Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis yang sangat
luas. Hutan tropis Indonesia memiliki berbagai jenis tumbuhan yang merupakan sumber
daya alam hayati sekaligus sebagai penyedia senyawa kimia yang berkhasiat sebagai obat
atau racun. Menurut Soejarto (1991) luas daerah hutan tropis diperkirakan 7% dari luas
permukaan bumi tapi lebih dari 50% spesies organisme berada di hutan tropis.
Keanekaragaman hayati yang dimiliki hutan tropis Indonesia menjadikan negara ini
menjadi lokasi penelitian yang sangat penting. Jenis-jenis tumbuhan yang beraneka
ragam yang sebagian besar belum teridentifikasi menjadikan peluang yang besar sebagai
sumber senyawa kimia yang berguna. Biopestisida sebagai salah satu produk dari
tumbuhan tersebut dapat menjadi alternatif penggunaan pestisida kimia yang
Amembahayakan.
Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi. Untuk dapat memanfaatkan
kekayaan alam yang telah kita miliki ini, kita harus memiliki pengetahuan yang memadai
terhadap sumber kekayaan alam di Indonesia. Pengetahuan tentang kekayaan alam
tersebut tentunya harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian,
kita juga memiliki pengetahuan tentang bagaimana memanfaatkan kekayaan yang kita
miliki tersebut. Keanekaragaman hayati dalam kehidupan sehari-hari oleh manusia
dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, di antaranya kebutuhan sandang, pangan, papan
dan obat-obatan. Hal tersebut mendorong masyarakat melakukan upaya untuk
melestarikan keakearagaman hayati. Upaya tersebut mulai dari inventarisasi,
pemanfaatan, budidaya, sampai dengan pelestariannya yang melibatkan berbagai disiplin
ilmu, diantaranya Taksonomi, Etnobotani dan Bioteknologi (Ferdinand dan Mokti, 2009).
Riley (2005) menerangkan jumlah spesies tumbuhan yang dikenal orang pada
umumnya cukup banyak, sehingga para ilmuwan mengelompokkannya agar dapat
dipelajari dengan mudah. Tumbuhan sangat penting bagi kehidupan di bumi karena
tumbuhan menghasilkan oksigen yang diperlukan oleh semua hewan termasuk manusia
untuk bernapas. Tumbuhan juga menyediakan makanan yang dimakan oleh banyak
hewan dan manusia. Tumbuhan ada yang mengadung racun dan ada yang tidak.
Tumbuh-tumbuhan yang ada di alam sangat banyak jenisnya. Dari berbagai jenis
tumbuhan tersebut ada sebagian besarnya dimanfaatkan oleh manusia. Namun ada
beberapa yang jarang bahkan tidak dimanfaatkan oleh manusia karena berbahaya
terutama bagi kesehatan manusia. Mungkin saja tanaman yang dibeli ataupun didapat dari
teman-teman merupakan tanaman yang beracun. Keracunan yang ditimbulkan oleh
tanaman-tanaman ini, umumnya belum ada penawar. Jadi sebaiknya diusahakan jangan
sampai terpapar racun tumbuhan-tumbuhan tersebut (Seran, 2011).
Setiawati dkk. (2008) menjelaskan bahwa lebih dari 1.500 spesies tumbuhan dari
berbagai penjuru dunia diketahui dapat digunakan sebagai racun untuk hama tanaman. Di
Filipina, tidak kurang dari 100 spesies tumbuhan telah diketahui mengandung bahan aktif
insektisida. Di Indonesia terdapat 50 famili tumbuhan penghasil racun. Famili tumbuhan
yang dianggap merupakan sumber potensial racun untuk serangga pengganggu bagi
tanaman antara lain Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae dan Rutaceae.
Spesies-spesies tumbuhan beracun memiliki manfaat sebagai insektisida nabati, fungisida
nabati, moluskasida nabati, nematisida nabati, bakterisida nabati, dan rodentisida nabati.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa itu tumbuhan beracun ?
