Anda di halaman 1dari 25

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI KANDUNGAN

TOTAL ANTOSIANIN BUAH SENDUDUK


(Melastoma malabathricum L.)

NAMA : FAEDAH
NIM : 160101018

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Buah senduduk (Melastoma malabathrium L.) merupakan salah satu buah

liar yang dapat ditemukan di semak belukar. Buah senduduk berbentuk lonjong

dan berwarna hijau. Menjelang matang buah yang awalnya berwarna hijau akan

berubah menjadi warna merah kecoklatan sampai ungu kehitaman. Daging buah

senduduk memiliki tekstur yang lunak dengan biji kecil-kecil yang cukup banyak

(Indriyani, 2014). Buah senduduk (Melastoma malabathricum L.) berpotensi

mengandung pigmen antosianin (Kristiana dkk, 2012).

Proposal ini akan diseminarkan di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFI)


Bhakti Pertiwi Palembang.
Hari/Tanggal : Rabu 1 Juli 2020
Jam : 13:00 – 14:00
Tempat : STIFI Bhakti Pertiwi Palembang
Pembimbing : 1. Agnes Rendowati, M.Farm, Apt
2. Ade Arinia Rasyad, M.Kes, Apt

1
Antosianin adalah pigmen warna merah, ungu, biru yang tersebar luas pada

tumbuhan. Terdapat jenis bunga, daun dan buah yang memiliki warna menarik,

karena pigmen antosianin termasuk golongan flavonoid (Simanjuntak dkk, 2014).

Antosianin diekstraksi menggunakan pelarut dan asam yang sesuai. Penambahan

asam berfungsi untuk mengoptimalkan ekstraksi antosianin. Sedangkan pelarut

sebagai faktor yang menentukan kualitas dari suatu ekstraksi untuk melarutkan

antosianin (Moulana dkk, 2012). Pada penelitian sebelumnya, pigmen antosianin

pada buah senduduk dimaserasi menggunakan beberapa pelarut. Hasil penelitian

yang didapatkan pelarut etanol 80% dengan asam sitrat 3% mendapatkan hasil

konsentrasi terbesar yaitu 38.38 mg/100 gr db (Kristiana dkk, 2012). Berdasarkan

penelitian Fatonah dkk (2016) ekstraksi menggunakan pelarut metanol - asam

asetat 3% menghasilkan kadar total antosianin terbanyak yaitu sebesar 0,880

mg/L.

Telah dilakukan penelitian mengenai kandungan antosianin bunga senduduk

dengan berbagai tahap perkembangan bunga yang berbeda. Bunga senduduk yang

digunakan yaitu tahap belum terbentuk kelopak, tahap awal pengembangan

kelopak, tahap sepenuhnya terbentuk kelopak, belum terbuka, tahap bunga

sepenuhnya terbuka, mekar, dan tahap bunga mulai membusuk. Hasil penelitian

menunjukan bahwa sampel bunga senduduk pada tahap sepenuhnya terbentuk

kelopak, belum terbuka memiliki kandungan antosianin paling tinggi pada pH 1

dan pH 5 (Janna dkk, 2006).

Selain itu senyawa antosianin dari ekstrak buah senduduk memiliki potensi

sebagai sumber antioksidan (Tazar dkk, 2018).

2
Antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak

negatif oksidan dalam tubuh. Akibatnya, kerusakan sel akan dihambat (Winarsi,

2007). Antioksidan alami dapat diperoleh dari tumbuhan yang mengandung

fenolik Menurut penelitian Nurzarrah Tazar dkk (2018) buah senduduk memiliki

aktivitas antioksidan dengan konsentrasi 65.17 % ( Tazar dkk, 2018).

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian uji

kandungan total antosianin dan aktivitas antioksidan dari buah senduduk

(Melastoma malabathricum L.) masak yang masih tertutup dan sudah merekah.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dijawab pada penelitian ini adalah

1. Berapakah kandungan total antosianin dari buah senduduk (Melastoma

malabathricum L.) masak yang masih tertutup dan sudah merekah ?

2. Berapakah nilai IC50 antioksidan dari kandungan total antosianin buah

senduduk (Melastoma malabathricum L.) masak yang masih tertutup dan

sudah merekah ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengatahui kandungan total antosianin pada buah senduduk (Melastoma

malabathricum L.) masak yang masih tertutup dan sudah merekah.

2. Mengetahui nilai IC50 antioksidan dari kandungan total antosianin pada buah

senduduk masak yang masih tertutup dan sudah merekah.

3
1.4 Manfaat Penelitian

1. Meningkatkan nilai tambah buah senduduk yang dapat dimanfaatkan sebagai

pewarna alami.

2. Memberikan informasi kepada pembaca tentang kandungan antosianin pada

buah senduduk dan aktivitas antioksidan.

3. Sebagai referensi bagi peneliti berikutnya.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Senduduk (Melastoma malabathricum L).

2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan

Klasifikasi tumbuhan senduduk (GBIF, 2017).

Kingdom : Plantae

Pylum : Tracheophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Family : Melastomataceae

Genus : Melastoma L.

Species : Melastoma malabathricum L.

2.1.2 Nama Daerah

Nama daerah Tumbuhan ini di Sumatera adalah senduduk (Melayu)

sedangkan di Jawa dikenal dengan nama kluruk, harendong, senggani, di

Kalimantan dikenal dengan nama karamunting/keramunting/senduru.

Kalamunting (Pekanbaru) dan di Sumatera Utara dikenal dengan haramonting

(Indriyani, 2014).

5
2.1.3 Morfologi

Tumbuhan senduduk tumbuh liar pada tempat yang mendapatkan cukup sinar

matahari. Senduduk mempunyai pertumbuhan yang cepat dan dapat mencapai

tinggi 4-12 meter. Letak daun berlawanan, daun berbentuk oval. Bagian atas daun

berwarna hijau, bagian bawah berwarna abu-abu berbulu. Panjang daun 5-7 cm

dan lebar daun 2-3,5 cm. Bunga tunggal atau berkelopak dengan warna beragam

dari merah muda sampai ungu dengan benang sari yang banyak. Buah senduduk

berbebtuk lonjong dengan ukuran 1-1,5 cm. Menjelang matang buah yang

berwarna hijau berubah menjadi merah kecoklatan sampai hitam kulit buah seperti

beludru (Indriyani, 2014).

2.1.4 Kandungan Kimia

Tumbuhan senduduk mengandung flavonoida, saponin, tanin, glikosida,

antosianin dan steroida/triterpenoida. Menurut penelitian (Arisandi, 2017) pada

bagian buah senduduk memiliki kandungan antioksidan. Pada bagian daun, batang

dan kulit mengandung flavonoid, tanin, steroid, triterpenoid dan glikosida (Roni

dkk, 2018).

2.1.5 Khasiat Tumbuhan Senduduk

Tumbuhan senduduk berkhasiat untuk mengobati penyakit diabes,

menghambat bakteri Staphylococus aureus sebagai penyebab nanah,

menyembuhkan luka, menetralkan racun, dan menyembuhkan pendarahan pada

wanita (Indriyani, 2014).

6
2.2 Antosianin, Manfaat Antosianin, Ekstraksi Antosianin Dan Aplikasi
Antosianin

2.2.1 Antosianin

Antosianin merupakan pigmen berwarna merah, biru, orange sampai ungu

yang tersebar luas pada tanaman. Antosianin tergolong senyawa flavonoid yang

larut dalam air. Senyawa flavonoid dapat diekstraksi dengan pelarut yang bersifat

polar. Pelarut yang bersifat polar yaitu air, etil asetat dan etanol. Keadaan yang

asam menyebabkan semakin banyak pigmen antosianin berada dalam bentuk

kation flavilium dan pengukuran absorbansi akan menunjukan jumlah antosianin

yang besar (Simanjuntak, 2014 ).

Pigmen antosianin dapat mengalami degradasi apabila terjadi pemanasan

sehingga akan mempengaruhi kualitas warna dan juga nilai gizinya. Pemanasan

suhu pada proses pengolahan akan mempengaruhi stabilitas antosianin, selain itu

fakktor instrinsik dan ekstrinsik seperti pH, suhu, penyimpanan, struktur kimia

dan konsentrasi antosianin, cahaya, oksigen, enzim, protein dan ion logam juga

berpengaruh pada stabilitas antosianin (Suhartatik dkk, 2013).

2.2.2 Manfaat Antosianin Bagi Kesehatan

Fungsi antosianin sebagai antioksidan didalam tubuh sehingga dapat

mencegah terjadinya aterosklerosis, penyakit penyumbatan pembuluh darah.

Antosianin bekerja untuk menghambat proses aterogenesis dengan mengoksidari

lemak jahat dalam tubuh, yaitu lipoprotein densitas rendah. Kemudian antosianin

7
juga melindungi integritas sel endotel yang melapisi dinding pembuluh darah

sehingga tidak terjadi kerusakan (Ginting, 2011).

2.2.3 Ekstraksi Antosianin

Senyawa antosianin diekstraksi dengan metode yang sesuai dengan sifat

kepolaran pigmen, pemilihan jenis pelarut harus tepat sehingga dapat diperoleh

stabilitas pigmen dan rendemen yang tinggi. Antosianin adalah pigmen yang akan

larut dengan baik dalam pelarut – pelarut polar (Winarti, 2008). Pelarut yang

digunakan berupa pelarut yang tidak bersifat toksik agar tidak menimbulkan efek

negatif terhadap kesehatan terutama untuk aplikasi pada produk makanan dan

minuman (Ondagau dkk, 2018). Jenis pelarut yang dapat digunakan untuk

ekstraksi senyawa antosianin untuk produk makanan yaitu etanol, etil asetat,

aseton dan air. Ekstraksi antosianin dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa pelarut seperti air, metanol dan etanol yang diasamkan dengan HCl

( Ariviani, 2010).

2.2.4. Aplikasi Antosianin

Antosianin yang diekstrak dari buah-buahan tertentu dapat dimanfaatkan

sebagai pewarna alami yang berpotensi menggantikan pewarna buatan pada

produk makanan dan minuman yang aman bagi kesehatan manusia (Ondagau dkk,

2018).

2.3 Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan senyawa atau molekul dapat berdiri sendiri

mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Adanya satu atau

8
lebih elektron yang tidak berpasangan menyebabkan molekul sangat reaktif.

Radikal bebas akan menyerang molekul yang stabil terdekat dan mengambil

elektron. Zat yang terambil elektronnya akan menjadi radikal bebas yang baru

sehingga akan terjadi reaksi berantai yang mengakibatkan kerusakan sel. Elektron

radikal bebas yang tidak berpasangan tidak mempengaruhi muatan elektrik dari

molekulnya, dapat bermuatan positif, negatif. Zat yang terambil elektronnya akan

menjadi radikal bebas yang baru sehingga akan terjadi reaksi berantai yang

mengakibatkan kerusakan sel. Elektron radikal bebas yang tidak berpasangan

tidak mempengaruhi muatan elektrik dari molekulnya, dapat bermuatan positif,

negatif, atau netral. Radikal bebas dalam jumlah normal bermanfaat bagi

kesehatan misalnya, memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan

mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah serta organ-organ dalam tubuh,

sementara dalam jumlah berlebih mengakibatkan stres oksidatif. Keadaan tersebut

dapat menyebabkan terjadinya proses penuaan dan munculnya penyakit

(Yuslianti, 2018).

Radikal bebas cenderung mengadakan reaksi berantai yang jika terjadi

didalam tubuh akan menimbulkan kerusakan yang berlanjut. Tubuh manusia

memiliki sistem pertahanan dari dalam terhadap serangan radikal bebas yang

terjadi melalui proses metabolisme normal dan peradangan (Wahdaningsih, 2011).

Sumber – sumber radikal bebas dari spesies oksigen dan nitrogen (ROS dan

RNS ) dapat terbentuk dalam dua jenis reaksi, enzimatis dan non-enzimatis.

Apabila ROS dan RNS terbentuk dalam proses enzimatis, biasanya radikal bebas

yang terbentuk adalah hasil respirasi, fagositosis, sintesis prostaglandin dan sistem

9
sitokrom P450. ROS dan RNS dapat bersumber dari endogenus maupun

eksogenus, artinya dapat berasal dari metabolisme sel, ataupun masuk kedalam sel

dari luar. Sumber spesies oksigen dan nitrogen reaktif dari luar yaitu hasil aktivasi

sel imun, inflamasi, stess mental, latihan fisik yang berlebihan, iskemia, infeksi,

kanker dan gejala penuaan. Sumber ROS dan RNS dari luar adalah polusi udara

dan air, asap rokok, alkohol, logam transisi dan logam berat, konsumsi obat-

obatan, pelarut industri, kerusakan pangan akibat proses pengolahan dan radiasi

(Bohari, 2018)

2.4 Antioksidan, Mekanisme kerja Antioksidan

2.4.1 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa kimia yang berperan sebagai pemberi satu

atau lebih elektron pada radikal bebas, sehingga radikal bebas yang terjadi dalam

tubuh dapat dihambat. Antioksidan memiliki kemampuan untuk menetralisir

dampak buruk dari radikal bebas (Putri dan Hidayati, 2015). Tubuh manusia

memerlukan sistem biologis antioksidan yang berfungsi sebagai pengatur kadar

radikal bebas agar tidak terjadi kerusakan pada sel tubuh (Purwaningsih, 2012).

Menurut Winarsi, 2007 suatu senyawa dikatakan memiliki sifat antioksidan

apabila mampu mendonorkan satu atau lebih elektron kepada senyawa

prooksidan, kemudian mengubahnya menjadi senyawa yang stabil. Antioksidan

merupakan suatu sistem pertahanan yang mampu menghambat stess oksidatif

yang diinduksi oleh radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya penyakit seperti

kanker, penyakit jantung dan penuaan dini (Wahdaningsih, 2011). Pengertian

10
stress oksidatif mengacu pada kondisi ketidakseimbangan antara produksi spesies

reaktif dan keberadaan antioksidan sebagai pertahanan tubuh (Bohari, 2018).

Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi menjadi dua yaitu antioksidan

alami dan antioksidan sintetik, antioksidan alami yang berasal dari tumbuhan

adalah senyawa fenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, kumarin,

tokoferol, asam organik polifungsional, dan turunnan asam sinamat (Isnindar,

2011).

2.4.2 Mekanisme kerja Antioksidan

Antioksidan memiliki dua fungsi Antioksidan enzimatis dan non-enzimatis

yang bekerja sama memerangi aktivitas senyawa oksidan dalam tubuh. Terjadinya

stres oksidatif dapat dihambat oleh kerja enzim-enzim antioksidan dalam tubuh

dan antioksidan non-enzimatis. Secara fisiologis terdapat dua sistem pertahanan

tubuh. Sistem pertahanan preventif, dilakukan oleh kelompok antioksidan

sekunder. Sistem antioksidan sekunder atau antioksidan non-enzimatik yaitu

dengan cara memotong reaksi oksidari berantai dari radikal bebas atau dengan

cara menangkapnya, kemudian mencegah reaktivitas amplifikasinya. Sistem

pertahanan melalui pemutusan reaksi radikal berantai dilakukan oleh kelompok

antioksidan primer. Antioksidan primer disebut juga antioksidan enzimatis

merupakan senyawa yang mampu memberikan atom hidrogen secara cepat kepada

senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah

menjadi senyawa yang lebih stabil. Senyawa ini menghambat pembentukan

radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai (polimerisasi), kemudian

diubah menjadi bentuk yang lebih stabil (Winarsih, 2007). Antioksidan

11
dikelompokan menjadi antioksidan enzim dan antioksidan vitamin. Antioksidan

enzim meliputi SOD (superoksida dimutase), katalase dan GSH. Prx (glutation

peroksidase). Superoksidase dimutase berperan menghambat radikal bebas

didalam sitoplasma dan mitokondria. Kerja SOD akan semakin aktif dengan

adanya poliferon. Katalase bekerja mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan

mencegah pembentukan CO2 didalam darah. Antioksidan glutation peroksidase

(GSHPx) mengandung mineral yang bekerja untuk menggerakan H2O2 dan lipid

peroksidase yang dibantu oleh ion logam. Antioksidan vitamin meliputi alfa

tokoferol (vitamin E), beta karoten, dan asam askorbat (vitamin C) (Simanjuntak,

2012).

2.5 DPPH (1,1-difenil-2pikrihidrazil )

Struktur kimia DPPH.

Radikal bebas yang biasa digunakan sebagai model dalam mengukur daya

penangkap radikal bebas adalah 1,1 –difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). DPPH

merupakan senyawa radikal bebas yang stabil pada suhu kamar, berberbentuk

serbuk dan berwarna ungu kehitaman. DPPH dapat dipakai untuk menguji

aktivitas antioksidan dari suatu senyawa. Nilai absorbansi DPPH berkisar antara

12
515-520 nm. Prinsip DPPH didasarkan pada larutan metanol radikal bebas yang

tercampur dengan DPPH maka suatu zat tersebut akan mendonorkan atom

hidrogen, menyebabkan hilangnya warna violet dan setelah bereaksi warna larutan

akan menghilang dan berubah menjadi warna kuning yang berasal dari gugus

pikril. Perubahan warna tersebut dapat diukur menggunakan spektrofotometer Uv-

Vis (Molyneux, 2004). Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara radikal

hidrogen atau transfer elektron pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal

bebas. Apabila semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan,

warna larutan akan berubah dari ungu tua menjadi warna kuning dan absorbasi

akan menghilang pada panjang gelombang 517 nm (Malangi dkk, 2012).

Aktivitas antioksidan menggunakan DPPH dinyatakan sebagai konsentrasi

inhibisi atau IC50 (Inhibition Concentration). IC50 merupakan nilai suatu

konsentrasi sampel yang menunjukan kemampuan penghambat proses oksidasi

sebesar 50%. Parameter IC50 yaitu semakin tinggi aktivitas antioksidan maka nilai

IC50 semakin kecil.

2.6 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan pemisahan suatu zat kimia atau fisika terhadap bahan

padat atau bahan cair dari suatu padatan, yaitu tanaman bahan alam (Djamal,

2012).

2.6.1 Ekstrak

Ekstrak adalah proses pengambian atau pemisahan suatu zat dari suatu bahan

alam dengan menggunakan pelarut. Dalam melakukan pemisahan atau penyarian

13
dari bahan alam dapat digunakan bahan-bahan tumbuhan, hewan segar maupun

yang telah dikeringkan, tergantung simplisia dan zat/senyawa yang akan diisolasi

(Djamal, 2012).

2.6.1.1 Maserasi

Maserasi adalah proses penyairan sederhana dengan merendam bahan alam

atau tumbuhan dalam pelarut dan waktu tertentu, sehingga bahan akan jadi lunak

dan larut. Maserasi ini bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tidak

tahan pemanasan maupun simplisia dengan zat berkhasiat yang tahan pemanasan.

Alat yang digunakan untuk maserasi sangat sederhana, dapat digunakan botol

gelap yang besar atau erlenmeyer yang sesuai, yang penting tertutup rapat untuk

menghindari penguapan pelarut (Djamal, 2012). Metode maserasi merupakan cara

yang sederhana. Sampel dihaluskan kemudian larutkan dengan bahan

pengekstraksi (Damanik dkk, 2014).

2.7 Spektrofotometer Ultra Violet dan Visibel (Uv-Vis)

Spektrofotometer Uv-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan

intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar

ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk

mempromosikan elektron pada kulit terluar ketingkat energi yang lebih tinggi.

Spektroskopi Uv-Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau

kompleks di dalam larutan. Spektrum Uv-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan

hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari sectrum ini.

Tetapi spectrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif.

14
Konsentrasi dari analit didalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur

absorban pada panjang gelombang tertentu. Sinar ultraviolet berada pada panjang

gelombang 200-400 nm. Sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang

400-800 nm (Dachriyanus, 2004).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2020 sampai dengan bulan Agustus 2020

di Laboraratorium kimia bahan alam dan laboratorium penelitian Sekolah Tinggi

Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain, botol gelap coklat,

timbangan analitik, botol vial, gelas ukur (pyrex®), labu ukur (pyrex®), erlenmeyer

(pyrex®), corong gelas (pyrex®), gelas beker (pyrex®), spatel, batang pengaduk,

pH meter, pipet tetes, pipet volume, dan spektrofotometri UV-Vis.

15
3.2.2 Bahan

Bahan – bahan yang digunakan antara lain : buah tumbuhan senduduk

(Melastoma malabatricum L.) masak yang tertutup dan merekah, metanol p.a ,

etanol destilat, aquadest, asam galat, asam sitrat, HCl pekat, sodium asetat, dan

DPPH.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pengambilan Sampel

Sampel berupa tanaman dari buah senduduk (Melastoma malabatricum L.)

yang diperoleh dari Desa Sukadamai, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupatan

Banyuasin.

3.3.2 Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Universitas Andalas Jurusan

Biologi FMIPA Universitas Andalas Kampus Limau Manih, Padang, Sumatera

Barat.

3.3.3 Preparasi Sampel

Buah senduduk segar sebanyak 1 kg yang baru dipanen, dicuci bersih, lalu

ditiriskan, kupas buah senduduk masak dari kulit buah. Pisahkan buah senduduk

masak yang masih tertutup dan sudah merekah. Selanjutnya ekstraksi sampel

dengan metode maserasi.

3.4 Pembuatan Ekstrak

3.4.1 Ekstraksi Antosianin Buah Senduduk Dengan Metode Maserasi

16
Sampel segar buah tumbuhan senduduk masak yang tertutup dan merekah

yang telah dibersihkan selanjutnya ditimbang masing-masing 500 mg dimasukan

kedalam botol maserasi basah menggunakan pelarut etanol destilat dan asam

asetat dengan perbandingan 9 : 1 sebanyak 500 mL. Maserasi dilakukan selama 3

hari. Botol ditutup rapat dan simpan ditempat yang terlindung dari cahaya

matahari sambil sesekali diaduk. Kemudian ekstrak tersebut disaring, ulangi

maserasi ini sebanyak 3 kali dengan cara yang sama sehingga zat berkhasiat

didalam sampel buah senduduk (Melastoma malabatricum L. ) tersari dengan

sempurna, selanjutnya maserat di uapkan pelarutnya dengan destilasi vakum dan

di rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental buah senduduk (Melastoma

malabatricum L. ). Beri tanda berbeda antara ekstrak buah senduduk masak yang

tertutup dan merekah. Kemudian timbang dan hitung rendemen ekstrak (Ondagau

dkk, 2018)

Berat ekstrak pekat


Rendemen= X 100 %
Berat sampel

3.5 Uji Antosianin

3.5.1 Pembuatan Larutan pH 1 dan pH 4,5

Timbang potasium klorida (0,025 M) sebanyak 0,465 masukan kedalam

beker gelas tambah aquades 250 ml. Kemudian larutan tersebut ditambah HCl

sedikit demi sedikit sehingga pH larutan menjadi pH 1. Larutan pH 4,5 dibuat

dengan cara timbang 8,2 gram sodium asetat (0,4 M) masukan dalam beker gelas

17
dan tambahkan 250 ml aquades. Selanjutnya larutan tersebut ditambahkan HCl

sedikit demi sedikit sehingga pH menjadi pH 4,5 (Anggraeni dkk, 2018).

3.5.2 Penentuan Kadar Total Antosianin

Masing – masing ekstrak ditimbang sebanyak 500 mg, larutkan dengan 10 ml

metanol dalam labu ukur. Masing – masing sampel dipipet sebanyak 1 ml lalu

dimasukan kedalam vial. Pada Vial 1 ditambahkan larutan buffer potasium klorida

(0,025 M) pH 1 sebanyak 5 ml. Larutan didiamkan selama 30 menit, selanjutnya

ukur panjang gelombang maksimal. Vial 2 ditambahkan laruutan buffer sodium

asetat (0,4 M) pH 4,5 sebanyak 5 ml diamkan selama 30 menit, ukur panjang

gelombang maksimum. (Anggaeni dkk, 2018)

Nilai absorbansi sampel ekstrak dihitung menggunakan persamaan :

A’ = [( Amaks – A700 pH 1,0 ( Amaks – A700 ) pH 4,5 ]

Kadar Total Antosianin (mg/L) :

Ax BM x FP x 1000
εxI

Keterangan :

A = absorbansi

BM = berat molekul 449,2 g/mol

ε = koefisien ekstingsi 26900 L/mol.cm

I = lebar kuvet (1cm)

FP = faktor pengenceran

18
3.6 Uji Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH

3.6.1 Pembuatan Larutan Sampel Induk (1000 ppm)

Timbang masing – masing ekstrak kental 100 mg. Kemudian larutkan dengan

metanol p.a lalu masukan kedalam labu ukur 100 ml, volume dicukupkan

dengan metanol p.a sampai tanda batas sehingga didapatkan larutan dengan

konsentrasi 1000 ppm kocok sampai homogen.

3.6.2 Pembuatan Larutan Uji Sampel Dengan Berbagai Konsentrasi

Larutan uji dengan berbagai konsentrasi dibuat dengan dipipet dari larutan

induk 1000 ppm sebanyak 10 ml, 8 ml, 6 ml, 4 ml, 2 ml dimasukan kedalam labu

ukur 50 ml tambahkan metanol p.a sampai tanda batas, didapat larutan uji dengan

konsentrasi 200 ppm, 160 ppm, 120 ppm, 80 ppm, 40 ppm.

3.6.3 Pembuatan Larutan Pembanding

Larutan standar asam galat dibuat dengan menimbang 10 mg dilarutkan

dengan metanol p.a masukan dalam labu ukur sampai tanda batas 10 ml. Larutan

induk dihasilkan konsentrasi 10 ppm. Kemudian dibuat dengan berbagai

konsentrasi 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm (Sam dan Handayani 2016).

3.6.4 Pembuatan Larutan DPPH

Pembuatan larutan DPPH dibuat dengan cara timbang sebanyak 5 mg DPPH

dilarutkan dengan metanol p.a dalam labu ukur (Marjoni dkk, 2015)

3.7 Pemeriksaan Antioksidan

19
3.7.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH

Pipet sebanyak 3,5 ml larutan DPPH lalu tambahkan 0,5 ml metanol p.a

menggunakan pipet volume. Kemudian larutan tersebut dikocok perlahan sampai

homogen dan dibiarkan selama 30 menit ditempat gelap. Larutan uji dimasukan

kedalam kuvet, serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada

panjang gelombang yang dihasilkan. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan

sebanyak 3 kali pengulangan untuk masing-masing konsentrasi larutan sampel

(Marjoni dkk, 2015).

3.7.2 Penentuan Aktivitas Antioksidan

Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dengan memipet 0,5 ml larutan

sampel dari berbagai konsentrasi masukan kedalam vial. Kemudian masing-

masing ditambahkan 3,5 ml larutan DPPH 50 ppm campuran lalu dihomogenkan

dan biarkan selama 30 menit ukur serapan menggunakan spektrofotometer UV-

Vis pada panjang gelombang yang dihasilkan. Pengujian aktivitas antioksidan

dilakukan tiga kali pengulangan untuk masing-masing konsentrasi larutan sampel

(Marjoni dkk, 2015)

3.7.3 Perhitungan Nilai % Inhibisi

Aktivitas antioksidan sampel ditentukan oleh besarnya hambatan serapan

radikal DPPH melalui perhitungan presentase inhibisi serapan DPPH dengan

menggunakan rumus :

A−B
% inhibisi= x 100 %
A

20
Keterangan :

A = Absorbansi Standar

B = Absorbansi Sampel

mm pada λ maksimum.

3.7.4 Perhitungan IC50

Hasil perhitungan dari aktivitas antioksidan dimasukan kedalam persamaan

garis, sebagai sumbu X (absis) dan nilai % inhibisi sebagai sumbu Y. Untuk

menentukan nilai IC50 dapat digunakan rumus :

Y = ax + b

Keterangan :

a = konstanta konsentrasi

b = konstanta

y = persen inhibisi (%)

x = konsentrasi

3.7.5 Analisa Data

Pada penelitian ini sampel yang digunakan yaitu buah senduduk masak yang

masih tertutup dan sudah merekah. Selanjutnya dilakukan pengujian total

kandungan antosianin pada sampel untuk mengetahui kandungan total antosianin

pada buah senduduk. Kemudian Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode

DPPH dan diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hitung

21
persen inhibisi, kemudian dilakukan perhitungan nilai IC50 dengan menggunakan

persamaan regresi.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah., Rudiyansyah., dan Destiarti, L. (2019). Isolasi dan Karakterisasi


Senyawa Flavonoid dari Fraksi Etil Asetat Batang Tumbuhan Senggani
(Melastoma malabathricum L.). Jurnal Kimia Khatulistiwa, 8 (2) : 61-66.

Anggraeni, V. J., Ramdanawati, L., dan Ayuantika, W. (2018). Penetapan Kadar


Antosianin Total Beras Merah (Oryza nivara). Jurnal Kartika Kimia, 1 (1) :
11-16.

Ariviani, S. 2010. Kapasitas Anti Radikal Ekstrak Antosianin Buah Salam


(SyZygium Polyanthum [WIGHT.] WALP) Segar. Caraka Tani, 12(1) : 43-
49.

Fatonah, N., Idiawati, N., dan Harliia. (2016). Uji Stabilitas Zat Warna Ekstrak
buah Senggani (Melastoma malabathricum L.). Jkk, 5 (1) : 29-35.

Global Biodiversity Information Facility. Taxonomic Melastoma malabatrhricum


L. Diakses dari https://www.gbif.org. Diakses pada tanggal 18 Desember
2019.

Julita, I., Isda, M. N., Lestari, W. (2014) Pengujian Kualitas Pigmen Antosianin
pada Bunga Senduduk (Melastoma malabathricum L.). dengan Penambahan
Pelarut Organik dan Asam yang berbeda. JOM FMIPA, 1 (2) : 1-7.

22
Kristiana, H. D., Ariviani, S., dan Khasanah, L. U. (2012). Ekstrak Pigmen
Antosianin buah Senggani (Melastoma malabathricum Auct. non Linn)
dengan Variasi Jenis Pelarut. Jurnal Teknosains Pangan,1 (1) : 105-109.

Marjoni, M. R., Afrinaldi., dan Novita, A. D. (2015). Kandungan Total Fenol dan
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air Daun Kersen (Muntingia calabura L.).
Jurnal Krdokteran Yarsi, 23 (3) : 187-196.

Meilianti. (2018). Isolasi Zat Warna (Antosianin) Alami dari Buah Senduduk
Akar (Melastoma malabathricum L.). Dengan Metode Ekstraksi Maserasi
Menggunakan Pelarut Etanol. Distilasi, 3 (1) : 8-15.

Molyneux, P. (2004). The Use Of Stable Free Radical Diphenylpicryl-hidrazyl


(DPPH) For Estimating Antioxidant Activity. Original Article,
Songklanakarin J. Sci. Technol, 26 (2) : 211-219.

Moulana, R., Juanda., Rohaya, S., dan Rosika, R. (2012). Efektivitas Penggunaan
Jenis Pelarut dan Asam dalam Proses Ekstraksi Pigmen Antosianin Kelopak
Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.). Jurnal Teknologi dan Industri
Pertanian Indonesia, 4 (3) : 20-25.

Ondagau, D. C., Ridhay, A., dan Nurakhirawati. (2018). Karakteristik Pigmen


Hasil Ekstraksi Air-Etanol dari Buah Senggani (Melastoma malabathricum
L.). Jurnal Riset Kimia, 4 (3) : 228-236.

Purwaningsih, P. (2012). Aktivitas Antioksidan dan Komposisi Kimia Keong


Matah Merah (Cerithidea obtusa). Ilmu Kelautan, 17 (1) : 39-48.

Putri, S. A. A., dan Hidajati, N. (2015). Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa


Fenolik Ekstrak Metanol Kulit Batang Tumbuhan Nyiri Batu (Xylocarpus
moluccensis). UNESA Journal Of Chemistry, 4 (1) :37-42.

Roni, A., Astary, A., dan Nawawi, A. (2018). Uji Aktivitas Antioksidan,
Penetapan Kadar Fenolik dan Flavonoid Total Ekstraksi Etanol dari Daun,
Batang, dan Kulit Batang Karamunting (Melastoma malabathricum L.).
Sainstech Farma, 11 (1) : 1-6.

Sam, S., Malik, A dan Handayani, S. (2016). Penetapan Kadar Fenolik Total dari
Ekstrak Etanol Bunga Rosella Berwarba Merah (Hibiscus Sabdariffa L.).
Dengan Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Jurnal Fitofarmaka
Indonesia, 3 (2) : 182-187.

Sari, E. R., Nova, A., dan Sahitri, L. (2016). Skrining Senyawa Sitotoksik Dari
Ekstrak Daun Bunga, Buah, Batang dan Akar Pada Tumbuhan Senduduk

23
(Melastoma malabathricum L.) Terhadap Larva Artemia Salina Leach
dengan Metode Brine Shrimp Lethaily Bioassay. Scienta, 6 (10) : 66-72.

Simanjuntak, L., Sinaga, C., dan Fatiman. (2014). Ekstraksi Pigmen Antosianin
dari Kulit Buah Naga merah (Hylocereus polyrhizus ). Jurnal Teknik Kimia
USU, 3 (2) : 25-29.

Tazar, N., Violalita, F., dan Harni, M. (2018). Pengaruh Metode Ekstraksi
Terhadap Karakteriktik Ekstrak Pekat Pigmen Antosianin dari Buah
Senduduk (Melastoma malabathricum L.) Serta Kajian Aktivitas
Antioksidan. Jurnal Penelitian Pertanian Politeknik Pertanian Negeri
Payakumbuh, 17 (1) : 10-17.

Wahdaningsih, S., Setyowati, P. E., dan Wahyuono, S. (2011). Aktivitas


Penangkap Radikal Bebas dari Batang Pakis (Alsophila glauca J.Sm).
Majalah Obat Tradisional, 16 (3) : 156-160.

Winarsi, H. (2007). Antioksidan dan Radikal Bebas. Yogyakarta. Penerbit : PT.


Kanisium.

Winarti, S., Sorafa, U., dan Anggrahini, D. (2008). Ekstraksi dan Stabilitas Warna
Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) Sebagai Pewarna Alami. Jurnal Teknik
Kimia, 3 (1) : 207-2014.

24
25

Anda mungkin juga menyukai