Anda di halaman 1dari 38

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Politeknik Pembangunan Pertanian Medan (Polbangtan Medan) adalah
perguruan tinggi kedinasan di lingkungan Kementerian Pertanian yang
menyelenggarakan program pendidikan profesional di bidang penyuluhan
pertanian dan penyuluhan perkebunan. Tujuan diselenggarakannya pendidikan di
Politeknik Pembangunan Pertanian Medan adalah untuk menyiapkan dan
memenuhi kebutuhan tenaga ahli dibidang penyuluhan pertanian dan penyuluhan
perkebunan yang berwawasan agribisnis, dengan penguasaan teknis dan
manajerial yang mampu secara mandiri mengelola dan mengembangkan sistem
usaha agribisnis secara produktif, efektif, dan efisien untuk menunjang
pembangunan pertanian. Politeknik Pembangunan Pertanian Medan mempunyai
tugas melaksanakan dan mengembangkan program pendidikan dibidang
penyuluhan pertanian dan penyuluhan perkebunan yang turut berperan dalam
pembangunan pertanian.
Evaluasi kegiatan penyuluhan pertanian merupakan upaya penilaian atas
sesuatu kegiatan oleh evaluator melalui pengumpulan dan penganalisisan
informasi secara sistemik mengenai perencanaan, pelaksanaan, hasil dan dampak
kegiatan untuk menilai relevansi, efektifitas efisiensi pencapaian/hasil kegiatan
atau untuk perencanaan dan pengembangan selanjutnya dari sesuatu kegiatan.
Hasil-hasil evaluasi dapat juga dipakai untuk menambah wawasan bagi mereka
yang sekedar mempunyai minat besar terhadap kegiatan yang bersangkutan .
Tingkat keberhasilan penyuluhan dapat diketahui dengan mengevaluasi hasil
penyuluhan pertanian. Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang penting, dimana
evaluasi penyuluhan pertanian dapat digunakan untuk memperbaiki perencanaan
kegiatan/program penyuluhan, kinerja penyuluhan, mempertanggungjawabkan
kegiatan yang dilaksanakan, dan membandingkan antara kegiatan yang dicapai
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam evaluasi ini akan di ukur sejauh mana
tingkat perubahan prilaku petani secara kognitif yang mencakup pengetahuan,
pengertian, penerapan, analisis, dan sintesis. Dan lokasi untuk melakukan
evaluasinya terdapat pada Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.

1
Secara geografis Kecamatan Angkola Barat berada didataran tinggi dengan
topografi jalannya yang berkelok-kelok, naik dan turun. Keadaan wilayah yang
berupa lahan kering dengan ketinggian rata-rata dari permukaan laut. Kondisi
geografis tersebut merupakan faktor pendukung berkembangnya usaha
masyarakat di bidang pertanian, peternakan, dan perkebunan rakyat. Umumnya
Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan adalah daerah pertanian
tanaman pangan, peternakan, dan perkebunan rakyat.
Tanaman kopi (Coffea spp.) merupakan tanaman perkebunan yang memiliki
nilai ekonomis yang cukup tinggi. Tanaman kopi sendiri merupakan tanaman
yang bukan berasal dari Indonesia, tanaman kopi berasal dari benua afrika yang
lalu menyebar di Indonesia pada tahun 1693. Pemeliharaan tanaman kopi meliputi
pemangkasaan, pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit.
Pemupukan merupakan proses penambahan unsur hara ke dalam tanah yang
dibutuhkan tanaman dan untuk membantu menyuburkan tanah sehingga tanaman
mampu menyerapnya yang digunakan untuk metabolism hidupnya. Pemberian
pupuk yang berlebihan dapat memberikan efek keracunan pada tanaman selain itu
juga menghabiskan biaya yang banyak dan tidak efesien.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari evaluasi ini adalah :
1. Untuk mengetahui persentase peningkatan pengetahuan petani dalam
pemupukan berimbang pada tanaman kopi.
2. Untuk mengetahui persentase petani yang terampil dalam pemupukan
berimbang pada tanaman kopi.
3. Untuk mengetahui penerapan petani dalam pemupukan berimbang pada
tanaman kopi.

2
C. Manfaat
Adapun manfaat dari evaluasi ini adalah :
1. Untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam
pemupukan berimbang pada tanaman kopi .
2. Untuk dapat mengembangkan dan melestarikan penerapan pemupukan
berimbang pada tanaman kopi pada masyarakat lokal.
3. Dapat merubah sikap dan prilaku terhadap penerapan pemupukan
berimbang pada tanaman kopi sesuai dengan anjuran.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemupukan Berimbang Pada Tanaman Kopi


1. Tanamn Kopi
Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas unggulan dalam sektor
perkebunan Indonesia. Kopi secara umum dibagi menjadi dua jenis yang
dihasilkan di Indonesia, yaitu kopi robusta dan kopi arabika. Kopi jenis arabika
dapat tumbuh dengan baik didaerah yang memiliki ketinggian diatas 1.000 –
2.100 meter  di atas permukaan laut, sedangkan kopi robusta dapat tumbuh di
ketinggian yang lebih rendah daripada ketinggian penanaman kopi arabika,
yaitu pada ketinggian 400-800m di atas permukaan laut. Kopi di Indonesia
memiliki luas areal perkebunan yang mencapai 1,2 juta hektar. Dari luas areal
tersebut, 96% merupakan lahan perkebunan kopi rakyat dan sisanya 4% milik
perkebunan swasta dan Pemerintah. Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi
Indonesia (AEKI, 2015).
 a. Klasifiaksi Tanaman Kopi
Kopi merupakan tanaman tropis yang dapat tumbuh dengan baik hampir di
semua tempat, kecuali pada tempat yang terlalu tinggi dengan suhu yang sangat
dingin. Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan iklim tropis
menyediakan tempat tumbuh yang baik bagi kopi. Kopi merupakan salah satu
hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi
diantara tanaman perkebunan lainnya, termasuk tanaman tahunan yang bisa
mencapai umur produktif selama 20 tahun. Kopi merupakan salah satu
komoditas ekspor penting dari Indonesia yang berperan penting sebagai
sumber devisa negara. Tanaman kopi sendiri berasal dari Afrika, yaitu daerah
pegunungan di Etopia. Tanaman kopi termasuk dalam famili Rubiaceae yang
memiliki banyak jenis, namun jenis kopi yang dikenal secara umum antara
lain Coffea arabica, Coffea robusta, dan Coffea liberica. Menurut Andrifah
(2012), Coffea sp. atau tanaman kopi ini tergolong kedalam kingdom (Plantae),
Divisi (Magnoliophyta), Kelas (Magnoliopsida), Ordo (Gentianales), Famili
(Rubiaceae),dan Genus (Coffea canephora).

4
Menurut Hafif dkk., (2014) bahwa petani kopi sudah mengenal dan
menerapkan beberapa teknik bercocok tanam baik secara permanen maupun
berpindah. Teknik bercocok tanam meliputi pengolahan tanah, pengendalian
dan pemupukan yang dilakukan secara baik untuk mendapatkan hasil produksi
yang optimal. Teknik lainnya yang sangat penting pada tanaman kopi adalah
teknik pemangkasan cabang, pemotongan tunas dan lainnya. Pemangkasan
cabang pada tanaman kopi merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh
petani untuk meningkatkan produktivitas buah kopi di suatu lahan melalui
pengelolaan lahan yang dilakukan secara intensif. Petani pada era sekarang
sudah berorientasi pada keuntungan dari kegiatan bercocok tanam sehingga
petani cenderung untuk meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas buah
kopi.

Gambar 1. Tanaman Kopi

b. Morfologi Tanaman Kopi


Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan yang memiliki bagian-bagian
pada tanamannya seperti daun, batang, akar, bunga, dan buah.
1) Daun
Daun kopi berbentuk bulat, ujungnya agak meruncing sampai bulat
dengan bagian pinggir yang bergelombang. Daun tumbuh pada batang,
cabang dan ranting. Menurut Panggabean (2011), daun tanaman kopi
hampir memiliki karakteristik yang sama dengan daun pada tanaman kakao
yang lebar dan tipis, sehingga dalam budidayanya memerlukan tanaman
naungan. Sedangkan menurut Najiyati (2001), daun kopi memiliki bentuk
bulat telur dengan ujung agak meruncing.

5
2) Batang
Kopi merupakan tumbuhan berkayu, memiliki batang yang tumbuh tegak
ke atas, dan berwarna putih keabu-abuan. Pada batang, terdapat dua macam
tunas yaitu tunas seri (tunas reproduksi) yang selalu tumbuh searah dengan
tempat tumbuh asalnya dan tunas legitim yang hanya dapat tumbuh sekali
dengan arah tumbuh yang membentuk sudut nyata dengan tempat aslinya
(Arief, 2011).

Gambar 2. Batang Tanaman Kopi


3) Akar
Tanaman kopi merupakan tanaman semak belukar berkeping dua
(dikotil), sehingga memiliki perakaran tunggang. Perakaran ini hanya
dimiliki jika tanaman kopi berasal dari bibit semai atau bibit sambung
(okulasi) yang batang bawahnya berasal dari bibit semai (Anshori, 2014).
Sistem perakaran pada kopi yaitu sistem perakaran tunggang yang tidak
mudah rebah. Perakaran tanaman kopi relatif dangkal, lebih dari 90% dari
berat akar terdapat pada lapisan tanah 0-30 cm

Gambar 3. Akar Tanaman Kopi

6
4) Bunga
Pada umumnya, tanaman kopi berbunga setelah berumur sekitar dua
tahun. Bunga kopi berukuran kecil, mahkota berwarna putih dan berbau
harum. Kelopak bunga berwarna hijau, bunga tersusun dalam kelompok,
masing-masing terdiri dari 4-6 kuntum bunga. Tanaman kopi yang sudah
cukup dewasa dan dipelihara dengan baik dapat menghasilkan ribuan bunga.
Bila bunga sudah dewasa, kelopak dan mahkota akan membuka, kemudian
segera terjadi penyerbukan. Setelah itu bunga akan berkembang menjadi
buah. Waktu yang diperlukan sejak terbentuknya bunga hingga buah
menjadi matang ± 8-11 bulan, tergantung dari jenis dan faktor

Gambar 4. Bunga Tanaman Kopi


5) Buah
Buah kopi mentah berwarna hijau dan ketika matang akan berubah
menjadi warna merah. Buah kopi terdiri atas daging buah dan biji. Daging
buah terdiri atas tiga bagian yaitu lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan
daging buah (mesokarp), dan lapisan kulit tanduk (endokarp). Kulit tanduk
buah kopi memiliki tekstur agak keras dan membungkus sepanjang biji
kopi. Daging buah ketika matang mengandung
Buah kopi umumnya mengandung dua butir biji tetapi ada juga buah
yang tidak menghasilkan biji atau hanya menghasilkan satu butir biji. Biji
kopi terdiri atas kulit biji dan lembaga. Secara morfologi, biji kopi
berbentuk bulat telur, bertekstur keras, dan berwarna putih kotor (Najiyati,
2012).

7
Gambar 5. Buah Tanaman Kopi
c. Syarat Tumbuh Tanaman Kopi
Kopi adalah suatu jenis tanaman yang terdapat di daerah tropis dan
subtropis yang dapat hidup di dataran rendah dan dataran tinggi. Kondisi
lingkungan tumbuh tanaman kopi yang berpengaruh terhadap produktivitas
tanaman kopi adalah tinggi tempat dan curah hujan. Menurut Ryan (2016),
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kopi antara lain, ketinggian
tempat, curah hujan, kondisi tanah, intensitas cahaya, dan angin agar
pertumbuhan tanaman kopi bisa optimal. Secara garis besar, di Indonesia
terdapat dua jenis kopi yang keduanya tumbuh dan berkembang secara optimal
pada dua kondisi iklim yang berbeda. Kedua jenis kopi tersebut yaitu kopi
arabika untuk dataran tinggi dan kopi robusta untuk dataran menengah sampai
rendah.
Kopi arabika merupakan jenis tanaman kopi yang dapat tumbuh optimal di
dataran tinggi. Kopi arabika tumbuh baik dengan citarasa yang bermutu pada
ketinggian di atas 1000 meter dari permukaan laut. Menurut Rahardjo (2012),
kopi arabika adalah jenis tanaman dataran tinggi antara 1250-1850 meter dari
permukaan laut dengan suhu sekitar 17-21 ˚C. Kopi jenis lain yang
berkembang di Indonesia dalah kopi robusta. Kopi robusta merupakan jenis
tanaman kopi yang dapat tumbuh di daerah dataran menengah sampai rendah.
Kopi robusta dapat tumbuh optimal pada ketinggian dibawah 1000 meter dari
permukaan laut. Menurut Ryan (2016), tanaman kopi robusta tumbuh di
dataran dengan ketinggian 400-700 meter di atas permukaan laut. Tanaman
kopi robusta menghendaki curah hujan 2000-3000 mm per tahun.

8
Pada kopi, curah hujan sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman,
terutama selama proses pembungaan dan pembentukan buah. Pada umumnya,
tanaman kopi dapat tumbuh di area dengan kondisi tanah yang gembur dan
subur dengan pH sekitar 4,5-6,0. Pertumbuhan tanaman kopi dapat ditunjang
dengan penyinaran secara teratur. Tanaman kopi dapat tumbuh optimal
apabaila mendapat intensitas cahaya matahari secara langsung. Tanaman kopi
termasuk tanaman yang tidak tahan terhadap goncangan angin kencang. Selain
merusak percabangan dan membuat pohon rebah, angin kencang juga
meningkatkan penguapan air di permukaan tanah dan daun yang menyebabkan
tanaman mengalami kekeringan (Anggara, 2011).

2. Pemupukan Berimbang
Menurut Rusli dkk., (2015) bahwa pemeliharaan tanaman kopi lainnya yang
harus diperhatikan adalah proses pemupukan. Proses pemupukan yang optimal
pada tanaman kopi sangat dibutuhkan pada fase vegetatife dimana asupan hara
yang dibutuhkan relatif tinggi. Pemupukan yang berimbang sangat baik untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk berimbang yaitu pupuk NPK
sesuai dosis yang telah ditentukan. Pemberian pupuk atau pengaplikasian juga
harus diperhatikan dengan menyesuaikan kondisi lingkungan tanaman.
Pengaplikasian pupuk pada tempat tertentu diterapkan jika pupuk yang
diberikan sedikit, kesuburan tanah relatif rendah, populasi tanaman sedikit dan
volume akar tidak tersebar. Pemberian pupuk yang tidak memperhatikan cara
penerapan dan jenis formulasi akan sama dengan tanaman yang tidak dipupuk
sehingga pupuk yang diberikan tidak mempengaruhi tanaman.
Menurut Avelino et al., (2012) bahwa Pengaplikasian pupuk pada tanaman
kopi akan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi
menjadi lebih baik selain itu pemupukan pada tanaman kopi akan menurunkan
resiko terjadinya serangan hama penyakit pada daun kopi sehingga akan
mempengaruhi proses fotosintesis dan pembentukan buah kopi. Pemupukan
dapat menstimulasi ketahanan tanaman terhadap cekaman biotik maupun
abiotik sehingga ketika tanaman sakit secara cepat tanaman akan kembali

9
sehat. Pemupukan dapat dilakukan sdengan menerapkan lima tepat yaitu tepat
cara, tepat tempat, tepat dosis, tepat jenis dan tepat waktu.
Pemupukan pada tanaman kopi ini harus dilakukan setelah lingkungan
tanaman telah disanitasi atau bersih dari gulma maupun kotoran lain untuk
menghindari kesalahan fokus penerimaan unsur hara. Pupuk urea yang
mengandung unsur nitrogen membutuhkan proses fiksasi unsur N yang
ditentukan oleh luas penampang daun tanaman. Penampang daun yang semakin
luas akan memberikan hasil asimilasi fotosintesis tanaman yang besar. Hal
tersebut akan memberikan cadangan makanan yang optimal. (Dewantara dkk.,
2017).
Upaya untuk mengetahui kebutuhan pupuk secara pasti maka diperlukan analisis
tanah dan daun yang dilengkapi dengan percobaan lapangan. Pedoman dosis
pemupukan kopi secara ringkas adalah sebagai berikut.
Umur Jenis dan Dosis Unsur Hara Jenis dan Dosis Pupuk
(Tahun) N P2O5 (g) K2O Urea SP-36 KCl (g)
(g) (g) (g) (g)
1 20 20 20 50 50 40
2 40 40 40 100 100 80
3 60 40 60 150 100 120
4 80 40 80 200 100 160
5-10 120 60 120 300 150 240
>10 160 80 160 400 200 320
Keterangan : Urea 46% N, SP-36 : 36% P2O5, KCl : 60% K2O

Tanaman kopi melewati musim hujan dan kemarau, dan pasokan air
umumya bergantung dari hujan. Saat (waktu) pemupukan yang baik harus
mempertimbangkan keadaan musim. Pada daerah beriklim tegas, aplikasi
pemupukan harus dilakukan di awal musim hujan dan tidak dilakukan sebelum
atau selama musim kering dan pada pertengahan musim hujan. Pada daerah
berdistribusi hujan merata harus dihindarkan pemupukan pada periode
terkering dan peroide hujan terlebat; apabila mungkin dipilih bulan-bulan yang
memiliki jumlah penyinaran yang cukup dan terjadi hujan yang sedang; lebih
disukai sebelum musim berhujan daripada musim kering.

