Anda di halaman 1dari 9

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI BUDIDAYA ADAS ( Foeniculum vulgare Mill.

Oleh : Zaki Ismail Fahmi ( Calon PBT BBP2TP Surabaya )

I. PENDAHULUAN Pengembangan tanaman obat di Indonesia memiliki arti penting dan strategis. Nilai ekonomis tanaman obat, termasuk rimpang-rimpangan, di dalam negeri relatif tinggi dan menunjukkan kecenderungan meningkat dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan obat berbasis bahan baku alami, termasuk semakin maraknya penggalian potensi bahan obat dari tanaman baru, seperti tanaman adas. Adas disamping dimanfaatkan sebagai bahan obat herbal juga dimanfaatkan sebagai penghasil minyak atsiri yang menjanjikan yaitu melalui produksi biji. Disamping mengekspor, Indonesia juga mengimpor beberapa jenis minyak atsiri yang sebagian besar dapat dihasilkan di Indonesia. Pada tahun 2007, Indonesia mengekspor minyak atsiri senilai US $ 101,14 juta dan mengimpor minyak atsiri senilai US $ 381,94 juta (Ditjen IKM dalam Gunawan, 2009). Oleh sebab itu pengembangan minyak atsiri Indonesia ditujukan untuk meningkatkan ekspor dan substitusi impor, sehingga dapat menyediakan bahan baku untuk industri dalam negeri yang berarti juga dapat menghemat devisa. Impor minyak atsiri dari tahun ke tahun terus meningkat baik nilai maupun jenisnya. Besarnya nilai impor minyak atsiri serta pesatnya perkembangan usaha industri di dalam negeri memberi petunjuk bahwa potensi pasar di dalam negeri cukup besar dan semakin berkembang. Dengan demikian dari segi kebutuhan dalam negeri saja peluang pengembangan minyak atsiri Indonesia cukup terbuka. Dari segi potensi sumberdaya, bahan tanaman penghasil minyakminyak atsiri tersebut cukup tersedia dan dapat tumbuh dengan mudah di Indonesia. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan adas yaitu belum dibudidayakan secara khusus dalam skala luas dan kurangnya informasi mengenai teknologi budidaya adas. Selama ini adas hanya ditanam sebagai tanaman sela bahkan sebagai tanaman pagar dengan luasan yang kecil dan tanpa dilakukan pemeliharaan seperti pemupukan dan pemberian air yang teratur.
1

Melihat kegunaannya yang beragam dan kebutuhan dalam negeri yang belum terpenuhi maka tanaman ini cukup potensial untuk dikembangkan. Untuk mendukung pengembangan tanaman adas perlu diketahui informasi tentang tanaman adas mulai dari kegunaan, syarat tumbuh, penanganan benih dan teknik budidayanya. II. TANAMAN ADAS a) Adas dalam berbagai bahasa Hades (Sunda); adas londa, adas landi (Jawa); adhas (Madura); adas (Bali); wala wunga (Sumba); das pedas (Aceh); adas pedas (Melayu); adeh, manih (Minangkabau); paapang, paampas (Manado); popoas (Alfuru); denggudenggu (Gorontalo); papaato (Buol); porotomo (Baree); kumpasi (Sangir Talaud); adasa, rempasu (Makasar); adase (Bugis); hsiao hui (China); phong karee, mellet karee (Thailand); jintan manis (Malaysia); barisaunf, madhurika (India./Pakistan.); fennel, common fennel, sweet fennel, fenkel, spigel (Inggris) (Anonim1, 2009).

Tanaman Adas Fase Vegetatif


b) Botani

Tanaman Adas Fase Generatif

Tanaman Adas (Foeniculum vulgare Mill.) adalah tanaman herba tahunan dari familii Umbelliferae dan genus Foeniculum. Tanaman ini berasal dari Eropa Selatan dan daerah Mediterania, yang kemudian menyebar cukup luas di berbagai negara seperti Cina, Meksiko, India, Itali, Indian, dan termasuk negara Indonesia. 1. Perakaran Akar tanaman adas merupakan akar tunggang yang berwarna putih. Perakaran dalam, dapat mencapai 3 meter di bawah permukaan tanah. 2. Batang Tanaman dicirikan dengan habitus herba atau perdu tahunan, tinggi tanaman dapat mencapai 1 - 2 m dengan percabangan monopodial, batang berlubang, beralur, beruas dan berwarna hijau keputihan. Bila batang memar mengeluarkan bau wangi.
2

3. Daun Letak daun berselang-seling, daun tumbuh sehingga 40 cm panjang, berbentuk pita, dengan segmen terakhir dalam bentuk rambut, kira-kira selebar 0,5 mm (daun majemuk, menyirip ganda, bentuk jarum, ujung dan pangkal runcing, tepi rata berseludang warna putih, seludang berselaput, panjang 30-50 cm, lebar 15-25 cm, panjang pelepah 5-7 cm hijau muda dan hijau). 4. Bunga Bunga yang dihasilkan di ujung tangkai (ujung batang) adalah bunga payung majemuk yang berdiameter 5 hingga 15cm, panjang gagang bunga 2-5 mm, kelopak bentuk tabung hijau, daun mahkota lima,kuning). Setiap bagian umbel mempunyai 20-50 kuntum bunga kuning yang amat kecil pada pedikel-pedikel yang pendek. 5. Biji Buahnya adalah biji kering dengan panjang 4 - 9 mm (literatur lain 6-10 mm), lebar 3-4 mm, masih muda berwarna biru kehijauan setelah tua hijau kecoklatan atau coklat kekuningan sampai sepenuhnya coklat, dengan lebar separuh panjangnya, dan mempunyai alur, bentuk lonjong, beraroma kuat dan manis. Warna buah berbeda-beda tergantung negara asal. Biji yang dikeringkan dikenali sebagai biji adas. (Bermawi, et al., 2002).

Biji Tanaman Adas c) Jenis-Jenis Adas

Berdasarkan literature yang dikeluarkan oleh Perkumpumpulan Tanaman Herbal Amerika, genus Foeniculum mempunyai 4 subspesies yaitu : 1. Foeniculum vulgare subsp. vulgare (adas, adas manis, adas liar) Tanaman berbulu besar dengan batang kokoh tumbuh sampai 2 m tingginya. Daun menyirip, segmen 1-5 cm, berbentuk seperti benang berwarna hijau tua. Gagang bunga diameter 1-2 mm melintang dan berwarna kuning cerah. Panjang buah 4 mm, bujur-bulat telur, pipih, berwarna kehijauan atau abu-abu. 2. Foeniculum vulgare subsp. vulgare var. azoricum (adas Florence, adas umbi, finocchio, anis)
3

Mirip varietas dulce, tanaman memiliki daun basal lebih pendek yang sangat bengkak pada bagian dasar, membentuk semacam umbi palsu ukuran apel besar, sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan. 3. Foeniculum vulgare subsp. vulgare var. dulce (adas manis, adas Roman) Bentuk tanaman ini jika bibit berasal benih memiliki struktur yang sama seperti Adas liar tetapi buah umumnya lebih besar. Hal ini mudah dibedakan dari Adas liar dimana aroma adas manis var dulce lebih kuat dan dapat dirasakan melalui daun dan buahnya. 4. Foeniculum vulgare subsp. piperitum (adas lada liar) Carosella (Var. piperatum) merupakan tanaman lebih besar dari adas liar atau manis, dengan seludang daun sangat panjang yang menyelimuti tangkai bunga. Sumber :Anonim2, 2005. Penelitian mengenai karakterisasi tanaman adas (Foeniculum vulgare Mill.) dilakukan di Manoko, Jawa Barat. Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakter morfologi dan mutu 2 tipe adas yaitu : 1. Tipe adas asal Cepogo (Jawa Tengah). Tipe Cepogo memiliki rata-rata tinggi tanaman, jumlah batang, jumlah tandan bunga per batang dan produksi buah kering per rumpun yang lebih banyak dibandingkan tipe manoko yaitu berturut-turut 151.67 cm, 51.25, 29.54 cm dan 123.7 gram (data panen tahun ke-2) 2. Tipe asal Manoko (Jawa Barat). Tipe Manoko memiliki jumlah ruas, jumlah individu bunga per tandan dan diameter tandan bunga yang lebih besar dibanding tipe Cepogo yaitu berturut-turut 18.30, 36.59 dan 12.37 cm Parameter yang diamati meliputi karakter morfologi, agronomi serta mutu buah dan sifat fisika dan kimia minyaknya. Tidak ditemukan perbedaan dalam karakter morfologi batang, daun, bunga dan buah namun ditemukan perbedaan dalam beberapa karakter agronomi yang diamati (Bermawi, et al., 2002).
d) Kandungan Minyak Atsiri

