Anda di halaman 1dari 7

I.

PENDAHULUAN

Warna kulit manusia ditentukan oleh berbagai pigmen. Yang berperan pada penentuan warna
kulit adalah karoten, melanin, oksihemoglobin dan hemoglobin bentuk reduksi, yang paling
berperan adalah pigmen melanin. Melanosis adalah kelainan pada proses pembentukan
pigmen melanin kulit dapat berupa hipermelanosis (melanoderma) bila produksi pigmen
bertambah dan hipomelanosis (lekoderma) bila produksi pigmen berkurang.

Sejak jaman dahulu telah dikenal beberapa istilah untuk vitiligo antara lain shwetakustha,
suitra, behak dan beras. Vitiligo adalah suatu kelainan didapat yang sering dijumpai dalam
praktek sehari hari.

II. DEFINISI

Vitiligo adalah suatu kelainan kulit akibat gangguan pigmentasi (hipomelanosis) idiopatik
yang ditandai dengan adanya makula putih yang dapat meluas. Dapat mengenai seluruh
bagian tubuh yang mengandung sel melanosit, misalnya rambut dan mata.

III. EPIDEMIOLOGI

Insidens yang dilaporkan bervariasi antara 0,1 sampai dengan 8,8% penduduk dunia tanpa
membedakan ras dan jenis kelamin. Mengenai semua umur, paling banyak umur 20 40
tahun. Frekuensi pada kedua jenis kelamin sma, hanya sja penelitian epidemiologik
menunjukan bahwa penderita yang datang berobat lebih banyak wanita daripada pria.
Terdapat juga pengaruh faktor genetik, dimana pada penderita vitiligo, 5% akan mempunyai
anak dengan vitiligo juga.

IV. ETIOLOGI

Penyebab vitiligo masih belum diketahui dengan jelas, namun ada beberapa teori yang
berusaha menerangkan patogenesisnya :

1. Teori Neurogenik

Teori ini berdasarkan atas beberapa pengamatan. Menurut teori ini suatu mediator
neurokemik dilepaskan dan senyawa tersebut dapat menghambat melanogenesis serta dapat
menyebabkan efek toksik pada melanosit.

2. Teori Autoimun

Teori ini menganggap bahwa kelainan sistem imun menyebabkan terjadinya kerusakan pada
melanosit. Beberapa penyakit autoimun yang sering dihubungkan dengan vitiligo antara lain
adalah tiroiditis (Hashimoto), anemia pernisiosa, penyakit Addison, alopesia areata dan
sebagainya.

3. Teori rusak diri (self destruction theory)


Teori menyebutkan bahwa metabolit yang timbul dalam sintesis melanin menyebabkan
destruksi melanosit. Metabolit tersebut misalnya kuinon.

4. Teori Autositotoksik

Sel melanosit membentuk melanin melalui oksidasi tirosin ke DOPA dan DOPA ke
dopakinon. Dopakinon akan dioksidasi menjadi berbagai indol dan radikal bebas.

V. GEJALA KLINIS

Gejala subyektif tidak ada, tetapi dapat timbul rasa panas pada lesi. Gejala atau gambaran
klinis vitiligo dimulai dengan bintik bintik atau makula putih yang makin lama makin lebar
hingga mencapai ukuran lentikular atau plakat dengan batas tegas tanpa perubahan epidermis
yang lain. Biasanya tidak gatal atau nyeri.

Didalam makula vitiligo dapat ditemukan makula dengan pigmentasi normal atau
hiperpigmentasi disebut repigmentasi perifolikular. Kadang kadang ditemukan tepi lesi
yang meninggi, eritema dan gatal disebut inflamatoar.

VI. KLASIFIKASI

Vitiligo mempunyai beberapa pola distribusi yang khas. Ada 2 bentuk vitiligo :

1. Lokalisata

a. Vitiligo Fokal (Localized) : satu atau lebih makula pada satu area, tetapi tidak segmental.

b. Vitiligo Segmental : distribusinya khas, dengan lesi vitiligo yang unilateral dalam suatu
distribusi dermatom atau quasidermatom. Tipe ini dikatakan sebagai suatu jenis vitiligo yang
bersifat stabil.

c. Vitiligo Mukosal : hanya terdapat pada membrane mukosa.

2. Generalisata

Hampir 90% penderita secara generalisata dan biasanya simetris. Vitiligo generalisata dapat
dibagi menjadi :

a. Akrofasial : depigmentasi hanya terjadi dibagian distal ektremitas dan muka, merupakan
stadium mula vitiligo generalisata.

b. Vulgaris : makula tanpa pola tertentu di banyak tempat.

c. Campuran : depigmentasi terjadi menyeluruh atau hampir menyeluruh merupakan vitiligo


yang total.

I. PREDILEKSI ATAU LOKALISASI

Pada area yang terkena trauma dapat timbul vitiligo. Daerah yang sering terkena adalah :
Kulit jari tangan

Fleksura pergelangan tangan

Siku

Daerah tulang kering

Lutut

Pergelangan kaki

Genitalia

Kelopak mata

Regio perioral

I. DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis bisa didasarkan atas pemeriksaan klinis (Anamnesa, pemeriksaan fisik), uji
diagnostik (Untuk membedakan dengan penyakit lain yang menyerupai) dan pemeriksaan
laboratorium (Untuk membantu mencari adanya kaitan dengan penyakit sistemik, seperti
diabetes mellitus, penyakit tiroid dan lain lain).

Anamnesa

a. Awitan penyakit

b. Riwayat keluarga tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul dini.

c. Riwayat penyakit kelainan tiroid, alopesia areata, diabetes mellitus, dan anemia pernisiosa.

d. Kemungkinan faktor pencetus, misalnya stress, emosi, terbakar surya dan pajanan bahan
kimia.

e. Riwayat inflamasi, iritasi atau ruam kulit sebelum bercak putih.

Pemeriksaan Fisik

Perlu dilakukan pemeriksaan umum, adanya depigmentasi yang asimptomatik, tanpa gejala
inflamasi, ada tidaknya batas inflamasi sekitar lesi, tempat lesi pertama kali muncul (tangan,
lengan, kaki, muka dan bibir), pola vitiligo (fokal, segmental, universal atau akral/akrofasial).

Tes Diagnostik

Dilakukan untuk membedakan dengan penyakit yang menyerupai, misalnya limfoma kutan
sel-T, LED/LES, lepra, pinta, nevus anemikus, depigmentosus, skleroderma, tinea versikolor
dan lain lain.
Tes Laboratorium

Dilakukan untuk mendeteksi penyakit penyakit sistemik yang menyertai seperti insufisiensi
adrenal, diabetes mellitus. Tes tes yang mungkin membantu antara lain biopsi.

Pemeriksaan Histopatologi

Dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) tampaknya normal kecuali tidak ditemukan
melanosit, kadang kadang ditemukan limfosit pada tepi makula.

II. DIAGNOSIS BANDING


Sebagai diagnosis banding ialah

1. Piebaldisme

2. Sindrom Wardenburg dan Sindrom Woolf.

3. Vitiligo segmental perlu dibedakan dengan nevus depigmentosus, tuberosklerosis,


hipomelanositosis

4. Lesi tunggal harus dibedakan dengan tinea versikolor, pitiriasis alba, hipomelanosis gutata
dan hipopigmentasi pasca inflamasi.

III. PENGOBATAN

Umum

1. Seseorang yang akan mengobati vitiligo, harus mengenal dan mengetahui beberapa hal
misalnya : tentang sifat dan biologi sel melanosit, tentang farmakologi obat obat yang
digunakan, prinsip prinsip terapi sinar, resiko serta hasilnya.

2. Penderita vitiligo perlu periksa KGD.

3. Pada lesi, oleh karena mudah terbakar sinar matahari, dianjurkan memakai tabir surya.

4. Melanosit sangat lamban dalam merespon pengobatan, untuk mencapai hasil yang optimal
terapi harus dilanjutkan sampai 6 12 bulan.

Khusus

Tidak ada terapi yang memuaskan, bila perlu dianjurkan untuk penggunaan kamufalse agar
kelainan tersebut tertutup dengan cover mask.

Psoralen (PUVA)

Bahan aktif yang sering digunakan adalah trimetoksi psoralen (TPM) dan 8 metoksi psoralen
yang bersifat photosensitizer.
Cara pemberian : Obat psoralen 20-30 mg (0,6 mg/kgBB) dimakan 2 jam sebelum
penyinaran, selama 6 bulan sampai setahun. Obat psoralen topikal dioleskan lima menit
sebelum penyinaran, tetapi sering menimbulkan dermatitis kontak iritan .

Lama Penyinaran : mula-mula sebentar kemudian setiap hari dinaikan perlahan lahan (
antara samapai 4 menit ). Ada yang menganjurkan pengobatan dihentikan seminggu setiap
bulan.

Obat psoralen topikal dioleskan lima menit sebelum penyinaran, tetapi sering menimbulkan
dermatitis kontak iritan .

Kontra indikasi : hipertensi, gangguan hati, kegagalan ginjal dan jantung.

Helioterapi

Helioterapi merupakan salah satu bentuk fotokemoterapi, yang merupakan gabungan antara
trisoralen dan sinar matahari

Prosedur pelaksanaan :

Trisoralen diberikan dengan dosis 0,3mg/kgBB, kemudian lesi disinari selama 15 menit.

Obat dimakan 2-4 jam sebelum penyinaran

Pengobatan diberikan 2-3 kali setiap minggu tidak boleh dua hari berturut turut

Tidak dianjurkan memberikan terapi vitiligo di daerah genitalia, kecuali pada keadaan
khusus.

Kortikosteroid

Pemakaian kortikosteroid ini kemungkinan didasarkan pada teori rusak diri maupun teori
autoimun. Dalam hal ini kortikosteroid dapat memperkuat mekanisme pertahanan tubuh pada
auto destruksi melanosit atau menekan perubahan imunologik.

Penggunaan kortikosteroid topikal dapat dilakukan dengan prosedur Drake dkk :

a. Krim kortikosteroid (KST) dioleskan pada lesi sekali sehari selama 3-4 bulan.

b. Setiap minggu sekali dilakukan evaluasi dengan menggunakan lampu Wood.

c. Penggunaan diteruskan apabila ada repigmentasi, namun harus segera dihentikan apabila
tidak ada respons dalam waktu 3 bulan.

Depigmentasi

Jika lesi vitiligo sangat luas, jauh lebih luas dari kulit normalnya (lebih dari 50%) ada yang
menganjurkan untuk memberikan monobenzil hidrokuinon 20% dua kali sehari pada kulit
normal sehingga terjadi bleaching dan diharapkan warna kulit menjadi sama.
Tindakan Bedah

Tindakan bedah yang dapat dilakukan adalah autologous skin graft yakni memindahkan kulit
yang normal (2-4 mm) ke ruam vitiligo. Efek samping yang mungkin timbul antara lain parut,
repigmentasi yang tidak teratur, Koebnerisasi dan infeksi

UVB Gelombang Pendek

Sinar ultraviolet B gelombang pendek adalah teknologi yang relative baru dalam pengobatan
vitiligo. Dahulu kebanyakan dokter menggunakan sistem PUVA namun efek samping tidak
dapat dihindarkan. Panel dan kabinet sinar UVB gelombang pendek memecahkan masalah
paparan berlebihan sinar UV dengan memaksimalkan pengiriman radiasi UVB gelombang
pendek (dalam kisaran 311 sampai 312 nanometer).

Jarak optimum kulit ke lampu UV adalah 7 inchi, waktu pemaparan tergantung warna kulit
dan telah berapa mendapatkan pengobatan.

UVB gelombang pendek hanya memancarkan sinar 311 sampai 312 nanometer. Studi klinis
menunjukkan panjang gelombang yang paling efektif bersifat therapeuik adalah 295 sampai
313 nanometer, namun panjang gelombang dibawah 300 nm dapat menyebabkan eritema atau
luka bakar parah dan meningkatkan resiko kanker kulit.

UVB gelombang pendek lebih efektif untuk penanganan vitiligo anak-anak.

I. PROGNOSIS

Biasanya merupakan keadaan yang bersifat progesif lambat.

Dapat berkurang secara spontan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardiman Lili, Kelainan pigmen Vitiligo, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 1999, Hal:274-76

2. Siregar, R.S, Prof, Dr, Vitiligo dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2004, Hal:252-53

3. Harahap Marwali, Prof, Dr, Vitiligo dalam Ilmu Penyakit Kulit, Hipokrates, Jakarta 2000,
Hal 151-56

4. Ovedoff D., Kapita Selekta Kedokteran, Binarupa Aksara, Jakarta, 2002, 91-92

5. Vittiligo, Available at, http://www.Mayoclinic.com.vitiligo

6. Vitiligo, Available at, http://www.Emedicine.com.vitiligo

7. Vitiligo, Available at, http://www.homephototherapy.com/vit-uvb-narrow-band.htm

Anda mungkin juga menyukai