2. Apa saja ciri – ciri tumbuhan yang beracun ?
3. Apa saja jenis tumbuhan beracun ?
4. Bagaimana cara masuknya racun tumbuhan ke dalam tubuh ?
5. Bagaimana cara menjaga keselamatan dari tumbuhan beracun ?
6. Bagaimana cara mengobati keracunan akibat tumbuhan beracun ?
7. Apa manfaatan tumbuhan beracun ?
C. Tujuan
Tujuannya adalah sebagai berikut :
1.Untuk mengetahui apa itu tumbuhan beracun
2. Untuk mengetahui ciri tumbuhan beracun
3. Untuk mengetahui berbagai jenis tumbuhan beracun.
4. Untuk mengetahui cara masuknya racun tumbuhan ke dalam tubuh kita.
5. Untuk mengetahui cara dalam menjaga keselamatan dari tumbuhan beracun.
6. Untuk mengetahui cara mengobati keracunan yang diakibatkan tumbuhan beracun.
7. Untuk mengetahui manfaat tumbuhan beracun
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tumbuhan Beracun
1. Definisi Tumbuhan Beracun
Racun adalah zat atau senyawa yang dapat masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respon pada sistem biologis sehingga dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Umumnya berbagai
bahan kimia yang mempunyai sifat berbahaya atau bersifat racun, telah diketahui.
Namun tidak demikian halnya dengan beberapa jenis hewan dan tumbuhan, termasuk
beberapa jenis tanaman pangan yang ternyata dapat mengandung racun alami,
walaupun dengan kadar yang sangat rendah. Tanaman pangan seperti sayuran dan
buah-buahan memiliki kandungan nutrien, vitamin, dan mineral yang berguna bagi
kesehatan manusia serta merupakan komponen penting untuk diet sehat. Meskipun
demikian, beberapa jenis sayuran dan buahbuahan dapat mengandung racun alami
yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia. Racun alami adalah zat yang
secara alami terdapat pada tumbuhan, dan sebenarnya merupakan salah satu
mekanisme dari tumbuhan tersebut untuk melawan serangan jamur, serangga, serta
predator (BPOM, 2012).
Tumbuhan beracun adalah tumbuhan yang mengandung sejumlah besar zat kimia
apabila terjadi kontak langsung dengan manusia dan hewan baik dimakan atau
dihirup melebihi kadar yang ditentukan, berakibat sakit atau mematikan (Widodo,
2005). Tumbuhan beracun sebagai tumbuhan yang menyebabkan kesehatan normal
terganggu apabila bagian-bagian tertentu darinya digunakan oleh manusia atau hewan
yang dapat menerima dampaknya. Syahputra (2001) pernah meneliti lebih kurang 700
spesies tumbuhan yang beracun dan masih banyak lagi yang belum diketahui.
Tumbuhan yang digolongkan ke dalam tumbuhan beracun terdiri daripada kumpulan
rumpair, kulat, paku-pakis dan tumbuhan tinggi.
Menurut (Widodo, 2005) terdapatnya racun (anti nutrisi) pada tumbuhan
umumnya terjadi karena 2 faktor :
 faktor dalam (faktor intrinsik)
faktor dalam yaitu suatu keadaan dimana tumbuhan tersebut secara
genetik mempunyai atau mampu memproduksi anti nutrisi tersebut dalam
organ tubuhnya. Zat-zat anti nutrisi contohnya alkaloid, asam amino
toksik, saponin dan lain-lain.
 faktor luar (faktor lingkungan)
faktor luar yaitu keadaan dimana secara genetik tumbuhan tidak
mengandung unsur anti nutrisi tersebut, tetapi karena pengaruh luar yang
berlebihan atau mendesak, zat yang tidak diinginkan mungkin masuk
dalam organ tubuhnya. Contohnya adalah terdapatnya Se (Selenium)
berlebihan pada tanaman yang mengakumulasi Se dalam protein misalnya
pada Astralagus sp. Juga unsur radioaktif yang masuk dalam rantai
metabolik unsur yang kemudian terdeposit sebagai unsur-unsur berbahaya.

