Anda di halaman 1dari 10

Antagonis Reseptor Histamin

A. Antagonis Reseptor H1
Senyawa-senyawa yang menghambat secara kompetitif histamin atau
bekerja sebagai agonis inversa reseptor H1 telah lama digunakan dalam
pengobatan penyakit alergi, dan dalam pembahasan selanjutnya disebut
sebagai antagonis. Banyak antagonis H1 saat ini dipasarkan di AS.
Sejumlah besar dapat diperoleh tanpa resep, baik tersendiri atau dalam
sediaan kombinasi misalnya “pil flu/masuk angin” sleep aids (pil tidur)

a. Farmakologi Dasar Antagonis Reseptor H1


1. Kimia dan Farmakokinetika
Antagonis H1 biasanya dibagi menjadi obat generasi pertama dan
generasi kedua. Keduanya ini dibedakan oleh efek sedatif yang
relatif kuat pada sebagian besar obat generasi pertama. Obat
generasi pertama juga lebih besar kemungkinannya menghambat
reseptor autonom. Penghambat H1 generasi kedua kurang sedatif,
sebagian karena distribusinya yang lebih sedikit di susunan saraf
pusat. Semua antagonis H1 merupakan amina stabil dengan
struktur umum.
Obat-obat ini cepat diserap setelah pemberian oral, dengan
konsentrasi puncak darah terjadi dalam 1-2 jam. Mereka tersebar
luas di seluruh tubuh dan obat generasi pertama cepat masuk ke
susunan saraf pusat. Sebagian dari mereka mengalami metabolisasi
ekstensif, terutama oleh sistem mikrosom di hati. Beberapa dari
obat generasi kedua dimetabolisasi oleh sistem CYP3A4 dan
karenannya dapat berinteraksi dengan obat lain ( misalnya
ketokonazol) yang menghambat subtipe enzim P450 ini. Sebagian
besar obat memiliki masa kerja efektif 4-6 jam setelah satu dosis,
tetapi meklizin dan beberapa obat generasi kedua bekerja lebih
lama, dengan masa kerja 12-24 jam. Obat-obat yang lebih baru
jauh kurang larut dalam lemak, dibandingkan obat generasi
pertama serta merupakan substrat dari pengangkut glikoprotein-P
disawar darah otak akibatnya mereka sulit atau sama sekali tidak
dapat masuk ke susunan saraf pusat. Banyak antagonis H1
memeliki metabolit aktif. Metabolit aktif dari hidroksizin,
terfenadin dan lostardin tersedia sebagai obat ( masing-masing
setirizin, feksofenadin dan desloratadin)

Antihistamin Generasi Pertama


Obat Dosis lazim Aktivitas Komentar
pada dewasa Antikolagenik
Etanolamin
Karbinoksamin ( Clistin) 4-8 mg +++ Mengantuk ringan
sampai sedang
Dimenhidrinat ( garam 50 mg +++ Mengantuk berat,
difenhidramin) aktivitas anti-mabuk
(dramamine) perjalanan
Difenhidramin ( 25-50 mg +++ Mengantuk berat,
Benadryl, dsb) aktivitas anti-mabuk
perjalanan
Turunan piparezin
Hidroksizin ( Atarax,dsb) 15-100 mg Nd Mengantuk berat
Siklizin ( Marizine) 25-50 mg - Mengantuk ringan,
aktivitas anti-mabuk
perjalanan
Meklizin ( Bonine, dsb) 25-50 mg - Mengantuk ringan,
aktivitas anti-mabuk
perjalanan
Alkilamin
Bromfeniramin ( 4-8 mg + Mengantuk ringan
dimetane , dsb)
Klorfeniramin (Chlor- 4-8 mg + Mengantuk ringan,
Trimeton, dsb) komponen umum obat
bebas untuk
“flu/masuk angin”
Turunan fenotiazin
Prometazin (Phenergan, 10-25 mg +++ Mengantuk berat,
dsb) antiemeti,
menghambat α
Lain-lain
Siproheptadin 4 mg + Mengantuk sedang,
(periactin,dsb) aktivitas
antiserotoninsignifikan

Beberapa obat antihistamin H1 yang digunakan secara klinis

Antihistamin Generasi kedua

Obat Dosis lazim pada Aktivitas Komentar


dewasa antikoligernik
Piperdin
Feksofenadin (Allegra) 60 mg -
Lain-lain
Loratadin ( Claritin), 10 mg ( - Kerja lebih lama,
desloratadin ( clarinex) desloratadin 5 digunakan pada
mg) dosis 5 mg
Setirizin ( Zyrtec) 5-10 mg -

Beberapa obat antihistamin H1 yang digunakan secara klinis


( lanjutan)
2. Farmakodinamika
Antagonis H1 netrla dan agonis inversa H1 mengurangi atau
menghambat kerja histamin dengan secara reversibel dan
kompetitif mengikat reseptor H1. Beberapa telah jelas
memperlihatkan sifat agonis inversa dan ada kemungkinan bahwa
semua bekerja melalui mekanisme ini. Obat-obat ini hampir tidak
berefek terhadap reseptor H2 dan sedikit terhadap reseptor H3.
Sebagai contoh, kontraksi otot polos bronkiolus atau saluran cerna
akibat histamin dapat di hambat secara total oleh obat-obat ini
tetapi efek pada sekresi asam lambung dan jantung tidak
terpengaruh.
Antagonis reseptor H1 generasi pertama memiliki banyak
efek selain blokade efek histamin. Sejumlah besar dari efek ini
mungkin terjadi karena kemiripan struktur umum dengan struktur
obat yang memiliki efek pada kolinoseptor muskarinik,
adrenoseptor α, serotonin, dan reseptor anestetik lokal. Sebagian
dari efek ini memiliki nilai terapeutik dan sebagian tidak
diinginkan.
1. Mengantuk
Efek umum antagonis H1 generasi pertama adalah sedasi tetapi
intensitas efek ini bervariasi diantara subgolongan kimiawi dan
juga diantara pasien. Efek ini cukup menonjol pada sebagian
obat sehingga mereka berguna sebagai pil tidur dan tidak cocok
untuk digunakan pada siang hari. Efek mirip dengan yang
ditimbulkan oleh obat antimuskarinik dan dianggap sangat
berbeda dari sedasi yang ditimbulkan oleh obat hipnotik-
sedatif. Ketagihan belum pernah dilaporkan. Pada dosis biasa,
anak kadang ( dewasa jarang) malah memperlihatkan eksitasi
bukan mengantuk. Pada dosis toksik yang sangat tinggi,
mungkin terjadi stimulasi hebat, agitasi dan bahkan kejang
sebelum akhirnya muncul koma. Antagonis H1 generasi kedua
sedikit atau stimulan. Obat-obat ini ( atau metabolit mereka)
juga jauh lebih jarang menimbulkan efek autonom daripada
antihistamin generasi pertama.
2. Efek antimual dan antimuntah
Beberapa antagonis H1 generasi pertama memiliki aktivitas
signifikan dalam mencegah mabuk perjalanan ( motion
sickness). Mereka kurang efektif terhadap serangan mabuk
yang sudah terjadi. Antagonis H1 tertentu terutama doksilamin
( dalam bendectin) dahulu luas digunakan dalam mengobati
mual dan muntah kehamilan.
3. Efek antiparkinsonisme
Sebagian dari antagonis H1, khususnya difenhidramin,
memiliki efek penekan akut yang signifikan pada gejala
ekstrapiramidal yang berkaitan dengan obat antipsikotik
tertentu. Obat ini diberikan secara parenteral untuk reaksi
distonik akut terhadap antipsikotik
4. Efek antikolinoseptor
Banyak agen generasi pertama, khususnya subgrup etanolamin
dan etilendiamin, memiliki efek mirip atropin pada reseptor
muskarinik perifer. Efek ini mungkin berpengaruh pada
beberapa (tidak pasti) keuntungan yang dilaporkan mengenai
rinorrhea nonalergi tetapi obat ini juga dapat menyebabkan
retensi urin dan pandangan kabur.
5. Efek menghambat adrenoseptor
Efek menghambat reseptor alfa dapat dibuktikan untuk banyak
antagonis H1, khususnya dari subgolongan fenotiazin, mis
prometazin. Efek ini dapat menyebabkan hipotensi ortostatik
pada orang yang rentan. Tidak dijumpai adanya blokade
reseptor beta.
6. Efek menghambat serotonin
Efek inhibisi kuat terhadap reseptor serotonin telah dibuktikan
untuk sebagian antihistamin H1 generasi pertama, terutama
siproheptadin. Obat ini dipromosikan sebagai obat
antiserotonindan dibahas dengan golongan obat tersebut.
Bagaimanapun strukturnya mirip dengan struktur antihistamin
fenotiazin, dan merupakan penghambat H1 yang poten.
7. Anestesia lokal
Beberapa antagonis H1 generasi pertama adalah anestetik yang
poten. Mereka menghambat saluran natrium di membran peka
rangsang dengan cara serupa seperti yang dilakuakan prokain
dan lidokain. Difenhidramin dan prometazin sebenarnya lebih
poten daripada prokain sebagai anastesia lokal. Mereka kadang
digunakan untuk menghasilkan anestesia lokal pada pasien
yang alergi terhadap obat anestetik lokal konvensional.
Sejumlah kecil dari obat ini juga menghambat saluran kalium .
8. Efek lain
Beberapa antagonis H1 mis. Setirizin menghambat pelepasan
histamin dan mediator peradangan lain dari sel mast. Efek ini
tidak disebabkan oleh blokade reseptor H1 dan mungkin
mencerminkan efek blokade reseptor H4. Mekanismenya
belum sepenuhnya diketahui tetapi mungkin berperan dalam
efek positif obat ini dalam pengobatan alergi misalnya rinitis.
Antagonis H1 ( mis. Terfenadin, akrivastin) terbukti
menghambat pengangkut glikoprotein P yang terdapat di sel
kanker, epitel usus, dan kapiler otak.
3. Farmakologi Klinis Antagonis Reseptor H1
Penggunaan Klinis
Penghambat reseptor H1 generasi pertama merupakan obat
bebas yang paling sering dipromosikan. Prevalensi penyakit
alergik dan keamanan relatif obat ini ikut berperan dalam
mendorong pemakaian obat yang luas ini. Kenyataan bahwa
obat-obat ini menyebabkan kantuk ikut berperan menyebabkan
pemakaian bebas dan seringnya diresepkan antihistamin
generasi kedua.
a. Reaksi Alergik
Obat antihistamin H1 sering merupakan obat pertama yang
digunakan untuk mencegah atau mengobati gejala reaksi
alergik. Pada rinitis alergik ( hay fever), antagonis H1 adalah
obat lini kedua setelah glukokortikoid yang diberikan melalui
semprotan hidung. Pada urtikaria, dengan histamin adalah
mediator utama, antagonis H1 merupakan obat pilihan dan
sering cukup efektif jika diberikan sebelum pejanan. Namun,
pada asma bronkus, yang melibatkan beberapa mediator,
antagonis H1 umumnya kurang efektif.
Angioedema dapat dipicu oleh pelepasan histamin tetapi
tampaknya dipertahankan oleh peptida kinin yang tidak
terpengaruh oleh obat antihistamin. Untuk dermatitis opik, obat
antihistamin seperti difenhidramin digunakan terutama karena
efek samping sedatifnya yang mengurangi perasaan gatal.
Antihistamin H1 yang digunakan untuk mengobati penyakit
alergik seperti hay fever biasanya dipilih dengan tujuan
mengurangi efek mengantuk, di AS, obat yang paling luas
digunakan adalah golongan alkilamin dan obat generasi kedua
non-sedatif. Namun, efek sedatif dan efikasi terapeutik
berbagai obat sangat bervariasi diantara individu. Selain itu
efektivitas klinis satu golongan mungkin menurun seiring
dengan pemakaian yang terus menerus dan perubahan ke
golongan lain memulihkan efektifitas obat melalui sebab-
sebab yang belum dapat diterangkan.
Antagonis H1 generasi kedua terutama digunakan untuk
mengobati rinitis alergik dan urtikaria kronik. Berapa penelitian
pembandingan buta-ganda dengan obat dengan obat lama ( mis,
klorfeniramin) menunjukkan efikasi terapeutik yang setara.
Namun, sedasi dan gangguan terhadap keamanan
mengoperasikan mesin, yang terjadi pada sekitar 0% orang
mendapat antihistamin generasi pertama, terjadi hanya pada 7%
orang diberi antihistamin generasi kedua. Obat yang lebih baru
lebih mahal bahkan dalam sediaan bebas.
b. Mabuk perjalanan dan gangguan vestibulum
Skopolamin dan antagonis H1 generasi pertama tertentu
merupakan obat paling efektif yang tersedia untuk mencegah
mabuk perjalanan ( motion sickness). Obat antihistamin dengan
efektivitas terbesar dalam penggunaan ini adalah difenhidramin
dan prometazin. Dimenhidrinat yang dipromosikan hampir
eksklusif untuk mengobati mabuk perjalanan, adalah garam
dari difenhidramin dan memiliki efikasi serupa. Golongan
piperazin ( siklizin dan meklizin ) juga memiliki aktivitas
signifikan dalam mencegah mabuk perjalanan serta kurang
menyebabkan kantuk dibandingkan dengan difenhidramin pada
sebagian besar pasien. Dosis sama seperti yang dianjurkan
untuk penyakit alergik. Baik skopolamin maupun antagonis H1
lebih efektif dalam mencegah mabuk perjalanan jika
dikombinasikan dengan efedrin atau amfetamin.
Diklaim bahwa obat antihistamin yang efektif dalam
mencegah mabuk perjalanan juga berguna pada sindrom
Meniere tetapi efiksi untuk penggunaan yang terakhir ini belum
dipastikan.
c. Mual dan muntah pada kehamilan
Beberapa obat antigonis H1 telah diteliti untuk memungkinan
digunakan dalam pengobatan “ morning sickness”. Turunan
piperazin ditarik dari pemakaian ini ketika dibuktikan bahwa
mereka memiliki efek teratogenik pada hewan pengerat.
Doksilamin sauatu antagonis H1 etanolamin, dipromosikan
untuk penggunaan ini sebagai komponen dari Bendectin, suatu
obat resep yang juga mengandung piridoksin. Kemungkinan
efek teratogenik doksilamin dipublikasikan secara luas ke
media awam setelah 1978 akibat beberapa laporan kasus
terjadinya malformasi janin setelah ibu mengonsumsi
bendectin. Namun, beberapa studi prospektif besar yang
melibatkan lebih dari 60.000 kehamilan, dengan lebih dari
3000 ibu hamil menggunakan Bendectin tidak menunjukkan
adanya insidens cacat lahir. Bagaimanapun, karena kontroversi
yang berkepanjangan publisitas yang merugikan dan tuntunan
hukum, produsen Bendectin menarik produk ini dari pasaran.
4. Toksisitas
Spektrum efek non-antihistamin yang luas dari antihistamin H1
telah dijelaskan. Beberapa dari efek ini ( mengantuk, efek
antimuskarinik) telah digunakan untuk tujuan terapeutik,
khususnya dalam sediaan obat tanpa resep. Bagaimanapun kedua
efek ini merupakan efek yang paling tidak disukai ketika obat-obat
ini digunakan untuk menghambat reseptor histamin.
Efek toksik pemakaian sistemik yang lebih jarang adalah
eksitasi dan kejang pada anak, hipotensi postural dan respons
alergik. Alergi obat relatif sering setelah pemakaian topikal
antagonis H1. Efek kelebihan dosis sistemik obat lama yang parah
mirip dengan kelebihan dosis atropin dan diterapi dengan cara
yang sama. Kelebihan dosis astemizol atau terfenadin dapat
menyebabkan aritmia jantung efek yang sama dapat timbul pada
dosis sama akibat interaksi dengan inhibitor enzim. Obat-obat ini
tidak lagi dipasarkan di Amerika Serikat.
5. Interaksi Obat
Aritmia ventrikel letal yang terjadi pada beberapa pasien yang
mendapat obat generasi kedua awal, terfenadin atau astemizol
dalam kombinasi dengan ketokonazol, itrakonazol atau antibiotik
makrolid seperti eritromisin. Obat-obat antimikroba ini
menghambat metabolisme banyak obat oleh CYP3A4 dan
menyebabkan peningkatan signifikan konsentrasi antihistamin
dalam darah. Mekanisme toksitas ini melibatkan blokade saluran
kalium HERG (Ikr) di jantung yang ikut berperan menimbulkan
repolarisasi potensial aksi. Akibatnya adalah memanjangnya dan
perubahan bentuk potensial aksi, dan perubahan-perubahan ini
menimbulkan aritmia. Terfenadin dan astemizol telah ditarik dari
pasaran di AS karena ditemukannya masalah ini. Jika masih
tersedia, terfenadin dan astemizol perlu dipertimbangkan untuk
dikontraindikasikan bagi pasien yang mendapat ketokonazol,
itrakonazol atau antibiotik makrolid serta pada pasien dengan
penyakit hati. Grapefruit juice juga menghambat CYP3A4 dan
dibuktikan dapat meningkatkan kadar terfenadin darah secara
signifikan.
Bagi antagonis H1 yang menyebabkan sedasi berat
pemakaian secara bersamaan obat lain yang menyebabkan depresi
susunan saraf pusat dapat menghasilkan efek aditif dan
dikontraindikasikan selagi menyetir atau mengoperasikan mesin.
Demikian juga efek antihistamin lama yang menghambat sistem
autonom aditif dengan efek yang ditimbulkan oleh obat
antimuskarinik dan penghambat α
( Katzung, 2014)

Anda mungkin juga menyukai