TINJAUAN PUSTAKA
: Plantae (Tumbuhan)
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
: Magnoliidae
: Laurales
: Lauraceae
: Cinnamomum
Spesies
: Cinnamomum burmannii
(Departemen Agrikultur Amerika, 2012)
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki komoditi
ekspor kayu manis. Menurut data FAO 2005, Indonesia menempati persentase
tertinggi pasar kayu manis di dunia sebesar 26,10%, diikuti oleh Cina 24,63%, Sri
Langka 8,05%, Vietnam 5,30% dan negara lainnya 35,92%. Pada tahun 2007,
2008, 2009 berturut-turut produksi kayu manis mencapai 60.000, 63.879, dan
67.209 ton/tahun. Negara Indonesia sangat berpotensi sebagai penghasil kayu
manis yang baik dalam pasar dunia (Potter, 2010).
Tanaman kayu manis merupakan famili Lauraceae dengan jumlah spesies
yang beragam dan dapat tumbuh dengan baik pada iklim tropis. Di dunia terdapat
6
dan
obat
(Wangsa
dan
Nuryati,
2006).
Saat
ini
terdapat
abu-abu tua berbau khas, kayunya berwarna merah cokelat muda. Daun tunggal,
kaku seperti kulit, letak berseling, panjang tangkai daun 0,5-1,5 cm, dengan 3
buah tulang daun yang tumbuh melengkung. Bentuk daun elips memanjang,
panjang 4-14 cm, lebar 1,5-6 cm, ujung runcing, tepi rata, permukaan atas licin
warnanya hijau, permukaan bawah bertepung warnyanya keabu-abuan. Daun
muda berwarna merah pucat. Bunganya berkelamin dua atau bunga sempurna
dengan warna kuning. Ukurannya kecil. Kelopak bunga berjumlah 6 helai dalam
dua rangkaian. Bunga ini tidak bertajuk bunga. Benang sarinya berjumlah 12 helai
yang terangkai dalam empat kelompok, kotak sarinya beruang empat. Persarian
berlangsung dengan bantuan serangga. Buahnya buah buni berbiji satu dan
berdaging. Bentuknya bulat memanjang. Warna buah muda hijau tua dan buah tua
ungu tua. Panjang buah sekitar 1,3-1,6 cm, dan diameter 0,35-0,75 cm. Panjang
biji 0,84-1,32 cm dan diameter 0,59-0,68 cm (Wijayakusuma et al., 1994).
Ketinggian tempat penanaman kayu manis dapat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman serta kualitas kulit seperti ketebalan dan aroma. Kayu
manis dapat tumbuh pada ketinggian hingga 2.000 m dpl. Cinnamomum
burmannii akan berproduksi dengan baik bila ditanam di daerah dengan
ketinggian 500-1.500 m dpl. Kayu manis membutuhkan hujan merata sepanjang
tahun dengan kuantitas yang cukup yaitu sekitar 2.000-2.500 mm/tahun. Curah
hujan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan hasil panen rendemannya terlalu
rendah. Daerah penanaman sebaiknya bersuhu rata-rata 25C dengan batas
maksimum 27C dan minimum 18C. Kelembaban yang diinginkan 70-90%,
semakin tinggi kelembabannya maka semakin baik pertumbuhannya. Sinar
matahari yang dibutuhkan tanaman sekitar 40-70%. Kayu manis akan tumbuh
baik pada tanah lempung berpasir, banyak humus, remah, kaya bahan organik,
berdrainase baik dan pH tanah yang berkisar 5,0-6,5 (Wijayakusuma et al., 1994).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
yang berlokasi di kebun percobaan Monako Lembang, melaporkan bahwa jumlah
dan mutu kulit kayu manis sangat dipengaruhi faktor-faktor jarak tanam,
pemupukan, umur tanaman ketika panen, dan cara memanennya (Sulaswaty,
2002).
2.1.3
agak pedas dan kelat. Pada pengamatan secara makroskopik, potongan kulit
berbentuk gelondong, agak menggulung membujur, agak pipih atau berupa berkas
yang terdiri dari tumpukan beberapa potong kulit yang tergulung membujur;
panjang sampai 1 m, tebal kulit 1-3 mm atau lebih. Permukaan luar kulit yang
tidak bergabus berwarna coklat kekuningan atau coklat kemerahan, bergaris-garis
pucat bergelombang memanjang dan bergaris-garis pendek melintang yang
menonjol atau agak berlekuk, sedangkan permukaan luar yang bergabus berwarna
hijau kehitaman atau coklat kehijauan, kadang-kadang terdapat bercak-bercak
lumut kerak berwarna agak putih atau coklat muda. Permukaan dalam kulit
berwarna coklat kemerahan tua sampai coklat kehitaman. Bekas patahan tidak
rata. Pada pengamatan secara mikroskopik, kulit yang lapisan luarnya belum
dibuang akan tampak lapisan epidermis dengan kutikula berwarna kuning; lapisan
gabus terdiri dari beberapa sel berwarna coklat, dinding tangensial dan dinding
radial lebih tebal dan berlignin; kambium gabus jernih tanpa penebalan dinding.
Korteks terdiri dari beberapa lapis sel parenkim dengan dinding berwarna coklat,
di antaranya terdapat kelompok sel batu, sel lender dan sel minyak. Semakin tua
semakin tinggi kadar minyak volatil (VO) yang terkandung di dalam kulit batang
kayu manis. Semakin tinggi kadar VO, semakin kuat aroma yang dihasilkan dan
semakin tinggi kadar sinamaldehidnya. (Dwijayanti, 2011).
2.1.4
10
ekspor berkurang, nilai bisa tetap atau lebih tinggi karena tidak membutuhkan
banyak ruang, kemasannya kecil, sisa hasil olahannya dapat dimanfaatkan untuk
kebutuhan lain seperti pupuk serta tidak akan rusak karena kontaminasi
(Rismunandar, 2001).
Kandungan yang terdapat dalam kayu manis adalah minyak atsiri, safrole,
sinamadehid,eugenol, tanin, damar, kalsium oksanat, zat penyamak, flavanoid,
saponin serta kandungan gizi lainnya seperti gula,protein, lemak kasar dan pectin
yang diduga ikut membantu daya kerja dalam respon imun (Gunawan, 2004;
Guanther, 2006; Wang, 2009; Wijayanti, 2011)
Minyak atsiri adalah senyawa organik yang diperoleh dari hasil metabolit
sekunder tanaman. Minyak atsiri kayu manis dapat diperoleh dari kulit, batang,
ranting, atau daunnya dengan cara penyulingan. Komposisi kimia minyak atsiri
tergantung pada jenis tumbuhan, daerah tempat tumbuh, iklim, dan bagian yang
diambil minyaknya. Kandungan minyak atsiri pada Cinnamomum burmannii
kayu manis sebagai tanaman obat terutama sebagai antimikroba. Profil tanaman
kayu manis yang sering dikaitkan dengan herbal spices oleh orang terdahulu
mendorong para peneliti untuk membuktikan khasiat tanaman obat ini secara
empiris. Penelitian ini dimulai saat ditemukan cara untuk mengambil ekstrak
11
berupa oleoresin pada kayu manis. Berbagai pelarut digunakan untuk mengekstrak
kayu manis dengan tujuan untuk mengetahui komponen kimia yang terkandung di
dalamnya. Seiringan dengan itu, penelitian mengenai uji aktivitas antimikroba
kayu manis terhadap mikroba yang patogen baik pada manusia dan tumbuhan
terus dilakukan. Penelitian yang dilakukan Usha et al. (2012) melaporkan ekstrak
etanol Cinnamomum zeylanicum memberikan daya hambat pada Staphylococcus
aureus dimulai pada konsentrasi 64 g/ml.
Menurut Bisset dan Wichtl (2001), oleoresin dari kulit batang kayu manis
berkhasiat sebagai antibakteri dan fungisidal karena adanya kandungan
sinamaldehid. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Shan et al
(2007), aktivitas antibakteri yang terdapat dalam kayu manis disebabkan adanya
kandungan senyawa sinamaldehid dan senyawa lain berupa proantosianidin (PC).
PC merupakan bagian dari kelompok senyawa polifenol yaitu flavanoid.
PC termasuk kategori tannin terkondensasi. Di alam, berjenis-jenis PC selalu
ditemukan dalam unit yang tergabung-gabung menjadi oligomer yaitu OPCs
(Sterling, 2000). Kandungan polifenol dalam PC dapat mengikat toksin untuk
mencegah terjadinya pengikatan reseptor dan internalisasi dalam tubuh bakteri.
Polifenol bekerja dalam mematikan mikroorganisme dengan cara mendenaturasi
sel dan merusak plasma sel secara tetap tanpa dapat diperbaiki lagi (Pelczar dan
chan 1988). Senyawa fenol mampu memutuskan ikatan peptidogligan saat
menerobos dinding sel. Corn dan Stumpf (1976) dalam Rahayu (2009)
menyatakan bahwa dinding sel bakteir gram positif akan bermuatan negatif
sebagai akibat ionisasi gugus fosfat dari polsakarida pada dinding struktur dinding
selnya. Senyawa fenol pada PH rendah akan bermuatan positif, sehingga fenol
tidak akan terionisasi. Perbedaan muatan ini menyebabkan tejadinya Tarik
menarik antara fenol dengan dinding sel, sehingga fenol secara keseluruhan akan
lebih melekat atau melewati dinding sel bakteri positif. Polimer PC juga berfungsi
sebagai supresor resistensi bakteri Staphylococcus aureus (Govindar, 2011).
Sedangkan sinamaldehid termasuk dalam golongan senyawa fenil
propanoid, tidak berwarna, berbentuk padatan kristalin yang kereaktifan kimianya
dapat diketahui dari keterangan gugus fungsional yang ada. Senyawa ini memiliki
hidroksil fenolat bebas yang teroksidasi pada udara terutama pada keadaan basa.
12
Hasil oksidasinya berupa polimer yang berwarna gelap. Zat berwarna hijau
terbentuk dari oksidasi ester asam caffeat dengan adanya ammonia atau asam
amino. Zat yang mudah menguap dalam grup ini digunakan secara komersial
sebagai perasa dan pembau (odor) dalam banyak bumbu dan rempah-rempah
(Marie, 2000).
(a)
(b)
13
dinding sel dan lisis sel derajat tinggi ditunjukkan oleh membran sel yang kasar
dan penuh partikulat. Sedangkan Tranmission Electron Microscopy (TEM)
menunjukkan bahwa sel bakteri yang diterapi dengan sinamaldehid mengalami
beberapa perubahan sel yang abnormalitas seperti separasi membran sitoplasma
dari dinding sel, lisis dinding sel dan membran sel sehingga menyebabkan
cytoplasmic content leakage dan akhirnya bakteri akan lisis. Kerusakan morfologi
sel bakteri, integritas dan permeabilitas membran mulai terjadi ketika sel E. coli
dan S. aureus terekspos dengan sinamaldehid mulai pada konsentrasi 0.31 mg/ml.
Sinamaldehid memiliki paling tidak tiga mekanisme aksi melawan bakteri.
Hasil observasi TEM juga menunjukkan bahwa sinamaldehid memiliki target
kerja berbeda pada sel S. aureus. Aktivitas antibakteri sinamaldehid tidak hanya
berpusat pada satu mekanisme saja. Pada konsentrasi yang rendah, sinamaldehid
dapat mencegah interaksi sitokin dengan menghambat kerja enzim pada sintesis
dinding sel. Pada konsentrasi letal, sinamaldehid mengganggu keseimbangan
membran sel bakteri. Pada konsentrasi yang tinggi, sinamaldehid bekerja sebagai
ATP-ase inhibitor pada membran dan dinding sel bakteri, sehingga energi tidak
dapat dihasilkan. Beberapa penelitian lain mengindikasikan bahwa sinamaldehid
menghambat aktivitas ikatan ATP-ase bakteri dan fungi sehingga bakteri dan
fungi tidak mampu melakukan metabolisme untuk melakukan adaptasi sebagai
pertahanan terhadap antimikroba (Gill dan Holley, 2004; 2006).
Hambat sintesis
dinding sel
ATP-ase inhibitor
mengganggu keseimbangan
membran sitoplasma
14
Selain
Sinamaldehid
(70-89%),
Cinnamomum
burmannii
juga
mengandung kumarin (5-11%) dan eugenol (1-2%) yang diteliti juga memiliki
daya antimikroba. Kumarin dan eugenol juga termasuk senyawa yang terdapat
dalam golongan fenil propanoid sama halnya seperti sinamaldehid. Menurut Li et
al (2012) kumarin dapat menghambat replikasi DNA Staphylococcus aureus.
Kumersin, kumarin sederhana yang strukturnya mirip dengan novobiosin,
kekuatan antibakterinya lebih kuat lima puluh kali melawan Escherichia coli and
Staphylococcus aureus dibandingkan novobiosin (Venugopala et al, 2013).
15
: Bakteria
: Eubacteria
16
Filum
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Famili
Genus
: Firmicutes
: Bacilli
: Magnoliidae
: Bacillales
: Staphylococcaceae
: Staphylococcus
Spesies
: Staphylococcus aureus
(Baron, 1996)
2.2.2
dan dalam hidung orang yang sehat. Kadang-kadang bakteri ini dapat masuk ke
tubuh dan menyebabkan infeksi. Infeksi ini dapat berupa infeksi kecil (seperti
jerawat, bisul, dan kondisi kulit lainnya) atau serius dan kadang-kadang fatal
(seperti infeksi darah atau pneumonia). Staphylococcus aureus adalah organisme
yang umum dan dapat ditemukan di dalam 30% lubang hidung manusia.
Transmisi manusia ke manusia adalah penyebaran yang umumnya
ditemukan, terjadi melalui kontak dengan sekret dari lesi kulit yang
terinfeksi, kotoran hidung atau menyebar melalui tangan (Centers
for Disease Control and Prevention, 2002).
Ciri-ciri bakteri ini adalah bakteri gram positif, berbentuk sferis (seperti
bola) dengan diameter 0,8-1,0 mikron, fakultatif anaerob tidak bergerak, tidak
membentuk spora, dan tidak berkapsul. Pada sediaan langsung yang berasal
dari pus, bakteri ini dapat terlihat tunggal, berpasangan, berantai
berwarna khas kuning keemasan dengan intensitas warna yang bervariasi (Jawetz,
2005).
Bakteri gram positif seperti Staphylococcus aureus hanya mempunyai
membran plasma tunggal yang dikelilingi dinding sel tebal berupa peptidoglikan.
Sekitar 90% dari dinding sel tersebut tersusun atas peptidoglikan sedangkan
sisanya berupa molekul lain bernama asam teikhoat (Jawetz, 2005).
17
2.2.3
18
Patogenesis
Staphylococcus
aureus
disebabkan
oleh
kemampuan
19
20
vankomisin
belum
sepenuhnya
diketahui.
Resistensi
terhadap
vancomisin diperantarai oleh gen van yang akan mengakibatkan perubahan pada
terminal dinding sel Staphylococcus aureus. Pilihan antibiotika semakin terbatas
dikarenakan terjadinya resistensi Staphylococcus aureus terhadap beberapa
antimikroba (Hiramatsu, 2001).
