Anda di halaman 1dari 9

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semut merupakan hama rumah tangga yang biasa dijumpai di rumah. Keberadaan
hewan kecil ini membuat penghuni rumah merasa kurang nyaman karena makanan
yang biasa disimpan menjadi sasaran sehingga tidak dapat dimakan lagi. Selain itu,
gigitannya membuat tubuh alergi dan gatal. Menurut Miller (2010), beberapa jenis semut
rumahan yang paling umum ditemui biasanya berada di area dapur atau ruang makan,
tempat dimana mereka dengan mudah menemukan sumber makanan di dalam rumah.
Salah satu jenis semut yang sering ditemukan di rumah adalah jenis Dolichoderus
thoracicus atau sering dikenal sebagai semut hitam.
Semut hitam memiliki reseptor bau yang terletak pada antenanya. Antena semut
dapat mendeteksi aroma manis yang ada pada makanan. Berdasarkan hal tersebut,
berbagai upaya pengontrolan jumlah semut di sekitar kita telah banyak dilakukan.
Secara kimia, terdapat berbagai jenis kapur pengusir semut dan obat semprot di
swalayan terdekat. Produk yang kita jumpai biasanya mengandung zat aktif berbahaya.
Zat insektisida sintetik tersebut memiliki dampak negatif pada manusia, seperti
menyebabkan infeksi saluran pernafasan sehingga perlu dibatasi penggunaannya.
Salah satu bahan alami yang bisa digunakan untuk membasmi serangga termasuk
semut sering disebut insektisida nabati. Bahan yang digunakan berasal dari bahan alami
yang memiliki bau menyengat karena dapat mengecoh sensori semut.
Salah satu bahan yang bisa digunakan adalah jahe (Zingiber officinale). Jahe
mengandung alkaloid dan minyak atsiri seperti geraniol dan sitronelol yang bersifat
racun aktif. Beberapa penelitian mengenai insektisida berbahan dasar minyak atsiri jahe
sudah dilakukan. Syakur, et al (2014) melakukan uji efektivitas ekstrak jahe sebagai
insektisida nyamuk Aedes aegypti dengan menghambat perkembangan larva. Mifianita
(2015), melakukan uji efektivitas ekstrak jahe sebagai bahan penolak semut api.
Penelitian Nour, et al (2017) menemukan komposisi ekstrak jahe yang dapat menjadi
bahan penolak (repellent) kecoa. Pembuatan ekstrak jahe dapat dilakukan dengan cara
pengeringan alami. Pengeringan jahe berpengaruh terhadap kandungan minyak atsiri
yang terdapat pada jahe. Berdasarkan penelitian tersebut, kami akan pengaruh lama
pengeringan jahe terhadap efektivitas penolak (repellent) semut dan pengaruh
konsentrasi ekstrak jahe terhadap efek penolak (repellent) semut hitam.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana pengaruh waktu pengeringan jahe terhadap efek penolak (repelllent)
semut hitam ?
1.2.2 Bagaimana engaruh Konsentrasi ekstrak jahe terhadap efek penolak (repellent)
semut hitam ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pengaruh waktu pengeringan jahe terhadap efek penolak (repellent)
semut hitam.
1.3.2 Mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak jahe terhadap efek (repellant) terhadap
semut hitam.

1.4 Manfaat
1.4.1 Menciptakan bahan alami penolak semut (repellent) yang berguna bagi
masyarakat dan tidak berbahaya bagi tubuh.
1.4.2 Menguji benar tidaknya jahe sebagai alternatif pembasmi semut.
II. KAJIAN PUSAKA

2.1 Jahe
Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu jenis tanaman yang
termasuk kedalam suku Zingiberaceae. Ada sekitar 47 negara dan 1400 jenis tasnaman
yang termasuk dalm suku Zingiberaceae, khususnya Indo Malaya yang merupakan
tempat asal sebagian besar genus Zingiber (Purgeslove, 1972). Menurut Bermawie
(2011), jahe termasuk tanaman tahunan, berbatang semu dengan tinggi mencapai 0,7g
m. Secara morfologi, tanaman jahe terdiri atas akar, rimpang, batang daun dan bunga.
Rimpang jahe merupakan modifikasi bentuk dari batang tidak teratur. Bagian luar
rimpang ditutupi dengan daun yang berbentuk sisik tipis dan terususun melingkar.
Rimpang jahe memiliki nilai ekonomi dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan rumah
tangga seperti bumbu masak, bahan baku obat tradisional, makanan, minuman dan
parfum.
Rimpang jahe mengandung 2 komponen utama yaitu komponen volatile dan
komponen non-volatile. Komponen volatile memberikan aroma jahe (minyak atsiri) yang
terdiri dari oleoresin, zingiberene dan zingiberol (Bermawie, 2011). Komponen non-
volatile jahe berupa gingerol, yang memiliki rasa pedas sehingga sering digunakan
sebagai obat. Gingerol memiliki efek antiinflamasi, antipiretik dan lainnya (Jolad et al.
2004). Minyak atsiri adalah kelompok minyak nabati yang berwujud kental pada suhu
ruang tapi mudah menguap sehingga memberikan aroma khas (Hernani dan Mulyono,
1997). Kandungan kimia utama yang terdapat di dalam rimpang jahe adalah (6,8, dan
10)- gingerol, (6,8 dan 10)- shogaol, paradol, metil gingerol, gingerdiol,
dehidrogingerdion, gingerdion. Senyawa ini termasuk kelompok senyawa fenol. Shogaol
terbentuk dari gingerol yang telah mengalami perubahan akibat suhu (Badan POM RI,
2010). Kandungan kimia dalam tanaman jahe dapat bersifat sebagai insektisida serta
Penolak (repellent). (diolah dari berbagai sumber) kandungan kimia tersebut ialah
alkaloid. Alkaloid adalah senyawa yang bisa digunakan sebagai alternative insektisida
yang lebih aman.

2.2 Semut
Semut termasuk kedalam famili Formicidae dengan ordo Hymenoptera. Sub
ordonya adalah apocrita ditandai dengan menyatunya segmen pertama dari abdomen
dengan segmen pada thoraks yang disebut dengan propodeum sehingga membentuk
mesosoma. Semut secara ekonomi memanglah kurang bermanfaat, namun jika dilihat
secara ekologinya semut memiliki peranan yang sangat penting. Peran semut di alam
dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap hewan dan manusia. Semut
hitam (Dolichoderus thoracicus) merupakan spesies semut yang daerah penyebarannya
tersebar luas di Asia Tenggara, terutama di daerah dengan ketinggian kurang dari 1.300
meter di atas permukaan laut. banyak dijumpai pada tanaman jeruk, kakao, kopi, dan
mangga (Kalshoven,1981). Sarang semut hitam biasanya berada di atas permukaan
tanah (tumpukan seresah daun kering) dan juga pelepah daun kelapa (jika kakao
ditanam bersama dengan kelapa) atau di tempat-tempat lain yang kering dan gelap serta
tidak jauh dari sumber makanan. Semut hitam biasanya hidup dalam organisasi sosial
yang terdiri dari sejumlah individu dan membentuk suatu masyarakat yang disebut koloni.
Dolichoderus thoracicus merupakan spesies semut yang umum dijumpai.Menurut
Murnawati (2018), semut tersebut dapat menjadi agen pengendali hayati yang cukup
efisien untuk memnaggulangi hama tanaman perkebunan. Keberadaan D. thoracicus
paling banyak adalah di perkebunan buah-buahan musiman. Semut ini dapat membantu
memperkecil potensi ancaman serangga lain untuk merusak buah-buahan(Sugiarto,
2019). Semut bergantung pada feromon yang disebarkan oleh semut lainnya dalam
mencari makanan. Feromon adalah isyarat yang digunakan diantara hewan yang sama
spesies dan biasanya diproduksi dalam kelenjar khusus untuk disebarkan dan diterima di
Odorant Binding Protein (OBP) yang berada di antenna. Menurut Lee (2002), bau
menyengat dapat memberikan rangsangan awal yang diterima oleh reseptor kimiawi
(chemoreceptors) pada antenna semut (sensilia) yang mengandung satu atau beberapa
bipolar syaraf reseptor penciuman atau dikenal sebagai ORN (Olfactory Receptor
Neurons). ORN berada pada ujung dendrit dalam cairan lymph sensilia yang berfungsi
untuk mendeteksi bahan-bahan kimia (bau) pada ujung akson untuk implus syaraf
kemudian menghantarkan bau ekstrak jahe tersebut.Melewati cairan lymph sensilia, bau
ekstrak jahe berikatan dengan protein OBP (Odorant Binding Proteins).Selain sebagai
pembawa, OBP juga bekerja melarutkan bau dan bertindak dalam seleksi informasi
penciuman.Ketika kompleks bau OBP sampai di membran dendrit, bau berikatan dengan
reseptor transmembran, yaitu ORS (Olfactory Receptor Neurons). ORS mentransfer
pesan kimia yang kemudian menimbulkan cascade sehingga memicu aktivasi
syaraf.Impuls elektrik disampaikan ke pusat otak yang lebih tinggi dan berintegrasi untuk
menimbulkan respon tingkah laku yang tepat misalnya menghindar dari bau tersebut
(Miller, 2010).

2.3 Penelitian efek penolak (repellent) ekstrak jahe terhadap serangga


Penelitian terhadap ekstrak jahe yang digunakan sebagai penolak (repellent)
serangga telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Syakur et al (2018), salah satu bahan
alam yang memiliki banyak khasiat dan berperan dalam dunia kesehatan yaitu tanaman
jahe. Penelitian yang pernah dilakukan di Thailand menunjukkan bahwa larutan dengan
konsentrasi minyak atsiri rimpang jahe 0,01% berpotensi menghambat fase
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti sebesar 90,1% terhadap 50 ekor nyamuk
betina. Lotion dengan kandungan minyak atsiri rimpang jahe 10% dalam etanol absolut
dan bahan tambahan (vanillin, propilen glikol, dan polietilen glikol) memiliki lama proteksi
sebesar 1,7 jam (Tawatsin dkk., 2006). Hasil penelitian tersebut dapat menjadi dasar
tentang adanya senyawa dalam tanaman jahe yang memiliki aktivitas repelan terhadap
nyamuk Aedes aegypti ( sari, et al, 2014)
Pada kecoa, Jahe (Zingiber officinale) memiliki sejarah panjang digunakan sebagai
obat dan herbal sejak zaman dahulu. Penyelidikan fitokimia beberapa jenis rimpang jahe
telah menunjukkan adanya senyawa bioaktif, seperti gingerol. Selain itu, ada banyak
penelitian yang membuktikan manfaatnya efek terhadap gejala penyakit, serta sebagai
anti-inflamasi, anti-tumor, anodyne, sel saraf pelindung, anti jamur dan anti bakteri
(Mesomo et al., 2012). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
komposisi kimia dan mengetahui potensi minyak atsiri jahe dalam pengusir kecoa.
Hasilnya dengan menggunakan minyak atsiri jahe yang dibuat dengan metode Soxhlet
kecoa berhasil dibasmi dan mendapat keuntungan. (Nour, et al, 2017). Pada semut api,
Serbuk kering jahe merah yang diperoleh, dimasukkan ke dalam botol coklat, lalu
ditambahkan etanol 96%. Hasilnya Ekstrak Jahe dengan konsentrasi 5% telah dapat
berperan sebagai penolak terhadap semut api. efek penolakan stabil hingga jam ke-6
setelah di aplikasikan. (Mifianita, et al, 2015)
III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia, SMPI Nurul Fikri
Boarding School Serang selama bulan Juni-Juli. Metode yang digunakan adalah
metode eksperimen dengan beberapa sampel pengeringan jahe selama 1 hari dan 3
hari. Kemudian, dibuat ekstrak dengan konsentrasi 20%, 40% dan 60% pada setiap
perlakuan pengeringan Jahe. Ekstrak tersebut diuji pada aktivitas 30 ekor semut dan
diamati efek penolak dari masing-masing sampel.

3.2 Alat dan Bahan


Pada penelitian ini menggunakan beberapa alat seperti blender, gelas kimia,
Erlenmeyer, timbangan digital, pisau, Loyang, sumbat botol, corong kaca, spatula
dan gelas ukur. Bahan yang digunakan yaitu rimpang jahe, alkohol 70%, aquadest,
plastic wrap dan kertas saring.

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Pembuatan ekstrak jahe
Jahe yang telah dikumpulkan dipilih yang kondisinya baik dengan usia
kira-kira menjelang panen. Lalu dibersihkan menggunakan air mengalir sampai
bersih dan ditiriskan. Setelah semua ditiriskan jahe di iris tipis. Setelah di iris
jahe di timbang, setelah itu jahe di oven selama 10 menit dengan suhu 100°C.
Setelah di oven, jahe di jemur selama 1 hari dan 3 hari dibawah sinar matahari.
Rimpang jahe yang telah kering diserbukkan menggunakan blender lalu
ditimbang. Serbuk kering jahe yang diperoleh, dimasukkan di Erlenmeyer dan
diberi pelarut berupa alkohol 70% dengan perbandingan 1 : 5. Sampel
kemudian ditutup rapat dan dimasukkan ke lemari penyimpanan agar tidak
terkena cahaya matahari, kemudian didiamkan sampai 24 jam. Setelah 24 jam,
sampel disaring menggunakan kertas saring sehingga didapatkan filtratnya.
Filtrat tersebut diencerkan konsentrasinya menjadi 20%, 40% dan 60% dengan
penambahan aquades.

3.3.2 Pengujian tehadap semut


Pengujian sampel repellent dilakukan pada semut hitam yang ada di
Laboratorium Biologi-Kimia. Semut didapatkan dengan membuat perangkap
yang diisi gula. Semut yang didapatkan kemudian dimasukkan ke gelas kimia A
dan ditutup menggunakan plastic wrap yang diberi sedikit lubang. Dipasangkan
selang bening diantara gelas kimia yang berisi semut dengan gelas kimia B
yang diberi gula. Diteteskan ke dalam selang sebanyak masing-masing 10 tetes
pada perlakuan. Dihitung dan dicatat jumlah semut yang menyeberangi selang
selama 6 jam.
a. Perlakuan A (ekstrak jahe yang dikeringkan selama 1 hari)
 I (control) diberi aquades
 II ekstrak jahe konsentrasi 20%
 III ekstrak jahe konsentrasi 40%
 IV ekstrak jahe konsentrasi 60%
b. Perlakuan B (ekstrak jahe yang dikeringkan selama 3 hari)
 I (control) diberi aquades
 II ekstrak jahe konsentrasi 20%
 III ekstrak jahe konsentrasi 40%
 IV ekstrak jahe konsentrasi 60%
c. Perlakuan C (ekstrak jahe yang dikeringkan selama 5 hari)
 I (control) diberi aquades
 II ekstrak jahe konsentrasi 20%
 III ekstrak jahe konsentrasi 40%
 IV ekstrak jahe konsentrasi 60%

3.3.3 Analisis Data


Hasil pengamatan yang sudah dilakukan akan dikelompokkan dalam
bentuk tabel. Selanjutnya akan dibuat grafik untuk mengetahui perbedaan yang
terjadi pada setiap perlakuan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pengamatan


Tabel 1. Hasil pengamatan jumlah individu semut dengan konsentrasi ekstrak

KONSENTRASI
PERLAKUAN
0% 20% 40% 60%

A 30 10 2 0

B 30 24 5 3

C 30 22 6 3

Tabel 1 menunjukan hasil pengamatan yang didapatkan dari tiga perlakuan


berbeda. Ekstrak jahe tersebut kemudian diencerkan dengan tiga konsentrasi
bebeda. Pengamatan dilakukan selama 6 jam dengan menghitung banyaknya semut
yang berpindah ke botol lain dengan melewati selang yang sudah direndam masing-
masing ekstrak. Perlakuan A yaitu ekstrak jahe yang didapatkan dari pengeringan
rimpang jahe selama 1 hari. Pada konsentrasi 0% atau control, tidak terdapat semut
yang menolak. Pada konsentrasi 20% terdapat 10 individu, pada konsentrasi 40%
terdapat 2 individu dan pada konsentrasi 60% terlihat efek penolakan semut terhadap
konsentrasi ekstrak tersebut. Perlakuan B yaitu ekstrak jahe yang didapatkan dari
pengeringan rimpang jahe selama 3 hari. Pada konsentrasi 0% atau control, tidak
terdapat semut yang menolak. Pada konsentrasi 20% terdapat 24 individu, pada
konsentrasi 40% terdapat 5 individu dan pada konsentrasi 60% terdapat 3 individu.
Perlakuan C yaitu ekstrak jahe yang didapatkan dari pengeringan rimpang jahe
selama 5 hari. Pada konsentrasi 0% atau control, tidak terdapat semut yang menolak.
Pada konsentrasi 20% terdapat 22 individu, pada konsentrasi 40% terdapat 6 individu
dan pada konsentrasi 60% terdapat 3 individu.
35
30
Jumlah semut (individu)

25
20
15 Perlakuan A
Perlakuan B
10
Perlakuan C
5
0
0 20 40 60
Konsentrasi ekstrak (%)

Gambar 1. Grafik pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap jumlah semut

5.2 Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, ekstrak jahe dengan konsentrasi
20% pada tiga perlakuan tersebut menunjukan masih banyaknya semut yang
melewati selang yang sudah diberi ekstrak jahe. Pada konsentrasi 40%, sudah mulai
pengurangan semut yang melewati selang. Pada konsentrasi 60%, sangat sedikit
sekali semut yang melewati selang bahkan pada selang perlakuan A hampir tidak
ada semut yang melewati. Hasil efek penolakan semut paling tinggi terdapat pada
perlakuan pengeringan ekstrak selama 1 hari. Efek penolakannya memgalami
peningkatan pada konsentrasi 40% hingga 60% ektrak jahe. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Mifanita (2015), bahwa konsentrasi ekstrak jahe
memiliki pengaruh terhadap penolakan semut hitam. Hal ini dikarenakan ekstrak
konsentrasi terendah mengandung minyak atsiri lebih sedikit. Semakin tinggi
ekonsentrasi ekstrak jahe, semakin tinggi pula efek penolakan semut terhadap
ekstrak tersebut.
Selain itu, lama pengeringan ekstrak jahe juga mempengaruhi kandungan
minyak atsiri. Pada perlakuan A dengan lama waktu pengeringan 1 hari,
memperlihatkan efek penolakan semut yang cukup baik. Pada konsentrasi tertinggi
bahkan membuat semut tidak dapat melewati area yang diberi ekstrak. Semakin
lama proses pengeringan maka semakin sedikit pula kandungan minyak atsiri yang
dihasilkan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Almasyhuri (2012), bahwa cara
pengeringan alami seperti diangin-anginkan atau pengeringan yang terkena matahari
langsung merupakan cara yang paling efektif untuk mempertahankan kandungan
fenol pada rimpang jahe. Namun, pengeringan secara langsung memerlukan waktu
paling lama 7 hari dikarenakan dapat menyebabkan senyawa aktif pada rimpang
tersebut cepat menguap. Semakin lama waktu pengeringan maka jumlah fenol yang
terkandung semakin kecil.
Berdasarkan literatur, semut merupakan serangga yang bergantung pada
feromon dalam mencari makanan. Aroma yang ditimbulkan oleh minyak atsiri akan
memberikan respon berupa penghindaran semut dari aroma tersebut. Bau ekstrak
jahe merupakan rangsangan awal yang diterima antenna semut yang mempunyai
syaraf reseptor penciuman. Respon terhadap aroma minyak atsiri jahe yang sangat
menyengat menimbulkan tingkah laku yang bebeda dari semut yaitu menghindar dari
tempat yang menimbulkan bau menyengat.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian pengaruh lama pengeringan jahe terhadap efek penolak
(repellent) semut hitam dapat disimpulkan bahwa lama pengeringan jahe yang paling
efektif adalah selama 1 hari karena kandungan minyak atsiri jahe yang mudah menguap
jika dikeringkan terlalu lama. Konsentrasi ekstrak jahe sebanyak 60% terbukti efektif
untuk memberikan efek penolak (repellent) semut hitam pada ekstrak yang dikeringkan
selama 1 hari. Hal tersebut dikarenakan aroma menyengat dari ekstrak jahe yang
mempengaruhi sensori semut agar menjauhi area yang sudah diberi ekstrak.

5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan terhadap lama pengeringan jahe terhadap
efek penolak (repellent) semut hitam disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan
pada serangga lain yang sering menjadi hama rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai