuran (Curaterr 3 G) atau pun
tanaman tahan, seperti klon BP 961
Hama penggerek buah kopi, yaitu Hypothenemus hampei Untuk pengendalian disarankan
melakukan pengaturan naungan agar pertanaman tidak terlalu gelap, atau penggunaan
parasitoid Cephalonomia stephanoderis ataupun menggunakan tanaman yang masak
serentak seperti USDA 762 untuk arabika dan BP 234 dan BP 409
Kutu dompolan atau kutu putih Planococcus citri, yang disarankan dikendalikan dengan
pengaturan naungan maupun cara kimia dengan insectisida propoksur (poxindo 50 WP).
Kutu hijau (Coccus viridis) atau kutu coklat (Saesetia coffeae), pengendalian yang
disarankan dengan pemeliharaan dan pemupukan yang berimbang atau cara kimia
menggunakan tepung Sividol atau Karbaril) maupun penyemprotan insektisida (Anthio
330n EC).
Penggerek cabang Xylosandrus spp. yang dikendalikan dengan memotong cabang
terserang, pemangkasan dan membakar ranting-rantingnya.
Penggerek batang merah Zeuzera coffeae, disarankan dikendalikan dengan memotong
batang terserang maupun cara kimia dan biologis lainnya.



20 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

2.7.2. Penyakit
Rendahnya produksi nasional kopi Arabika tidak terlepas dari terbatasnya lahan yang
sesuai untuk penanamannya, yaitu berupa persyaratan ketinggian tempat penanaman di atas
1000 m di atas permukaan laut. Pada lahan tinggi tersebut selain aroma kopi Arabika lebih
baik, serangan jamur penyebab penyakit karat daun, Hemileia vastatrix B. et Br. juga akan
terhambat. Sementara itu lahan yang masih tersedia sebagian besar terletak pada lahan
ketinggian menengah (700 900 m dpl.), yaitu suatu area yang selama ini telah banyak
ditanami kopi Robusta. Jadi salah satu cara menghindari penyakit karat daun pada kopi\
arabika adalah dengan menanam pada lahan dengan ketinggian yang cukup, yaitu di atas 1000
m dpl.

Gambar 7. Salah satu penyakit karat daun pada tanaman kopi

Menurut Puslitkoka (2006), penyakit utama pada tanaman kopi adalah :
Karat daun, dikendalikan dengan menanam tanaman tahan (misal S 795) serta
pemangkasan dan pemupukan agar tanaman cukup kuat dan bugar serta menggunakan
cara kimiawi dengan fungisida kontak (misal Cupravit OB 21 dll).
Bercak daun, dikendalikan dengan pemberian naungan yang cukup tapi pertanaman tidak
lembab serta cara kimiawi dengan penyemprotan Bavistin 50 WP dll.
Jamur upas, dikendalikan dengan memotong batang sakit dan dibakar potongan-potongan
tersebut ataupun dengan pemberian fungisida Calixin RP dll.
Busuk buah dan busuk cabang, dikendalikan dengan memetik buah terserang dan buah
tersebut dibakar/dipendam ataupun cara kimiawi dengan pemberian fungisida Delsene
MX 200 atau sejenisnya
21 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

Jamur akar coklat, dikendalikan dengan membongkar akar tanaman yang terserang lalu
dibakar dan bekasnya tidak ditanami lagi minimal 2 tahun.
Penyakit rebah batang, dikendalikan dengan pengaturan naungan agar cukup sinar
matahari ataupun menyemprot pembibitan dengan Delsene MX 200.

2.7.3. Nematoda
Program konversi penanaman kopi Robusta menjadi kopi Arabika di lahan ketinggian
menengah memang diakui sebagian besar menemui beberapa kendala dan ternyata
menimbulkan masalah baru, yaitu munculnya serangan nematoda Radopholus similis Cobb.
Namun berdasarkan pengujian ketahanan fase bibit diketahui bahwa sebagian besar klon kopi
Robusta anjuran rentan terhadap serangan nematoda Pratylenchus coffeae, sedang kopi
Arabika tipe katai selain rentan terhadap R. similis, juga rentan serangan P. coffeae. Kopi
Robusta klon BP 308 yang mempunyai sifat tahan terhadap nematoda, menyerbuk silang,
sehingga apabila diperbanyak dengan benih, sifat ketahanan tersebut akan mengalami
segregasi. Untuk mempertahankan sifat ketahanan, cara perbanyakan yang dianjurkan adalah
secara klonal, salah satunya dengan setek.
Hampir semua sentra produksi kopi di Indonesia terserang nematoda Pratylenchus
coffeae sehingga merupakan kendala utama dalam pengembangan kopi. Penurunan produksi
kopi Robusta oleh nematoda ini bisa mencapai 78.4%. pada kopi arabika, tanaman hanya bisa
hidup 2 tahun. Dikenal sebagai nematoda luka akar kopi dan mempunyai daur hidup 45-48
hari. Masa inkubasi telur 15-17 hari, masa larva 15-17 hari dan masa pra peletakan telur 15
hari. Faktor yang mempengaruhi perkembangan populasi adalah tanaman inang, tempertaur
dan kondisi tanah. Lebih dari 200 spesies merupakan tanaman inang. Nematoda mampu
bertahan 8 bulan ditanah tanpa tanaman inang. Tapi pada musim kemarau, nematoda tidak
dapat tahan pada suhu 38C dan peka terhadap kelembaban tanah tinggi serta sinar Ultra
violet.
Gejala kerusakan di atas tanah tidak spesifik. Bibit yang terserang kerdil, kurus, daun
kecil, menguning dan gugur. Daun yang tertinggal biasanya hanya daun pucuk. Proses
kematian tanaman oleh serangan nematoda berlangsung perlahan-lahan. Pada bagian tanaman
di bawah tanah sangat spesifik sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya serangan
nematoda. Apabila menyerang akar serabut yang masih aktif menyerap unsur hara,
22 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

mengakibatkan akar membusuk dan tidak berfungsi. Tanaman mudah digoyang dan dicabut.
Serangan nematoda kadang-kadang diikuti oleh serangan kutu putih akar (Planococcus sp).
Pengendalian nematoda ini dapat dilakukan dengan a). Melakukan rotasi tanaman
dengan bukan tanaman inang yaitu koro benguk (Mucuna sp), kakao lindak dan tebu, b).
Menanam batang bawah dengan yang tahan nematode seperti kopi ekselsa dan beberapa klon
kopi konuga, kopi Robusta klon BP 961 dan BP 595, c). Penggunaan nematode dazoment dan
methansodium dipembibitan serta oksamil, karbofuran, etoprofos dan kadusafos di lapangan,
serta d). Aplikasi bahan organik (pupuk kandang dan kulit kopi).

2.8. Panen Dan Pengolahan
2.8.1. Panen
Pemanenan buah kopi yang umum dilakukan dengan cara memetik buah yang telah
masak pada tanaman kopi adalah berusia mulai sekitar 2,5 3 tahun. Buah matang ditandai
oleh perubahan warna kulit buah. Kulit buah berwarna hijau tua adalah buah masih muda,
berwarna kuning adalah setengah masak dan jika berwarna merah maka buah kopi sudah
masak penuh dan menjadi kehitam-hitaman setelah masak penuh terlampaui (over ripe)
(Starfarm, 2010a).
Untuk mendapatkan hasil yang bermutu tinggi, buah kopi harus dipetik dalam keadaan
masak penuh. Kopi robusta memerlukan waktu 811 bulan sejak dari kuncup sampai matang,
sedangkan kopi arabika 6 sampai 8 bulan. Beberapa jenis kopi seperti kopi liberika dan kopi
yang ditanam di daerah basah akan menghasilkan buah sepanjang tahun sehingga pemanenan
bisa dilakukan sepanjang tahun. Kopi jenis robusta dan kopi yang ditanam di daerah kering
biasanya menghasilkan buah pada musim tertentu sehingga pemanenan juga dilakukan secara
musiman. Musim panen ini biasanya terjadi mulai bulan Mei/Juni dan berakhir pada bulan
Agustus/September (Ridwansyah, 2003).
Kadangkala ada petani yang memperkirakan waktu panennya sendiri dan kemudian
memetik buah yang telah matang maupun yang belum matang dari pohonnya secara serentak.
Dahan-dahan digoyang-goyang dengan menggunakan tangan sehingga buah-buah jatuh ke
dalam sebuah keranjang atau pada kain terpal yang dibentangkan di bawah pohon. Metode ini
memang lebih cepat, namun menghasilkan kualitas biji kopi yang lebih rendah (Starfarm,
2010b).
23 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

Gambar 8. Petani sedang memetik buah kopi (atas) dan penampilan buah kopi Arabika.

2.8.2. Pengolahan
Terdapat dua cara pengolahan kopi, yaitu tahapan pengolahan cara basah dan semi
basah.
a. Tahapan pengolahan kopi cara basah adalah sebagai berikut :
Panen Pilih Pengupasan kulit kopi HS Sortasi Biji Kering Pengeringan
Pencucian Fermentasi Pengupasan kulit buah merah Sortasi Buah
Pengemasan dan penyimpanan.
b. Tahapan pengolahan kopi cara semi basah adalah sebagai berikut :
Panen Pilih Sortasi Buah Pengupasan kulit buah merah Fermentasi + pencucian
lendir Penjemuran 1-2 hari, KA 40 % Pengupasan kulit cangkang Penjemuran
biji sampai KA 11 - 13 % Sortasi dan pengemasan Penyimpanan dan Penggudangan
24 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i


Gambar 9. Contoh rak dan penjemuran biji kopi pada pengolahan basah

Basis usaha kopi rakyat umumnya terdiri atas kebun-kebun kecil dengan luas areal rata-
rata per petani berkisar 0,5 2 hektar. Dengan jumlah buah per panen yang relatif kecil, yaitu
antara 50-200 kg, maka sebaiknya pengolahan hasil panen dilakukan secara berkelompok.
Tahapan pengolahan yang diusulkan adalah pengolahan semi-basah, karena kebutuhan air
untuk pengolahan ini lebih sedikit dari pengolahan basah secara penuh. Untuk buah kopi petik
merah dan pengolahan kering untuk buah campuran kuning-merah, maka proses pengolahan
dapat dilakukan mengikuti alur seperti gambar di bawah ini.
25 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

Gambar 9. Tahapan pengolahan kopi secara semi-basah (kiri) dan kering (kanan)

1. Sortasi Kopi
Sortasi atau pemilihan biji kopi dimaksudkan untuk memisahkan biji yang masak
dan bernas serta seragam dari buah yang cacat/pecah, kurang seragam dan terserang hama
serta penyakit. Sortasi juga dimaksudkan untuk pembersihan dari ranting, daun atau
kerikil dan lainnya. Buah kopi masak hasil panen disortasi secara teliti untuk memisahkan
buah superior (masak, bernas dan seragam) dari buah inferior (cacat, hitam, pecah,
berlubang, dan terserang hama penyakit). Kotoran seperti daun, ranting, tanah dan kerikil
harus dibuang karena benda-benda tersebut dapat merusak mesin pengupas. Buah merah
terpilih (superior) diolah dengan metode pengolahan secara basah atau semi basah supaya
diperoleh biji kopi HS (Haulk Snauk) kering dengan tampilan yang bagus, sedang buah
campuran hijau-kuning-merah diolah dengan cara pengolahan kering (Starfarm, 2010a).
Saat ini sudah tersedia alat atau mesin untuk sortasi yang dapat dimanfaatkan untuk
pekerjaan ini. Selain itu, kopi merah yang dapat disebut kopi superior dipisahkan, dan
26 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

biasanya diolah secara basah atau semi-basah untuk nantinya mendapatkan kopi HS
kering dengan tampilan yang bagus.
2. Pengupasan Kulit Kopi
Sebelum dikupas, biji kopi sebaiknya dipisahkan berdasarkan ukuran biji agar
menghasilkan pengupasan yang baik jika dilakukan dengan mesin pengupas. Mesin
pengupas kopi saat ini sudah tersedia dan mudah diperoleh dipasaran.

Gambar 11. Proses pengupasan menggunakan mesin

Proses pengolahan basah atau semi-basah diawali dengan pengupasan kulit buah
dengan mesin pengupas (pulper) tipe silinder untuk kemudian menghasilkan kopi HS,
yaitu biji kopi yang masih terbungkus kulit tanduk.
Pengupasan kulit buah berlangsung di antara permukaan silinder yamg berputar
(rotor) dan permukaan pisau yang diam (stator). Silinder mempunyai profil permukaan
bertonjolan atau sering disebut buble plate dan terbuat dari bahan logam lunak jenis
tembaga. Silinder digerakkan oleh sebuah motor bakar atau sebuah motor diesel, mesin
pengupas tipe kecil dengan kapasitas 200-300 kg buah kopi per jam digerakkan dengan
motor bensin 5 PK. Alat ini juga bisa dioperasikan secara manual (tanpa bantuan mesin),
namun kapasitasnya turun menjadi hanya 80-100 kg buah kopi per jam. Mesin ini dapat
digunakan oleh petani secara individu atau kelompok petani yang beranggota 5-10
anggota. Sedang untuk kelompok tani yang agak besar dengan anggota lebih dari 25 orang
sebaiknya menggunakan mesin pengupas dengan kapasitas 1000 kg per jam, yang bisa
digerakkan dengan enjin 8-9 PK.
Pengupasan buah kopi umumnya dilakukan dengan penyemprotan air ke dalam
silinder bersama dengan buah yang akan di kupas. Penggunaan air sebaiknya diatur
sehemat mungkin, disuaikan dengan ketersediaan air dan mutu hasil. Jika mengikuti
27 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

proses pengolahan basah secara penuh, konsumsi air bisa mencapai 7-9 m per ton buah
kopi yang diolah. Untuk proses semi-basah, konsumsi air sebaiknya tidak lebih dari 3 m
per ton buah. Lapisan air juga berfungsi untuk mengurangi tekanan geseran silinder
terhadap buah kopi sehingga kulit tanduknya tidak pecah.
3. Fermentasi biji kopi.
Fermentasi diperlukan untuk menyingkirkan lapisan lendir pada kulit tanduk kopi.
Fermentasi dilakukan biasanya pada pengolahan kopi arabika, untuk mengurangi rasa
pahit dan mempertahankan citarasa kopi. Fermentasi dapat dilakukan dengan cara
perendaman biji ke dalam air atau secara kering dengan memasukkan biji kopi ke dalam
kantong plastik dan menyimpannya secara tertutup selama 12 sampai 36 jam (Starfarm,
2010). Setelah tahapan ini dapat dilakukan pencucian dengan air untuk menghilangkan
sisa lender setelah fermentasi.
Proses fermentasi umumnya hanya dilakukan untuk pengolahan kopi arabika, dan
tidak banyak dipraktekkan untuk pengolahan kopi robusta, terutama untuk kebun rakyat.
Tujuan proses ini adalah untuk menghilangkan lapisan lendir yang tersisa di lapisan kulit
tanduk pada biji kopi setelah proses pengupasan. Pada kopi arabika, fermentasi juga
bertujuan untuk mengurangi rasa pahit dan mendorong terbentuknya kesan mild pada
citarasa seduhannya. Prinsip fermentasi adalah alami dan dibantu oleh oksigen dari udara.
Proses fermentasi dapat dilakukan secara basah (merendam biji dalam genangan air) dan
secara kering (tanpa rendaman air).
4. Pencucian.
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi yang masih
menempel pada kulit tanduk. Untuk kapasitas kecil, pencucian dapat dikerjakan secara
manual di dalam bak atau ember, sedang kapasitas besar perlu di bantu dengan mesin.
Mesin pencuci tipe batch mempunyai wadah pencucian berbentuk silinder horisontal
segi enam yang diputar. Mesin ini dirancang untuk kapasitas kecil dan konsumsi air yang
terbatas. Biji kopi HS sebanyak 50-70 kg dimasukkan ke dalam silinder berbentuk corong
dan kemudian direndam dengan sejumlah air. Silinder di tutup rapat dan diputar dengan
motor bakar (5 PK) selama 2-3 menit. Motor dimatikan, tutup silinder dibuka dan air yang
telah kotor dibuang. Proses ini diulang 2 sampai 3 kali tergantung pada kebutuhan atau
mutu biji kopi yang diinginkan. Kebutuhan air pencuci berkisar antara 2-3 m per ton biji.
28 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

Mesin pencuci kontinyu mempunyai kapasitas yang lebih besar, yaitu 1.000 kg biji
kopi HS per jam. Kebutuhan air pencuci berkisar antara 5-6 m per ton biji kopi HS. Mesin
pencuci ini terdiri atas silinder berlubang horizontal dan sirip pencuci berputar pada poros
silinder. Biji kopi dimasukkan ke dalam corong silinder secara kontinyu disertai dengan
semprotan aliran air ke dalam silinder. Sirip pencuci yang diputar dengan motor bakar
mengangkat massa biji kopi ke permukaan silinder. Sambil bergerak, sisa-sisa lendir pada
permukaan kulit tanduk akan terlepas dan tercuci oleh aliran air. Kotoran-kotoran akan
menerobos lewat lubang-lubang yang tersedia pada dinding silinder, sedang massa biji
kopi yang sudah bersih terdorong oleh sirip pencuci ke arah ujung pengeluaran silinder.
5. Pengeringan Kopi.
Pengeringan biji kopi dilakukan dengan suhu antara 45 500C sampai tercapai
kadar air biji maksimal sekitar 12,5%. Suhu pengeringan yang terlalu tinggi dapat
merusak citarasa, terutama pada kopi arabika. Pengeringan kopi robusta bisa diawali suhu
yang agak tinggi (sekitar 900C) dalam waktu singkat (sekitar 20-24 jam). Pengeringan
dapat juga dilakukan dua tahap, dengan pengeringan awal melalui penjemuran sampai
kadar air sekitar 20 % dan selanjutnya dilakukan pengeringan mekanis sampai kadar air
12,5 %. Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam biji kopi
HS yang semula 60-65% sampai menjadi 12%. Pada kadar air ini, biji kopi HS relatif
aman untuk dikemas dalam karung dan disimpan di gudang pada kondisi lingkungan
tropis.
Proses pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran, mekanis dan
kombinasi keduanya. Buah kopi arabika mutu rendah (inferior) hasil sortasi di kebun
sebaiknya diolah secara kering. Cara ini juga banyak dipraktekkan petani untuk mengolah
kopi jenis robusta. Tahapan proses ini relatif pendek dibanding proses semi basah.
29 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

Gambar 12. Penjemuran pada pengolahan basah

Jika cuaca memungkinkan dan fasilitas memenuhi syarat, penjemuran merupakan
cara pengeringan kopi yang sangat menguntungkan, baik secara teknis, ekonomis maupun
mutu hasil. Namun, di beberapa sentra penghasil kopi kondisi yang demikian sering tidak
dapat dipenuhi. Oleh karena itu, proses pengeringan bisa dilakukan dengan dua tahap,
yaitu penjemuran untuk menurunkan kadar air biji kopi sampai 20-25 % dan kemudian
dilanjutkan dengan pengering mekanis. Kontinuitas sumber panas untuk proses
pengeringan dapat lebih dijamin (siang dan malam) sehingga buah atau biji kopi dapat
langsung dikeringkan dari kadar air awal 60-65% sampai kadar air 12% dalam waktu yang
30 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

lebih terkontrol. Proses pengeringan mekanis sebaiknya dilakukan secara berkelompok
karena proses ini membutuhkan peralatan mekanis yang relatif rumit, proses investasi yang
relatif cukup besar dan tenaga pelaksana\ yang terlatih. Kapasitas pengeringan mekanis
dipilih antara 1,50 sampai 4 ton biji HS basah tergantung pada kondisi kelompok tani.
Konsumsi minyak tanah untuk pengering mekanis berkisar antara 3-4 liter per jam.
Sedang konsumsi kayu bakar untuk pengering berbahan bakar kayu antara 15-20 kg per
jam tergantung pada kadar air kayu bakarnya. Penggunaan kayu bakar dapat meningkat 2
kali lebih besar, jika kadar airnya di atas 30%. Untuk itu, kayu bakar sebaiknya dikering-
anginkan selama 2-3 minggu sampai kadar air mencapai 20-22% (Hartoyo et al., 1987).
Tungku dan perangkat penunjangnya (pemindah panas), sebagai sumber panas, harus
dioperasikan secara optimal. Selain minyak asal fosil, bahan bakar nabati seperti minyak
jarak maupun minyak nabati lainnya juga dapat digunakan dengan hasil yang sama
baiknya, melalui pemanfaatan kompor tekan sebagai sumber pemanasnya (Prastowo,
2009).
Pengeringan dengan cara kombinasi merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk
memperbaiki mutu dan sekaligus menekan biaya produksi. Proses pengeringan dilakukan
dalam dua tahap. Pertama, pengeringan awal (predrying) biji basah di lantai semen sampai
kadar airnya mencapai 20-22% dan kedua pengeringan akhir (final drying) biji kopi di
dalam pengering mekanis pada suhu 50-60C selama 8-12 jam sampai kadar airnya 12%.
Alternatif lain adalah dengan pemanfaatan teknologi perangkap panas matahari (solar
colector). Saat ini telah dikembangkan model pengering biji kopi dengan tenaga surya
yang mempunyai kapasitas pengolahan 5 ton biji kopi HS basah. Sebagai sumber panas
utama adalah kolektor tenaga surya yang di pasang sekaligus sebagai atap gedung
sehingga biaya investasi gedung dan biaya energi menjadi lebih murah.
6. Pengukuran kadar biji.
Penentuan kadar biji kopi merupakan salah satu tolak ukur proses pengeringan agar
diperoleh mutu hasil yang baik dan biaya pengeringan yang murah. Akhir dari proses
pengeringan harus ditentukan secara akurat. Pengembangan yang berlebihan
(menghasilkan biji kopi dengan kadar air jauh di bawah 12%) merupakan pemborosan
bahan bakar dan merugikan karena terjadi kehilangan berat. Sebaliknya jika terlalu
singkat, maka kadar air kopi belum mencapai titik keseimbangan (12%) sehingga biji kopi
31 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