Keterangan
Penicilin diperkenalkan
Muncul Staphylococcus aureus resisten terhadap
penisilin
1959
Methicilin diperkenalkan; sebagian besar strain
Staphylococcus aureus di rumah sakit dan masyarakat
resisten penisilin
1961
Muncul MRSA (Methicillin-resistant S aureus)
1963
Wabah pertama MRSA di rumah sakit
1968
Ditemukan strain MRSA pertama di rumah sakit
Amerika
1970-an
Penyebaran MRSA secara global, ditemukan kejadian
MRSA yang sangat tinggi di Eropa
1980-an &
Penurunan MRSA yang dramatis dengan adanya
awal 1990-an program search & destroy di Eropa utara
1996
VRSA( Vancomycin-resistant S aureus ) pertama kali
dilaporkan di Jepang
21
1997
2.2.5
berat atau jika diduga resisten terhadap penisilin, dapat diberikan metisilin atau
derivat penisilin lain yang resisten penicilinase. Jika hasil tes telah ada, sebaiknya
diberikan obat yang sesuai dengan hasil tes kepekaan tersebut. Pada penderita
yang alergi penisilin, dapat diberikan sefalosporin, eritromisin, linkomisin atau
klindamisin. Pada infeksi oleh suatu jenis yang tahan terhadap metisilin, dapat
diberikan vankomisin; rimfapisin atau fusidic acid juga dapat diberikan, asal
dalam bentuk kombinasi dengan antibiotik lainnya. Kalau diberikan tersendiri
cepat terjadi resistensi. Jenis resisten metisilin, biasanya juga resisten terhadap
oksasilin, kloksasilin dan cefalosporin (Jawetz, 2005).
Sedangkan untuk strain resisten seperti MRSA, hingga kini belum ada
terapi yang benar- benar efektif. Glikopeptida vankomisin yang merupakan drug
of choice untuk infeksi MRSA ternyata memiliki efek bakterisidal yang lambat
dan sering menimbulkan kegagalan terapi. Masalah menjadi semakin rumit
dengan ditemukannya galur MRSA yang menurun kepekaannya terhadap
vankomisin dan MRSA yang resisten vankomisin. Antimikroba lain seperti asam
fusidat, rifampin, fosfomisin, quinolon dan trimetoprim-sulfametoksazol memiliki
22
2.3
Antibiotik Amoksisilin
2.3.1
23
Farmakokinetik
Amoksisilin kebal terhadap inaktifasi asam lambung. Amoksisilin lebih
24
gagal ginjal. Pada beberapa kasus gagal ginjal, waktu paruh bisa mencapai 720 jam. Amoksisilin secara luas didistribusikan pada konsentrasi yang berbedabeda dalam jaringan dan cairan tubuh. Amoksisilin dapat menembus plasenta, dan
dalam jumlah kecil dieksresikan dalam air susu, sangat sedikit melewati CSF
(Tjay dan Rahardja, 2007).
Amoksisilin dimetabolisme menjadi asam penisiloat yang dieksresikan
melalui urin. Sekitar 60% dieksresikan dalam bentuk yang sama melalui urin
dalam 6 jam. Konsentrasi dalam urin sekitar 300 mikrograms/mL setelah
pemberian dosis 250 mg. Probenesid mengurangi eksresi ginjal. Amoksisilin
dibuang melalui haemodialisis, dan konsentrasi yang tinggi pernah dilaporkan
berada dalam cairan empedu dan sejumlah tertentu berada dalam feses (Tjay dan
Rahardja, 2007).
2.3.3
Farmakodinamik
Baik amoksisilin dan kloksasilin adalah derivat penisilin dan bersifat
25
Gambar 10. Aksi Amoksisilin pada Dinding Sel Bakteri Gram Positif
Sumber : SSMMID, 2011
Amoksisilin dapat diproduksi dengan atau tanpa asam clavulanat, suatu
agen yang mencegah pemecahan amoksisilin dengan tujuan untuk menurunkan
resistensi obat antibakterial. Penambahan asam klavulanat meningkatkan efek
amoksisilin. Preparat amoksisilin asam klavulanat dan amoksisilin trihidrat
mempunyai farmakokinetik dan farmakodinamik yang serupa, dan demikian pula
efek samping dan reaksi merugikannya (Lacy et al., 2004).
