Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis
Mycobacterium

adalah

penyakit

tuberculosis dengan

infeksi
gejala

yang

disebabkan

bervariasi.

Tidak

oleh
hanya

Mycobacterium tuberculosis yang dapat menginfeksi, namun Mycobacterium


bovis dan Mycobacterium africanum yang ketiganya merupakan anggota ordo
Actinomisetales dan famili Microbacteriasese. Tempat masuk kuman ini
adalah melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada
kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi
droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari
orang yang terinfeksi (Amin, 2006; Mudihardi, 2005)
Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia
setelah China dan India. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110/100.000
penduduk. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%.
Sedangkan angka prevalensi TB di antara tahun 1979-1982 di Jawa Tengah
adalah 0,13% dari jumlah penduduk sebesar 26,2 juta kepala. (Amin, 2006)
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat
ini TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. TB
dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena kurang lebih
1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh Mycobacterium tuberkulosis. Sebagian
besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara-negara
yang sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif
yaitu 15-50 tahun. (Amin, 2006)
1.2 Tujuan
Dalam membuat makalah ini penyusun bertujuan untuk :
1. Mengetahui etiologi, klasifikasi, patofiosiologi serta gejala umum dari
infeksi tuberculosis
2. Mengetahui diagnosa, manifestasi klinik dan penatalaksanaan dari suatu
kasus infeksi tuberculosis
1.3 Rumusan masalah
1

Penyusun dapat merumuskan masalah, sebagai berikut:


1. Apakah etiologi, klasifikasi, patofiosiologi serta gejala umum dari infeksi
tuberculosis?
2. Bagaimana diagnosa, manifestasi klinik dan penatalaksanaan dari suatu
kasus infeksi tuberculosis?
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah penulis dan pembaca mengetahui
serta memahami farmakoterapi dari infeksi Mycobacterium tuberculosis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Pengertian Tuberculosis

TB atau istilah dalam medisnya yaitu TBC adalah salah satu penyakit
infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh infeksi dari bakteri
Mikrobacterium Tuberkulosa. Pada umumnya penyakit TBC ini dapat menular
melalui udara, dan biasanya bakteri Mikrobacterium Tuberkulosa ini terbawa
pada saat penderita TBC tersebut batuk lalu mengeluarkan dahak. Bahaya dari
penyakit TBC ini yaitu, apabila bakteri tersebut selalu masuk dan berkumpul
di dalam paru-paru, maka kemungkinan besar bakteri ini akan berkembang
biak dengan cepat, apalagi jika seseorang yang mempunyai daya tahan tubuh
(imun) yang rendah akan lebih rentan terkena penyakit TBC.
Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (imun) yang sangat baik,
bentuk tuberkel ini akan tetap dan tidak akan berkembag biak. Lain halnya
pada orang yang memilki sistem kekebelan tubuh (Imun) yang kurang atau
rendah, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel akan
bertambah banyak. Sehingga tuberkel yang banyak ini akan berkumpul dan
membentuk sebuah ruang di dalam rongga paru-paru, ruang inilah yang
nantinya akan menjadi sumber produksi sputum (riakataudahak). Maka orang
yang rongga paru-parunya memproduksi sputum dan didapati mikroba
tuberkulosa disebut sedang mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif
terinfeksi penyakit TBC.
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki,
perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia
bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000
kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia
adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. Survei prevalensi
TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan
bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 0,65%. Sedangkan
menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO
pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000
kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan
merupakan kasus baru.

2.2 Klasifikasi Penyakit Tuberculosis

1. TBC Paru
Tuberculosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk

pleura

(selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC paru dibagi


dalam:
TBC Paru BTA (+)
TBC ParuBTA (-)
2. TBC Ekstra Paru
Tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru misalnya:
pleura (selaput paru), selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
lymfe, tulang, persendihan, kuilit, usus, ginjal, saluran kemih, alat
kelamin, dan lain-lain. Berdasarkan tingkat kepercayaannya, TBC Ekstra

Paru dibagi menjadi 2 yaitu:


TBC EkstraParuRingan
Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudative unilateral, tulang

(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.


TBC Ekstra Paru Berat
Misalnya : Meningitis, Perikarditis, peritonitis, TB tulang belakang,
TB usus, TB saluran Kemih dan alat kelamin.

Sedangkan berdasarkan riwayat pengobatan penderita, dapat digolongkan atas


tipe; kasus baru, kambuh, pindahan, lalai, gagal dan kronis.

KasusBaru Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau

sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosisharian).
Kambuh (Relaps) adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA

positif.
Pindahan (Transfer In)

adalah penderita yang sedang mendapat

pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat


kekabupaten ini. Penderita pindahan tarsebut harus membawa surat

rujukan / pindah (Form TB. 09).


Lalai (Pengobatansetelah default/drop-out)

adalah penderita yang

sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih,
kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau lebih; atau penderita dengan hasil BTA negatif Rontgen

positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan.


Kronis adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2.

2.3 PenyebabTuberkulosis
Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) disebabkan oleh kuman TBC
(Mycobacterium tuberculosis) yang sebagian kuman TBC menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain. Kuman ini berbentuk batang,
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh
karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat
mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa
jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. TBC merupakan salah satu
penyakit yang masih menjadi perhatian di dunia. Mengapa tidak, karena
sampai saat ini, belum ada satu negara pun yang dapat terbebas dari penyakit
TBC.

2.4 Patofisiologi Tuberkulosis:


1. Infeksi primer diinisiasi oleh implantasi organisme di alveolar melalui
droplet nuclei yang sangat kecil (1-5 mm) untuk menghindarisel epithelial
siliari dari saluran pernafasan atas. Bila terimplatasi M. tuberculosis
melalui saluran napas, mikroorganisme akan membelah diri dan dicerna
oleh makrofag pulmoner, dimana pembelahan diri akan terus berlangsung,
walaupun lebih pelan. Nekrosis jaringan dan klasifikasi pada daerah yang
terinfeksi dan nodus limfe regional dapat terjadi, menghasilkan
pembentukan radiodense area menjadi kompleks Ghon.
2. Makrofag yang teraktivasi dalam jumlah besar akan mengelilingi daerah
yang ditumbuhi M. tuberculosis yang padat seperti keju (daerah nekrotik)
sebagai bagian dari imunitas yang dimediasi oleh sel. Hipersensitivitas tipe

tertunda juga berkembang melalui aktivasi dan perbanyakan limfosit T.


Makrofag membentuk granuloma yang mengandung organisme.
3. Keberhasilan dalam menghambat pertumbuhan. M. Tuberculosis
membutuhkan aktivasi dari limfosit CD4 subset, yang dikenal sebagai sel
Tb-1, yang mengaktivasi makrofag melalui sekresi dari interferon g.
4. Sekitar 90% pasien yang pernah menderita penyakit primer tidak memiliki
manifestasi klinik lain selain uji kulit yang positif dengan atau tanpa
kombinasi dengan adanya granuloma stabil yang diperoleh dari hasil
radiografi.
5. Sekitar 5% pasien (biasanya anak-anak, orang tua, atau penurunan system
imun) mengalami penyakit primer yang berkembang pada daerah infeksi
primer (biasanya lobis paling bawah) dan lebih sering dengan diseminasi,
menyebabkan terjadinya infeksi meningitis dan biasanya juga melibatkan
lobus paru-paru paling atas.
6. Sekitar 10% dari pasien mengalami reaktivasi, terjadi penyebaran
organisme melalui darah.
7. Biasanya penyebaran organisme melalui darah ini menyebabkan
pertumbuhan cepat, penyebaran penyakit secara luas dan pembentukan
granuloma dikenal sebagai tuberculosis miliari.
2.5 Stadium Tuberkulosis:
1. Kelas 0
Tidak ada jangkitan tuberculosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat
terpapar, reaksi terhadap tes kulit tuberculin tidak bermakna).
2. Kelas 1
Terpapar tuberculosis, tidak ada bukti terinfeksi (riwayat pemaparan,
reaksites tuberculosis tidak bermakna)
3. Kelas 2
Ada infeksi tuberculosis, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberculin
bermakna, pemeriksa bakteri negatif, tidak bukti klinik maupun
radiografik).
Status kemoterapi (pencegahan):
Tidakada
Dalam pengobatan kemoterapi
Komplit (seri pengobatan dalam memakai resep dokter)
Tidak komplit
4. Kelas 3
Tuberkulosis saat ini sedang sakit (Mycobacterium tuberculosis ada dalam
biakan, selain itu reaksi kulit tuberculin bermakna dan atau bukti
6

