TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Mentha piperita
2.1.1 Taksonomi Tanaman Mentha piperita
Genus Mentha temasuk dalam famili Lamiaceae yang dikenal sebagai
penghasil minyak mint. Minyak mint banyak digunakan sebagai bahan baku
dalam industri makanan, farmasi dan kosmetik. Salah satu tanaman dari genus
Mentha adalah Mentha piperita yang merupakan tanaman hasil persilangan antara
Spearmint (Mentha spicata) dan Watermint (Mentha aquatica). Adapun
taksonomi Mentha piperita sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Mentha L.
Spesies : Mentha piperita L.
(Plant.usda.gov)
4
5
atau melekat pada pangkal kepala sari, tangkai putik berbentuk benang, kepala
putik kecil, hiasan bunga panjang 2,5-3,5, tabung pendek, ujung tajuk melebar,
jingga atau merah. Buah kotak, panjang 14-22 cm, berkatup, hijau keputih-
putihan. Biji kecil, hitam. Akar serabut, kuning (Perpustkaan.pom.go.id).
tetap jika dipanaskan pada suhu 65˚C dalam waktu kurang dari 15 menit. Waktu
pemanasan yang lama dan suhu yang meningkat akan mengakibatkan aktivitas
Aloe vera berkurang secara signifikan (Ramachandra dan Srinivasa, 2008).
2.3 Antibakteri
2.3.1 Mekanisme Kerja Antibakteri
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh mikroba, terutama fungi yang
dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain. Antibiotik
juga dapat dibuat secara sintesis. Prinsip penggunaan antibiotik didasarkan pada
dua pertimbangan utama yaitu penyebab infeksi dan faktor pasien. Dimana
pemberian antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi dan uji
kepekaan kuman. Namun dalam praktek sehari-hari, tidak mungkin melakukan
pemeriksaan secara mikrobiologi untuk setiap pasien yang dicurigai menderita
suatu infeksi. Pemberian antibiotik tanpa pemeriksaan mikrobiologis dapat
didasarkan pada educated guess. Diantara faktor pasien yang perlu diperhatikan
dalam pemberian antibiotik antara lain riwayat alergi, daya tahan terhadap infeksi
(status imunologis), fungsi ginjal dan hati serta beratnya infeksi.
Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri, antibiotik
dikelompokkam sebagai berikut (Stinger, 2006):
(1) Inhibitor sintesis dinding sel bakteri, dinding sel bakteri terdiri dari
peptidoglikan yaitu komponen utama yang memberi bentuk dan kekakuan
pada bakteri. Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah penisilin.
Oleh karena tekanan osmotik dalam sel kuman lebih tinggi daripada di
luar sel maka kerusakan dinding sel akan menyebabkan terjadinya lisis.
(2) Inhibitor sintesis protein bakteri, obat yang termasuk dalam kelompok ini
adalah golongan aminoglikosida, makrolida, tetrasiklin dan
kloramfenikol. Untuk kelangsungan hidupnya, sel bakteri perlu
mensinteis berbagai protein. Sintesis protein belangsung di ribosom
dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas dua
sub unit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai
ribosom 30S dan 50S yang berfungsi pada sintesis protein, kedua
komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom
70S.
(3) Mengubah permeabilitas membran sel bakteri, antibakteri dapat merusak
membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel
bakteri. Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai
11
komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat,
nukleotida dan lain-lain. Contohnya ammonium kuartener.
(4) Antibakteri yang menghambat metabolisme sel mikroba, bakteri
membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Bakteri harus
mesintesis sendiri asam folat dari asam para amino benzoat (PABA) .
Apabila sulfonamida atau sulfon bersaing dengan PABA untuk
diikutsertakan dalam pembentukan asam folat, maka terbentuk analog
asam folat yang non fungsional. Akibatnya kehidupan bakteri akan
terganggu. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik.
(5) Antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat sel bakteri,
antibakteri yang temasuk dalam kelompok ini adalah rifampisin dan
golongan kuinolon. Rifampisin berikatan dengan enzim polimerase-RNA
(pada sub unit), sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh
enzim tersebut.
2.4 Kulit
2.5 Krim
2.5.1 Definisi Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes
RI, 2014). Krim merupakan sediaan tipe emulsi dimana dua cairan yang tidak
saling bercampur, seperti minyak dan air, dibuat menjadi dispersi yang stabil
dengan mendispersikan fase terdispersi melalui fase lain yang bertindak sebagai
medium pendispersi. Dispersi ini bersifat tidak stabil sehingga dibutuhkan suatu
emulgator agar dihasilkan suatu emulasi yang stabil. Semua emulgator berkerja
dengan membentuk lapisan (film) disekeliling butir-butir tetesan terdispersi dan
film ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan
dispers sebagai fase terpisah (Anief, 2008).
fase air. Sedangkan untuk produk air dalam minyak, yang ditambahkan adalah
fase air ke dalam fase minyak. Pengadukan harus terus dilakukan tanpa adanya
udara. Jangan mempercepat proses pendinginan karena dapat menghasilkan
produk yang buruk (Marriot et al., 2010).
(5) Propilenglikol
Sinonim : Metil glikol, metil etilen glikol, propilenglikolum
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berbau dan tidak
berwarna
Kelarutan : Larut dalam aseton, kloform, etanol (95%),
gliserin dan air; tidak larut dalam minyak mineral
dan minyak menguap
Titik lebur : 59˚C
Penggunaan : Prolilen glikol dapat digunakan sebagai humektan
(~ 15%), pengawet (15-30%) dan solven atau
kosolven (5-80%)
Inkompatibilitas : Propilen glikol inkompaktibilitas dengan oksidator
seperti potasium permanganat (Rowe et al., 2009).
(6) Propylparaben
Sinonim : Nipasol, propagin, propil butex, aseptoform
Pemerian : Serbuk putih, tidak berbau dan tidak berasa
Kelarutan : Larut dalam aseton, eter dan minyak
Penggunaan : Propylparaben banyak digunakan sebagai
pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk
makanan dan formulasi farmasi. Propylparaben
dapat digunakan sendiri sebagai pengawet atau
dapat dikombinasikan dengan paraben atau dengan
agen antimikroba lainnya. Rentang konsentrasi
penggunaan propylparaben sebagai pengawet
antimikroba dalam sediaan topikal adalah 0,01-
06,%
Inkompatibilitas : Magnesium aluminum silikat, magnesium trisilikat
dapat menurunkan aktivitas nipasol sebagai
pengawet (Rowe et al., 2009).
19
(7) Methylparaben
Sinonim : Nipagin, metil kemosept, matil ρ- hidroksibenzoat
Pemerian : Serbuk tidak berwarna atau putih dan tidak berbau
Kelarutan : Larut dalam air dan etanol; tidak larut dalam
minyak
Penggunaan : Metil paraben dalam formulasi farmasetika,
produk makanan, dan terutama dalam kosmetik
biasanya digunakan sebgai bahan pengawet. Bahan
ini dapat digunakan sendiri maupun kombinasi
dengan jenis paraben lain. Dalam sediaan topikal,
konsentrasi yang umum digunakan adalah 0,02-
0,3%
Inkompatibilitas : Inkompatibilitas dengan bentonit, magnesium
trisilikat, talk, tragakan, sodium alginat dan
sorbitol (Rowe et al., 2009).
(8) BHT
Sinonim : Agidol, Butil hidroksitoluena, Dalpak, Topanol
Pemerian : Serbuk putih atau kuning pucat, bebau samar
seperti fenolik
Kelarutan : Praktis tidak larut air, gliserin; larut dalam aseton,
benzen, etanol (95%), eter, metanol dan minyak
mineral
Titik lebur : 70˚C
Penggunaan : Butylated Hydroxytoluene digunakan sebagai
antioksidan dalam kosmetik, makanan, dan obat-
obatan. Terutama digunakan untuk mencegah
ketengikan oksidatif lemak dan minyak yang dapat
menyebabkan hilangnya aktivitas vitamin yang
terlarut dalam minyak. Rentang konsentrasi
penggunaan Butylated Hydroxytoluene sebagai
antioksidan dalam sediaan topikal adalah 0,0075-
0,1%
20
(9) BHA
Sinonim : Butylated Hydroxyanisole, Nipanox BHA
Pemerian : Serbuk putih atau kuning pucat, bebau aromatik
Kelarutan : Praktis tidak larut air; larut dalam metanol,
propilen glikol
Titik lebur : 47˚C
Penggunaan : Butylated Hydroxyanisole digunakan sebagai
antioksidan dalam kosmetik, makanan, dan obat-
obatan.Rentang konsentrasi penggunaan Butylated
Hydroxyanisole sebagai antioksidan dalam sediaan
topikal adalah 0,005-0,02%
Inkompatibilitas : Inkompatibilitas dengan oksidator (Rowe et al.,
2009).
(10) Na-EDTA
Sinonim : Edetate sodium, edetic acid tetrasodium salt
Pemerian : Serbuk putih
Kelarutan : Larut dalam air
Penggunaan : Na-EDTA digunakan sebagai Chelating agent
dalam kosmetik, makanan, dan obat-obatan.
Rentang konsentrasi penggunaan Na-EDTA
sebagai Chelating agent adalah 0,01-0,1%.
Inkompatibilitas : Inkompatibilitas dengan oksidator kuat (Rowe et
al., 2009).
21