2. Beberapa ciri tumbuhan beracun sebagai berikut :


 Memiliki duri tajam hampir di semua bagian.
 Memiliki rambut atau bulu yang sangat lebat di bagian daun atau batang.
 Memiliki getah yang pahit.
 Memiliki bunga atau buah berwarna kuat atau gelap.
 Beraroma tidak enak atau menyengat dan berasa pahit
 Daun terlihat utuh, tidak ada bekas-bekas serangan serangga.
(Ardianto, 2013).

B. Jenis Tanaman Beracun


Berikut adalah beberapa tumbuhan yang berbahaya karena mengandung zat zat tertentu
yang bersifat toksit atau racun. Jenis jenis tanaman yang merupakan tumbuhan beracun
yaitu:
1. Alamanda (Allamanda cathartica)
Klasifikasi Tumbuhan Allamanda :
Kingdom : Plantae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Apocynales
Famili : Apocynaceae
Genus : Allamanda
Spesies : Allamanda cathartica
(Heyne,1987)
Tanaman alamanda termasuk dalam golongan perdu berkayu dengan tinggi yang
dapat mencapai 2 meter. Tanaman ini bersifat evergreen (hijau sepanjang tahun).
Batangnya yang sudah tua akan berwarna cokelat karena pembentukan kayu,
sementara tunas mudanya berwarna hijau. Daunnya memiliki bentuk yang melancip
di ujung dengan permukaan yang kasar dengan panjang 6 hingga 16 cm. Selain itu
daun alamanda pada umumnya berkumpul sebanyak tiga atau empat helai. Bunga
alamanda berwarna kuning dan berbentuk seperti terompet dengan ukuran diameter 5-
7.5 cm. Tanaman ini memiliki bunga yang harum.
Alamanda dapat ditemukan pada daerah sekitar sungai atau tempat terbuka yang
terkena banyak sinar matahari dengan hujan yang cukup dan kelembaban tinggi
sepanjang tahun. Tanaman ini tidak mampu tumbuh pada tanah yang bergaram atau
terlalu basa dan tanaman ini juga tidak tahan suhu rendah. Suhu -1 °C dapat
mematikan tanaman tersebut karena tanaman ini sangat sensitif terhadap suhu dingin.
Alamanda tumbuh dengan baik dan menghasilkan bunga pada intensitas matahari
penuh tanpa halangan. Jika diberi halangan maka produksi bunganya menurun.
Tanaman ini tumbuh baik dengan kondisi tanah berpasir, kaya bahan organik, serta
beraerasi baik. Secara keseluruhan, alamanda adalah tanaman yang mudah tumbuh
pada kondisi yang sesuai sehingga pada beberapa daerah juga dipandang sebagai
gulma.
Iklim yang tepat untuk pertumbuhan alamanda adalah daerah dengan iklim tropis.
Pada daerah dengan iklim tropis, alamanda dapat tumbuh hampir di sebagian besar
lingkungan dengan laju pertumbuhan yang cukup cepat. Di habitat aslinya, alamanda
hidup pada ketinggian 0-700 meter dari permukaan laut (dpl) dengan curah hujan
1000 hingga 2800 mm per tahun. Karena pertumbuhannya yang cepat, alamanda
umum digunakan sebagai ornamen untuk menghias pagar dan tembok.
Bunga alamanda diketahui memiliki beberapa fungsi medis, salah satunya dapat
dipakai sebagai laksatif. Getah tanaman ini memiliki sifat antibakteri. Bunga
alamanda juga memiliki sifat antibiotik terhadap bakteri Staphylococcus. Bunga
tanaman ini juga umum dimanfaatkan sebagai obat untuk mencegah komplikasi dari
malaria dan pembengkakan limpa. Selain itu, akarnya juga dapat digunakan untuk
mencegah penyakit kuning.
Damayanti dan Zuhud (2011) menerangkan bahwa tumbuhan ini apabila terkena
getahnya bisa berakibat iritasi kulit dan gatal atau alergi. Pada ramuan daunnya bisa
dimanfaatkan untuk obat, apabila dalam jumlah yang banyak malah menyebabkan
diare berat dan mual-mual sampai muntah. Selfia (2009) menerangkan bahwa
kandungan triterpenoid resin pada getah alamanda bisa mematikan belatung dan
jentik nyamuk.
2. Krisan (Chrysanthemum indicium)

Klasifikasi Tumbuhan Krisan :


Kingdom : Plantae
Subdivisi : Spermatophyta
Kelas : Dycotyledonae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Crhysantemum
Spesies : Chrysanthemum indicium

Berdasarkan pengamatan di lapangan, jenis tumbuhan yang memiliki nama ilmiah


Crhysantemum Sp. ini banyak ditemukan di kawasan hutan Taman Nasional Gunung
Leuser Resort Sei Betung. Masyarakat mengenalnya dengan nama Krisan. Batang
tumbuhan krisan tumbuh tegak, berstruktur lunak dan berwarna hijau. Bila tumbuh terus
batang menjadi keras dan berwarna hijau kecokelatan. Daun pada tumbuhan krisan ini
yaitu berdaun tajam menyerupai alang-alang. Perakaran tumbuhan krisan dapat menyebar
kesemua arah pada kedalaman 30-40 cm dan berjenis serabut. Slik (2012) menyatakan
bunga krisan tumbuh tegak pada ujung tanaman dan tersusun dalam tangkai berukuran
pendek sampai panjang. Pada satu tangkai terdapay satu kuntum bunga. Kandungan
kimia tumbuhan krisan (Crhysantemum Sp.) yang terkandung adalah senyawa golongan
flavonoid, glikosida, saponin serta triterpen/steroid.
3. Krinyu (Chromolaena odorata L.)

Klasifikasi Tumbuhan Krinyu


Kigdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Sub Class : Asteridae
Ordo : Asterales
Familia : Asteraceae
Genus : Chromolaena
Spesies : Chromolaena odorata L.
Tumbuhan kirinyu memiliki bentuk daun oval dan bagian bawahnya lebih lebar,
makin ke ujung makin runcing. Panjang daun 6–10 cm dan lebarnya 3–6 cm. Tepi
daun bergerigi, menghadap ke pangkal, letaknya berhadapan (Gambar 2). Karangan
bunga terletak di ujung cabang (terminal), dan setiap karangan terdiri atas 20–35
bunga. Warna bunga pada saat muda kebiruan, semakin tua menjadi cokelat. Waktu
berbunga serentak pada musim kemarau selama 3–4 minggu. Pada saat biji masak,
tumbuhan akan mengering kemudian bijinya pecah dan Gambar 2. Tumbuhan dan
bunga kirinyu. terbang terbawa angin. Kurang lebih satu bulan setelah awal musim
hujan, potongan batang, cabang, dan pangkal batang akan bertunas kembali. Biji-biji
yang jatuh ke tanah juga mulai berkecambah sehingga dalam waktu dua bulan
berikutnya, kecambah dan tunas-tunas telah terlihat mendominasi suatu area
(Prawiradiputra1985). Perkembangan kirinyu sangat cepat dan membentuk komunitas
yang rapat sehingga dapat menghalangi perkembangan tumbuhan lain (FAO 2006).
Pada komunitas yang rapat, kepadatan tanaman bisa mencapai 36 tanaman
dewasa/m2 ditambah dengan sekitar 1.300 kecambah, padahal setiap tanaman dewasa
masih berpotensi untuk menghasilkan tunas (Yadav dan Tripathi 1981).
Kemampuannya mendominasi area dengan cepat disebabkan oleh produksi bijinya
yang sangat banyak. Setiap tumbuhan dewasa mampu memproduksi sekitar 80.000
biji setiap musim (Department of Natural Resources, Mines dan Water 2006). Kirinyu
dapat tumbuh pada ketinggian 1.000 2.800 m dpl, sedangkan di Indonesia banyak
ditemukan di dataran rendah (0 500 m dpl) seperti di perkebunan karet dan kelapa
serta di padang penggembalaan (FAO 2006). Tinggi tumbuhan dewasa dapat
mencapai lebih dari 5 m (Departmen of Natural Resources, Mines dan Water 2006).
Batang muda agak lunak dan berwarna hijau, kemudian berangsur-angsur menjadi
cokelat dan keras (berkayu) apabila sudah tua. Letak cabang biasanya
berhadaphadapan dan jumlahnya sangat banyak. Cabangnya yang rapat menyebabkan
cahaya matahati yang masuk ke bagian bawah berkurang, sehingga menghambat
Potensi tumbuhan kirinyu Chromolaena odorata (L) (Asteraceae: Asterales) .... (M.
Thamrin et al.) 117 pertumbuhan spesies lain, termasuk rumput yang tumbuh di
bawahnya.
4. Jingah (Gluta Rhengas L.)