radiografik tentang adanya penyakit). Lokasi penyakit: paru, pleura,


limfatik, tulang dan/atau sendi, kemih kelamin, diseminata (milier),
meningeal, peritoneal dan lain-lain.
Status bakteriologis:
a. Positifdengan:
Mikroskop saja
Biakan saja
Mikroskop dan biakan
b. Negatif dengan:
Tidak dikerjakan
5. Kelas 4
Tuberkulosis saat ini tidak sedang menderita penyakit (ada riwayat
mendapat pengobatan pencegahan tuberculosis atau adanya temuan
radiografik yang stabil pada orang yang reaksi tes kulit tuberkulinya
bermakna, pemeriksaan bakteriologis, bila dilakukan negative. Tidak ada
bukti klinik tentang adanya penyakit pada saat ini).
Status kemoterapi:
a. Tidak mendapat kemoterapi
b. Dalam pengobatan kemoterapi
c. Komplit
d. Tidak komplit
6. Kelas 5
Orang dicurigai mendapatkan tuberculosis (diagnose ditunda)
Kasus kemoterapi:
a. Tidak ada kemoterapi
b. Sedang dalam pengobatan kemoterapi
2.6 Gejala Umum Tuberkulosis:
1. Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman tbc
yang masuk.
2. Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif
(menghasilkan sputu). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus
dinding bronkus.
3. Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru.

4. Nyeri dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan
pleuritis)
5. Malaise
Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
2.7 Diagnosa
Diagnosis

tuberkulosis

dapat

ditegakkan

berdasarkan

gejala

klinik,

pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan


pemeriksaan penunjang lainnya
a. Pemeriksaan Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit
umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru
pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan
segmen posterior, serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan
jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma &
mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung
dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak,
pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada
sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah
bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis
tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut
dapat menjadi cold abscess
b. Pemeriksaan Bakteriologik
Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik

untuk

menemukan

kuman

tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan


diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal
dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus,

bilasan

lambung,

kurasan

bronkoalveolar

(bronchoalveolar

lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum

halus/BJH)
Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau
dengan cara:
o Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
o Dahak Pagi ( keesokan harinya )
o Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
Bahan

pemeriksaan/spesimen

dikumpulkan/ditampung

dalam

yang
pot

berbentuk
yang

bermulut

cairan
lebar,

berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah


pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat
dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke
laboratorium.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di
gelas objek atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat
ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke
dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan
telah tertulis identitas penderita yang sesuai dengan formulir permohonan
pemeriksaan laboratorium.
Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat
pelayanan penderita, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring
melalui jasa pos. Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas
saring:

Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat

bagian tengahnya
Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian

tengah dari kertas saring sebanyak + 1 ml


Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada
satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak

Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang

aman, misal di dalam dus


Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam

kantong plastik kecil


Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan

melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi


Di atas kantong plastik dituliskan nama penderita dan tanggal

pengambilan dahak
Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat
laboratorium.

c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain


Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH)
dapat dilakukan dengan cara

Mikroskopik
biakan

d. Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa

: pewarnaan Ziehl-Nielsen
pewarnaan Kinyoun Gabbett

Mikroskopik fluoresens

: pewarnaan auramin-rhodamin
(khususnya untuk screening)

Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dahak dipekatkan lebih dahulu
dengan cara sebagai berikut :

Masukkan dahak sebanyak 2 4 ml ke dalam tabung sentrifuge dan

tambahkan sama banyaknya larutan NaOH 4%


Kocoklah tabung tersebut selam 5 10 menit atau sampai dahak

mencair sempurna
Pusinglah tabung tersebut selama 15 30 menit pada 3000 rpm
Buanglah cairan atasnya dan tambahkan 1 tetes indicator fenolmerahpada sediment yang ada dalam tabung tersebut, warnanya
menjadi merah

10

Netralkan reaksi sedimen itu dengan berhati-hati meneteskan larutan


HCl 2n ke dalam tabung sampai tercapainya warna merah jambu ke

kuning-kuningan
Sedimen ini selanjutnya dipakai untuk membuat sediaan pulasan
(boleh juga dipakai untuk biakan M.tuberculosis )

lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah


bila :
2 kali positif, 1 kali negatif Mikroskopik positif
1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali , kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif Mikroskopik positif
bila 3 kali negatf Mikroskopik negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst atau
IUATLD
Catatan :
Bila terdapat fasiliti radiologik dan gambaran radiologik menunjukkan
tuberkulosis aktif, maka hasil pemeriksaan dahak 1 kali positif, 2 kali
negatif tidak perlu diulang.
e. Pemeriksaan biakan kuman:
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah
dengan cara :

Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)


Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis

pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga


Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi
MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya
pertumbuhan,

menggunakan

uji

nikotinamid,

uji

niasin

maupun

pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul

11

f. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto
lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CTScan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam

bentuk

(multiform)

Gambaran

radiologik

yang

dicurigai sebagai lesi TB aktif :

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus

atas paru dan segmen superior lobus bawah


Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak

berawan atau nodular


Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas


Kalsifikasi atau fibrotik
Kompleks ranke
Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura

Luluh Paru (Destroyed Lung ) :

Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru


yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru. Gambaran
radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan fibrosis
parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya

berdasarkan gambaran radiologik tersebut.


Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan
aktiviti proses penyakit

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) :

Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus
dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2)

dan tidak dijumpai kaviti


Lesi luas,
Bila proses lebih luas dari lesi minimal

12

g. Pemeriksaan Penunjang
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis
secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru
yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi
DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam
pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara
pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih
memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis
sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar
dan sesuai standar.
Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada
yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat
dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB
Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen
pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luar paru sesuai dengan
organ yang terlibat.
2. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:
a) Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat
mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang
terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah
kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.
b) Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM)
yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir
plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, dan bila
di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam
jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka
akan timbul perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi
dengan mudah
c) Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
13

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi
serologi yang terjadi
d) ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis)
adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis
dalam serum. Uji ICT tuberculosis merupakan uji diagnostik TB
yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran
sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5
antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada
membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung
dalam 1 garis) dismaping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa
sebanyak 30 l diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum
akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung
antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan
berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah
muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis
kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.
Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh,
para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang
mempengaruhi

kadar

antibodi

yang

terdeteksi.

Saat

ini

pemeriksaan serologi belum bisa dipakai sebagai pegangan untuk


diagnosis
3. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang
kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya
oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif
pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan
diagnosis.
4. Pemeriksaan Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan
diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis

14

tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta
pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa
rendah
5. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru
dengan trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy
(TTB), biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening
dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi
dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama pada
tuberkulosis ekstra paru Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila
pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru
memberikan hasil berupa granuloma dengan perkejuan
6. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan
kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator
tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik penderita,
sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan
penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan
penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa menggambarkan
biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu dalam keadaan supresi /
tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah
yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang
spesifik.
7. Uji tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di
daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan
prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai
alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini
akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang
dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang
didapat besar sekali atau bula. Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin
kadang negatif, terutama pada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika

15

awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan


kemudian. Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan
hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang analog dengan ; a)
reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target organ yang terkena
infeksi atau b) status respon imun individu yang tersedia bila
menghadapi agent dari basil tahan asam yang bersangkutan
(M.tuberculosis).

Alternatif 1:

16

Gambar...Alur diagnosis P2TB

17

Gambar... Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa


(Alternatif 2)

18

BAB III
CONTOH KASUS

Riwayat Penyakit Sekarang :


Seorang pasien, Jose Rodriguez, pria Hispanik (keturunan Spanyol) berusia 35
tahun yang dirujuk ke Unit Gawat Darurat di rumah sakit daerah di Chicago,
Illinois, dengan riwayat 3-4 minggu batuk produktif yang awalnya berupa sputum
kuning, tetapi sekarang disertai dengan adanya darah dalam dahak selama 3 hari
terakhir. Seiring dengan batuk, pasien juga mengeluh demam subyektif,
menggigil, berkeringat di malam hari, sesak napas, nyeri dada pleuritis, kelelahan,
dan berat badan turun yang tidak disengaja selama beberapa minggu terakhir.
Pasien dipindahkan ke Amerika Serikat dari Meksiko 4 tahun yang lalu dan barubaru ini belum berwisata.
Riwayat Medis :
Tidak ada.
Riwayat Keluarga :
Ibu mengidap diabetes dan hipertensi. Ayah meninggal karena infark miokard
(serangan jantung) enam bulan yang lalu
Riwayat Sosial :
Pasien merokok 10 pack per tahun tapi berhenti beberapa minggu lalu ketika
penyakit ini dimulai. Pasien menyangkal menggunakan narkoba, tetapi
melaporkan minum alkohol pada akhir pekan.
Pasien adalah seorang buruh dan saat ini bekerja untuk uang tunai pada proyek
konstruksi rumah baru dan kontak dengan pekerja lain yang dekat. Beberapa
rekan kerjanya baru-baru ini pindah ke Amerika Serikat dari Meksiko dan
memiliki gejala pernafasan serupa.
Pasien tidak memiliki asuransi kesehatan. Pasien sudah menikah dan tinggal
bersama istri dan anak kecil (2 tahun), yang saat ini tidak mengalami gejala sama.

19

Obat yang pernah dikonsumsi :


Antitusif OTC (obat batuk bebas), yang tak memberikan bantuan apapun
Alergi
Tidak ditemukan alergi dengan obat
Ulasan Mengenai Sistem
Pasien mengeluh batuk produktif disertai adanya darah pada dahak untuk
beberapa hari terakhir. Dia juga mengeluh sesak napas yang memburuk dengan
pengerahan tenaga, nyeri dada pleuritis, demam subyektif, menggigil, berkeringat
pada malam hari, kelelahan, dan berat badan turun selama beberapa minggu
terakhir.
Pemeriksaan Fisik

Penampilan secara umum : Agak kurus menunjukkan pria keturunan

Spanyol dengan gangguan pernapasan ringan


Tanda Vital
:
o Tekanan darah
: 131/70
o Denyut nadi
: 94
o Laju pernafasan
: 24
o Suhu
: 38,8 C
o Berat Badan
: 68 kg
o Tinggi badan
: 59 (kurang lebih 175 cm)
Kulit
: Tidak ada lesi
Kepala, mata, telinga, hidung, dan tenggorokan : PERRLA (Pupil Equal and
Round; Reactive to Light and Accomodation) atau (Pupil seimbang dan
bundar; reaktif terhadap cahaya dan akomodasi), EOMI (Extraocular
Movement Intact) atau Pergerakan ekstraokular masih utuh, tidak ada ikterus

skleral (skleral yang berwarna kuning)


Leher
: Lemas
Dada
: Bunyi nafas bronkial di RUL
Kardiovaskular
: Sedikit takikardia (denyut jantung yang lebih

cepat dari denyut jantung normal), tidak MRG (murmur/rub/gallop)


Perut
: Soft NTND (Nontender, nondistended); (+)
bowel sounds; tidak hepatosplenomegaly (pembengkakan hati dan limpa) or

tenderness (lembek)
Kaki dan Tangan

: No CCE, pulses 2+ throughout; full ROM


20

Saraf

: Alert & Oriented 3; Cranial Nerve IIXII

masih utuh; reflexes 2+, sensory and motor levels masih utuh.
Hasil Lab
Na 143 mEq/L

MCV 92 m3

K 3.7 mEq/L

MCHC 33 g/dL

Cl 106 mEq/L

WBC 11.3 103/mm3

CO2 22 mEq/L

Neutros 74%

BUN 21 mg/dL

Bands 8%

SCr 0.9 mg/dL

Lymphs 10%

Glu 101 mg/dL

Monos 8%

Hgb 11.6 g/dL

Bilirubin 0.6 mg/dL

Hct 34.8%

Alk phos 120 U/L

RBC 3.8 106/mm3

ALT 45 IU/L

Plt 269 103/mm3

AST 34IU/L

21

Hasil Uji PPD (Purified Protein Derivative) Kulit : belum keluar


Sputum AFB (Acid-Fast Bacilli) stain

: Numerous AFB

Berdasarkan ujinya, hasilnya positif basil tuberkel


Kultur Sputum AFB (Acid-Fast Bacilli)

: belum keluar

Uji Antibodi HIV (ELISA and Western Blot) : belum keluar


Radiologi
Chest XRay: lobus kanan atas berkonsolidasi and lesi kavitas

Hasilnya menunjukkan ada kavitas(plak) pada paru-paru


Chest CT: Focal airspace disease pada Lobus kanan atas, termasuk lesi kavitas
berukuran 3,5 3,5 cm. Lymphadenopathy hilus kanan, dengan lymphadenopathy
mediastinum tersebar. Tidak ada efusi pleura atau pneumotraks. Temuan ini
konsisten dengan infeksi tuberkulosis.

PEMBAHASAN KASUS
A. Diagnosa
Diagnosa pasien dapat ditegakkan melalui :
1. Gambaran klinis
a. Gejala Respiratorik
Dari penjelasan kasus dapat diketahui bahwa tuan Jose Rodriguez
mengalami gejala respiratorik yang mengindikasikan beliau
mengidap TB yaitu:
batuk 3 minggu
batuk darah (3 hari terakhir)
sesak napas
nyeri dada
b. Gejala sistemik
Selain gejal respiratorik, tuan Jose Rodriguez juga mengalami
gejala-gejala lain yang bersifat sistemik yaitu:
Demam, hal ini ditunjukkan dengan suhu badan pasien yang

mencapai 38,8oC
Keringat malam

Penurunan berat badan yang tidak disengaja


2. Pemeriksaan Jasmani
Terjadi pleuritis dan terdapat cairan di rongga pleura.

3. Pemeriksaan Bakteriologik

Berdasarkan ujinya, hasilnya positif basil tuberkel


Kultur Sputum AFB (Acid-fast bacilli) : Belum Keluar
Uji Antibodi HIV (Elisa and Western Blot) : Belum Keluar
Uji antibodi HIV perlu dilakukan karena HIV merupakan virus yang
dapat melemahkan daya tahan tubuh, sedangkan TB merupakan bakteri
yang menyerang tubuh yang daya tahannya lemah, oleh karena itu
jikan pasien terinfeksi HIV, maka penyakit TB akan semakin mudah
berkembang.
4. Radiologi