menjadi rentan terhadap serangan jamur pada saat disimpan atau diangkut ke tempat
konsumen.
7. Penggilingan Kopi.
Biji kopi kering atau kopi HS kering digiling dengan mesin huller untuk
mendapatkan biji kopi pasar atau kopi beras (Puslitkoka, 2006). Penggilingan kopi
diperlukan untuk memperoleh kopi bubuk dan meningkatkan luas permukaan kopi. Pada
kondisi ini, citarasa kopi akan lebih mudah larut pada saat dimasak dan disajikan, dengan
demikian seluruh citarasa kopi terlarut ke dalam air seduan kopi yang akan dihidangkan
(Starfarm, 2010c). Penggilingan kopi seyogyanya hanya dilakukan terhadap kopi HS yang
sudah kering.
8. Penggudangan.
Penggudangan bertujuan untuk menyimpan hasil panen yang telah disortasi dalam
kondisi yang aman sebelum dipasarkan ke konsumen. Beberapa faktor penting pada
penyimpanan biji kopi adalah kadar air, kelembaban relatif udara dan kebersihan gudang.
Serangan jamur dan hama pada biji kopi selama penggudangan merupakan penyebab
penurunan mutu kopi yang serius. Jamur merupakan cacat mutu yang tidak dapat diterima
oleh konsumen karena menyangkut rasa dan kesehatan termasuk beberapa jenis jamur
penghasil okhratoksin. Udara yang lembab pada gudang di daerah tropis merupakan
pemicu utama pertumbuhan jamur pada biji, sedangkan sanitasi atau kebersihan yang
kurang baik menyebabkan hama gudang seperti serangga dan tikus akan cepat
berkembang.
Kelembaban (RH) ruangan gudang sebaiknya dikontrol pada nilai yang aman untuk
penyimpanan biji kopi kering, yaitu sekitar 70 %. Pada kondisi ini, kadar air keseimbangan
biji kopi adalah 12 % jika kelembaban relatif udara meningkat di atas nilai tersebut, maka
biji kopi akan mudah menyerap uap air dari udara lembab sekelilingnya sehingga kadar air
meningkat. Oleh karena itu, gudang penyimpanan kopi di daerah tropis sebaiknya
dilengkapi dengan sistem penerangan, sistem perkondisian udara dan alat pengatur
sirkulasi udara yang cukup.
Untuk daerah tropis seperti Indonesia, pengkondisian udara gudang dapat dilakukan
dengan menggunakan kolektor tenaga surya. Selain sebagai sumber panas, kolektor surya
sekaligus berfungsi sebagai atap bangunan gudang.
32 | B u d i d a y a T a n a m a n K o p i

DAFTAR PUSTAKA


Gandul, 2010. Sejarah Kopi. http://sekilap.blog.com/ 2010/ 01/05/sejarah-kopi. Diunduh
tanggal 1 Oktober 2013.

Pusat Data dan Statistik Pertanian. 2006. Statistik Perkebunan. Departemen Pertanian.

Starfarm. 2010. Pengolahan Pasca Panen Kopi.
(http://www.starfarmagris.co.cc/2009/06/pengolahanpasca- panen-kopi.html). Diunduh
tanggal 1 Oktober 2013.

Starfarm. 2010. Pengolahan Kopi Secara basah.
http://www.starfarmagris.co.cc/2009/06/pengolahankopi- cara-basah.html. Diunduh tanggal 1
Oktober 2013.

Starfarm. 2010. Proses Pengolahan Kopi Secara Umum. http://winbathin.
multiply.com/journal/item/43/ Proses_Pengolahan_Kopi_secara_umum). Diunduh tanggal 1
Oktober 2013.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2012. Budidaya dan Pasca Panen Kopi.
http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/wp-
content/uploads/2012/08/perkebunan_budidaya_kopi.pdf. Diunduh tanggal 1 Oktober 2013.

Anda mungkin juga menyukai