Penelitian mengenai kandungan minyak atsiri adas di Indonesia menyatakan biji adas yang berasal dari Boyolali, Cipanas, dan Bintang memiliki kandungan minyak yang berbeda-beda. Kandungan minyak tertinggi dihasilkan dari biji adas yang berasal dari daerah Bintang yaitu sebesar 6,15 %. Bahan dasar dan fraksinasi dalam ketel penyulingan meningkatkan kandungan minyak. Namun perlakuan tersebut memberikan efek lebih kecil terhadap karakteristik minyak. Panen tertinggi dari produksi minyak dihasilkan sebesar 4,21 % dengan kandungan anethol sebesar 26,17 % (Taurin, et al., 1989).
4

Tabel 1. Kadar Minyak Atsiri, Anethol, Fenchone Dan Estragol Pada Beberapa Jenis Adas dari Beberapa Lokasi yang Berbeda
Jenis/tempat asal Adas (F. vulgare) Cipanas, Jawa Barat Adas (F. vulgare) Lembang , Jawa Barat Adas jamu (F. vulgare) Jawa Tengah Adas (F. dulce) dari pedagang Anis (Star anis) dari pedagang Kadar minyak(g/100 ml) 3,83 3,23 4,39 2,23 13,97 Anethol (%) 43,3 28,3 44,5 73,0 82,8 Fenchone (%) 33,3 28,9 16,9 2,0 Estragol (%) 15,3 16,9 22,7 0,96 0,96

Sumber: Risfaheri dan Makmun (1999) dalam Rusmin dan Melati 2007 Kandungan minyak atsiri yang paling utama dari varietas dulce mengandung anethol (50 - 80%), limonene (5%), fenchone (5%), estragol (methyl-chavicol), safrol, alpha-pinene (0,5%), camphene, beta-pinene, beta-myrcene dan pcymen. Sebalik-nya varietas vulgare tidak dibudi-dayakan, kadang-kadang mengandung lebih banyak minyak atsiri, tetapi karena dicirikan oleh fenchone yang pahit (12 - 22%) sehingga harganya lebih murah dari varietas dulce. Literatur lain menyatakan analisis biji adas menunjukkan kelembaban sebesar 6,3%, protein 9,5%, lemak 10%, mineral 13,4%, serat 18,5% dan karbohidrat 42,3%. Mineral dan vitamin terdiri dari kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, tiamin, riboflavin, niacin dan vitamin C. nilai kalori sebesar 370 kal. Hasil minyak (2,5 - 5%) bervariasi menurut varietas dan asal tanaman adas dan konsentrasi tertinggi minyak adas berkisar antara 2 - 7% ditemukan dalam biji. Minyak atsiri adas adalah campuran dari paling tidak satu lusin kimia yang berbeda dan bahan utama adalah: anethole (40 - 70%), fenchone (1 20%) dan estragole (2 - 9%), senyawa lainnya (pinene, chavicole, dipentena,limenene dll) yang hadir dalam konsentrasi biasanya kurang dari 1% ( Kaur dan Aurora, 2010).
e) Syarat Tumbuh