10
Gambar 6. Pemupukan Tanaman Kopi
Berikut ini rincian waktu yang perlu dihindari untuk aplikasi pupuk:
a.  Periode curah hujan tinggi yaitu >250 mm/bulan.
b.  Periode curah hujan rendah yaitu <25 mm/bulan.
c.  Bulan dengan jumlah hari huja tinggi yaitu >15 hari/bulan.
d.  Bulan dengan intensitas curah harian tinggi yaitu >25 mm/hari.
e.  Periode ketika tanah jenuh air hujan.
Frekuensi pemberian pupuk harus mempertimbangkan efisiensi pemupukan
dan efisiensi penggunaan tenaga. Pemberian pupuk satu kali setahun dianggap
tidak baik mengingat banyak pupuk yang bersifat cepat terlarut sementara
tanaman membutuhkan sepanjang tahun. Pemberian pupuk dalam beberapa
kali aplikasi akan meningkatkan pemanfaatan pupuk oleh tanaman namun akan
meningkatkan biaya tenaga pemupukan.
Waktu pemupukan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan iklim. Pada
umumnya pemberian pupuk dilakukan dua kali dengan setahun. Yaitu pada
awal musim hujan berupa N (1/2 dosis) + pupuk P (seluruh dosis), dan pada
akhir musim hujan berupa pupuk N (1/2 dosis) + pupuk P (seluruh dosis).
Pupuk diberikan dalam larikan atau parit keliling pada batas habitus tanaman
kopi sedalam 15-20 cm, kemudian ditutup dengan tanah.
Pemupukan sangat bermanfaat untuk perbaikan kondisi tanaman,
peningkatan produksi dan mutu, serta stabilisasi produksi. Tanaman kopi yang
dipupuk secara optimal dan teratur akan memiliki daya tahan lebih besar

11
sehingga tidak mudah terpengaruh oleh keadaan ekstrem. Misalnya, tanaman
tahan terhadap kekurangan air (musim kemarau terlalu  panjang), temperatur
tinggi atau rendah, dan pembuahan terlalu lebat (Overdacht), serta tanaman
toleran terhadap gangguan hama atau penyakit, terutama nematoda dan karat
daun.
Pemupukan pada tahun pertama berpengaruh terhadap pertumbuhan
vegetatif, yaitu cabang-cabang buah menjadi lebih panjang dan jumlah cabang
buah lebih banyak. Meskipun dalam tahun pertama telah memberi keuntungan,
yaitu biji kopi menjadi lebih besar (mutu lebih baik), rendemen (uitlevering)
lebih tinggi sehingga biaya pemetikan relatif menjadi lebih murah. Pengaruh
pemupukan trhadap produksi pada umumnya baru terjadi dalam tahun ke-2.
Tanaman kopi bersifat biennial bearing, artinya pada suatu saat (tahun)
terjadi panen tinggi kemudian diikuti oleh panen rendah pada tahun berikutnya.
Pada tahun-tahun depresi (panen rendah), produksi bisa mengalami penurunan
lebih dari 40% dibanding produksi tahun sebelumnya. Makin buruk kondisi
tanaman, makin besar potensi penurunan (fluktuasi) produksi. Tanaman kopi
yang dipupuk secar optimal dan teratur pada umumnya hanya mengalami
depresi sekitar 20% sehingga produksi relatif stabil. Aspek penting dari
meningkatnya stabilisasi ini adalah penggunaan alat-alat pengolahan menjadi
lebih efisien, yaitu pada tahun depresi turun dari sebesar 40% menjadi 20%.
Pemupukan pada tanaman kopi akan optimal apabila memperhatikan perlakuan
tanah, pengaturan naungan dan pemangkasan.
Adapun jenis pupuk yang sering dipergunakan adalah :
a. Pupuk organik meliputi pupuk kandang, pupuk hijau, geer, blotong dan
kompos
b. Pupuk anorganik yang meliputi ZA/Urea, TSP/SP 36, KCl, Mop dan
Kiesserite

B. . Evaluasi Penyuluhan Pertanian

12
Menurut Yunanda (2009) pengertian istilah “Evaluasi” merupakan kegiatan
yang direncanakan untuk menentukan keadaan suatu objek dengan menggunakan
instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan patokan untuk kesimpulan”,. Dalam
semuakegiatan evaluasi terdapat tiga unsur,yaitu sebagai berikut :
1. Observasi (pengamatan),
2. Membanding-bandingkan antara hasil pengamatan dengan pedoman yang
telah ditetapkan terlebih dahulu,
3. Membuat kesimpulan atau pengambilan keputusan.
Suchman memandang bahwa, “evaluasi sebagai proses penentuan hasil yang
dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung pencapaian
tujuan” penyuluhan pertanian adalah sebuah proses sistematis untuk memperoleh
informasi yang relevan tentang sejauhmana program tujuan program penyuluhan
pertanian disuatu wilayah dapat dicapai sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan,
kemudian digunakan untuk mengambil keputusan dan pertimbangan-
pertimbangan terhadap program penyuluhan yang dilakukan.
Menurut Effendy,I (2005). Evaluasi penyuluhan pertanian juga dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Evaluasi formatif dan sumatif
Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilaksanakan terhadap program atau
kegiatan yang telah dirumuskan, sebelum program atau kegiatan itu
dilaksanakan.Sedangkan evaluasi sumatif adalah merupakan kegiatan evalusi
yang dilakukan setelah program tersebut selesai dilaksanakan.
2. On-going evaluation dan ex-post evaluation
On-going evaluation adalah evaluasi yang dilaksanakan pada saat program
atau kegiatan itu masih/sedang dilaksanakan.Sementara ex-post evaluation
adalah evaluasi yang dilaksanakan pada saat program atau kegiatan yang
dirancang telah selesai dikerjakan.
3. Evaluasi internal dan eksternal
Evaluasi internal yaitu pengambil inisiatif dari diadakannya evaluasi
maupun pelaksanaan evaluasi untuk orang-orang atau aparat yang terlibat
langsung dengan program yang telah bersangkutan.Sedangkan untuk evalusi
eksternal yaitu kegiatan evaluasi dilaksanan oleh pihak luar (diluar organisasi

13
pemilik/pelaksana program), meskipun dilakukannya evaluasi dapat muncul
dari kalangan orang luar tersebut atau justru diminta oleh pemilik pelaksana
program.
4. Evaluasi teknis
Evaluasi teknis (fisik) adalah kegiatan evaluasi yang sasaran dan ukurannya
menggunakan ukuran-ukuran teknis (fisik), seperti seberapa jauh volume
kegiatan telah dapat diselesaikan, seberapa jauh persyaratan teknis telah
ditepati, berapa jumlah orang yang terlibat/terjangkau oleh program yang
dilaksanakan dll.
5. Evaluasi program, pemantauan dan evaluasi dampak program
Evaluasi program adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengkaji kembali
draft/usulan program yang sudah dirumuskan sebelum program itu
dilaksanakan. Pemantauan program diartikan sebagai pengumpulan informasi
(data/fakta) dan pengambilan keputusan-keputusan yang terjadi selama proses
pelaksanaan program. Evaluasi dampak program diarahkan untuk
mengevaluasi tujuan program atau dampak kegiatan yang telah dihasilkan oleh
pelaksanaan program yang telah direncanakan.
6. Evaluasi proses dan evaluasi hasil
Evaluasi proses yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mengevaluasi seberapa
jauh proses kegiatan yang telah dilaksanakan itu sesuai (dalam arti kuantitatif
maupun kualitatif) dengan proses kegiatan yang seharusnya dilaksanakan
sebagaimana telah dirumuskan didalam programnya.Evaluasi hasil yaitu
evaluasi yang dilakukan untuk mengevaluasi tentang seberapa jauh tujuan
tujuan yang direncanakan telah dapat dicapai, baik dalam pengertian kuantitatif
maupun kualitatif.
7. Pendekatan sistem dalam evaluasi
Pendekatan sistem dalam evaluasi program-program pendidikan
(penyuluhan), yakni suatu kegiatan evaluasi yang tidak hanya dilakukan
terhadap proses kegiatan dana tau evaluasi terhadap hasil-hasil kegiatan saja,
melainkan kegiatan evaluasi yang diarahkan untuk mengevaluasi keseluruhan
unsur (sub sistem) dari sistem penyuluhan.
Prinsip-prinsip Evaluasi Penyuluhan

14
Ada beberapa prinsip-prinsip evaluasi penyuluhan sebagai berikut :
1. Evaluasi harus Berdasarkan fakta yang ada
2. Evaluasi merupakan bagian integral dari proses kegiatan
3. Evaluasi dilakukan dalam hubungannya dengan tujuan dan program
4. Menggunakan alat ukur yang berbeda untuk tujuan yang berbeda
5. Evaluasi dilakukan terhadap metode penyulahna yang digunakan
6. Dilakukan terhadap hasil-hasil kuantatif maupun kualitatif
7. Evaluasi harus dijiwai oleh mencari kebenaran
8. Evaluasi mencakup 6 pokok yang harus diperhatikan seperti berikut :
a) Tujuan dari program atau kegiatan penyuluhan
b) Kegiatan dan metode pengumpulan data yang tepat
c) Analisis dan interpretasi data yang sah dan terpercaya
d) Pembandingan hasil yang diharapkan dengan hasil yang sebenarnya
e) Pengambilan keputusan atau kesimpulan
f) Penggunaan hasil evaluasi untuk pedoman dan perbaikan.
Menurut Mardikanto (2009) penyuluhan pertanian adalah suatu proses
perubahan sosial, ekonomi dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat
kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang partisipatif, agar
terjadi perubahan perilaku pada diri semua stakeholders (individu, kelompok,
kelembagaan) yang terlibat dalam proses pembangunan, demi terwujudnya
kehidupan yang berdaya, mandiri dan partisipatip yang semakin sejahtera dan
berkelanjutan.
Pada dasarnya evaluasi penyuluhan pertanian dilakukan guna memenuhi
keingintahuan dan keinginan kita untuk mencari kebenaran dari suatu program
penyuluhan berlangsung. Evaluasi penyuluhan pertanian dapat dilakukan pada
awal atau pada akhir program penyuluhan sehingga dapat diperoleh gambaran
seberapa jauh tujuan penyuluhan pertanan tercapai.
Pelaporan hasil kegiatan penyuluhan pertanian sangat penting sebagai
penyampaian informasi dan sebagai bahan pengambilan keputusan/kebijakan oleh
pimpinan/penanggung jawaab kegiatan, pertanggungjawaban, pengawasan dan
perbaikan perencanaan berikutnya.
1. Pengetahuan

15
Petani dalam menerima suatu imformasi baik bersifat inovasi maupun yang
lainnya erat kaitannya terhadap pengetahuan atas hal-hal tersebut, sehingga
keputusan/ tindakan yang diberikan merupakan atas pengetahuan adopters
(petani). Pengetahuan merupakan suatu tahapan atas pengetahuan atau sejumlah
orang mengetahui adanya teknologi dan memperoleh pemahaman tentang cara
berfungsinya. Bagaimana cara orang atau sekelompok memperoleh pengetahuan
tentang inovasi itu dapat bersifat aktif maupun pasif.
Menurut Asyikin dalam Mardikanto (2009) bahwa perolehan pengetahuan
tentang inovasi dan bersifat pasif, didasari pada pandangan bahwa orang
menyadari adanya inovasi karena kebutulan dan orang tak akan secara aktif
mencari inovasi sampai ia tahu tenteng adanya suatu inovasi.
2. Keterampilan
Keterampilan adalah hasil dari latihan berulang, yang dapat disebut perubahan
yang meningkat atau progresif oleh orang yang mempelajari keterampilan tadi
sebagai hasil dari aktivitas tertentu. Keterampilan dari kata dasar terampil yang
artinya cakap menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan sedangkan keterampilan
artinya kecakapan untuk menyelesaikan tugas.
Pelatihan keterampilan merupakan aktivitas utama selama fase implementasi
suatu program kesehatan. Selama implementasi pelatihan bertujuan untuk
membangun dan memelihara perilaku-perilaku yang sangat penting dalam
kelangsungan program, maka pelatihan tersebut akan mengarah kepada perolehan
keterampilan.
3. Sikap
Sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan
seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu
dalam lingkungannya. Komponen-komponen sikap adalah pengetahuan, perasaan-
perasaan dan kecenderungan untuk bertindak. Lebih mudahnya, sikap adalah
kecondongan evaluasi terhadap suatu objek atau subjek yang memiliki
konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadap-hadapan dengan objek sikap,
(Van den Ban dan Hawkins, 2007).
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap meliputi: (a) faktor intern,
yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini berupa

16
daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang
datang dari luar. Pilihan terdapat pengaruh dari luar itu biasanya disesuaikan
dengan motif dan sikap di dalam diri manusia, terutama yang menjadi minat
perhatiannya, (b) faktor ekstern, yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi
manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial di luar kelompok. Misalnya, interaksi
antara manusia dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai padanya melalui
alat-alat komunikasi (surat kabar, radio, televisi, majalah, dan sebagainya).
Sikap mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap yang saling
menunjang, yaitu: (a) komponen kognitif (komponen perseptual) yaitu komponen
yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan atau ide, keyakinan dan konsep,
(b) komponen afektif (komponen emosional), yaitu menyangkut perasaan
seseorang yang dihubungkan dengan keyakinan, seperti rasa senang atau tidak
senang terhadap obyek sikap dan (c) komponen konatif (komponen perilaku),
yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap
obyek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan
besar kecilnya kecenderungan bertindak atau perilaku seseorang terhadap obyek
sikap. Perilaku petani terhadap adopsi teknologi jika teknologi tersebut
memberikan manfaat sesuai tujuan yang ingin dicapainya.

III. METODE PELAKSANAAN

17
A. Waktu dan Tempat
Kegiatan PKL II dilaksanakan pada tanggal 09 Maret – 09 April 2020, dengan
kegiatannya melakukan evaluasi terhadap partisipasi petani dalam penerapan
pemupukan berimbang pada tanaman kopi.
Lokasi kegiatan bertempat di Tobotan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten
Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara.

B. Alat dan Bahan


Alat yang akan digunakan untuk pelaksanaan evaluasi ini adalah :
1. Kuesioner sebagai alat ukur
2. Laptop/computer
Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan evaluasi ini adalah :
1. Rencana Kegiatan Tahunan Penyuluh ( RKTP ).
2. ATK.
3. Bahan dalam pemupukan berimbang.

C. Metode Pelaksanaan
1. Batasan Operasional
Adapun batasan operasional dalam kegiatan evaluasi penyuluhan pertanian
ini adalah:
a. Responden dalam kegiatan evaluasi ini merupakan petani yang terdaftar
dalam kelompoktani;
b. Kelompoktani yang digunakan hanya satu kelompoktani yang ada di
Tobotan;
c. Kelompoktani yang dievaluasi merupakan kelompoktani yang sudah
pernah mendapat penyuluhan tentang pemupukan berimbang;
d. Evaluasi dilakukan dengan cara pemberian kuesioner dan praktek
pembuatan untuk mengetahui keterampilan petani;
e. Aspek yang dievaluasi yaitu pengetahuan, sikap dan keterampilan petani.

2. Jenis dan Sumber Data

18
Jenis data yang dipakai pada kegiatan evaluasi ini adalah data primer dan
data sekunder, namun pada tahap awal yang kita butuhkan adalah data
sekunder. Data sekunder diperoleh dari Programa Kecamatan dan RKTP, data
yang diambil adalah data potensi wilayah, data permasalahan di wilayah
tersebut dan penyuluhan yang dilaksanakan (dilihat pada RKTP), dari data
inilah kita menentukan objek evaluasi yang akan kita lakukan.
Data Sekunder berupa Programa, kita peroleh dari BPP setempat sedangkan
data primer bersumber langsung dari petani sendiri.