2.3.4
26
Dewasa dan anak diatas 12 tahun : 3x sehari 250mg dan untuk infeksi
berat 3x sehari 500mg. anak 7-12 tahun: sehari 3x2 sendok. Anak kurang dari
12tahun : 25-50mg/kgberat badan/hari (Tjay dan Raharja, 2007).
2.4
Ekstraksi
2.4.1
Definisi
Ekstraksi adalah penyarian zat berkhasiat atau zat aktif dari bagian
tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif
terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula
ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam
mengekstraksinya (Dirjen POM, 1986).
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan bahan padat maupun cair dengan
bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang
diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi padat cair (leaching)
adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya.
Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut
kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan
kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan
dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan
apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan
pada padatan yang larut karena efektivitasnya (Harbone, 1987).
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan
massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Harbone, 1987;
Dirjen POM, 1986).
2.4.2
Prinsip Ekstraksi
Pada prinsipnya, ekstraksi adalah melarutkan dan menarik senyawa
dengan menggunakan pelarut yang tepat. Ada tiga tahapan proses pada waktu
ekstraksi yaitu:
27
Metode Ekstraksi
Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah ekstraksi secara
dingin dengan cara maserasi, perkolasi dan alat soxhlet dan ekstraksi secara panas
dengan cara refluks dan penyulingan uap air.
1. Cara Dingin
a.
28
tertentu
sehingga
dapat
mengendap
dalam
wadah
dan
pelarut yang sesuai secara lambat pada simplisia dalam suatu perkolator.
Tujuan perkolasi adalah agar zat berkhasiat tertarik seluruhnya dan
biasanya dilakukan untuk zat berkhasiat yang tahan ataupun tidak tahan
pemanasan (Dirjen POM, 1986).
Prinsip kerjanya serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana
silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari
dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.
Gerak kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan
diatasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan.
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan,
daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan
daya geseran (Farmasi Unand, 2012).
Keuntungan metode ini adalah tidak terjadi kejenuhan, pengaliran
meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga zat seperti
terdorong untuk keluar dari sel). Sedangkan kerugiannya adalah Cairan
penyari lebih banyak, risiko cemaran mikroba untuk penyari air karena
dilakukan secara terbuka (Farmasi Unand, 2012).
c.
29
Maserasi
adalah
proses
pengekstrakan
simplisia
dengan
Kerugiannya
adalah
waktu
yang
diperlukan
untuk
30
labu
alas
bulat,
demikian
seterusnya
berlangsung
secara
31
dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri
(Farmasi Unand, 2012).
2.4.4
Jenis Pelarut
Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi antara lain sebagai berikut
(Emilan, 2011):
a. pelarut non-polar, akan maelarutkan senyawa-senyawa yang bersifat
non-polar pada selubung sel dan dinding sel seperti lemak-lemak,
terpenoid, fenol, klorofil dan steroid. Contohnya adalah n-heksana,
protoelum eter dan benzene;
b. pelarut semipolar, akan melarutkan senyawa semipolar dapat
melarutkan senyawa seperti flavonoid dan terpenoid. Contohnya
adalah kloroform, etilasetat dan metilenklorida;
c. pelarut polar akan melarutkan senyawa polar yang terdapat dalam
protoplasma seperti senyawa glikosida, vitamin C dan saponin.
Contohnya adalah metanol, etanol dan etil eter.
Menurut Emilan (2011), pelarut yang baik memiliki beberapa syarat yaitu:
1
2
3
Kapasitas besar
Selektif
Volabilitas cukup rendah (kemudahan menguap/titik didihnya cukup rendah).
Cara memperoleh penguapannya adalah dengan cara penguapan diatas
penangas air dengan wadah lebar pada temperature 60 oC, destilasi, dan
4
5
6
penyulingan vakum.
Harus dapat diregenerasi
Relatif tidak mahal
Non toksik, non korosif, dan tidak memberikan kontaminasi serius dalam
keadaan uap
Viskositas cukup rendah
2.4.5
Parameter Ekstraksi
Menurut Emilan (2011), dalam memperoleh ekstraksi yang baik maka
Parameter Nonspesifik
a. Parameter susut pengeringan
32
2.5
Fraksinasi
Fraksinasi adalah suatu proses pemisahan senyawa- senyawa berdasarkan
tingkat kepolaran. Jumlah dan senyawa yang dapat dipisahkan menjadi fraksi
berbeda-beda tergantung pada jenis tumbuhan. Pada prakteknya dalam melakukan
fraksinasi digunakan dua metode yaitu dengan menggunakan corong pisah atau
metode ekstraksi cair-cair (ECC) dan kromatografi kolom (Eriyanti, 2010).
Ekstraksi cair-cair adalah metode pemisahan dengan menggunakan dua
cairan pelarut yang tidak saling bercampur, sehingga senyawa tertentu terpisahkan
menurut kesesuaian sifat dengan cairan pelarut (prinsip solve dissolve like).
Kromatografi adalah teknik pemisahan zat dari campuran berdasarkan perbedaan
migrasi komponen-komponen tersebut dari fase diam oleh fase gerak. pemisahan
ini dilakukan berdasarkan sifat fisika-kimia umum dari molekul seperti :
-
(adsorbsi/penyerapan)
kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap
(keatsirian)
(Haqqi, 2014)
33
34
35
36
b) Plat KLT disentuhkan di atas media agar yang telah ditanami bakteri uji
(sering disebut bioautografi kontak). Setelah diinkubasi, area jernih di
mana tidak terdapat pertumbuhan bakteri merupakan spot senyawa aktif
(Pratiwi, 2008).
2)
Bioautografi overlay
Metode ini dilakukan dengan cara menuangkan media agar ke dalam petri
dan ditunggu hingga memadat. Selanjutnya plat hasil KLT diletakkan di atas
media agar tersebut. Media agar berisi bakteri uji dituang di atas plat hasil KLT
dan ditunggu hingga memadat. Area hambatan setelah inkubasi pada suhu 37C
selama 18-24 jam dilihat dengan cara menyemprotkan tetrazolium klorida. Spot
senyawa aktif akan muncul sebagai area jernih dengan latar belakang ungu
(Pratiwi, 2008).
Pelarut yang dipilih sebagai pengembang disesuaikan dengan sifat
kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silica gel adalah
senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi-pereaksi yang lebih reaktif seperti
asam sulfat (Arista, 2010).
Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf (Retodansi factor) yang
berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat
dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan
sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang
ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu, bilangan Rf selalu lebih
kecil dari 1,0. Perhitungan nilai Rf Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk
dari campuran, pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan
identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada
jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna
masing-masing. Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan
dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis,
sebelum mengalami proses penguapan. Pengukuran berlangsung sebagai berikut:
Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut (Arista, 2010):
37
RF=
Senyawa Fenol
Golongan senyawa
Fenil Propanoid
sintesis prekursor peptidoglikan
di sitoplasma (UDP NAG dan
UDP NAM)
c
Pembentukan UDP-NAM
rantai pentapeptida dengan
penambahan asam amino
Golongan senyawa
Flavonoid
Sinamaldehid
Eugenol
denaturasi sel,
merusak plasma
sel, menembus
dinding sel
menganggu
keseimbangan
cytoplasic
membran
ATPase,
Peptidogligan tidak
terbentuk
integritas dan
permeabilitas
membran
meningkat
Gangguan
morfologi, Lisis
dan leakage of
cell contents.
Pengikatan toksin,
reseptor, dan
internalisasi
bakteri
38