Anda di halaman 1dari 15

POTENSI EKSTRAK BUNGA TELANG (Clitoria ternatea L.

)
SEBAGAI SUMBER ANTIOKSIDAN

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :
Duta Karunia Ramadhan
213110016

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS TULANG BAWANG
BANDAR LAMPUNG
2023
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Bunga Telang (Clitoria ternatea L.)
B. Antosianin
BAB 3 METODE PENELITIAN
A. Bahan
B. Ekstraksi
C. Pengukuran Kadar air
D. Curva Kalibrasi
C. Analisis Data
1. Analisa Kuantitatif Antosianin Menggunakan Spektrofotometri
2. Rancangan Percobaan
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
1.1 Pendahuluan
Keanekaragaman hayati Indonesia yang melimpah yaitu sekitar 40.000 jenis
tumbuhan (Istiqomah dkk., 2019) dan memiliki berbagai manfaat seperti, sebagai obat
tradisional, dapat dibuat menjadi kerajinan tangan, menjadi hiasan, hingga dimanfaatkan
menjadi pewarna alami. Salah satunya adalah bunga telang (Clitoria ternatea), bunga ini
sering didimanfaatkan sebagai minuman yaitu teh bunga telang. Bunga telang berpotensi
sebagai pewarna alami. Hal ini dikarenakan mahkota bunga telang mengandung zat
antosianin yang menghasilkan warna biru. Warna biru yang dihasilkan dapat digunakan
sebagai pengganti pewarna biru sintesis yang dapat membahayakan kesehatan apabila
dikonsumsi. Selain itu, budidaya bunga telang mudah dilakukan karena tidak memerlukan
lahan yang luas dan tidak memerlukan perawatan ekstra.

Antosianin adalah pigmen yang larut dalam air, memiliki warna merah-biru, dan
tersebar luas pada tanaman. Kadar antosianin cukup tinggi terdapat pada tumbuh-tumbuhan
seperti bilberries (vaccinium myrtillus L), anggur merah (red wine), dan anggur
(Budiasih,
2017). Kadar antosianin yang terkandung pada bunga telang 5,4 mmol/mg bunga. Beberapa
negara yang telah menggunakan bunga telang dalam berbagai produk makanan dan
minuman antara lain, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Dalam industri pangan, antosianin
berfungsi sebagai pewarna makanan dan minuman alami dalam bentuk bubuk kering atau
konsentrasi pekat (Priska dkk., 2018). Hal ini disebabkan karena warna yang dihasilkan
antosianin menarik
perhatian. Berberapa industri makanan dan minuman yg menggunakan antosianin antara lain
industri ice cream, selai, santan, agar-agar, karbonara, bihun, muffin, dan yogurt.

Namun demikian, produksi antosianin sebagai zat pewarna alami masih belum
maksimal. Antosianin mudah terdegradasi oleh suhu, pH dan cahaya. Beberapa penelitian
mengenai optimasi ekstraksi zat antosianin pada bunga telang telah dilakukan, diantaranya
ekstraksi metode maserasi selama 180 menit menghasilkan yield sebesar 142,02 mg/L
(Fanany,
2020), ekstraksi menggunakan pelarut akuades dan asam tartarat didapatkan yield sebesar
0,82 mg/ml (Anggraini, 2019), ekstraksi menggunakan pelarut akuades didapatkan yield
sebesar
10,42 mg/L (Kusrini dkk., 2017), ekstraksi dengan perbandingan 15:500 (gram:ml) pada
suhu
60 oC menghasilkan yield sebesar 6,35 mg/L (Zussiva dkk, 2012), ekstraksi menggunakan
pengadukan 500 rpm, suhu 50 oC selama 150 menit menghasilkan nilai absorbansi 0,319
(Mastuti dkk, 2013). Penelitian sebelumnya belum menunjukkan kondisi operasi optimum
dari proses ekstraksi zat antosianin dari bunga telang. Selain itu belum ada penelitian
yang menunjukkan pengaruh kadar air bahan baku dan suhu maserasi terhadap ekstrak zat
antosianin, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai “Pengaruh lama waktu
pengeringan dan suhu maserasi terhadap kandungan antosianin pada bunga telang (Clitoria
ternatea L.)”.

1.2 Rumusan Masalah


Dari uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh lama waktu pengeringan terhadap yield antosianin?
2. Bagaimana pegaruh suhu maserasi terhadap yield antosianin?
3. Bagaimana interaksi lama waktu pengeringan dan suhu maserasi terhadap
yield antosianin?
1.3 Hipotesa
1. Semakin lama waktu pengeringan, semakin kecil yield antosianin yang dihasilkan
2. Semakin tinggi suhu maserasi, semakin kecil yield antosianin yang dihasilkan
3. Semakin lama waktu pegeringan dan semakin tinggi suhu maserasi, semakin
kecil yield antosianin yang dihasilkan
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh lama waktu pengeringan terhadap yield antosianin.
2. Mengetahui pengaruh suhu maserasi terhadap yield antosianin
3. Mengetahui interaksi lama waktu pengeringan dan suhu maserasi terhadap
yield antosianin.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bunga Telang (Clitoria ternatea L.)


Clitoria ternatea atau yang biasa disebut bunga telang merupakan tumbuhan
merambat yang biasa ditemukan di pekarangan sebagai tanaman hias ataupun di tepi hutan.
Di Indonesia, bunga telang (Clitoria ternatea) memiliki banyak sebutan yang berbeda-beda
dari setiap daerah seperti di Sumatra sering disebut bunga biru, bunga telang, bunga
kelentit, di Jawa sering disebut kembang teleng, menteleng. Tumbuhan ini merupakan
anggota suku polong-polongan yang berasal dari Asia. Bunga telang (Clitoria ternatea)
termasuk dalam suku Papilionaceae atau Febaceae (polong-polongan) (Dalimartha, 2008).
Adapun klasifikasi tumbuhan telang dikutip dari Budiasih (2017) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisio


: Tracheophyta Sub Divisio :
Angiospermae Classis :
Mangnoliopsida Ordo :
Fabales
Family : Fabacea Genus
: Clitoria L Species :
Clitoria ternatea

Gambar 2.1 Bunga telang


Kandungan kimia yang terdapat pada mahkota bunga telang dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1. Kadar senyawa aktif pada mahkota bunga telang
Senyawa Konsentrasi (mmo l/mg bunga)
Flavonoid 20,07 ± 0,55
Antosianin 5,40 ± 0,23
Flavonol glikosida 14,66 ± 0,33
Kaempferol glikosida 12,71 ±0,46
Quersetin glikosida 1,92 ± 0,12
Mirisetin glikosida 0,04 ± 0,01
Sumber : Kazuma (2003)
Bunga telang sering dimanfaatkan sebagai tanaman obat dan pewarna makanan
ataupun minuman. Potensi farmakologi bahan aktif pada bunga telang antara lain sebagai
anti kanker

anti inflamasi, anti bakteri, antioksidan, analgesik, antiparasit dan antisida, antihistamin, anti
diabetes, immunomodulator, dan berpotensi juga dalam sistem saraf (Budiasih, 2017).
2.2 Antosianin
Antosianin adalah kelompok besar pigmen tanaman yang berwarna merah-biru.
Warna antosianin tergantung pada struktur dan juga pada keasaman buah. Antosianin
merupakan salah satu kelompok pigmen utama pada tanaman. Antosianin merupakan
turunan struktur aromatik tunggal yaitu sianidin dan terbentuk dari pigmen sianidin dengan
adanya penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi, dan glikosilasi. Antosianin
memiliki kemampuan untuk bereaksi baik dengan asam maupun dengan basa, dalam media
asam antosianin berwarna merah sedangkan dalam media basa berwarna ungu dan biru
(Apriandi, 2003).

Saat ini terdapat 700 jenis antosianin yang didapatkan dari berbagai jenis tanaman.
Beberapa jenis antosianin yang memiliki peranan penting dalam bidang pangan antara lain
pelargonidin, sianidin, peonidin, delfinidin, malvidin, petunidin, dan glikosida-glikosida
antosianidin. Selain itu, terdapat dua jenis antosianin yang biasa digunakan sebagai senyawa
referensi yaitu turunan sianidin dan peonidin. Secara kimia, antosianin merupakan turunan
dari suatu struktur aromatic yaitu sianidin, namun memiliki perbedaan pada ikatan antara
gugus R3’ dan R5’, sementara itu R merupakan jenis glikon (gugus gula) (Priska dkk, 2018).

Antosianin merupakan senyawa yang bersifat hidrofilik sehingga mempermudah


antosianin untuk larut dalam air. Antosianin juga dapat terlarut dalam pelarut organik seperti
etanol, methanol, aseton, dan kloroform. Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh
kondisi pelarut, tingkat kestabilan antosianin pada pelarut dengan pH netral (pH = 7) dapat
dicapai dengan menambahkan asam-asam organik seperti asam asetat, asam sitrat, asam
askorbat, asam

Antosianin merupakan senyawa yang bersifat hidrofilik sehingga mempermudah antosianin


untuk larut dalam air. Antosianin juga dapat terlarut dalam pelarut organik seperti etanol,
methanol, aseton, dan kloroform. Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh kondisi pelarut,
tingkat kestabilan antosianin pada pelarut dengan pH netral (pH = 7) dapat dicapai dengan
menambahkan asam-asam organik seperti asam asetat, asam sitrat, asam askorbat, asam
butirat, asam malat, asam tartarat, ataupun asam klorida. Penambahan asam lemah akan
mempengaruhi warna antosianin, pada pH = 3 warna merah pada antosianin akan memudar,
pada pH = 4 antosianin akan berwarna merah keunguan, pada pH = 5-6 antosianin akan
berwarna ungu, dan pada pH = 7 akan berwarna ungu biru (Priska dkk, 2018). Antosianin
memiliki struktur cincin aromatik yang berisi komponen polar dan residu glikosil sehingga
menghasilkan molekul polar. Antosianin akan lebih mudah terlarut dalam air dibandingkan
dengan pelarut non-polar, karena air memiliki sifat polar. Antosianin stabil pada suhu 50 oC,
memiliki berat molekul 207,08 gram/mol, rumus molekul C15H11O, rentan terhadap cahaya
dan terdegradasi pada suhu diatas 70 oC (Talavera dkk., 2004). Selain faktor suhu, terdapat
beberapa factor lain yang dapat mempengaruhi kestabilan/kesetimbangan antosianin antara
lain banyaknya intesitas cahaya yang berkontak dengan antosianin, suhu, kopigment, ion
logam, oksigen, enzim, konsentrasi, dan tekanan. Apabila terdapat ketidaksesuaian pada
faktor-faktor diatas akan mengakibatkan degradasi pada antosianin. Degradasi pada antosianin
terjadi ketika terjadi hidrolisis pada ikatan glikosidik dan cincin aglikon, sehingga aglikon-
aglikon tersebut akan menjadi labil dan akan membuat senyawa antosianin menjadi tidak
berwarna (Priska dkk, 2018)
butirat, asam malat, asam tartarat, ataupun asam klorida. Penambahan asam lemah
akan mempengaruhi warna antosianin, pada pH = 3 warna merah pada antosianin akan
memudar, pada pH = 4 antosianin akan berwarna merah keunguan, pada pH = 5-6 antosianin
akan berwarna ungu, dan pada pH = 7 akan berwarna ungu biru (Priska dkk, 2018).
Antosianin memiliki struktur cincin aromatik yang berisi komponen polar dan
residu glikosil sehingga menghasilkan molekul polar. Antosianin akan lebih mudah terlarut
dalam air dibandingkan dengan pelarut non-polar, karena air memiliki sifat polar. Antosianin
stabil pada suhu 50 oC, memiliki berat molekul 207,08 gram/mol, rumus molekul
C15H11O, rentan terhadap cahaya dan terdegradasi pada suhu diatas 70 oC (Talavera dkk.,
2004). Selain faktor suhu, terdapat beberapa factor lain yang dapat mempengaruhi
kestabilan/kesetimbangan antosianin antara lain banyaknya intesitas cahaya yang
berkontak dengan antosianin, suhu, kopigment, ion logam, oksigen, enzim,
konsentrasi, dan tekanan. Apabila terdapat ketidaksesuaian pada faktor-faktor diatas
akan mengakibatkan degradasi pada antosianin. Degradasi pada antosianin terjadi ketika
terjadi hidrolisis pada ikatan glikosidik dan cincin aglikon, sehingga aglikon-aglikon tersebut
akan menjadi labil dan akan membuat senyawa antosianin menjadi tidak berwarna (Priska
dkk, 2018).

Tabel 2.4 Faktor yang mempengaruhi stabilitas


antosianin
Faktor Keterangan
pH Pada pH asam, kondisi paling berwarna (stabil) akan tercapai
O2 dan Akan mengoksidasi antosianin sehingga membuat antosianin tidak
H2O2 berwarna
Suhu Semakin tinggi kenaikan suhu, antosianin terdegradasi
Cahaya Antosianin terdegradasi bila kontak dengan cahaya lampu ataupun cahaya
matahari
Sumber : Priska dkk, 2018
3.

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Bahan
Bahan penelitian berupa bunga telang Clitoria ternatea, NaOH 0,1N, buffer asam
sitrat,
aquadest, dan HCL 0,1 N.
3.2 Ekstraksi

Sampel sebanyak 15 gram dilarutkan kedalam 500 ml aquadest. Sampel di beri


perlakuan terlebih dahulu kemudian di maserasi sesuai perlakuan. Kemudian di analisa.
3.3 Pengukuran Kadar Air
Pengukuran kadar air sampel menggunakan alat moisture contain merk Shimadzu
Japan yang secara otomatis mengukur kadar air. Metode ini lebih efisien daripada metode
termogravimetri konvensional. Sampel teh wangi kering diletakkan pada cawan penampung
sebanyak 2 gram, kemudian tekan tombol Start, alat akan berjalan mendeteksi kadar
air menggunakan suhu 105 oC. Setelah proses pembacaan selesai ± 30 menit, catat kadar air
yang tertampil pada layar, kemudian tekan Stop tunggu suhu turun terlebih dahulu ketika
akan mengganti sampel berikutnya.
3.4 Kurva Kalibrasi
Kurva kalibrasi dibuat untuk menghitung jumlah antosianin hasil ekstraksi
secara spektrofotometri. Pembuatan kurva diawali dengan pembuatan larutan antosianin
standar dengan konsentrasi 1,2,3,4,5,6,7,8,9 dan 10 mg/L (ppm). Kemudian setiap
konsentrasi ditera absorbansinya menggunakan spekrofotometri dengan panjang gelombang
574 (Zussiva dkk,
2012).
3.5 Analisa Kuantitatif Antosianin Menggunakan Spektrofotometri
Analisa menggunakan spektrofotometri dengan panjang gelombang 574 dan
dinyatakansebagai total antosianin. Sebanyak 0,1 ml ekstrak bunga telang diencerkan
dengan aquadest-asam asetat 3,5ml. Kemudian dihomogenkan pada labu ukur 10 ml, lalu
dimasukkan pada kuvet 3 ml dan di tera dengan panjang gelombang 574. Analisa diulangi
sebanyak 3 kali.
3.6 Rancangan Percobaan
RancanganPercobaan yang digunakan merupakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
faktorial dengan dua faktor. Setiap analisa menggunakan pengulangan sebanyak 3 kali.
A. Lama Waktu Pengeringan (bawah sinar
matahari) A1. 0 hari
A2. 1 hari
A3. 2 hari
B. Suhu Maserasi
B1. 50 oC
B2. 55 oC
B3. 60 oC

3.7 Analisa Data


Data dianalisa menggunakan aplikasi SPSS dan untuk menentukan parameter terbaik
dan sampel yang paling dominan diantara sampel lain hasil penelitian akan diolah
menggunakan PCA (Principal Component Analysis) menggunakaan perangkat lunak SPSS 22
DAFTAR PUSTAKA

Angriani L. 2019. Potensi Ekstrak Bunga Telang (Clitoria ternatea) sebagai Pewarna Alami
Lokal Pada Berbagai Industri Pangan. E-ISSN: 2621-9468.
Apriandi, A. 2003. Aktivitas Antioksidan Dan Komponen Bioaktif Keong Ipong-Ipong.Bogor.
ITB.
Budiasih K.S. 2017. Kajian Potensi Farmakologis Bunga Telang (Clitoria ternatea).
Dalimartha, S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. , Jilid 5.86-87,Jakarta, Wisma
Hijau.
Diakses
dari https://books.google.co.id/books?
hl=idlr=&id=vmrbQE4jfYcC&o i=fnd&pg=PR5&dq
=At las+Tumbuhan+Obat+Indonesia diakses 25 Januari 2021 pukul 10.00 WIB
Fanany, M.R. 2020. Ekstraksi Antosianin Dari Bunga Telang (Clitoria Ternatea L.)
Dengan Metode Maserasi. Laporan tugas akhir. Program studi Teknik Kimia.
Fakultas Teknologi Industri. Universtas Pertamina : Jakarta.
Istiqomah dan Fakhrinanda. 2019. Optimasi Ekstraksi Kurkuminoid Menggunakan
Natural Deep Eutectic Solvent (NADES) dari Curcuma zeodaria Secara Batch
dengan Metode Response Surface Methodology (RSM).
Kazuma K, Noda N, Suzuki M. 2003. Flavonoid composition related to petal
color in different linesof Clitoria ternatea, Phytochem. 64(6):1133-1139.

Kusrini E., Tristantini D., dan Izza N. 2017. Uji Aktifitas Ekstrak Bunga Telang
(Clitoria ternatea L.) Sebagai Agen Anti-Katarak. 2(1): 30-36.
Mastuti E., Godeliva F., Yohanes A. 2013. Ekstraksi dan uji kestabilan warna
pigmen antosianin dari bunga telang (Clitoria ternatea L.) sebagai bahan pewarna
makanan. Simposium nasional RAPI XII. ISSN 1412-9612.
Nugraheni, M. 2013. Pewarna Alami : Sumber Dan Aplikasinya Pada Makanan Dan
Kesehatan.Graha Ilmu; Yogyakarta.
Priska M., Peni N., Carvallo L., dan Ngapa Y.D. 2018. Review: Antosianin dan
Pemanfaatannya. Cakra kimia Vol 6(2).
Talavera, S., Felgine, C., dan Texier, O. 2004. bioavailability of a Bilberry
Antocyanin Extract and it’s impact on plasma antioxidant capacity in rats, Institut
National De La Recherche Agronomique de Clermont-Ferrand/Theix Saint-Genes
Champanelle, France, Journal of The Science of Food of Agriculture (2005).
Zussiva A., Laurent B.K., dan Budiyati C.S. 2012. Ekstraksi dan Analisis Zat Warna Biru
(Anthosianin) dari Bunga Telang (Clitoria ternatea) sebagai Pewarna Alami. 356-
365.
Kusrini E., Tristantini D., dan Izza N. 2017. Uji Aktifitas Ekstrak Bunga Telang
(Clitoria ternatea L.) Sebagai Agen Anti-Katarak. 2(1): 30-36.
Mastuti E., Godeliva F., Yohanes A. 2013. Ekstraksi dan uji kestabilan warna
pigmen antosianin dari bunga telang (Clitoria ternatea L.) sebagai bahan pewarna
makanan. Simposium nasional RAPI XII. ISSN 1412-9612.
Nugraheni, M. 2013. Pewarna Alami : Sumber Dan Aplikasinya Pada Makanan Dan
Kesehatan.Graha Ilmu; Yogyakarta.
Priska M., Peni N., Carvallo L., dan Ngapa Y.D. 2018. Review: Antosianin dan
Pemanfaatannya. Cakra kimia Vol 6(2).
Talavera, S., Felgine, C., dan Texier, O. 2004. bioavailability of a Bilberry
Antocyanin Extract and it’s impact on plasma antioxidant capacity in rats, Institut
National De La Recherche Agronomique de Clermont-Ferrand/Theix Saint-Genes
Champanelle, France, Journal of The Science of Food of Agriculture (2005).
Zussiva A., Laurent B.K., dan Budiyati C.S. 2012. Ekstraksi dan Analisis Zat Warna Biru
(Anthosianin) dari Bunga Telang (Clitoria ternatea) sebagai Pewarna Alami. 356-
365.

Anda mungkin juga menyukai