Tanaman adas dapat tumbuh dari dataran rendah sampai dataran tinggi (10 1.800 m dari pemukaan laut). Di pulau Jawa adas ditanam pada daerah dengan ketinggian 1.600 - 2.400 m dpl. Adas memerlukan cuaca sejuk dan cerah (150C - 200C) untuk menunjang pertumbuhannya, dengan curah hujan sekitar 2500 mm/tahun. Adas banyak ditemukan di tepi sungai, danau atau tanggul daerah pembuangan. Adas merupakan tanaman khas di palung sungai. Adas akan tumbuh baik pada tanah berlempung, tanah yang cukup subur dan berdrainase baik, berpasir atau liat berpasir dan berkapur dengan pH 6,5 - 8,0 (Rusmin dan Melati, 2007). Tanaman adas membutuhkan sinar matahari penuh, toleran terhadap kondisi tanah yang beragam diantaranya tanah asam, tanah kering dan
5

membutuhkan pengaturan drainase yang baik. Derajat keasaman yang diperlukan yaitu pH 4.8 - 8.2 (Anonim3, 2011). III. BUDIDAYA TANAMAN ADAS Bahan Tanaman Tanaman adas diperbanyak secara generatif dengan benih dan dapat menggunakan bahan vegetatif yaitu memisahkan anakan. Benih dipanen dari buah yang sudah masak dengan kriteria berwarna hijau terang (masak fisiologis). Anakan adas bisa dipisahkan dari rumpun yang telah cukup tua, yang langsung dipindahkan ke lokasi penanaman baru. Benih yang berasal dari anakan akan cepat tumbuh, membentuk rumpun baru dan menghasilkan daun serta biji. Kelemahan benih dari pemisahan anakan tidak dapat diperoleh dalam jumlah banyak secara masal. Tanaman dari famili Umbelliferrae seperti ketumbar, adas biasanya mempunyai daya berkecambah yang rendah (dibawah 70 %). Untuk meningkatkan persentase berkecambah diperlukan perlakuan (treatment) terhadap benih sebelum ditanam di antaranya perendaman dalam air selama 24 jam, perendaman dalam larutan PEG dan KNO3. Kebutuhan bibit/ha adalah sebanyak 0.5 - 1 kg (disemaikan terlebih dahulu) dan 4 - 6 kg apabila ditanam langsung di lapang (Rusmin dan Melati, 2007).

Teknologi Budi Daya Pengolahan lahan dimulai dari pembersihan lahan dari gulma, pencangkulan dan penggarpuan yang dilanjutkan dengan pembuangan sisa-sisa akar tanaman lain. Selanjutnya dilakukan pembuatan lubang tanam dengan jarak tanam yang biasa digunakan yaitu (0,5 - 1) x 1 m, literature lain menyatakan jarak tanam adas sekitar 40 X 60 cm dengan populasi per hektar 400 rumpun. Lubang tanam yang telah disiapkan kemudian diisi dengan pupuk kandang sebanyak lebih kurang 100 g/lubang. Jarak tanam yang lebih lebar menghasilkan tanaman adas lebih tinggi. Senyawa pembungaan per tanaman meningkat dikarenakan jarak antara tanaman meningkat. Hasil biji per tanaman lebih besar dalam jarak yang lebih luas. Di sisi lain, jarak tanam sedang (30 cm) menghasilkan produksi benih yang lebih tinggi dan kandungan minyak per hektar yang lebih tinggi. Penanaman tanaman lebih awal menghasilkan tanaman lebih tinggi, dengan senyawa pembungaan yang lebih tinggi pula. Persentase minyak tidak terpengaruh, sementara hasil biji yang lebih tinggi dan minyak secara signifikan diperoleh (Abdalah et al, 1978). Penanaman dilakukan pada permulaan musim hujan, dimana setiap lubang tanam ditanam 1 bibit. Adas selain dibudidayakan secara monokultur juga dapat ditanam di lahan-lahan terbuka yang belum dimanfaatkan, di pematang kebun atau di pinggir jalan (tumpang sari
6

