Anda di halaman 1dari 22

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peranan minyak atsiri dalam kehidupan manusia telah memulai sejak beberapa abad yang lalu, yaitu sejak zaman pemerintahan raja Firaun di Mesir. Jenis minyak yang telah dikenal pada saat itu terbatas pada minyak atsiri tertentu, terutama yang berasal dari rempah-rempah. Penggunaan minyak atsiri demikian luas sehingga sulit untuk menentukan apakah penyebab atau akibat yang mendorong perkembangan tersebut, pengunaan minyak atsiri sebagai obatobatan menjadi kecil artinya dibandingkan penggunaannya pada parfum, minuman, bahan pangan dan sebagainya. Ilmu botani, pertanian, ilmu obatobatan dan ilmu kimia semua ini membantu perkembangan industri minyak atsiri. Semua bidang ilmu tersebut bekerja sama sama secara terpadu agar mendapat manfaat dengan mutu minyak yang lebih tinggi Koensoemardiyah (2010:1) menerangkan bahwa minyak atsiri adalah salah satu kandungan tanaman yang sering disebut minyak terbang ( volatile oils). Minyak atsiri dinamakan demikian karena minyak tersebut mudah menguap. Selain itu minyak atsiri juga disebut essential oil karena minyak tersebut memberikan bau pada tanaman

Rismunandar (1995) dalam Syarurrozi (2009:1) menjelaskan bahwa minyak atsiri hanya mengandung zat-zat kimia organik yang membentuk secara terpadu aroma yang khas dari setiap jenis rempah-rempah, seperti halnya kayu manis. Kulit kayu manis sebelum masehi dikenal sebagai sumber pewangi untuk membalsem mumi rajaraja Mesir, maupun sebagai peningkat cita rasa masakan

dan minuman, aroma kulit kayu manis ini berasal dari minyak atsiri yang baru pada abad 16-17, jelasnya pada tahun 1574 direalisasikan melalui destilasi uap. Selanjutnya Syarurrozi (2009:2) mengemukakan bahwa bagian dari kayu manis yang dimanfaatkan adalah bagian kulit dan daunnya. Umumnya kulit yang diperdagangkan berupa kulit kering sehingga perlu penjemuran. Sinar matahari sangat dibutuhkan untuk penjemuran tersebut, bila sinar matahari kurang maka dikhawatirkan kulit yang dihasilkan memiliki kadar air yang cukup tinggi sehingga dapat memacu pertumbuhan jamur keberadaan jamur ini dapat menurunkan mutu kayu manis. Kulit kayu manis dapat digunakan dalam bentuk aslinya, baik berupa potongan maupun bubuk, misalnya untuk bermacam macam roti, masakan daging, ikan dan minuman. Pengolahan kulit kayu manis dan daun berupa minyak atsiri kayu manis. Minyaknya banyak digunakan sebagai pemberi rasa dan aroma dalam industri makanan, minuman, farmasi, rokok dan kosmetik. Manfaat lain minyak kayu manis dipakai sebagai obat tradisional, yaitu mengeluarkan angin dan membangkitkan selera makan atau menguatkan lambung. Minyak atsiri pada penelitian ini diperoleh dengan cara destilasi. Untuk menghasilkan minyak atsiri yang berkualitas dari kulit kayu manis maka perlu dilakukan penetapan kadar minyak atsiri dan kadar air yang terkandung dari hasil proses destilasi tersebut. Berdasarkan dari permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Penetapan Kadar Minyak Atsiri dan Kadar Air pada Kayu Manis Dengan Metode Destilasi

B. Alasan Pemilihan Judul Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis ingin menngetahui bagaimana penetapan kadar minyak atsiri dan kadar air pada kayu manis dengan metode destilasi. . C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penetapan kadar minyak atsiri dan kadar air yang terkandung di dalam kayu manis dengan metode destilasi. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui penetapan kadar minyak atsiri pada kayu manis dengan metode destilasi. b. Untuk mengetahui kadar air pada kayu manis dengan metode destilasi.

D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang penetapan kadar minyak atsiri dan kadar air kayu manis dengan metode destilasi 2. Bagi mahasiswa Dapat memberikan masukan serta saran yang bermanfaat dalam sistem pembelajaran. 3. Bagi akademik Hasil penelitian ini akan bermanfaat sebagai bahan bacaan di perpustakaan

akademi farmasi sehingga dapat menambah pengetahuan khususnya bagi mahasiswa di Akademi Farmasi YPPM Mandiri Banda Aceh 4. Bagi masyarakat Untuk memberikan informasi bagi masyarakat tentang penetapan kadar minyak atsiri dan kadar air pada kayu manis dengan metode destilasi.

E. Organisasi Penulisan KTI Proposal ini disusun atas 3 Bab, yaitu Bab I merupakan Bab Pendahuluan yang meliputi, latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, tujuan penelitian, manfaat penelitian. Selanjutnya Bab II, dibahas tinjauan kepustakaan yang meliputi, kayu manis, minyak atsiri, minyak atsiri kayu manis, penetapan kadar minyak atsiri dan penetapan kadar air pada kayu manis dengan metode destilasi. Kemudian pada Bab III, merupakan Bab metodologi penelitian yang meliputi; alat dan bahan, prosedur kerja penetapan kadar minyak atsiri dan penetapan kadar air.

BAB II Kajian Teoritis 1. Kayu Manis Nama ilmiah : Cinnamomum burmani (Nees.) BI. Nama asing : Kaneelkassia, Cinnamomum tree (inggris); yin xiang (cina). Nama daerah : Sumatera: Holim, holim manis, modang siaksiak (Batak), kanigar, kayu manis (Melayu), madang kulit manih (Minang kabau). Jawa: Huru mentek, kiamis (Sunda), kanyengar (Kangean). Nusa tenggara: Kesingar, kecingar, cingar (bali), onte (Sasak), Kaninggu (Sumba), Puundinga (Flores).
Dibudidayakan untuk diambil kulit kayunya, di daerah pegunungan sampai ketinggian 1.500 m. Tinggi pohon 1-12 m, daun lonjong atau bulat telur, warna hijau, daun muda berwarna merah. Kulit berwarna kelabu; dijual dalam bentuk kering, setelah dibersihkan kulit bagian luar, dijemur dan digolongkan menurut panjang asal kulit (dari dahan atau ranting) (Haris, 1990)

1.1. Klasifikasi dan Morfologi Kayu Manis Sistematika kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001), sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Gymnospermae Subdivisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Sub kelas : Dialypetalae Ordo : Policarpicae

Famili : Lauraceae Genus : Cinnamomum Spesies : Cinnamomum burmannii Daun kayu manis duduknya bersilang atau dalam rangkaian spiral. Panjangnya sekitar 912 cm dan lebar 3,45,4 cm, tergantung jenisnya. Warna pucuknya kemerahan, sedangkan daun tuanya hijau tua. Bunganya berkelamin dua atau bunga sempurna dengan warna kuning, ukurannya kecil. Buahnya adalah buah buni, berbiji satu dan berdaging. Bentuknya bulat memanjang, buah muda berwarna hijau tua dan buah tua berwarna ungu tua (Rismunandar dan Paimin, 2001).

1.2. Budidaya Kayu Manis Jenisjenis kayu manis dapat diperbanyak melalui biji, tunas, akar, stek dan cangkokan. Untuk membentuk tanaman yang luas, ditempuh jalan menyemaikan biji sebanyak mungkin (Rismunandar, 1995). Bibit tanaman yang biasa dipakai untuk memperbanyak tanaman kayu manis adalah dari biji dan dari tunas berakar, cara yang terbaik adalah menggunakan bibit yang berasal dari biji pohon induk yang telah dikenal baik.