Klasifikasi Tanaman Jingah :


Kingdom : Plantae
divisi : spermatophyta
sub divisi: Angiospermae
Kelas : dicotiledonae
Ordo : Sapindales
Famili : Asteraceae
Genus : Gluta
Spesies : Gluta Rhengas L.
Pohon-pohon berukuran sedang hingga besar, kadang-kadang pohon kecil atau
jarang berupa semak besar, tinggi hingga 45–50 m; batang biasanya bulat torak,
sesekali berlekuk di dekat pangkalnya, dan satu dua berbatang banyak, gemang
batangnya hingga 90(–120) cm; sering dengan banir hingga setinggi 4 m, kadang-
kadang dengan akar tunjang. Pepaganjarang yang halus; memecah, atau mengelupas
seperti sisik; jingga- merah, cokelat kemerahan, abu-abu kemerahan, atau cokelat
keabu-abuan, sering dengan noda-noda getah berwarna tar (kehitaman); pepagan
dalam kemerahan atau kemerah jambuan, dengan getah berwarna pucat atau gelap,
yang lama kelamaan menghitam bila kena udara. Getah amat beracun, dapat melukai
kulit atau menimbulkan iritasi hebat. Tajuk padat atau melebar, sering berbentuk
kubah, dengan percabangan yang besar-besar.
Daun-daun tersusun dalam spiral, acapkali mengelompok membentuk karangan
semu; daun tunggal bertepi rata, seperti jangat, bertangkai (jarang hampir duduk),
tanpa daun penumpu. Bunga-bunga tersusun dalam malai di ketiak; masing-masing
berkelamin ganda; kelopak laksana cawan. Buah berupa buah batu beruang satu;
bertangkai atau didukung perbesaran mahkota serupa sayap.
Selfia (2009) melaporkan bahwa tumbuhan ini pada bagian getahnya yang
beracun, dimana getahnya mengakibatkan gatal dan bengkak. Dasuki (1994)
menjelaskan bahwa jingah ini mengandung kristal oksalat, disamping itu berisi
komponen triterpenoid yang di ketahui dapat membunuh belatung dan nyamuk.
5. Bandetan ( Clidemia hirta )

Klasifikasi Tumbuhan Bendetan


Kingdom : plantae
Divisi : Spermathopyta
Sub divisi : Angioaspermae
Kelas : Dicotyledone
Bangsa : Myrtales
Suku : Melastomataceae
Marga : Clidemia
Spesies : Clidemia hirta

Tanaman ini sering ditemukan didaerah semak belukar,tepi hutan dan padang rumput
sesuai denga pernyataan Tanasale (2010) yang menyatakan Clidemia Hirta sering tumbuh
dan dijumpai ditepi hutan,semak belukan,tepi jurang,daeraah terbuka, dan terganggu seperti
pinggiran jalan, padang rumput dan perkebunan. Bandetan merupakan Bandetan merupakan
tumbuhan perdu yang tegak dan naik dengan tinggi 0,5-2 meter. Batang bulat, berbulu rapat
atau bersisik, percabangan simpodial dan berwarna cokelat. Daun dari bandetan ini yaitu
tunggal, berbentuk bulat telur, panjang 2-20 cm, lebar 1-8 cm, ujung dan pangkal daun
runcing, tepi rata, berbulu dan berwarna hijau. Kandungan kimia daun Bendetan (Clidemia
hirta) yang terkandung adalah senyawa golongan terpen, alkaloid dan tannin. Hal ini
membuktikan bahwa kelima jenis tumbuhan yang mengandung alkaloid dapat dijadikan
sebagai pengobatan dan juga sebagai pestisida atau anti hama. Sedangkan senyawa tanin
menurut Goldstein dan Swain (1965) adalah sebagai penghambat enzim hama. Sehingga
tanaman bendetan digunakan sebagai pembunuh hama atau peptisida alami.

Cara Masuknya Racun Tumbuhan ke dalam Tubuh

Ada 3 macam cara masuknya racun tumbuhan ke dalam tubuh manusia yaitu sebagai
berikut :
1. Melalui mulut/alat pencernaan
Cara masuknya racun melalui mulut adalah saat kita menelan tanaman tersebut. Perlu
diketahui bahwa tumbuhan yang dapat mengakibatkan keracunan itu bukan hanya
tumbuhan beracun seperti jenis tumbuhan yang tertera diatas.Tetapi tumbuhan yang
tidak beracun juga dapat berubah menjadi tumbuhan beracun dikarenakan suatu hal,
misalnya kentang dan wortel yang berwarna agak kehijau-hijauan. Warna kehijau-
hijauan ini disebabkan oleh racun glycoalkaloid. Jika kita memakan kentang yang
telah berwarna kehijau-hijauan tersebut maka racun yang terkandung dalam kentang
akan masuk ke dalam tubuh kita dan menyebabkan keracunan. Oleh sebab itu, kita
harus meneliti dengan seksama apapun yang akan kita makan.
2. Melalui pernafasan
Racun dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui indra pembau.Ada beberapa
jenis tumbuhan yang berbau dan dapat mengganggu indra pembau
manusia.Tumbyhan tersebut adalah jenis tumbuhan beracun misalnya bunga bangkai
(Raflesia Arnoldi).Jika kita menjumpai tumbuhan tersebut dan terlalu mencium
baunya,maka akan menyebabkan kita pusing.
3. Melalui kulit atau absorbsi (kontak)
Tumbuhan beracun yang terpapar melalui permukaan kulit dan dapat meresap ke
dalam kulit akan mengakibatkan rasa gatal.Rasa gatal tersebut dikarenakan tumbuhan
itu memiliki bulu - bulu halus yang bila tersentuh oleh kulit kita akan menempel pada
kulit dan mengakibatkan gatal.
C. Cara Menjaga Keselamatan terhadap Tanaman Beracun
Pada dasarnya tumbuhan terbagi menjadi dua golongan yaitu tumbuhan yang
beracun dan tumbuhan yang tidak beracun. Untuk menjaga keselamatan dari tumbuhan
beracun dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
1. Banyak mencari informasi tentang tanaman beracun diberbagai media.
2. Untuk keselamatan anak- anak, orang tua perlu mengawasi dan mengenalkan
kepada anak tentang tanaman beracun.
3. Beri pengertian kepada anak agar tidak sembarangan bermain dengan tumbuhan
yang tidak di kenal.
4. Perhatikan tumbuhan disekitar kita pastikan bahwa tumbuhan itu tidak kotor atau
berlumpur, tidak berbulu, tidak mencolok warnanya, tidak berbau busuk, serta
tidak berbau almond (pahit).Jika terdapat ciri tersebut, sebaiknya jauhkan
tumbuhan tersebut dari pekarangan kita agar tidak terjangkau oleh anak- anak.
5. Jika ingin mengkonsumsi tumbuhan yang baru dikenal, ada baiknya dimasak
dengan menggunakan garam untuk menetralisir racun yang terdapat didalam
tumbuhan yang ingin anda konsumsi.
D. Cara Mengobati Keracunan Tumbuhan Beracun
Penanggulangan keracunan akibat tanaman sebaiknya dilakukan sesegera
mungkin setelah gejala tampak untuk mengurangi akibat buruk yang lebih jauh.Berikut
adalah cara menangani sesuai keluhannya :
 Jika iritasi terjadi pada kulit, maka segera bilas dengan air yang mengalir segera,
jauhkan dari paparan sinar matahari dan garukan.
 Jika tertelan, maka sebaiknya minum banyak air, atau jika baru terjadi dan
memungkinkan sebaiknya dimuntahkan untuk mengeluarkan racunnya. Minum zat
penawar racun seperti air kelapa, susu dan pil arang.
 Jika kondisi semakin parah, sebaiknya segera larikan ke rumah sakit. Jika terjadi pada
hewan ternak atau kesayangan, sebaiknya segera bawa ke dokter hewan.

E. Pemanfaatan Tumbuhan Beracun


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro. 2013.Handbook of Public Relations. Bandung : Simbiosa Rekatama Media


(Cetakan kedua).

Badan POM. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta : Badan Pengawasan
Obat dan Makanan RI.

Damayanti, Elly K dan E.A.M. Zuhud. 2011. Tumbuhan Obat Berbahaya. Departemen
Konserpasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Dasuki, Undang Akhmad. 1994. Sistematik Tumbuhan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bidang
Ilmu Hayati Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Department of Natural Resources, Mines and Water. 2006. Siam Weed. Declared no. 1. Natural
Resources, Mines and Water, Pesr. Series, Queensland, Australia. pp. 1-4.

FAO. 2006. Alien invasive species: Impacts on forests and forestry - A review.
http://www.fao.org//docrep/008/j6854e/j6854e00. htm. [09 Januari 2019].

Ferdinand, F Fictor dan Ariebowo Moekti. 2009. Biologi Untuk Kelas X SMA dan MA. Visindo
Media Persada, Jakarta.

Goldstein, J. L. dan T. Swain. 1965. The Inhibition of Enzymes by Tannins. Phytochemistry


Volume 4, pp. 185-192. Great Britain : Elsevier Science Ltd.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Volume II, Yayasan Sarana Wanajaya :
Diedarkan oleh Koperasi Karyawan. Badan Litbang Kehutanan, Jakarta.

Prawiradiputra, B.R. 1985. Bahan komposisi vegetasi padang rumput alam akibat pengendalian
kirinyu (Chromolaena odorata (L.) R.M. King and H. Robinson di Jonggol, Jawa Barat.
Tesis, Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 79 hlm.

Riley, Peter. 2005. Seri Pustaka Sains Tumbuhan. PT. Intan Sejati, Bandung.

Selfia, Annisa. 2009. Inventarisasi dan Kerapatan Tumbuhan Yang Mengandung Racun di
Kawasan Wisata Air Terjun Hutan Gunung Lindung Desa Gedambaan Kecamatan Pulau
Laut Utara Kabupaten Kotabaru. Skripsi S-1 Pendidikan Biologi FKIP Universitas
Lambung Mangkurat, Banjarmasin.

Seran, E. 2011. Tumbuhan – Tumbuhan Beracun yang Mematikan. www.wordpress.com


[diakses 09 Januari 2019]

Setiawati, W., R. Murtiningsih, N. Gunaeni, dan T. Rubiati. 2008. Tumbuhan Bahan Pestisida
Nabati dan Cara Pembuatannya untuk Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan
(OPT). Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung.

Slik, F. 2013. Plants of Southeast Asia. www.asianplant.net. [Diakses 09 Januari 2019].

Soejarto, D. D., C. Gyllenhal., L. Dawski dan N.R. Famsworth. 1991. Why do Medical Sciences
Need Tropical Rain Forest. Transaction of Illionis State Academy of Science. 84: 65-76.

Syahputra, E. 2001. Hutan Kalbar Sumber Peptisida Botani: Dulu, Kini dan Kelak. IPB. Bogor.

Tanasale, V, 2010. Komunitas Gulma Pada Pertanaman Gandaria Belum Menghasilkan Pada
Ketinggian Tempat Yang Berbeda. UGM Press. Yogyakarta.

Widodo, Wahyu. 2005. Tumbuhan Beracun dalam Kehidupan Ternak. Universitas


Muhammadiyah Malang, Malang.

Yadav, A.S. and R.S. Tripathi. 1981. Population dynamic of the ruderal weed Eupatorium
odoratum and its natural regulation. Oikos No. 36. Copenhagen.

Anda mungkin juga menyukai