Anda di halaman 1dari 11

1.

Herba thyme
a. Deskripsi tanaman
Tanaman tahunan yang sangat aromatik dapat mencapai ketinggian
sekitar 40 cm. dengan daun berbentuk tombak, sedikit abu-abu-hijau dan
bunga mulai dari putih menjadi merah muda ke ungu. Bentuk bunganya
sepintas mirip bunga terompet dengan ukuran lebih mini (Permenkes, 2016).
b. Kandungan kimia
Thymol, carvarcrol, terpenoid, flavonoid, dan glikosida, sehingga memiliki
efek antibakteri, antivirus, antioksidan, dan immunomodulator (Nitihapsari,
2019).
c. Peranan secara empiris
Thymi merupakan salah satu tanaman yang sudah lama digunakan
sebagai antibatuk.
d. Aktivitas farmakologi
Analgesik juga dipercaya terkandung dalam tanaman ini. Selain fungsinya
sebagai analgesik, kandungan minyak atsirinya dapat digunkan sebagai
antioksidan, antibakteri, antiseptik, antipasmodik, ekspektoran, dan karminatif
(Nitihapsari, 2019).
Thymol dalam timi berfungsi sebagai ekspektoran (mencairkan dahak)
dan kalvakrol sebagai antibakteri penyebab batuk; sedangkan flavon
polimetoksi berperan sebagai penekan batuk nonnarkotik (Ningsih, 2016).
Bukti eksperimen lain menunjukkan bahwa minyak timi mempunyai
aktivitas sekretomotorik yang berhubungan dengan saponin yang diekstrak
dari T. vulgaris. Dilaporkan stimulasi pergerakan silia mukosa faring kodok
yang diberi minyak timi, thymol atau carvacrol. Pemberian ekstrak timi
meningkatkan sekresi mukus dalam bronchi (Permenkes. 2016).
e. Mekanisme aksi
Herba timi memiliki efek meningkatkan sitokin IL-12 dan menurunkan
hitung kuman pada mencit yang diinfeksi bakteri intraseluler Salmonella
thyphi. herba timi dapat menurunkan hitung kuman pada mencit yang
diinfeksi bakteri MRSA, namun tidak diteliti peningkatan sitokin yang berperan
(Nitihapsari, 2019).
f. Keamanan
Efek saling mendukung pada herba timi dan daun kumis kucing, tetapi
ada juga yang seakan-akan saling berlawanan atau kontradiksi dengan akar
kelembak (katno, 2004).
Kontraindikasi dengan Kehamilan , laktasi (Permenkes, 2016).
g. Dosis
Anak lebih besar atau sama dengan 1 tahun dan dewasa: 2 x 1 sendok
makan (250 mg ekstrak cair)
h. Biomarker
2. Abri folium
a. Deskripsi tanaman
Saga termasuk tanaman perdu, yaitu berkayu, hidup secara liar dihutan,
lading, dan dapat tumbuh dengan baik ditempat kering, terlindung. Tumbuhan
ini hidup menjalar, memanjat pada tanaman yang ditumpangi, seperti pohon-
pohon berkayu yang lebih besar. Daun saga berbentuk majemuk, tumbuh
menyirip, kecil, membulat, berseling, bertangkai pendek. Bunganya bunga
kupu-kupu dalam tandan, warnanya ungu muda. Bijinya berwarna merah
mengilap (Hardi Sunanto, 2009).
b. Kandungan kimia
Daun, batang dan biji saga mengandung saponin dan flavonoid, disamping itu
batangnya mengandung polifenol dan bijinya mengandung tanin, sedangkan
akarnya mengandung alkaloid, saponin, dan polifenol (Depkes RI, 2000).
c. Peranan secara empiris
Tumbuhan saga dikenal oleh masyarakat sebagai tumbuhan tradisional untuk
mengobati berbagai macam penyakit. Salah satunya sebagai obat radang
tenggorokan karena kandungan senyawa aktif seperti flavonoid, alkaloid, dan
saponin efektif terhadap aktivitas beberapa jenis bakteri penyebab radang
tenggorokan. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan adalah daunnya.
Masyarakat secara umum menggunakannya dalam bentuk seduhan atau
dikunyah langsung dalam bentuk segar (Depkes RI, 2000).
d. Aktivitas farmakologi
Saga berkhasiat sebagai pengencer dahak (mukolitik). Daun saga
mempunyai efektivitas sebagai obat batuk yang bekerja memacu sekresi
mukosa dan trakea. Selain itu saga mempunyai indikasi untuk pencegah dan
penyembuhan sariawan, sakit tenggorokan dan radang amandel (Eri dkk,
2020).
e. Mekanisme aksi

f. Keamanan

g. Dosis
Dosis yang biasa digunakan yaitu sebanyak ±15 gram daun saga segar
dicuci dan ditumbuk sampai lumat, ditambah setengah gelas air matang,
kemudian diperas dan disaring. Hasil saringan diminum sekaligus (Depkes
RI, 2000).
h. Biomarker
3. Peppermint EO
a. Deskripsi tanaman
Mint adalah herbal alami yang terkenal, yang tumbuh di sebagian besar
negara-negara dengan iklim yang berbeda. Habitus berupa semak tahunan
dengan tinggi 10-50 cm. Batang lunak, berbulu dan berwama ungu. Batang
muda bersegi empat dan setelah tua bulat. Daun berupa tunggal, ujung
runcing, berbentuk bulat telur dengan ujung runcing dan pangkal membulat.
Daun tumbuh berseling. Tepi daun bergerigi. Pertulangan menyirip, panjang
daun 3-5 em dan lebar 15-30 mm. Bunga majemuk, berbentuk bulir. Kelopak
bunga gundul, benang sari berjumlah empat sedangkan putik tidak jelas.
Bakal buah empat, mahkota berbulu dan berwarna ungu. Buah berupa buah
buni, berwarna coklat tua. Akar tunggang dan berwarna putih (Badan POM
RI, 2008).
b. Kandungan kimia
Kandungan Peppermint mengandung minyak esensial sekitar 1,2-1,5%.
Minyak esensial juga dikenal sebagai Menthae piperitae aetheroleum yang
larut dalam etanol 96%, eter dan metilen klorida, dengan berat jenis relatif
0,900-0,916 dan nilai pi tidak lebih dari 1,4, mengandung 30-70% menthol
bebas dan mentol esters dan lebih dari 40 senyawa lainnya. Komponen
utama Peppermint oil adalah menthol (29%), menton (20-30%). dan asetat
mentil (3-10%). Dalam data in vitro: Minyak peppermint dan menthol memiliki
efek antibakteri yang moderat baik terhadap bakteri Gram-positif maupun
Gram-negatif. Ekstrak peppermint bersifat bakteriostatik terhadap
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. Menthol bersifat
bakterisida terhadap Staphylococcus pyogenes, Sthaphylococcus aureus,
Streptococcus pyogenes, Serratia marcescens, Escherichia coli, dan
Mycobacterium avium. Senyawa lain yang ditemukan di peppermint adalah
flavonoid (12%), polifenol polimerisasi (19%), karoten, tokoferol, betaine, dan
choline (WHO, 2002; Gardiner, 2000).
c. Peranan secara empiris
Tanaman peppermint adalah herbal aromatic yang dibudidayakan disebagian
besar dunia, secara tradisional telah digunakan sebagai obat dimasyarakat
(Pramila et al, 2012).
d. Aktivitas farmakologi
Khasiat Peppermint oil memiliki berbagai aktivitas biologis, yaitu:
memperbaiki sistem pencernaan, karminatif, antiseptik, antibakteri, antivirus,
antispasmodic, antioksidan, anti-inflamasi, ekspektoran, analgesik, tonik, dan
vasodilatator (Meamarbashi, 2013). Konsentrasi bakterisida minimum
Peppermint oil terhadap Staphylococcus aureus sebesar 2,25 mg ml
(Radaelli et al, 2016).
Peppermint oil efektif menghambat bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-
negatif. Diantara bakteri Gram-positif, Staphylococcus aureus dan B. subtilis
lebih rentan terhdap peppermint oil dibanding B. cereus. Sedangkan pada
bakteri Gram-negatif yang lebih rentan yaitu E. coli. Aktivitas antibakteri
Peppermint oil akan meningkat seiring dengan kenaikan konsentrasinya
(Jeyakumar, Lawrence & Pal 2011).
e. Mekanisme aksi
f. Keamanan
g. Dosis
h. Biomarker
4. Ephedra herba
a. Deskripsi tanaman
b. Kandungan kimia
c. Peranan secara empiris
d. Aktivitas farmakologi
e. Mekanisme aksi
f. Keamanan
g. Dosis
h. Biomarker
5. Licorice (Glycyrrizae Radix)
a. Deskripsi tanaman (BPOM RI, 2007)
Famili : Fabeceae
Spesies : Glycyrrhiza glabra L.
Bau khas lemah, rasa manis, Glycyrrhizae Radix yang dikupas berbentuk
silinder atau bongkahan besar, warna kuning pucat, garis tengah ± 2 cm,
permukaan berserat. Glycyrrhizae Radix yang tidak dikupas berwarna cokelat
kekuningan atau cokelat tua, berkeriput memanjang, kadangkadang terdapat
tunas kecil dan daun sisik yang tersusun melingkar.
Tanaman akar manis ini merupakan tanaman sejenis polong-polongan
yang berasal dari Eropa Selatan dan beberapa bagian wilayah Asia. Akar
manis termasuk tanaman tahunan berbentuk terna dan dapat tumbuh sampai
satu meter dengan daun yang tumbuh seperti sayap yang panjangnya 7
sampai 15 cm. Akarnya bercabang-cabang dengan panjang sampai 1 m dan
diameter 0,5 cm sampai 3 cm (Silvia, 2011).
b. Kandungan kimia
Saponin, asam glisiretinat, glisirisin, liquiritigenin, chalcone, glabren,
glabridin, glycyrol, isoglycyrol, liqoumarin, sterol, stigmasterol, eugenol,
estragole, anethole, asam heksanoat (BPOM RI, 2007).
Akar manis mengandung glikosida triterpen (saponin 2-15%), terutama asam
glisirhizin yang biasanya terdapat dalam bentuk garam potassium dan
kalsium yang biasa disebut dengan glisirhizin. Kandungan lainnya termasuk
flavonoid (1-2%) seperti likuiritin (glikosida flavonon) dan glabrol (flavonon),
chalcone seperti isolikuiritin, kumarin seperti liqkumarin. Polisakarida dan
minyak essential (+ 0.05%). Kandungan kimia dari sari akar manik adalah
glisirhizin tidak kurang dari 10%, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
(Silvia, 2011).
c. Peranan secara empiris
Glycyrrhiza menupakan salah satu tanaman yang digunakan dalam
pengobatan tradisional dan telah banyak digunakan sebagai ekspektoran
(peluruh dahak). Bahkan, di Indonesia akar manis merupakan komposisi
utama untuk pembuatan obat batuk hitam (OBH) dan juga merupakan bahan
dasar yang digunakan pada permen pelega tenggorokan. Penggunaan akar
manis di Indonesia biasa dikenal dengan nama sari akar manis (Silvia, 2011).
d. Aktivitas farmakologi
Glycyrrhizae Radix mengandung glisirisin yang dapat digunakan untuk
pengobatan hepatitis, berdasarkan percobaan in vitro glisirisin mampu
menurunkan aktivitas SGPT sebesar 15% pada kadar 0,1 mg/ml dan 70%
pada kadar 1 mg/ml. Asam glisiretinat mampu menurunkan aktivitas SGPT
61% pada kadar 0,1 mg/ml dan 91% pada kadar 1 mg/ml. Dari data di atas
terlihat bahwa aglukonnya (asam glisiretinat) lebih kuat daya
antihepatotoksiknya dibandingkan dengan bentuk glikosidanya (glisirisin). Uji
klinik pada 13 pasien hepatitis kronik diatas usia 62 tahun, menunjukan
ekstrak air dari rimpang dan akar Glicyrrhiza dosis 5 gram/ hari selama 6
bulan memiliki aktivitas antihepatotoksik (BPOM RI, 2007).
e. Mekanisme aksi
f. Keamanan
Glycyrrhizae Radix tidak boleh diminum lebih dari 6 minggu berturut-turut
(BPOM RI, 2007).
Akar manis berdasarkan penggunaannya menurut literatur tidak boleh
diberikan oleh wanita hamil dan menyusui. Penelitian yang dilakukan oleh
Universitas Helsinki di Finlandia dengan mendata wanita hamil yang
mengkonsumsi akar manis menunjukkan kelahiran bayi prematur.
Berdasarkan hasil penelitian teratologi mengenai keamanan akar manis yang
dilakukan olch Mantovani menunjukkan bahwa senyawa amonium
glisirhizinat menyebabkan kelainan tulang rangka pada janin tikus Sprague-
Dawley. Sedangkan penelitian oleh Hundertmark dengan menggunakan
senyawa asam glisirhizin menunjukkan adanya penurunan surfaktan pada
paru-paru janin tikus serta tidak ditemukan adanya malformasi pada janin
tikus Wistar yang diperlakukan pada kebuntingan hari ke-13 sampai satu hari
sebelum kelahiran (Silvia, 2011).
g. Dosis
Dosis rata-rata tiap hari dari Glycyrrhizae Radix 5 sampai 15 gram sebanding
dengan 200-600 mg glisirisin, diseduh dengan air panas atau direbus selama
10-15 menit, diminum setelah makan (BPOM RI, 2007).
h. Biomarker
6. Echinaceae
a. Deskripsi tanaman
b. Kandungan kimia
c. Peranan secara empiris
d. Aktivitas farmakologi
e. Mekanisme aksi
f. Keamanan
g. Dosis
h. Biomarker
7. Euchalypthus foium esesial oil
a. Deskripsi tanaman
b. Kandungan kimia
c. Peranan secara empiris
d. Aktivitas farmakologi
e. Mekanisme aksi
f. Keamanan
g. Dosis
h. Biomarker
8. Zingiberis rhizome
a. Deskripsi tanaman
Rimpang agak pipih, bagian ujung bercabang, cabang pendek, pipih,
bentuk bulat telur terbalik, pada setiap ujung cabang terdapat parut melekuk
ke dalam. Dalam bentuk potongan, panjang 5 cm sampai 15 cm, umumnya 3-
4 cm, tebal 1-6,5 cm, umumnya 1-1,5 cm. bagian luar berwarna coklat
kekuningan, beralur memanjang, kadang-kadang ada serat yang bebas.
Bekas patahan pendek dan berserat menonjol. Pada irisan melintang
terdapat berturut-turut korteks sempit yang tebalnya lebih kurang sepertiga
jari-jari, endodermis, stele yang lebar, banyak tersebar berkas pembuluh
berupa titik keabu-abuan dan sel kelenjar berupa titik yang lebih kecil
berwarna kekuningan (BPOM RI, 2007).
b. Kandungan kimia
Minyak atsiri (bisabolene, cineol, phellandrene, citral, bomeol, citronellol,
geranial, linalool, limonene, zingiberol, zingiberene, camphene), oleoresin
(gingerol, shogaol). Fenol (gingeol, zingerone), enzim proteolitik (zingibain),
vitamin B6, vitamin C, kalsium, magnesium, fosfor, kalium, asam linoleat.
Gingerol (golongan alkohol pada oleoresin), mengandung minyak atsiri 1-3 %
di antaranya bisabolene, zingiberene dan zingiberol (BPOM RI, 2007).
c. Peranan secara empiris
Jahe secara tradisional digunakan untuk terapi gangguan GI seperti
mabuk perjalanan, dispepsia dan hiperemesis gravidarum, dan dilaporkan
mempunyai efek kemopreventif pada model binatang. Karena H. pylori
merupakan penyebab primer yang berhubungan dengan dispepsia, ulkus
peptikum, dan perkembangan Ca gaster dan kolon, dilakukan uji efek jahe
secara in vitro terhadap H.pylori. Fraksi ekstrak metanol jahe mengandung
6-,8-,10- gingerol dan 6-shogaol, yang diuji terhadap 19 strains H.pylori,
termasuk strain 5 CagA+.
d. Aktivitas farmakologi
Pada penelitian enam double-blind randomized controlled trials (RCTs)
dengan total 675 partisipan dan sebuah studi prospective observational
cohort (n=187), 4 dari 6 RCTs (n=246) menunjukkan perbedaan yang tinggi
antara jahe dan plasebo, 2 RCTs (n=429) mengindikasikan bahwa jahe efektif
sebagai reference drug (vitamin B6) dalam mengatasi nausea dan vomiting.
Tidak ada laporan efek yang tidak dikehendaki pada kehamilan. Uji klinik
yang dilakukan pada wanita hamil terinduksi mual dan muntah. Hasil uji klinik
menunjukkan serbuk jahe dosis 1 gram/hari selama 4 hari, lebih efektif
dibandingkan dengan plasebo dalam mengatasi mual muntah pada wanita
dengan kehamilan hamil kurang dari 17 minggu. Dan juga digunakan sebagai
Antiemetik, antitusif dan ekspektoran, karminatif dan antidispepsia (BPOM RI,
2007).
e. Mekanisme aksi
Efek antiemetik ditimbulkan oleh komponen diterpentenoid yaitu gingerol,
shaogaol, galanolactone. Invitro pada binatang menunjukkan
antiserotoninergik dan antagonis reseptor 5-HT3 yang berperan pada nausea
& vomitus pasca bedah.
f. Keamanan
Berdasarkan penelitian, LD50 dari 6-gingerol dan 6-shogaol adalah antara
250 - 680 mg/kg. u,12) Uji toksisitas pada mencit menggunakan ekstrak jahe
menunjukkan tidak ada kematian atau efek yang tidak diinginkan pada dosis
hingga 2,5 g/kg dalam periode 7 hari. Saat dosis dinaikkan hingga 3 dan 3,5
g/kg, 10% hingga 30% kematian mencit dilaporkan (BPOM RI, 2007).
g. Dosis
Dosis: Segelas dekokta dari 5 gram rimpang segar atau 1 gram serbuk kering
rimpang jahe Dosis harian: Kapsul/ serbuk : 5 - 2 gram (BPOM RI, 2007).
Hasil uji klinik menunjukkan serbuk jahe dosis 1 gram/hari selama 4 hari,
lebih efektif dibandingkan dengan plasebo dalam mengatasi mual muntah
pada wanita dengan kehamilan hamil kurang dari 17 minggu (BPOM RI,
2007).
Uji klinik yang dilakukan pada wanita hamil terinduksi mual dan muntah.
Hasil uji klinik menunjukkan serbuk jahe dosis 1 gram/hari selama 4 hari,
lebih efektif dibandingkan dengan plasebo dalam mengatasi mual muntah
pada wanita dengan kehamilan hamil kurang dari 17 minggu.
Studi klinik menunjukkan bahwa serbuk jahe dengan dosis 90 mg lebih
efektif dibandingkan dimenhidrinat (100 mg) untuk menekan gejala kinetosis
(mabuk perjalanan).
Mabuk kendaraan: (Dewasa dan anak > 6 tahun) 1-2 x1 kapsul (500 mg
ekstrak), 30 menit sebelum bepergian. Jika gejala berlanjut, minum 1-2
kapsul setiap 4 jam. Pasca kemoterapi: 3 x 1 kapsul (500 mg ekstrak)/hari.
Emesis dan hiperemesis gravidarum: 2 x 1 kapsul (500 mg ekstrak)/hari.
Pasca bedah: 1 x 2 kapsul (500 mg ekstrak), 1 jam sebelum induksi. Dosis
maksimum: 4 g/hari.
h. Biomarker
Minyak astiri merupakan zat aktif utama atau senyawa penanda Jahe
(Zingiber officinale Rosc).

Anda mungkin juga menyukai