1.3. Sistem Panen Kayu Manis Menurut Rismunandar dan Paimin (2001), sistem panen sangat menentukan mutu kayu manis yang dihasilkan. Panen yang kurang benar dapat menurunkan mutu. Ada empat sistem panen yang di kenal yaitu : sistem tebang sekaligus, sistem situmbuk, sistem batang dipukuli sebelum ditebang dan sistem vietnam.

Sistem tebang sekaligus dilakukan dengan cara memotong langsung tanamannya hingga dekat tanah, setelah itu dikuliti, sedangkan pada sistem situmbuk biasanya sekitar dua bulan sebelum penebangan, kulit batang tanaman dikupas melingkar mulai pada ketinggian 5 cm dari pangkal batang hingga 80 100 cm. Selanjutnya tanaman ditebang pada ketinggian 5 cm dari pangkal batang. Tujuan menyisakan pangkal batang ini adalah untuk menumbuhkan tunas baru yang dapat dijadikan bibit. Pada sistem batang dipukuli sebelum di tebang caranya dengan memukuli kulit batang hingga melingkar. Dengan cara ini diharapkan kulit yang diperoleh lebih tebal. Bertambahnya ketebalan kulit karena pada bekas pukulan akan terjadi memar atau keretakan pada kulit

1.4. Kulit Kayu Manis Produk kayu manis merupakan hasil utama dari kayu manis, produk ini berupa potongan kulit yang dikeringkan. Menghasilkan produk kayu manis sangat sederhana, yaitu cukup dengan penjemuran. Sebelum dijemur, kulit dikikis atau dibersihkan dari kulit luar, lalu dibelahbelah menjadi berukuran lebar 34 cm. Selanjutnya kulit yang sudah bersih ini dijemur dibawah terik matahari selama 23 hari, kulit dinyatakan kering kalau bobotnya sudah susut sekitar 50% artinya, kalau bobot sebelum dijemur sekitar 1 kg maka kayu manis kering harus berbobot 0,5 kg. Kulit bermutu rendah karena kadar airnya masih tinggi, kadar air tinggi diakibatkan oleh kurangnya waktu penjemuran selain kadar air masih tinggi, mutu kulit dipengaruhi oleh kebersihan tempat penjemuran. Agar dapat menghasilkan mutu kulit yang baik, penjemuran sebaiknya dilakukan di bawah sinar matahari penuh (Rimunandar dan Paimin, 2001).

Syarat mutu kayu manis sesuai Standar Nasional Indonesia meliputi spesifikasi umum dan spesifikasi khusus. Spesifikasi umum meliputi : Uji fisika/mekanik : Pengikisan ,warna, rasa. Uji mikrobiologi : Serangga utuh mati, kadar jamur/kapang, kotoran mamalia, kotoran binatang lain. Uji kimia Cemaran : Kadar air, kadar abu, kadar pasir. : Bahan asing, cemaran serangga.

Tabel 1. Spesifikasi Persyaratan Umum Kayu Manis No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Spesifikasi Pengikisan Warna Rasa Serangga utuh mati Kotoran Mamalia Kotoran binatang lain kadar jamur/kapang (bobot/bobot) Cemaran serangga (bobot/bobot Bahan asing Kadar air (bobot/bobot) Kadar abu (bobot/bobot) dry basis Kadar pasir (bobot/bobot) dry basis Satuan ekor Mg/b Mg/b % % % % % % Persyaratan bersih kuning, kuning tua, kuning kecoklatan pedas-pedas manis, khas Cassia Indonesia maksimum 2 dari total sub contoh maksimum 1,0 maksimum 1,0 maksimum 5,0 maksimum 2,5 maksimum 0,50 maksimum 14,0 maksimum 5,0 maksimum 1,0

Dirjen POM RI, (2000)

1.5. Kandungan Kimia Kayu Manis Minyak atsiri yang berasal dari kulit komponen terbesarnya ialah cinnaldehida 60-70% ditambah dengan eugenol, beberapa jenis aldehida, benzylbenzoat, phelandrene dan lainlainnya. Kadar eugenol ratarata 8066%. Dalam kulit masih banyak komponenkomponen kimiawi misalnya: damar, pelekat, tanin,

zat penyamak, gula, kalsium, oksalat, dua jenis insektisida cinnzelanin dan cinnzelanol, cumarin dan sebagainya (Rismunandar, 1995). Kulit kayu manis mempunyai rasa pedas dan manis, berbau wangi, serta bersifat hangat. Beberapa bahan kimia yang terkandung di dalam kayu manis diantaranya minyak atsiri eugenol, safrole, sinamaldehide, tannin, kalsium oksalat, damar dan zat penyamak (Hariana, 2007).

2. Minyak Atsiri Minyak atsiri juga dikenal dengan nama minyak mudah menguap atau minyak terbang. Pengertian atau defenisi minyak atsiri yang ditulis dalam Encyclopedia of Chemical Technology menyebutkan bahwa minyak atsiri merupakan senyawa, yang pada umumnya berwujud cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, biji maupun dari bunga dengan cara penyulingan dengan uap (Sastrohamidjojo, 2004). Minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, bunga, atau biji. Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang menghasilkannya, dan umumnya larut dalam pelarut organik. Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut minyak atsiri. Misalnya dalam bahasa inggris disebut essensial oils, ethereal oils dan volatile oils. Dalam bahasa Indonesia ada yang menyebut minyak kabur. Mengapa minyak atsiri dikatakan sebagai minyak terbang atau minyak kabur? tiada lain karena minyak atsiri

mudah menguap apabila dibiarkan begitu saja dalam keadaan terbuka (Lutony dan Rahmayati, 2002). 2.1. SifatSifat Minyak Atsiri Menurut Gunawan dan Mulyani (2004) sifat-sifat minyak atsiri ialah: Tersusun oleh bermacam macam komponen senyawa, Memiliki bau khas, umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya. Mempunyai rasa getir, kadang kadang berasa tajam, menggigit, memberi kesan hangat sampai panas, atau dingin ketika terasa dikulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya. Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa lain) mudah menguap pada suhu kamar, Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah menjadi tengik (rancid), Bersifat tidak stabil pada pengaruh lingkungan, baik berupa oksigen udara, sinar matahari dan panas, Indeks biasnya tinggi. Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan rotasi yang spesifik dan tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup larut hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya sangat kecil, Sangat mudah larut dalam pelarut organik.

2.2. Fungsi Minyak Atsiri 2.2.1. Fungsi Minyak Atsiri bagi Tanaman Minyak atsiri dalam jumlah yang relatif besar disimpan dalam tanaman, karena tidak ditransfer ke batang atau daun sebelum daun itu gugur sehingga timbul asumsi kuat bahwa minyak atsiri merupakan sumber energi yang penting. Minyak ini

dapat menolak kehadiran binatang akan tetapi bagi tanaman tertentu, minyak atsiri dapat menarik serangga sehingga penyerbukan lebih efektif. Di lain pihak tercipta sejenis daya tahan tanaman terhadap kerusakan oleh binatang maupun tanaman parasit dengan dihasilkan minyak dengan bau yang merangsang. Minyak berfungsi sebagai penutup bagian kayu yang terluka atau berfungsi sebagai vernis untuk mencegah penguapan air (cairan sel) yang berlebihan sehingga berfungsi sebagai penghambat penguapan air (Guenther, 1987).

2.2.2. Fungsi Minyak Atsiri bagi Manusia Minyak atsiri sebagai bahan pewangi dan penyedap, antiseptik internal atau eksternal, sebagai bahan analgesik, haemolitik atau sebagai antizymatik, sebagai sedativa, stimulants, untuk obat sakit perut. Minyak atsiri mempunyai sifat membius, merangsang atau memuakkan. Disamping itu beberapa jenis minyak atsiri lainnya dapat digunakan sebagai obat cacing. Minyak atsiri juga membantu pencernaan dengan merangsang sistem saraf sekresi sehingga dengan mencium baubauan tertentu, maka akan keluar cairan getah sehingga rongga mulut dan lambung menjadi basah. Kegunaan lain dari minyak atsiri adalah sebagai bahan pewangi kosmetik (Guenther, 1987).

2.3. Minyak Atsiri Kayu Manis Minyak atsiri kayu manis merupakan produk samping dari kayu manis. Minyak ini mengandung bahan kimia organik yang berbentuk aroma khas secara

terpadu. Minyak atsiri dapat diperoleh dari kulit ranting dan daun. Nama minyak kayu manis ini didasarkan pada jenis kayu manis dan bahan asal bahan, yaitu Cinnamon leaf oil adalah minyak yang diperoleh dari daun kayu manis. Cinnamon bark oil adalah minyak yang diperoleh dari kulit. Sementara Cassia oil adalah minyak yang diperoleh dari daun, ranting dan bubuk kulit kayu manis. Komponen utama yang terkandung didalam minyak kayu manis adalah sinamaldehid, eugenol, aceteugenol, dan aldehida, selain itu masih ada kandungan lain yang menentukan aroma spesifik dari kayu manis. Kandungan terbesar dalam minyak kayu manis adalah eugenol, sekitar 80-90%. Minyak ini diperoleh dari penyulingan atau destilasi air dan uap, kandungan minyak yang diperoleh tergantung pada cara penyulingannya (Rismunandar dan Paimin, 2001). Cinnamon bark oil diperoleh dengan cara menyuling serbuk kulit kayu manis kering atau serpihan kulit yang tidak dapat dijual. Cinnamon bark oil mengandung Cinnamic aldehyde (tidak boleh kurang dari 55%), eugenol (4-10%), alipathic aldehyde, dan phellandene.
Patokan mutu cinnamon bark oil menurut Essential oil Association of USA (EOA) meliputi sifat alami dan kimiawi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2. Spesifikasi Minyak Atsiri Kayu Manis

No 1 2 3 4 5 6

Parameter Warna, Penampilan, dan bau Berat jenis pada 25 0C Putaran optic Refractive index, 200C Kandungan cinnamicaldehyde Kelarutan dalam alkohol 70%

Zat/Ukuran cairan kuning dengan bau kayu manis dan rasa pedas yang membakar 1,010 sampai 1,030 00 sampai 20 1.5730 sampai 1.5910 55 % sampai 78 % larut dalam 3 volume

Sumber: Haris, (1990)

2.3.1 Khasiat dan Manfaat Kayu Manis Minyak atsiri dari kayu manis mempunyai daya bunuh terhadap mikroorganisme (antiseptis), membangkitkan selera atau menguatkan lambung (stomakik) juga memiliki efek untuk mengeluarkan angin (karminatif). Selain itu minyaknya dapat digunakan dalam industri sebagai obat kumur dan pasta, penyegar bau sabun, deterjen, lotion parfum dan cream. Dalam pengolahan bahan makanan dan minuman minyak kayu manis digunakan sebagai pewangi atau peningkat cita rasa, diantaranya untuk minuman keras, minuman ringan (softdrink), agaragar, kue, kembang gula, bumbu gulai dan sup (Rismunandar dan Paimin, 2001).

2.4. Penetapan Kadar Minyak Atsiri Menurut Gunawan dan Mulyani (2004), minyak Atsiri umumnya diisolasi dengan empat metode yang lazim digunakan sebagai berikut : 1. Metode Destilasi Di antara metode-metode isolasi yang paling lazim dilakukan adalah metode destilasi. Beberapa metode destilasi yang popular dilakukan di berbagai perusahaan industri penyulingan minyak atsiri, antara lain sebagai berikut : a. Metode destilasi kering (langsung dari bahannya tanpa menggunakan air). Metode ini paling sesuai untuk bahan tanaman yang kering dan untuk minyakminyak yang tahan pemanasan (tidak mengalami perubahan bau dan warna saat dipanaskan), misalnya oleoresin.

b. Destilasi air, meliputi destilasi air dan uap air dan destilasi uap air langsung. Metode ini dapat digunakan untuk bahan kering maupun bahan segar dan terutama digunakan untuk minyak-minyak yang kebanyakan dapat rusak akibat panas kering. Seluruh bahan dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang bentuknya mirip dandang. Dalam metode ini ada beberapa versi perlakuan yaitu sebagai berikut: 1) Bahan tanaman langsung direbus dalam air. 2) Bahan tanaman langsung masuk air, tetapi tidak rebus. Dari bawah dialirkan uap air panas. 3) Bahan tanaman ditaruh di bejana bagian atas, sementara uap air dihasilkan oleh air mendidih dari bawah dandang. 4) Bahan tanaman ditaruh di dalam bejana tanpa air dan disemburkan uap air dari luar bejana. 2. Metode Penyarian Metode penyarian digunakan untuk minyak-minyak atsiri yang tidak tahan pemanasan seperti cendana. Kebanyakan dipilih metode ini karena kadar minyaknya di dalam tanaman sangat rendah/kecil. Bila dipisahkan dengan metode lain, minyaknya akan hilang selama proses pemisahan. Pengambilan minyak atsiri menggunakan cara ini diyakini sangat efektif karena sifat minyak atsiri yang larut sempurna di dalam bahan pelarut organik nonpolar. 3. Metode Pengepresan atau Pemerasan Metode pemerasan/pengepresan dilakukan terutama untuk minyak-minyak atsiri yang tidak stabil dan tidak tahan pemanasan seperti minyak jeruk ( citrus).

Juga terhadap minyak-minyak atsiri yang bau dan warnanya berubah akibat pengaruh pelarut penyari. Metode ini juga hanya cocok untuk minyak atsiri yang randemennya relatif besar. 4. Metode Enfleurage Metode enfleurage adalah metode penarikan bau minyak atsiri yang dilekatkan pada media lilin. Metode ini digunakan karena diketahui ada beberapa jenis bunga yang setelah dipetik, enzimnya masih menunjukkan kegiatan dalam menghasilkan minyak atsiri sampai beberapa hari/minggu, misalnya bunga melati.
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan partial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebahagian. Destilasi uap, bahan (simplisia) benar benar tidak tercelup ke air yang mendidih, namun di lewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi. Destilasi uap dan air, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau sebagian dengan air mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut terdestilasi (Dirjen POM, 2000).

2.5. Penetapan Kadar Air Penetapan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110 C selama 3 jam atau

sampai didapat berat konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahanbahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan lain-lain pemanasan dilakukan didalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat konstan. Penentuan kadar air dari bahanbahan yang kadar airnya tinggi dan mengandung senyawasenyawa yang mudah menguap (volatile) seperti sayuran dan susu, menggunakan cara destilasi dengan pelarut tertentu, misalnya toluen, xilol, dan heptana yang berat jenisnya lebih rendah dari pada air. Contoh (sample) dimasukkan dalam tabung bola (flask), kemudian dipanaskan. Air dan pelarut menguap, diembunkan dan jatuh pada tabung Aufhauser yang berskala. Air yang mempunyai berat jenis lebih besar ada dibagian bawah, sehingga jumlah air yang diuapkan dapat dilihat pada skala tabung Aufhauser tersebut. Untuk bahan dengan kadar gula tinggi, kadar airnya dapat diukur dengan menggunakan refraktometer di samping menentukan padatan terlarutnya pula. Dalam hal ini, air dan gula dianggap sebagai komponen-komponen yang mempengaruhi indeks refraksi.
Disamping caracara fisik, ada pula caracara kimia untuk menentukan kadar air. Mc Neil mengukur kadar air berdasarkan volume gas asetilen yang dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan bahan yang akan diperiksa. Cara ini dipergunakan untuk bahanbahan seperti sabun, tepung, kulit, bubuk biji vanili, mentega, dan sari buah. Karl Fischer pada tahun 1935 menggunakan cara pengeringan berdasarkan reaksi kimia air dengan titrasi langsung dengan bahan basah dengan larutan iodin, sulfur dioksida, dan

piridina dalam metanol. Perubahan warna menunjukkan titik akhir titrasi (winarno, 1992). Destilasi; dalam cara destilasi ini digunakan pereaksi toluen yang telah dijenuhkan dengan air. Cara Penetapan : Masukkan sejumlah zat uji yang ditimbang seksama yang diperkirakan mengandung 2 ml sampai 4 ml air ke dalam labu. Jika zat uji berupa massa lembek, timbang pada sehelai kertas aluminium dengan ukuran yang sesuai dengan mulut labu. Untuk zat uji yang menyebabkan gejolak mendadak, tambahkan pasir kering secukupnya hingga menutupi dasar lau atau sejumlah tabung kapiler yang salah satu ujungnya dileburkan, panjang lebih kurang 100 mm. Masukkan lebih kurang 200 ml toluen P kedalam labu. Hubungkan dengan alat. Tuangkan dengan toluen kedalam tabung penerima E melalui alat pendingin. Panaskan labu hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mulai mendidih, suling dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes tiap detik hingga sebagian besar air tersuling. Kemudian dinaikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, dicuci bagian dalam pendingin dengan toluen, Sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang disambung pada sebuah kawat dan telah dibasahi dengan toluen. diLanjutkan penyulingan selama 5 menit. Biarkan tabung penerima mendingin hingga suhu kamar. Jika ada tetesan air yang melekat pada dinding tabung penerima, gosok dengan karet yang diikat pada sebuah kawat tembaga dan dibasahi dengan toluen hingga tetesan air turun. Setelah air dan toluen memisah sempurna, baca volume air. Hitung kadar air dalam % (Depkes RI, 1979)

F. Metodologi Penelitian 1. Alat Dan Bahan

Adapun alatalat yang digunakan pada percobaan adalah: a. Neraca analitik b. Labu bulat kapasitas 1 liter, c. volatile oil trap type elevenger, d. kondensor refluks, e. Pipet volum 2 ml, f. Labu leher pendek 500 ml, g. Penampung dengan tabung berukuran ditempatkan diantara labu dan pendingin. Adapun bahanbahan yang digunakan pada percobaan adalah: a. Larutan Natrium Clorida 10%, b. Ksilena, c. Antifoom emulsion, d. Sampel kayu manis, e. Toluen; jenuhkan dengan mengocoknya dengan sejumlah kecil air dan sulinglah, Gunakan destilasi ini untuk penentuan kadar air.

2. Prosedur Kerja (Sesuai Standar Nasional Indonesia) 2.1. Penetapan Kadar Minyak Atsiri Prinsip metoda : Destilasi Cassia Indonesia dengan pelarut Natrium Clorida 10% dengan volatile oil trap. Caranya adalah sebagai berikut: a. Sampel digiling sehingga dapat melalui ayakan nomor 40 (325 mesh). Hindari gilingan yang menyebabkan contoh menjadi panas dan bila penentuan tidak dikerjakan pada hari yang sama, contoh disimpan dalam lemari es.

b. Sampel ditimbang secara tepat 35 gram sampel dan masukkan ke dalam labu bulat secara kuantitatif bila perlu dengan menggunakan air c. Tambahkan 500 ml larutan Natrium Clorida 10% ke dalam trap tambahkan dengan pipet sedikit air dan 2 ml ksilena. d. Panaskan labu dengan kecepatan destilasi 30 tetes permenit selama 6-7 jam sesudah mendidih, bila telah tidak terlihat lagi penambahan volume minyak maka penyulingan dihentikan. e. Dinginkan labu pada suhu kamar sampai lapisan minyak terlihat dengan jelas Baca volume minyak sampai ketelitian 0,01 ml. Untuk menghitung kadar minyak atsiri dapat digunakan rumus dibawah ini: Kadar minyak atsiri % (volume / bobot) = Dimana 100%

v = volume minyak yang dibaca (ml) m = berat cuplikan

2.2. Penetapan Kadar Air Penentuan banyaknya air yang dipisahkan dengan cara destilasi dengan bantuan suatu cairan organik yang tidak bercampur dengan air, dan yang dikumpulkan dalam sebuah tabung berukuran. Caranya adalah sebagi berikut: a. Sampel digiling dengan alat penggiling dan pergunakan saringan ukuran 1 mm. b. Sampel ditimbang mendekati 0,01 gram kirakira 40 gram cuplikan yang telah dibuat untuk pengujian sedemikian rupa sehingga air yang diukur tidak akan melebihi 4,5 ml. c. Pindahkan secara kuantitatif cuplikan yang diperiksa ke dalam labu destilasi dengan toluen,

d. Tambahkan toluen secukupnya kirakira 75 ml untuk menutupi cuplikan itu seluruhnya dan kocoklah perlahanlahan untuk mencampurnya. e. Pasanglah alat dan isilah penampung dengan pelarut, dengan cara menuangkannya melalui pendingin sampai mulai meluap ke dalam labu destilasi. Agar refluks dapat diatur, selubungilah labu dan tabung yang menuju ke penampang dengan kain asbes. f. Panaskanlah labu sedemikian rupa sehingga kecepatan destilasi adalah kirakira 100 tetes permenit. g. Bila sebagian besar air telah tersuling, naikkanlah kecepatan destilasi kirakira 200 tetes permenit dan teruskanlah hingga tidak ada lagi air yang tertampung. h. Sesekali bersihkanlah dinding sebelah dalam dari pendingin refluks dengan 5 ml toluen selama destilasi berlangsung untuk membilas air yang mungkin melekat pada dinding pendingin. Air dalam penampung dapat dipaksa untuk memisah dari toluen dengan sesekali menggerakkan sebuah spiral kawat tembaga turun naik ke dalam pendingin dan penampung, sehingga air mengendap pada dasar penampung. i. Kemudian reflukslah hingga tinggi air dalam penampung tetap tidak berubah selama 30 menit dan hentikanlah sumber panas. j. Bilas pendingin dan toluen bila perlu, dan gunakanlah spiral kawat tembaga untuk tetestetes air yang ada. k. Celupkanlah penampung ke dalam air pada suhu kamar paling sedikit selama 15 menit atau sampai lapisan toluen menjadi jernih dan kemudian bacalah volume air.

Untuk menghitung kadar air dapat digunakan rumus dibawah ini :

Dimana: v = volume dalam milliliter air yang ditampung m = massa dalam gram cuplikan yang diperiksa dianggap bahwa rapat massa air tepat 1gram/ml.

G. Daftar Pustaka

Anonim., (1979), Farmakope Indonesia ed.III. departemen kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Dirjen POM., (2000), Parameter Standar Umum Ekstrak tumbuhan obat, Depkes RI, Jakarta. Guenther, E., (1987), Minyak Atsiri Jilid I (Terjemahan), Penerbit UI-Press, Jakarta. Gunawan, D, Mulyani, S., (2004), Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I, Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. Hariana, H, Arief., (2007), Tumbuhan obat dan khasiatnya seri 2, penerbit penebar swadaya, Jakarta. Haris, R., (1990), Tanaman Minyak Atsiri, Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. Ketaren, S., (1985), Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta. Lutony, T.L, Rahmayati, Y., (2002), Produksi dan Perdagangan Minyak Asiri, Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. Sastrohamidjojo, H., (2004), Kimia Minyak Atsiri, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Rismunandar., (1995), Kayu Manis, Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.

Rismunandar, Paimin, F.B., (2001), Kayu manis budidaya dan pengolahan Edisi Revisi, Penerbit penebar swadaya, Jakarta. Winarno, F, G., (1992), Kimia pangan dan gizi, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai