Anda di halaman 1dari 11

PEMANFAATAN EKSTRAK RIMPANG JERINGAU (Acorus calamus L.

)
sebagai AGEN PENGENDALI HAYATI
(MAKALAH PERTANIAN ORGANIK)






DI SUSUN OLEH :
Ruliana Umar (A41 121 268)


PROGRAM STUDI : TEKNIK PRODUKSI BENIH /B



DOSEN PEMBIMBING :
1. Dr. Ir. Rahmat Ali Syaban, Msi
2. Dr. Ir Suharjono, MP


KEMENTERIAN PENDIDIDKAN DAN KEBUDAYAAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2014
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida kimia,
mendorong dibuat kesepakatan internasional untuk memberlakukan pembatasan
penggunaan bahan-bahan kimia pada proses produksi terutama pestisida kimia
sintetik dalam pengendalian hama dan penyakit di bidang pertanian, perkebunan dan
kehutanan dan mulai mengalihkan kepada pemanfaatan jenis-jenis pestisida yang
aman bagi lingkungan. Kebijakan ini juga sebagai konsekuensi implementasi dari
konferensi Rio de Jainero tentang pembangunan yang berkelanjutan.
Kebijakan ditingkat internasional telah mendorong pemerintah Indonesia
mengeluarkan kebijakan nasional dalam perlindungan tanaman, untuk menggalakkan
program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan mengutamakan pemanfaatan
agens pengendalian hayati atau biopestisida termasuk pestisida nabati sebagai
komponen utama dalam sistem PHT yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah
No. 6 tahun 1995. Karena pemanfaatan agens pengendalian hayati atau biopestisida
dalam pengelolaan hama dan penyakit dapat memberikan hasil yang optimal dan
relatif aman bagi makhluk hidup dan lingkungan. Dalam perkembangannya,
kemudian dilakukan pengurangan peredaran beberapa jenis pestisida dengan bahan
aktif yang dianggap persisten, yang antara lain dituangkan melalui Keputusan
Menteri Pertanian No. 473/Kpts/Tp.270/6/1996.
1.2 Tujuan
Dengan adanya Makalah ini diharapkan pembaca dapat :
1. Mengenal tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati.
2. Mengetahui manfaat yang terdapat pada tanaman dringo / jeringau.
3. Mengaplikasikan pestisida nabati jeringau untuk pengendalian hama.

BAB II. ISI
2.1 Deskripsi Jeringau (Acorus calamus L.)
Jeringau termasuk dalam Famili Araceae atau sekeluarga dengan tanaman
keladi/talas-talasan. Jeringau merupakan tanaman kecil yang tidak berkayu, mudah
tumbuh, menyukai air, asal tersedia cukup air, jeringau dapat berkembang biak.
Jeringau merupakan herba tahunan dengan tinggi sekitar 75 cm. Tumbuhan ini biasa
hidup di tempat yang lembap, seperti rawa dan air pada semua ketinggian tempat.
Batang basah, pendek, membentuk rimpang, dan berwarna putih kotor. Daunnya
tunggal, bentuk lanset, ujung runcing, tepi rata, panjang 60 cm, lebar sekitar 5 cm,
dan tulang daun sejajar. Daun berwarna hijau, berbentuk bongkol dengan ujung
meruncing, panjang 20-25 cm. Pada ketiak daun keluar tangkai sari dengan panjang
2,75 mm, kepala sari panjang 0,5 mm, dan putik berukuran 1-1,5 mm. Akarnya
kuat dengan rimpang berwarna merah jambu dan bagian dalamnya berwarna putih.
Jika dikeringkan dan dicium akan mengeluarkan bau yang tajam (Atsiri Indonesia,
2006). Perbanyakan dengan stek batang, rimpang, atau dengan tunas-tunas yang
muncul dari ruas-ruas rimpang. Jeringau mempunyai akar berbentuk serabut. Dalam
pertumbuhannya, rimpang jeringau membentuk cabang ke kanan atau ke kiri.
Banyaknya cabang ditentukan oleh kesuburan tanah.
Rimpang jeringau dalam keadaan segar kira-kira sebesar jari kelingking sampai
sebesar ibu jari, dagingnya berwarna putih tetapi jika dalam keadaan kering berwarna
merah muda. Bentuk rimpang berbentuk agak petak bulat beruas, dengan panjang
ruas 1-3 cm, sebelah sisi akar batang agak menajam, sebelah lagi beralur tempat
keluar tunas cabang yang baru. Banyak dikelilingi akar serabutnya yang panjang.
Kebanyakan dari akar ini tumbuh pada bagian bawah akar batangnya. Bila umur
tanaman lebih dari 2 tahun, akarnya dapat mencapai 60-70 cm. Bau akar sangat
menyengat (keras) seperti bau rempah atau bumbu lainnya. Jika diletakkan di lidah
rasanya tajam, pedas dan sedikit pahit tetapi tidak panas. Jika rimpang dimemarkan
akan keluar bau yang lebih keras lagi karena rimpang jeringau mengandung minyak
atsiri.

2.2 Klasifikasi Jeringau
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocoiyledonae
Bangsa : Arales
Suku : Araceae
Warga : Acorus
Jenis : Acorus calamus LINN
Nama Inggris : Sweet flag, Sweet root, calamus
Nama Indonesia : Dringo, Jeringau
Nama daerah : Jeurunger (Aceh), Jerango (Gayo), Jarango (Batak), Jarianggu
(Minangkabau), Sarango (Nias), Dringo (Sunda), Dlingo (Jawa Tengah), Jharango
(Madura), Jangu atau Kaliraga (Flores), Jeringo (Sasak), Kareango (Makasar),
Kalamunga (Minahasa), Areango (Bugis), Ai wahu (Ambon), Bila (Buru) (Atsiri
Indonesia, 2006).

2.3 Habitus
Di Indonesia, jeringau didapati tumbuh liar di hutan. Tanaman ini dapat ditemui
di sepanjang musim menyukai tempat yang lembap dan mudah dijumpai dikawasan
yang berpayau seperti di tepi danau, muara sungai, di rawa-rawa, di telaga-telaga atau
pada tempat-tempat yang berair/berlumpur, tanaman ini banyak tumbuh didaerah sub
tropis maupun daerah tropis yang panas dan lembap. Jeringau merupakan tumbuhan
berair, mempunyai rizoma yang berbau wangi. Rizomanya berbentuk silinder dan
diameternya antara 19 hingga 25 mm, kulit rizom berwarna coklat muda dengan
warna putih didalamnya. Bagian dalamnya berbentuk seperti spon. Daunnya tebal dan
keras berbentuk seperti pedang. Apabila daunnya dikoyak akan dihasilkan bau wangi.
Jeringau menghasilkan bunga berwarna kuning kecil yang keluar dari ketiak daunnya.
Tumbuhan ini jarang mengeluarkan biji benih dan pembiakan utamanya melalui
pecahan rizom (Atsiri Indonesia, 2006).

2.4 Kandungan Kimia
Minyak Jeringau mengandung asaron, saponin dan tanin Asaron, kolamenol,
kolamen, kolameon, metileugenol dan eugenol. Bagian tanaman yang digunakan
adalah rimpang.

2.5 Cara Kerja
1. Bersifat sebagai insektisida
2. Menghambat pembentukan telur (mandul)
BAB III. PEMBAHASAN
Tanaman dlingo adalah jenis tumbuhan air
yang tumbuh liar dilahan yang tergenang air
sepanjang tahun. Oleh masyarakat, tanaman
ini dibudidayakan dengan menggunakan
akar atau rimpangnya. Sepintas tanaman
dlingo mirip dengan pandan , namun daun
dlingo lebih kecil dan panjang seperti
pedang selain itu daun dlingo mempunyai
warna daun hijau tua dengan permukaan
yang terlihat sedikit licin dan memiliki aroma khas yang keras dan menenangkan.
Tanaman dlingo ini yang lebih dimanfaatkan adalah bagian akarnya atau rimpang,
semakin lama tanaman ini ditanam maka semakin panjang pula akar atau rimpang
yang tumbuh.

Rimpang Tanaman Jeringau
Rimpang tanaman dlingo beruas-ruas dengan tunas pada setiap ruas, selain
dipengaruhi oleh usia tanaman panjang ruas tanaman ini juga dipengaruhi oleh
kegemburan tanah. Tanaman delingo bisa mencapai panjang 60 cm dengan
pertumbuhan optimal, tanaman ini tumbuh membentuk satu koloni yang semakin
lama semakin melebar. Namun sayangnya tanaman ini kurang begitu dimanfaatkan
oleh masyarakat luas maupun perindustrian di Indonesia. Padahal tanaman dlingo ini
menghasilkan suatu minyak (Calamus oil) yang bermanfaatkan sebagai pemberi
aroma untuk minyak wangi , minuman , dan rokok.
Rimpang dlingo mengandung minyak yang bernilai serba guna seperti
campuran dalam industri makanan dan minuman, bahan penyedap, pewangi, deterjen,
sabun, dan krem kecantikan. Dlingo yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida
hayati adalah pada akarnya (rimpang), karena mengandung minyak atsiri. Rimpang
dlingo dapat digunakan dalam 2 bentuk, yaitu berbentuk tepung dan minyak. Untuk
membuat tepung, rimpang dlingo diiris-iris, dikeringkan, lalu ditumbuk. Sedangkan
cara pengolahan rimpang dlingo menjadi minyak atsiri adalah melalui penyulingan
dengan metode Destilasi (Kardinan, 2004).
Kandungan bahan kimia terpenting dalam rimpang dlingo adalah minyak
atsiri. Kandungan minyak atsirinya mengandung eugenol, asarilaldehid, asaron (alfa
dan beta asaron), kalameon, kalamediol, isokalamendiol, preisokalmendiol, akorenin,
akonin, akoragermakron, akolamonin, isoakolamin, siobunin, isosiobunin,
episiobunin, resin dan amilum (Arsiri Indonesia, 2006). Tinggi rendahnya kualitas
minyak atsiri tergantung pada daerah asal jeringau itu sendiri. Komposisi minyak
rimpang dlingo terdiri dari asarone (82%), kolamenol (5%), kolamen (4%),
kolameone (1%), metil eugenol (1%), dan eugenol (0,3%) (Kardinan, 2004).
Rimpang dan daun dlingo mengandung saponin dan flavonoida, disamping
rimpangnya mengandung minyak atsiri sebagai pengusir serangga (Anonimous,
2000). Formula rimpang Dlingo sebagai insektisida dapat dibuat secara sederhana
maupun secara laboratorium.