dengan tanaman lain). Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiangan gulma, pemupukan, penyiraman, dan pemberantasan hama dan penyakit. Penanaman adas sebaiknya tidak berdekatan dengan tanaman kacangkacangan, jintan, ketumbar, tomat, dan kohlrabi. Hal ini akan menyebabkan allelopaty antara tanaman adas dengan tanaman-tanaman tersebut (Gallaghers, 2011). Pemupukan tanaman adas perlu mempertimbangkan jumlah hara makro yang terangkut lewat panen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat hasil buah kering 600-900 kg/ha/tahun, hara makro N, P, K dan Ca yang terangkut masing-masing adalah 18,31-27,46 kg N, 6,59-9,88 kg P2O5, 16,85-25,27 kg K2O dan 9,99-14,99 kg CaO. Untuk pembentukan seluruh bagian vebetatif tanaman dengan bobot panen basah 900 g/tanaman diperlukan masing-masing 56,68 kg N, 11,73 kg P2O5, 63,32 kg K2O dan 30 kg CaO/Ha. Tanaman adas sangat respon terhadap pemupukan N, P dan K. Untuk mendapatkan hasil panen sebesar 113 kg/ha di India membutuhkan 27 kg N, 5 kg P dan 17,5 kg K/ha. Sedangkan di Indonesia untuk mendapatkan hasil panen basah sebesar 900 g/tanaman dibutuhkan 56,68 kg N, 11,73 kg P dan 30 kg CaO/ha. (Rivaled dan Sudiarto, 1998 dalam Hasanah, 2004). Pemupukan Nitrogen memberikan hasil yang lebih tinggi dalam produksi bunga dan meningkatkan prosentase minyak, hasil panen biji dan hasil minyak sesuai dengan peningkatan dosis (Abdallah, et al., 1978). Bantain dan Cung (1994) menyatakan bahwa cara pemberian pupuk N dan pengairan perlu memperhatkan stadia pertumbuhan tanaman. Pengairan diberikan bila evaporimeter menunjukkan defisit 30-40 mm. hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman adas responsive terhadap perlakuan irigasi. Tanaman adas juga sangat respon dengan irigasi. Pemberian irigasi diperhitungkan dengan stadia per-tumbuhan tanaman, pengairan di-berikan apabila eoeporimeter menunjukkan defisit 30 - 40 mm. Irigasi yang teratur akan meningkatkan hasil dan mutu buah, interval pemberian tergantung pada tipe tanah dan kultivarnya. Dua jenis mikoriza arbuskular (MA) yaitu jamur Glomus macrocarpum dan Glomus fasciculatum meningkatkan secara signifikan dalam pertumbuhan dan konsentrasi minyak atsiri Foeniculum vulgare Mill. Namun, inokulasi MA pada tanaman bersama dengan pemupukan fosfor secara signifikan meningkatkan pertumbuhan, serapan P dan kandungan minyak atsiri tanaman dibandingkan dengan salah satu dari komponen diterapkan secara terpisah. Di antara dua inokulan jamur, G. fasciculatum menunjukkan hasil pertumbuhan tertinggi pada kedua tingkat fosfor yang digunakan dengan nilai sampai 78% dalam peningkatan konsentrasi minyak atsiri dari biji adas atas kontrol (tanpa mikoriza). Karakterisasi minyak atsiri dengan kromatografi gas cair menunjukkan bahwa tingkat anethol nyata ditingkatkan oleh mikoriza(Kapoor, et al., 2004).
7

Panen dan pasca panen Tanaman adas mulai dipanen pada umur 8 bulan setelah tanam yang ditandai dengan warna buah hijau keabu-abuan sampai kehitaman dan cukup keras apabila dipijit. Jika bibit tanaman berasal dari pemisahan anakan akan menghasilkan buah yang lebih cepat dibanding dari biji. Buah adas matangnya tidak serempak, sehingga panennya membutuhkan waktu yang cukup lama (4 bulan) dengan 15 kali pemetikan dalam interval waktu 1 - 2 minggu. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik karangan buah yang telah masak, buah yang masih muda ditinggalkan untuk periode panen berikutnya. Buah hasil panen dijemur di bawah sinar matahari sampai kadar air mencapai 12 - 14%. Buah yang telah dikeringkan kemudian dibersihkan dari kotoran tanaman. Pengemasan dilakukan dalam kantong-kantong plastik yang bersih dan disimpan dalam gudang. Perubahan komposisi kimia minyak adas yang disebabkan oleh perlakuan penyimpanan dengan analisis GCMS (Gas Chromatography Mass Spectrometri), pada minyak adas yang telah disimpan selama 3 bulan menunjukkan bahwa komponen utamanya yaitu transanethol mengalami oksidasi dan reduksi menjadi p-anisaldehid, anis keton dan senyawa benzil metilketon. Perubahan komposisi kimia minyak adas tersebut diperkirakan karena pengaruh cahaya dan oksigen yang terdapat di udara. Wadah simpan yang digunakan untuk menyimpan minyak adas tersebut adalah botol yang bening (transparan), yang sebaiknya digunakan botol yang gelap. (Rusmin dan Melati, 2007). IV. PENUTUP Tanaman adas termasuk tanaman yang memiliki tingkat penyebaran yang tinggi (tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia), dapat tumbuh dari dataran rendah sampai dataran tinggi dan berbagai tipe tanah. Perlunya pengembangan usaha tanaman adas dalam skala lebih luas dikarenakan kebutuhan dalam negeri akan minyak atsiri yang masih besar dan peluang ekspor yang masih terbuka lebar. Tanaman adas memiliki kegunaan yang beragam disamping sebagai tanaman obat, bahan makanan, juga dimanfaatkan sebagai penghasil minyak atsiri yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Pengembangan teknologi budidaya adas masih sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi dan kualitas biji adas, hal ini untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang masih tinggi akan minyak atsiri khususnya adas.

DAFTAR PUSTAKA
Abdallah N, El-Gengaihi S, Sedrak E, 1978. The Effect Of Fertilizer Treatments On Yield Of Seed And Volatile Oil Of Fennel (Foeniculum vulgare Mill.). Pharmazie 33(9), 607-8 Anonim1, 2009. Manfaat Tanaman Adas Foeniculum vulgare reunian.blogspot.com/. Diakses tanggal 18 Januari 2011. Mill. http://e-

Anonim2, 2005. Fennel. http://www.herbsociety.org. Diakses tanggal 18 Januari 2011. Anonim3. 2011. Fennel.http://www.gardening.cornell.edu/homegardening/scene994c.html. Diakses tanggal 18 Januari 2011. Bautain, M and B. Chung, 1994. Effect of Irigation and Nitrogen on The Yield Components of Fennel (Foeniculum vulgare Mill.) Ausy J, Exp Agric 34 : 845-849. Bermawie Nurliani, Nur Ajijah dan Otih Rostiana, 2002. Karakterisasi Morfologi Dan Mutu Adas (Foeniculum Vulgare Mill.), Buletin Tanaman Rempah dan Obat,Vol. XIII,No. 2. Galaghers, John. An Herbal Cultivation Guide. http://www.learningherbs.com. Diakses tanggal 18 Januari 2011. Gunawan, Wien. 2009. Kualitas Dan Nilai Minyak Atsiri, Implikasi Pada Pengembangan Turunannya, Seminar Nasional dengan tema: Kimia Bervisi SETS (Science, Environment, Technology, Society) Kontribusi Bagi Kemajuan Pendidikan dan Industri. Semarang, Maret, 21. Hasanah, Maharani, 2004. Perkembangan Teknologi Budi Daya Adas (Foeniculum vulgare Mill.). Jurnal Litbang Pertanian 23 (4). Kapoor R, Giri B, Mukerji KG, 2004. Improved Growth and Essential Oil Yield and Quality in Foeniculum vulgare Mill On Mycorrhizal Inoculation Supplemented With PFertilizer. Bioresour Technol. 93(3), 307-11. El-Gengaihi S, Abdallah N. (1978) "The Effect of Date of Sowing and Plant Spacing on Yield of Seed and Volatile Oil of Fennel (Foeniculum vulgare Mill.)." Pharmazie 33(9), 605-6. Kaur Gurinder Jeet dan Daljit Singh Arora, 2010. Bioactive Potential of Anethum graveolens, Foeniculum vulgare and Trachyspermum ammi Belonging to the Family Umbelliferae. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 4(2), pp. 087-094. Rusmin Devi dan Melati, 2007. Adas Tanaman Yang Berpotensi Dikembangkan Sebagai Bahan Obat Alami. Warta Puslitbangbun, Vol.13 No. 2. Taurin E., Rusli S. & Mapiliandari , 1989. Distillation of Fennel Oil. Agris Centre Record. no ID930001.

Anda mungkin juga menyukai