Chest XRay: lobus kanan atas berkonsolidasi and lesi kavitas


Hasilnya menunjukkan ada kavitas(plak) pada paru-paru. Chest CT: Focal
airspace disease pada Lobus kanan atas, termasuk lesi kavitas berukuran
3,5 3,5 cm. Lymphadenopathy hilus kanan, dengan lymphadenopathy
mediastinum tersebar. Tidak ada efusi pleura atau pneumotraks. Temuan
ini konsisten dengan infeksi tuberkulosis.
B. Manifestasi Klinik
a. Gejala Respiratorik pada pasien di kasus diantaranya :
1. Batuk produktif 3-4 minggu
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus oleh Mycobacterium tuberculosis, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Batuk berdahak disertai darah / hemofisis frank selama 3 hari
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Adanya infeksi pada paru dapat
menyebabkan

nekrosis

pada

parenkim

paru

yang

akan

menimbulkan proses perkejuan. Apabila dibatukkan, bahan cair


dari perkejuan tersebut akan keluar dan meninggalkan lubang yang

disebut kavitas. Kavitas ini lama-lama akan menebal karena


infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar dan terjadilah
sklerotik. Jika terjadi peradangan arteri di dinding kavarne akan
mengakibatkan pecahnya vasa darah. Jika vasa darah pecah maka
darah akan dibatukkan keluar dan terjadilah hemoptisis. . Berat
ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh
darah yang pecah

3. Bunyi napas bronchial dan sesak napas


Hal ini karena terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang
menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas
melemah yang disertai sesak.
4. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.
Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

b. Gejala sistemik berdasarkan kasus, meliputi


1. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore
dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin
lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan
makin pendek. Demam menjadi tanda adanya inflamasi. Demam
pada penyakit tuberculosis biasanya hilang timbul, biasanya
muncul pada sore hari. Mekanisme demam sendiri yaitu
mikroorganisme yang masuk ke dalam jaringan atau darah akan

difagositosis oleh leukosit darah, makrofag, dan sel mast. Setelah


memfagositosis, sel ini akan mengeluarkan IL-1 ke dalam cairan
tubuh disebut sebagai pirogen endogen. IL-1 menginduksi
pembentukan prostaglandin akan menstimulus hipotalamus sebagai
pusat termoregulator untuk meningkatkan temperatur tubuh dan
terjadi demam atau panas.

2. Gejala sistemik lain


Gejala sistemik lain ialah menggigil, berkeringat di malam hari,
kelelahan, penurunan berat badan, tekanan darah tinggi, takikardia.

1. Berkeringat di malam hari


Hal ini disebabkan oleh karena kuman Mycobacterium
Tuberculosis, mengadakan metabolisme seperti pembelahan
didalam tubuh penderita sehingga terjadilah manifestasi
keringat.
2. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan dapat disebabkan karena Tidak nafsu
makan yang dapat disebabkan oleh toksemia oleh bakteri.
3. Menggigil
Menggigil yang terjadi akibat dari demam yang sedang di
alami pasien.
4. Kelelahan
Kelelahan terjadi karena pasien tidak nafsu makan shingga
tubuh mudah lelah dan lemas.
C. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
R/ INH
300mg
S 1 dd tab
Rifampisin
600 mg
S 1 dd caps 1 p.c
Pirazinamid 400mg
S 2 dd 2 tab
Etambutol 275 mg

S 2 dd 2 tab
Keterangan :
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah terapi kategori 1 sebab pasien
baru pertama kali mengkonsumsi obat anti TBC. Sehingga pengobatanya
dengan fase intensif setiap hari INH, rifampicin pirazinamid dan etambutol
selama 2 bulan (2HRZE) dan fase lanjutan 3 kali seminggu rifampisin dan
INH selama 4 bulan, 2HRZE/ 4R3H3 sesuai dengan ketetapan berdasarkan
table berikut:
Berat badan

Terapi intensif

Terapi lanjutan

(kg)

Tiap hari selama 56 hari

3 kali seminggu R;RIFAMPICIN


selama

RHZE
(150/75/400/275)mg

minggu
RH (150/150)

30-37

2 tablet 4 KDT

2 tablet 2 KDT

38-54

3 tablet 4 KDT

3 tablet 2 KDT

55-70

4 tablet 4 KDT

4 tablet 2 KDT

70

5 tablet 4 KDT

5 tablet 2 KDT

Keterangan

16

H: ISONIAZID
Z:PIRAZINAMID
E: ETAMBUTOL

KDT: kombinasi dosis


tetap

(sukandar.2009)
Berdasarkan berat badan pasien 69 kg maka masuk dalam urutan ke 4
dengan mengkonsumsi 4 tablet RHZE dengan dosis rifampicin
(4150mg=600 mg), INH(475 mg=300mg), pyrazinamide 400mg empat
tablet, etambutol 4 tablet 275 mg
NAMA OBAT
1. Isoniazid /INH 300mg
Mekanisme kerja

: Isoniazid bekerja dengan menghambat

sintesis asam mikolat, komponen terpenting pada dinding sel


bakteri.

Indikasi

lain
Kontraindikasi

terhadap isoniazid
Peringatan

: tuberculosis dalam kombinasi dengan obat


: penyakit hati yang aktif ; hipersensivitas
: gangguan fungsi hati (uji fungsi hati);

gangguan funsi ginjal; resiko efek samping meningkat pada


asetilator

lambat;epilepsy;

riwayat

psikosis;

alkoholisme;

kehamilan dan menyusui ; porfiria.


Efek samping : mual, muntah, neuritis perifer, neuritis optic,
kejang, episode psikosis, reaksi
eritema

multiforme,

hepatitis(terutama pada

demam,

hipersensitivitas seperti
purpura,

agranurlositosis;

usia lebih dari 35 tahun); sindrom SLE ;

pellagra; hiperglikemia dan ginekomastia.


Alasan pemberian INH :sebagai antibiotik untuk menghambat

pertumbuhan bakteri agar infeksi tidak berlanjut


Merk dagang : Suprazid, Beniazida, Inoxin.

2. RIFAMPISIN 600 mg
Mekanisme kerja obat :

Rifampisin

mengambat

aktifitas

polymerase RNA yang tergantung DNA pada sel-sel yang rentan


Indikasi
: mengobati tbc
Kontraindikasi
: penyakit hati aktif
Peringatan
: kurangi dosis pada gangguan fungsi hati,
lakukan pemeriksaan uji fungsi hati dan hitung sel darah pada
pengobatan jangka panjang; gangguan fungsi ginjal(jika dosis lebih

dari 600mg/hari);kehamilan dan menyusui.


Efek samping
: gangguan saluran cerna meliputi mual,
muntah, anoreksia, diare: pada terapi intermiten dapat terjadi
sindrom influenza; gangguan respirasi(nafas pendek), koleps, dan
shoke, anemia hemolitik, anemia, gagal ginjal akut , purpura,
trobositopenia; gangguan fungsi hati; icterus; flushing;urtikaria;
ruam; kelemahan otot; miopati; leucopenia; eosinophilia ;ganguan
menstruasi; warna kemerahan pad urin; sliva dan cairan tubuh

lainnya; tromboflebitis pada pemberian infus jangka panjang.


Alasan pemberian
: sebagai antibiotic yang menhambat
pertumbuhan bakteri

Merk dagang

: Ipirif, Rifacin, Rifampin, dll

3. Pirazinamd
Mekanisme kerja : Analog pirazin dari nikotinamida yang bersifat
bakteriostatik

atau

bakteriosid

tuberculosa

tergantung

terhadap

dosis

Mycobacterium

pemberian

(mekanisme

akteriostatik/sid belum diketahui pas


Indikasi
: Tuberculosis dalam kombinasi dengan obat

lain
Kontraindikasi

hipersensitivitas terhadap pirazinamid


Peringatan
: gangguan fungsi

ginjal;diabetes, gout.
Efek samping
: Hepatotoksik, termasuk demam anoreksia,

Gangguan

fungsi

hati
hati;

berat,

porfiria,

gangguan

funsi

hepatomegali, mual,muntah, gagal hati anemia sideroblastik,

urtikaria.
Alasan pemberian : sebagai kombinasi antibiotik untuk mengatasi

tuberkulosis
Merk dagang

: Corsazinamida, Pezeta, Prazina, dll

4. Etambutol
Mekanisme kerja : Menghambat sintesis minimal 1 metabolit
yang menyebabkan kerusakan pada metabolisme sel , menghambat

muktiplikasi , dan kematian sel .


Indikasi
: Tuberculosis dalam kombinasi dengan obat

lain
Kontraindikasi

: Anak dibawah 6 tahun , neuritis optik,

gangguan visual.
Peringatan

: Turunkan dosis pada gangguan fungsi ginjal,

usia lanjut, kehamilan ingatkan pasien mengenai gangguan

pengelihatan.
Efek samping

neuritis perifer.
Alasan pemberian : sebagai kombinasi antibiotik untuk mengatasi

tuberkulosis
Merk dagang

2. Non Farmakoterapi

: Neuritis optik, buta warna hijau/merah,

: Bacbutol, Corsabutol, Arsitam, dll

1. pasien dianjurkan untuk menggunakan alat pelindung diri,


termasuk alat pernapasan yang dipasang dengan benar, dan
menutup pintu agar tidak terkontaminasi dari luar
2. Mengkonsumsi makanan bergizi
Salah satu penyabab munculnya penyakit TBC adalah kekurangan
gizi seperti mineral dan vitamin. Maka dari itu akan sangat penting
bilamana penderita secara rutin mengkonsumsi makanan bergizi,
makanan bergizi tersebut seperti buah, sayur dan ikan laut. Akan
tetapi hindari buah yang banyak mengandung lemak jahat atau gas
seperti buah nangka, buah durian, dondong dan buah nanas.
3. Tinggal di lingkungan sehat
Lingkungan yang sehat akan membantu penderita penyakit TBC
untuk segera sembuh, karena penyakit ini disebabkan oleh virus
sehingga jika penderita berada di lingkungan yang kotor maka
akan menyebabkan virus tersebut semakin berkembang sehingga
akan memperburuk keadaan.
4. Berolahraga secara rutin
Mungkin hampir semua penyakit dapat ditangani dengan
melakukan olahraga secara rutin, dan begitu juga untuk penyakit
TBC ini. jika penderita bisa olahraga secara rutin misal jogging
atau senam, maka akan membantu peredaran darah dan
metabolisme dalam tubuh menjadi lancar sehingga virus penyebab
TBC tidak akan mampu berkembang atau duplikasi diri menjadi
banyak.
5. Mengurangi makanan bernatrium dan kafein
Penyakit TBC akan semakin parah apabila penderita masih secara
rutin mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung natrium
dan kafein, makanan yang banyak mengandung natrium antara lain
seperti junkfood, kerang, saus instan, alkohol dan masih banyak
lagi, sedangkan untuk makanan yang banyak mengandung kafein
seperti kopi, capuccino, moccaino, rokok dan teh (tidak untuk teh
hijau).

Dengan

menghindari

makanan

bernatrium

ataupun

berkafein tinggi maka penyembuhan penyakit TBC dapat berjalan


dengan baik.
6. Konsultasi, Informasi dan Edukasi Pasien (KIE)
Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat,

dosis, aturan pakai dan cara penggunaan obat.


Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien
dan keluarganya tentang efek terapi dan efek samping yang

mungkin timbul selama pengobatan.


Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat TBC harus di
minum sampai selesai sesuai dengan kategori penyakit atau
sesuai

petunjuk

dokter/petugas

kesehatan

lainnya

dan

diupayakan agar tidak lupa. Bila lupa satu hari, jangan

meminum dua kali pada hari berikutnya.


Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat harus di
minum setiap hari atau sesuai dengan dosis, namun jika lupa
segera minum obat jika waktunya dekat ke waktu minum obat
seharusnya. Tetapi jika lewat waktu minum obat sudah jauh,
dan dekat ke waktu berikutnya, maka minum obat sesuaikan

saja dengan waktu/dosis berikutnya.


Memberikan edukasi kepada pasien untuk meminum obat
sesuai jadwal yang diberitahukan oleh dokter atau petugas
kesehatan lain misalnya pada pagi hari
BAB IV
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang dilakukan penyusun dapat disimpulkan bahwa:
Infeksi Tuberkulosis disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium
tuberculosis) yang sebagian kuman TBC menyerang paru. Berdasarkan
kasus, pasien positif menderita TBC berdasarkan diagnosis yang
ditegakkan melalui gambaran klinik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
bakteriologik, dan radiologi. Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah

terapi kategori 1 sebab pasien baru pertama kali mengkonsumsi obat anti
TBC.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Z. dan Bahar, A.. 2006. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Katzung, Bertram, G. 1998. Farmkologi dasar dan klinik. EGC. Jakarta
Mansjoer, Arif, et all.2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI
Robbins, et all; alih bahasa Brhm U. Pendit.2007.Buku Ajar Patologi Volume
2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Suparjo.
2009.
Tuberkulosis
Paru.
(http://www.scribd.com/doc/20358065/TUBERKULOSIS-PARU#scribd).
Diakses pada tanggal 25 Agustus 2015
Yulinah Sukandar, E. et all. 2008. Iso Farmakoterapi. Jakarta: Isfi Penerbit

Anda mungkin juga menyukai