3. Teknik Pengambilan Sampel


a. Data Kuisioner, Uji Validitasi dan Reliabilitas
Kuisioner yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun
kepada para petani yang menjadi responden. Dapat pula melalui tanya jawab
secara langsung antara dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan
secara langsung informasi yang diberikan.
Untuk mendapatkan skala pengukuran atau instrumen penelitian yang baik,
skala pengukuran harus memiliki validitas dan realibilitas instrumen yang telah
diuji sebelumnya. Validitas adalah sejauh mana instrument penelitian
mengukur dengan tepat konstruk variabel yang diteliti.
Rumus yang digunakan untuk uji validitas kuisioner adalah Korelasi
Product Moment yang berguna untuk menentukan seberapa kuat hubungan
suatu variabel dengan variabel lain (Mauludi, 2006), yaitu:

Keterangan :
n = Jumlah Responden
y = Skor pertanyaan
x = Skor masing-masing pertanyaan
r = Koefisien kolerasi
Realibilitas instrumen menggambarkan pada kemantapan alat ukur yang
digunakan. Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi atau

19
dapat dipercaya, apabila alat ukur tersebut stabil, konsisten dan cermat,
sehingga dapat diandalkan. Dalam evaluasi ini pengujian reliabilitas
instrumen menggunakan rumus KR 20 (Kuder Richardson) dalam, yaitu:

Keterangan :
r = koefisien
K = jumlah item dalam instrumen
Pi = proporsi banyaknya responden yang menjawab pada item 1
qi = 1-Pi
St² = varians total
b. Populasi dan Sampel
Penentuan Populasi dan Sampel dalam evaluasi ini dilakukan dengan
metode perposive sampel (tujuan langsung), yaitu jumlah semua petani yang
menghadiri penyuluhan dengan materi pemupukan berimbang yang berjumlah
10 Orang di Tobotan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan
yang telah dilaksanakan oleh PPL.
4. Analisis Data
Pelaksanaan evaluasi hasil penyuluhan pertanian, untuk mengetahui
pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani dalam pemupukan berimbang
yang telah dilaksanakan petani. Pelaksanaan evaluasi di Tobotan Kecamatan
Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan menggunakan indikator, alat
pengukur dan analisa data. Indikator, alat pengukur dan analisa data yang
digunakan saat mengevaluasi penerapan petani dalam pemupukan berimbang
adalah sebagai berikut:
a. Pengetahuan
Analisis data dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan dalam bentuk
Test Obyektif berbentuk pilahan ganda dalam pelaksanaan evaluasi bertujuan
untuk mengetahui persentase pengetahuan petani dalam pembuatan mol keong
mas di Tobotan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan. Untuk

20
me

ngetahui nilai rata-rata pengetahuan petani digunakan rumus:

Pelaksanaan evaluasi penyuluhan pertanian untuk mengukur pengetahuan


petani dalam pembuatan mol keong mas menggunakan dua indikator, yaitu
penguasaan pengetahuan. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana penguasaan
pengetahuan petani terhadap materi pemupukan berimbang yang telah
disuluhkan.
Selanjutnya dibuat alat pengukur untuk mengukur penguasaan pengetahuan
petani terhadap pemupukan berimbang, dengan standar kriteria sebagai berikut:
Standar : Pengetahuan baik dengan nilai 70-79
Kriteria : 80-100 = Sangat Baik
70-79 = Baik
60-69 = Cukup Baik
40-59 = Tidak Baik
0-39 = Sangat tidak baik
Dan untuk mengetahui persentase peningkatan pengetahuan petani digunakan
rumus:

b. Keterampilan
Analisis data terhadap evaluasi keterampilan menggunakan Ranting Scale,
untuk mengetahui tingkat keterampilan berupa kecepatan dan ketepatan petani
dalam pembuatan mol keong mas. Petani akan diminta untuk mempraktikkan
langsung pemupukan berimbang di tempat yang telah ditentukan. Pelaksanaan
evaluasi untuk mengetahui persentase petani yang terampil di Tobotan
Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan, menggunakan rumus:

21
Indikator yang digunakan dalam pelaksanaan evaluasi penyuluhan untuk
mengetahui keterampilan petani dalam pemupukan berimbang adalah
kecepatan dan ketepatan petani pemupukan berimbang sesuai dengan materi
yang telah disuluhkan. Penilaian keterampilan petani dilakukan dengan melihat
langsung kemampuan petani dalam pemupukan berimbang.
Alat pengukur yang digunakan untuk mengukur keterampilan petani dalam
pembuatan mol keong mas yaitu dengan standar kriteria sebagai berikut:
Standar : Kecepatan ≤ 30 detik/pk, ketepatan : Tepat waktu
Kriteria :
Tidak terampil : ≥ 30 detik/pk tidak tepat waktu
Keterampilan sedang : ≤ 30 detik/pk kurang tepat waktu
Terampil : ≤ 30 detik/pk tepat waktu

c. Sikap
Analisa data dalam mengevaluasi sikap petani menggunakan Skala Likert
dengan memberikan beberapa item pertanyaan yaitu: Selalu Melakukan (SM),
Melakukan (M), Ragu-ragu (R), Tidak Melakukan (TM) dan Selalu Tidak
Melakukan (STM) kepada petani melalui kuisioner. Pelaksanaan evaluasi
untuk mengetahui persentase petani yang selalu melakukan pemupukan
berimbang, menggunakan rumus:
Untuk Menghitung Skor:
Jumlah Responden x Jumlah Skor = .........
Jumlah Responden x Jumlah Skor Tertinggi = .........
Jumlah Responden x Jumlah Skor Terendah = .........
Maka untuk mengetahui persentase petani yang mau melakukan terhadap
layanan penyuluhan adalah:

22
Dan untuk mengetahu tingkat penerapan petani dalam pemupukan
berimbang, maka digunakan rumus :

Pelaksanaan evaluasi penyuluhan pertanian untuk mengukur sikap petani


dalam pemupukan berimbang menggunakan indikator menerapkan atau selalu
melakukan. Hal ini dimaksudkan untuk melihat persentase petani yang
melakukan pemupukan berimbang tersebut.
Alat pengukur yang digunakan untuk mengukur sikap petani dalam
pemupukan berimbang dengan standar kriteria sebagai berikut:
Kriteria : Tidak Menerapkan : 0 - 40%
Ragu-ragu : 41 - 60%
Menerapkan : 61 – 100%

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

23
A. Karakteristik Petani
Penduduk Desa Sialogo Kecamatan Angkola Barat pada umumnya bermata
pencaharian sebagai petani. Berdasarkan kegiatan evaluasi yang dilakukan,
jumlah responden dalam evaluasi ini sebanyak 10 orang yang berasal dari
kelompoktani SALBERD di Desa Sialogo yang mendapat penyuluhan tentang
pemupukan berimbang pada tanaman kopi. Jenis kelamin petani responden yaitu
laki-laki dan perempuan. Karakteristik individu petani yang di evaluasi terdiri dari
umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.
1. Umur Responden
Umur petani merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menentukan
keberhasilan suatu usahatani. Semakin tua umur seseorang, akan semakin sulit
untuk menyerap informasi dan inovasi teknologi yang disampaikan dalam
penyuluhan. Selain itu kecepatan dalam menerapkan inovasi teknologi yang
disampaikan juga akan berkurang. Dari kegiatan evaluasi yang dilakukan
kepada petani responden, penggolongan umur petani disajikan pada Tabel 1
berikut :
Tabel 1. Umur Petani Responden Desa Sialogo
NO Jenjang Umur Jumlah Persentase (%)
1 30-39 4 40,00
2 40-49 1 10,00
3 50-59 2 20,00
4 60-69 2 20,00
5 70-79 1 10,00
Jumlah 20 100
Sumber : Analisis Data Primer 2020

Dari data pada Tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa umur petani yang
digolongkan kedalam petani yang mempunyai umur produktif adalah 7 orang
dengan jumlah total persentase 70% yang berkisar antara umur 15-55 tahun
(Rochani, 2004). Fakta ini menjadi potensi yang sangat besar bagi
pengembangan dan upaya peningkatan dunia pertanian di Desa Sialogo. Pada
umur 15-55 tahun seseorang digolongkan produktif dikarenakan dilihat dari
kondisi fisik dan ketangkasan dalam menangkap pembaharuan-pembaharuan
yang ada pada media ataupun perkembangan teknologi khususnya di bidang

24
pertanian. Serta sesorang yang berada di golongan umur produktif masih
sangat cepat dalam mengadopsi materi yang akan diberikan oleh penyuluh
pertanian lapangan tentang pemupukan berimbang pada tanaman kopi.
2. Pendidikan Formal Responden
Dari data yang diperoleh, diketahui tingkat pendidikan formal responden
berasal dari taraf pendidikan dan umur yang berbeda-beda. Adanya perbedaan
tingkat pendidikan ini menjadi salah satu parameter yang dapat dijadikan
dalam mengukur keberhasilan dari suatu usahatani khususnya budidaya kopi,
dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin
pandai pula dalam managemen usahataninya, dalam arti bahwa petani yang
mempunyai pengalaman sebagai tolak ukur yang akan disampingkan pada
pembahasan ini. Pendidikan terendah dari responden adalah Sekolah Dasar
sedangkan pendidikan tertinggi dari responden adalah Perguruan Tinggi (PT).
Data tingkat pendidikan responden disajikan pada Tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2. Tingkat Pendidikan Petani Responden Desa Sialogo
No Tingkat Pendidikan Jumlah Petani Persentase (%)
1 SD 2 20,00
2 SMP 4 40,00
3 SMA 3 30,00
4. PERGURUAN TINGGI 1 10,00
Jumlah 10 100
Sumber : Analisis Data Primer 2020

Tabel 2 menunjukan bahwa tingkat pendidikan petani responden


dominannya adalah tamatan SMP berjumlah 4 orang (40%) dan SMA
berjumlah 3 orang (30%), SD berjumlah 2 orang (20%), dan PT 1 orang (10%).
Hal ini menunjukkan responden belum menganggap penting arti pendidikan
formal. Tingkat pendidikan responden akan mempengaruhi penerimaan mereka
terhadap hal-hal baru, terutama dalam menerapkan pemupukan berimbang
pada kegiatan budidaya kopi. Tingkat pendidikan tamatan SMP dan SMA ini,
diharapkan petani dapat semakin terbuka terhadap segala teknologi baru yang
ada disekitar.
Agar materi yang disampaikan oleh penyuluh dapat mudah diserap dan
diterima oleh petani diperlukan materi, media dan metode penyuluhan yang
sesuai dengan karakteristik petani. Semakin tinggi tingkat pendidikan

25
seseorang, maka tingkat penerimaannya terhadap inovasi teknologi semakin
besar. Menurut Suhardino dalam Mardikanto (1993) bahwa kemampuan petani
dalam menerima hal-hal baru banyak bergantung pada tingkat pendidikan yang
mereka miliki.
3. Jenis Kelamin Responden
Jenis kelamin menunjukkan kemampuan fisik dalam berusahatani. Selain
itu, jenis kelamin juga berpengaruh terhadap kemampuan memimpin dan
mengambil keputusan dalam berbagai kegiatan termasuk dalam kegiatan
usahatani. Namun hal ini tidak menjadi batasan dan hambatan kepada petani
desa Sei Siur Kecamatan Pangkalan Susu bahwa gender atau jenis kelamin
bukanlah hal terpenting melainkan kemauan dan kemampuan dari seseorang,
sehingga tidak sedikit dari jumlah petani dan khususnya responden yang ada
terbagi kedalam dua jenis kelamin yakni laki-laki dan perempuan yang akan
disajikan pada Tabel 3 dibawah ini :
Tabel 3. Jenis Kelamin Responden Petani Desa Sialogo
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1 Laki-Laki 7 70,00
2 Perempuan 3 30,00
Jumlah 10 100
Sumber : Analisis Data Primer 2020

Dengan adanya persebaran dan perbedaan jumlah jenis kelamin dari total
responden menjadi salah satu alasan juga bahwa semakin berkembangnya
zaman dan berkembangnya teknologi yang mengharuskan perempuan untuk
terjun kedunia kerja dalam memenuhi kebutuhan hidup yang semakin
meningkat.

4. Luas Lahan Usahatani


Luas lahan garapan petani responden dapat mempengaruhi produktivitas,
semakin luas lahan yang akan diusahakan semakin banyak hasil produksinya.
Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang utama bagi petani sebagai
sumber pendapatan keluarga. Luas lahan garapan petani responden disajikan
pada Tabel 4 berikut :
Tabel 4. Luas Lahan Usahatani Petani Responden di Desa Sialogo

26
No Luas Lahan (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 0,1 2 20,00
2 0,2 4 40,00
3 0,25 2 20,00
4 0,5 2 20,00
Jumlah 10 100
Sumber : Analisis Data Primer 2020

Berdasarkan Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa petani responden di Desa


Sialogo memiliki lahan usahatani dengan luas 0,2 hektar sebanyak 4 orang
(40%), luas lahan 0,1 hektar sebanyak 2 orang (20%), luas lahan 0,25 hektar
sebanyak 2 orang (20%), dan luas lahan 0,5 hektar sebanyak 2 orang (20%).
Luas lahan yang bervariasi juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kecepatan seseorang dalam mengadopsi inovasi. Semakin luas
lahan yang dimilikinya semakin cepat mengadopsi teknologi, hal ini
dikarenakan memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik.
Menurut Saragih (2001) ukuran luas lahan berhubungan positif dengan
tingkat adopsi petani, semakin luas usaha taninya, maka semakin cepat pula
proses adopsinya, hal ini dikarenakan adanya kemampuan ekonomi dan
melalui penerapan teknologi sistem tanam sehingga bisa miningkatkan
penghasilan ekonomi bagi keluarganya yang lebih baik.

B. Perilaku Petani dalam Pemupukan Berimbang pada Tanaman Kopi


1. Pengetahuan Petani dalam Pemupukan Berimbang pada Tanaman
Kopi
Penyuluhan pertanian yang telah dilaksanakan oleh penyuluh tentang
pemupukan berimbang pada tanaman kopi. Tujuan penyuluhan tersebut adalah
agar petani mau menerapkan pemupukan berimbang pada tanaman kopi sesuai
komposisi dari 10% menjadi 15%. Adapun tujuan dilaksanakannya evaluasi
penyuluhan pertanian adalah untuk mengetahui persentase petani dalam
penguasaan pengetahuan,sikap dan keterampilan petani dalam penerapan

27
pemupukan berimbang pada tanaman kopi di Desa Sialogo Kecamatan
Angkola Barat. Menurut Arikunto (2013) hasil ukur pengetahuan dapat
dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu : baik (76%-100%), cukup ( 56%-
75%), kurang (<55). Untuk mengetahui nilai rata-rata pengetahuan petani
maka digunakan kuisioner yang dibagikan kepada responden. Kuisioner yang
telah dijawab oleh responden selanjutnya direkapitulasi. Rekapitulasi jawaban
tersebut disajikan pada Tabel 5 berikut :
Tabel 5. Rekapitulasi Nilai Rata-rata Pengetahuan Petani dalam Pemupukan
Berimbang pada Tanaman Kopi
Nama Petai Jawaban Nilai
No Benar Salah Skala
Responden Responden
1 Habibuddin Srg 8 2 80 A
2 Pijor Rambe 9 1 90 A
3 Hanapi Rambe 9 1 90 A
4 Sapiani 9 1 90 A
5 Seri Marni Hrp 10 0 100 A
6 Romadon 9 1 90 A
7 H. Dorlan Hrp 9 1 90 A
8 Damsia Rambe 7 3 70 B
9 Toras Nainggolan 8 2 80 A
10 Laidin Tambunan 8 2 80 A
Jumlah Nilai Responden 860
Sumber : Analisis Data Primer 2020

Nilai rata-rata pengetahuan petani dalam mengetahui manfaat dari

pemupukan berimbang pada budidaya kopi adalah sebagai berikut =

= 86 dengan kriteria baik. Artinya tujuan

penyuluhan agar petani mengetahui manfaat pemupukan berimbang pada


budidaya kopi sesuai petunjuk dari nilai 10% menjadi 15% telah tercapai. Hal
ini karena nilai yang mengetahui sudah melebihi dari tujuan yaitu 86%. Hasil
evaluasi tersebut dipengaruhi tingkat pendidikan formal dan non formal
sehingga wawasan petani cukup dalam teknologi pertanian. Serta adanya
keterbukaan wawasan terhadap adopsi dan penerimaan hal hal yang berbaur
pengembangan. Tercapainya tingkat pengetahuan tersebut, karena sering

28
adanya kegiatan anjangsana dan penyuluhan Desa Sialogo dan adanya
pendemonstrasian yang hasilnya dapat dilihat oleh petani, khususnya di
Kelompoktani SALBERD yang ada di Desa Sialogo Kecamatan Angkola Barat
Kabupaten Tapanuli Selatan.
Untuk mengetahui persentase pengetahuan petani juga digunakan kuesioner
yang dibagikan kepada 10 orang responden dimana menggunakan pre test dan
post test. Kuesioner yang telah dijawab oleh responden selanjutnya
direkapitulasi. Rekapitulasi jawaban tersebut disajikan pada Tabel 6 dibawah
ini:
Tabel 6. Hasil Rekapitulasi Kuisioner Pre Test dan Post Test Responden Desa
Sialogo

No. Nama Petani Responden Nilai Pre test Nilai Post test
1 Habibuddin Srg 60 80
2 Pijor Rambe 80 90
3 Hanapi Rambe 80 90
4 Sapiani 70 90
5 Seri Marni Hrp 70 100
6 Romadon 60 90
7 H. Dorlan Hrp 80 90
8 Damsia Rambe 50 70
9 Toras Nainggolan 50 80
10 Laidin Tambunan 70 80
Jumlah 670 860
Nilai rata-rata pretest 670 : 10 = 67
Nilai rata-rata postest 860 : 10 = 86
Selisih nilai peningkatan 86 – 67 = 19
Sumber : Analisis Data Primer 2020

Berdasarkan Tabel 6, jumlah skor pre test yang diperoleh dari 10 orang
responden adalah 670 dan skor post test sebesar 860. Persentase peningkatan
pengetahuan petani Desa Sialogo dalam pemupukan berimbang pada tanaman
kopi adalah sebagai berikut :

== x 100 % = 28,35%

29
Persentase peningkatan pengetahuan petani dalam pemupukan berimbang
pada tanaman kopi adalah 28,35%. Hal ini karena :
a. Metode dan media yang digunakan disaat penyuluhan diterima dengan baik
oleh petani;
b. Pendidikan petani responden rata-rata SLTA sederajat sehingga lebih cepat
untuk menangkap atau dimengerti materi penyuluhan;
Dengan demikian tujuan penyuluhan agar petani dapat mengetahui
penerapan pemupukan berimbang pada tanaman kopi sesuai anjuran dari 10%
menjadi 15% telah tercapai, karena persentase yang didapat sudah melebihi
dari persentase tujuan yaitu 28,35%.
Nasution (1990) menyatakan bahwa ada anggota masyarakat yang sejak
lama telah menanti datangnya inovasi, ada anggota masyarakat yang melihat
dulu kiri kanan dan setelah yakin benar akan keuntungan tertentu yang bakal
diperoleh baru mau menerima inovasi dimaksud, namun ada pula anggota
masyarakat yang sampai akhir tetap tidak mau menerima suatu inovasi.
2. Keterampilan Petani dalam Pemupukan Berimbang Tanaman Kopi
Evaluasi pelaksanaan penyuluhan pertanian telah dilaksanakan di Desa
Sialogo. Tujuan evaluasi penyuluhan pertanian adalah untuk mengetahui
persentase petani yang terampil dalam melakukan pemupukan berimbang pada
tanaman kopi yang meliputi kecepatan dan ketepatan pembuatan di Desa
Sialogo Kecamatan Angkola Barat. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
tercapai atau tidaknya tujuan dari pelaksanaan penyuluhan pertanian, yaitu
petani dapat melakukan pemupukan berimbang pada tanaman kopi sesuai
komposisi dari 10% menjadi 15%.
Pelaksanaan evaluasi tersebut menggunakan kuisioner dan menguji petani
mempraktikan langsung di lapangan untuk mengukur kecepatan dan ketepatan
responden dalam proses pembuatan. Untuk mengetahui persentase
keterampilan petani digunakan alat pengukur sebagai berikut:
Standar : Kecepatan ≤ 30 detik/pk, ketepatan : Tepat waktu
Kriteria :
Tidak terampil : ≥ 30 detik/pk tidak tepat waktu
Keterampilan sedang : ≤ 30 detik/pk kurang tepat waktu

30
Terampil : ≤ 30 detik/pk tepat waktu
Dari kegiatan evaluasi penyuluhan pertanian yang dilakukan, diperoleh data
tingkat keterampilan petani dalam pemupukan berimbang pada tanaman kopi.
Kemudian dilakukan rekapitulasi data untuk memudahkan dalam mengetahui
persentase tingkat keterampilan petani. Adapun data rekapitulasi tersebut
disajikan pada Tabel 7 berikut :
Tabel 7. Rekapitulasi Tingkat Keterampilan Petani dalam Pemupukan
Berimbang Pada Tanaman Kopi di Desa Sialogo
No Nama Responden Tingkat Keterampilan
1 Habibuddin Srg Terampil
2 Pijor Rambe Terampil
3 Hanapi Rambe Keterampilan Sedang
4 Sapiani Keterampilan Sedang
5 Seri Marni Hrp Terampil
6 Romadon Keterampilan Sedang
7 H. Dorlan Hrp Keterampilan Sedang
8 Damsia Rambe Terampil
9 Toras Nainggolan Keterampilan Sedang
10 Laidin Tambunan Keterampilan Sedang
Sumber : Analisis Data Primer 2020

Berdasarkan Tabel 7 di atas, jumlah petani yang dengan keterampilan sedang


berjumlah 6 orang dengan pembagian 1 orang perempuan dan 5 orang lainnya
adalah laki-laki, sedangkan petani dengan keahlihan terampil berjumlah 4 orang
dengan pembagian 2 orang perempuan dan 2 orang lainnya adalah laki-laki.
Persentase keterampilan petani di Desa Sialogo Kecamatan Angkola Barat dalam
pemupukan berimbang pada tanaman kopi di jelaskan dalam bentuk tabel sebagai
berikut :
Tabel 8. Persentase Tingkat Keterampilan Petani Responden dalam
Pemupukan Berimbang Pada Tanaman Kopi

No Uraian Jumlah (orang) Persentase %


1 Tidak Terampil 0 00,00
2 Keterampilan Sedang 6 60,00
3 Terampil 4 40,00
Jumlah 10 100
Sumber : Analisis Data Primer 2020

Berdasarkan Tabel 8 di atas, diketahui bahwa persentase petani yang tidak


terampil sebesar 00,00%, petani dengan keterampilan sedang 60,00% dan

31
petani yang terampil sebesar 40,00%. Dalam pemupukan berimbang pada
tanaman kopi di Desa SIialogo, tingkat keterampilan terhadap petani yang
terampil hanya 4 orang dari 10 responden yang ada menunjukkan bahwa tujuan
penyuluhan pertanian terhadap pemupukan berimbang pada tanaman kopi
komposisi 10% menjadi 15% tercapai.
3. Sikap Petani dalam Pemupukan Berimbang pada Tanaman Kopi
Menurut Mueller dalam Wibisono (2011), mengukur sikap seseorang adalah
mencoba untuk menempatkan posisinya pada suatu kontinum afektif berkisar
dari tidak pernah hingga sangat sering terhadap suatu objek sikap. Tujuan
penyuluhan pertanian yang telah telah dilaksanakan adalah petani selalu
menerapkan pemupukan berimbang pada tanaman kopi sesuai komposisi dari
10% menjadi 15%. Sedangkan tujuan dari dilaksanakan evaluasi penyuluhan
pertanian adalah untuk mengetahui persentase petani yang selalu melakukan
pemupukan berimbang pada tanaman kopi sesuai komposisi di Desa Sialogo.
Disebarkan kuisoner kepada 10 orang petani responden dengan beberapa item
pernyataan untuk setiap parameter.
Untuk mengetahui berapa banyak petani yang mau melakukan pemupukan
berimbang pada tanaman kopi, maka didirekap jawaban kuesioner yang telah
diisi oleh petani responden dalam Tabel 9 berikut in :.
Tabel 9. Jumlah Petani Responden yang Mau Melakukan Pemupukan
Berimbang pada Tanaman Kopi
No Kriteria Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Tidak Melakukan - -
2 Ragu-Ragu - -
3 Melakukan 10 100
Jumlah 10 100%
Sumber : Analisis Data Primer 2020

Berdasarkan Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa semua petani yaitu


sebanyak 11 orang (55,00%) mau untuk m melakukan pemupukan berimbang
pada tanaman kopi. Hal ini karena petani sudah mengetahui fungsi dan manfaat
dari penerapan pemupukan berimbang. Dengan demikian tujuan penyuluhan
agar petani mau melakukan pemupukan berimbang pada tanaman kopi dari 0
orang menjadi 10 orang tercapai.

32
Dan untuk mengetahui persentase tingkat petani yang melakukan
pemupukan berimbang pada tanaman kopi disajikan dalam Tabel 10 dibawah
ini :
Tabel 10. Rekapitulasi Nilai Tingkat Petani yang Melakukan Pemupukan
Berimbang Pada Tanaman Kopi
Nama Pertanyaan/Skor
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jlh
Responden
1 Habibuddin
4 4 4 2 1 2 3 3 4 4 31
Srg
2 Pijor Rambe 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 36
3 Hanapi Rambe 4 3 4 4 4 2 3 4 2 4 34
4 Sapiani 4 2 2 4 4 2 2 5 4 3 32
5 Seri Marni
2 3 2 4 4 4 3 3 4 3 32
Hrp
Lanjutan Tabel 10
6 Romadon 5 5 4 4 4 3 3 4 4 4 40
7 H. Dorlan Hrp 4 4 5 4 4 5 4 4 3 5 42
8 Damsia
4 4 3 3 4 5 5 5 4 4 41
Rambe
9 Toras
2 3 3 2 5 3 2 4 4 4 332
Nainggolan
10 Laidin
4 2 2 4 4 4 3 4 4 3 34
Tambunan
Jumlah Skor 37 34 44 35 38 32 32 40 35 38 354
Perolehan Skor 354
Skor Ideal 500
Persentase (%) 70.80%
Sumber : Analisis Data Primer 2019
Berdasarkan Tabel 10 tersebut, terlihat bahwa jumlah skor yang di peroleh
sebesar 354 dari skor ideal sebesar 500. Persentase sikap petani responden
terhadap pemupukan berimbang pada tanaman kopi sebesar 58,8% dengan
criteria tidak melakukan jika dilihat pada melalui garis kontinum sebagi berikut :
0% 40% 60% 100%
Tidak Ragu-ragu Melakukan
Melakukan
70.80%
Berdasarkan garis kontinum tersebut dapat dilihat bahwa petani responden
di Desa Sialogo memiliki sikap melakukan dalam pemupukan berimbang
sesuai anjuran yang telah disampaikan oleh penyuluh kepada petani. Hal ini

33
berarti tujuan penyuluhan pertanian agar petani mau melakukan pemupukan
berimbang pada tanaman kopi sesuai anjuran dari 10% menjadi 15% tercapai.
Adanya peningkatan nilai petani terhadap hasil penyuluhan melalui pre test
dan post test dihasilkan karena beberapa alasan sebagai berikut :
a. Metode dan media yang digunakan disaat penyuluhan diterima dengan baik
oleh petani;
b. Bantuan sarana produksi maupun alat lainnya yang mendukung kegiatan
penyuluhan
Suatu adopters akan memiliki tingkat adopsi inovasi yang tinggi jika
inovasi yang disampaikan efektif dalam memajukan usaha tani yang
berkembang dan mudah untuk diterapkan. Selain itu inovasi yang disampaikan
tidak terlampau jauh dengan kebiasaan petani yang sudah ada. Hal ini
ditujukan supaya petani tidak kesulitan dalam memodifikasi antara kebiasaan
yang sudah ada dengan inovasi yang diterima.
Van den Ban dan Hawkins (1999) menyatakan bahwa dalam implementasi
sering dilakukan modifikasi sesuai dengan keperluan petani pengadopsi. Petani
sering kali menambah informasi setelah mengadopsi inovasi untuk
memperkuat keputusan yang telah diambil. Nasution (1990) menyatakan
bahwa ada anggota masyarakat yang sejak lama telah menanti datangnya
inovasi, ada anggota masyarakat yang melihat dulu kiri kanan dan setelah
yakin benar akan keuntungan tertentu yang akan diperoleh baru mau
menerima inovasi dimaksud, namun ada pula anggota masyarakat yang sampai
akhir tetap tidak mau menerima suatu inovasi.

34
V. PENUTUP

A. Kesimpulan
Pelaksanaan Praktik Kerja Lapang (PKL) II yang dilaksanakan oleh mahasiswa
semester VI dimulai dari 09 Maret s.d. 09 April 2020 yang berlokasi di Desa
Sialogo Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi
Sumatera Utara. Dari hasil pelaksanaan Praktik Kerja Lapang tersebut maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Nilai rata-rata pengetahuan petani responden dalam Pemupukan Berimbang
pada Tanaman Kopi sebesar 86 yang menunjukkan sangat memuaskan. Dan
untuk persentase tingkat pengetahuan petani dalam Pemupukan Berimbang
pada Tanaman Kopi sebesar 28,35% yang juga menunjukkan sangat
memuaskan. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan penyuluhan agar petani
dapat mengetahui Pemupukan Berimbang pada Tanaman Kopi dari nilai
10% menjadi 15% telah tercapai.
2. Persentase petani yang tidak terampil sebesar 0%, petani dengan
keterampilan sedang 60,00% dan petani yang terampil sebesar 40%. Dalam
Pemupukan Berimbang pada Tanaman Kopi di Desa Sialogo petani
digolongkan dalam kategori terampil, yang berarti bahwa tujuan penyuluhan
pertanian yaitu agar petani dapat melakukan Pemupukan Berimbang pada
Tanaman Kopi sesuai komposisi dari 10% menjadi 15% tercapai;
3. Jumlah orang yang melakukan Pemupukan Berimbang pada Tanaman Kopi
adalah 10 orang (100,00%), hal ini menunjukkan bahwa tujuan penyuluhan
agar petani mau melakukan P Pemupukan Berimbang pada Tanaman Kopi
tercapai. Dan untuk persentase sikap petani responden dalam Pemupukan
Berimbang pada Tanaman Kopi sebesar 70,80%. Petani responden di Desa

35
Sialogo memiliki sikap melakukan dalam Pemupukan Berimbang pada
Tanaman Kopi sesuai dengan yang disampaikan oleh penyuluh kepada
petani. Hal ini berarti tujuan penyuluhan pertanian agar petani mau
melakukan pembuatan pestisida nabati sesuai anjuran dari 10% menjadi
15% tercapai.
B. Saran
1. Agar kegiatan PKL berjalan lebih baik seharusnya dilaksnakan dengan
sangat teliti dan bertarget terhadap pekerjaan-pekerjaan yang akan
dilaksnakan.
2. Menjadi Praktik Kerja Lapangan Sebagai langkah awal dalam pendalam dan
penumbuha jejaring sosial.
3. Harus adanya sinkronisasi dari seluruh rangkaian kegiatan terhadap jenis
kegiatan yang lain.

36
DAFTAR PUSTAKA

AEKI. 2015. Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi di Indonesia. 

Anggara, Anies., Marini dan Sri. 2011. Kopi Si Hitam Menguntungkan: Budidaya
dan Pemasaran. Yogyakarta: Penerbit Cahaya Atma Pustaka.

Anshori, M. Fuad. 2014. Analisis Keragaman Morfologi Koleksi Tanaman Kopi


Arabika dan Robusta Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar
Sukabumi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Arief, M dan Candra Wirawan. 2011. Panduan Sekolah Lapangan Budidaya Kopi
Konservasi. Conservation International Indonesia. Jakarta.

Avelino J., A. R. Gurdian, H. F. C. Cueliar and F. A. J. Declerck. 2012.


Landscape Context And Scale Differentially Impact Coffee Leaf Rust,
Coffee Berry Borer, And Coffee Root-Knot Nematodes. Ecological
Applications.

Dewantara, F. R., J. Ginting, dan Irsal. 2017. Respons Pertumbuhan bibit Kopi
Robusta (Coffea robusta L.) terhadap berbagai Media Tanam dan Pupuk
Organik Cair. Agroekoteknologi FP USU.

Effendi, I. 2005. Dasar-Dasar Penyuluhan Pertanian. Fakultas Pertanian.


Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hafif, 2014. Pengembanagan Perkebunan Kopi Berbasis Inovasi di Lahan Kering


Masam. Pengembanagan Inovasi Pertanian.

Mardikanto, Totok, 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Universitas Sebelas


Maret.Surakarta.

37
Najiyati, S dan Danarti. 2012. Kopi, Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. PT.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Panggabean, Edy. 2011. Buku Pintar Kopi. PT. Agro Media Pustaka. Jakarta
Selatan.

Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budi Daya Pengelolaan Kopi Arabika dan
Robusta. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rusli, Sakiroh, Dan E. Wardiana. 2015. Pengaruh Pemupukan terhadap


Pertumbuhan, Hasil dan Kualitas Biji Empat Klon Kopi Robusta di
Tanah Podsolik Merah Kuning, Lampung Utara.

Ryan dan Soemaro. 2016. Pengelolaan Lahan untuk Kebun Kopi. Penerbit
Gunung Samudra. Malang.

Van den ban Hawskin. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius.Yogyakarta.

Yunanda, M. 2009. Evaluation Pendidikan. Balai Pustaka. Jakarta.

38

Anda mungkin juga menyukai