Rimpang dlingo dapat digunakan untuk mengendalikan beberapa serangga
pengganggu disekitar kita. Rimpang yang ditumbuk halus (bentuk tepung) dapat
digunakan untuk mengendalikan rayap dan membunuh kutu, dapat juga digunakan
untuk memusnahkan anai-anai, dengan cara menaburkan tepung dlingo di sekeliling
kayu yang diserang oleh anai-anai (Indo, M., 1972). Serangga lain yang dapat
dikendalikan adalah nyamuk, ngengat dan kecoa (Naria, 2005). Tumbuhan ini,
terutama bagian rimpangnya mengandung minyak yang dapat digunakan sebagai
bahan insektisida yang bekerja sebagai repellent (penolak serangga), antifeedant
(penurun nafsu makan), dan antifertilitas/chemosterilant (pemandul).
Tepung rimpang dlingo dapat digunakan untuk melindungi hasil panen yang
disimpan di gudang, yaitu dengan mencampurkannya pada biji-bijian dengan
konsentrasi 1-2 % atau 1-2 kg tepung dlingo dicampur dengan 100 kg biji-bijian.
Tepung rimpang dlingo dengan konsentrasi 3-5% berpengaruh terhadap mortalitas
serangga sitophilus sp. Rimpang dlingo sering digunakan sebagai insektisida nabati di
berbagai negara. Sebagai contoh, di Tiongkok dan India rimpang jeringau ini
dimanfaatkan untuk membasmi beberapa jenis kutu, di Malaysia dimanfaatkan untuk
membasmi rayap, dan di Filipina untuk mengusir walang sengit (Kardinan, 2004).
Berdasarkan cara kerja minyak dari rimpang jeringau sebagai insektisida nabati untuk
mengendalikan serangga dapat dinyatakan sebagai racun kontak, dan racun
pernafasan. Sebagai racun kontak, apabila minyak dlingo yang disemprotkan dapat
langsung mengenai bagian tubuh serangga sasaran yang menyebabkan serangga
tersebut jatuh dan akhirnya mati ditandai dengan tubuh serangga mengering karena
dehidrasi.
Dinyatakan sebagai racun kontak apabila insektisida dapat masuk kedalam
tubuh serangga sasaran lewat kulit/bersinggungan langsung (Djojosumarto, 2000).
Sebagai racun pernafasan, apabila serangga menghirup minyak rimpang jeringau
yang menyebabkan serangga tersebut tergelepar hingga akhirnya mengalami
kematian. Racun pernafasan bekerja lewat saluran pernafasan. Kebanyakan racun
pernafasan berupa gas (Djojosumarto, 2000). Pengaplikasian minyak rimpang dlingo
berbentuk cair yang dapat berubah dan menimbulkan gas. Hal ini dapat diketahui dari
baunya yang sangat menyengat (Onasis, 2001).
Untuk mendapatkan minyak dari rimpang dlingo dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
1. Siapkan 10 kg rimpang jeringau yang telah disortir dan dirajang halus.
2. Lakukan pengeringan dengan tidak langsung berada dibawah sinar matahari
sampai kadar airnya 10-25 %.
3. Lakukan penyulingan dengan alat suling yang menggunakan metode destilasi.
4. Pisahkan minyak rimpang jeringau dari air.
5. Minyak dari rimpang jeringau siap untuk digunakan.
BAB VI. KESIMPULAN
Dengan mengetahui informasi diatas, diharapkan dapat menambah wawasan
kita mengenai berbagai kandungan kimia dan manfaat dari tanaman jeringau. Karena
budidayanya yang mudah, tanaman jeringau ini dapat dikembangkan, mengingat
manfaat dari tanaman ini yang begitu besar, baik sebagai tanaman herba untuk
pengobatan manusia, maupun sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan
organisme pengganggu tumbuhan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
http://sigit01.blogspot.com/2013/07/bahan-pembuat-pestisida-nabati-jeringau.html
http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-280-jeringau-herba-dengan-
segudang-manfaat.html
http://www.forda-mof.org//files/Booklet_Pestisida_Nabati.pdf
http://isroi.com/2010/08/13/pestisida-nabati-esktrak-jeringau-atau-dlingo/
http://rumputberkhasiatobat.wordpress.com/dlingo/
http://pramudari.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai