Anda di halaman 1dari 5

Nama : Casphama Jovansyah Chaidir

NIM : 118330007

Tugas Review Teknologi Produksi, Rempah, Atsiri dan Fitofarmaka

Wijen

Wijen (Sesamum indicum L.) merupakan tanaman setahun yang tumbuh tegak dan
bisa mencapai ketinggian 1.5 m – 2.0 m. Tanaman wijen berbentuk semak yang berumur 4
bulan sampai 1 tahun. Tanaman wijen dibedakan menjadi dua jenis yaitu wijen sapi yang
berbiji putih dan wijen kerbau yang berbiji kecoklatan atau hitam (Juanda dan Cahyono, 2005).
Wijen merupakan tanaman penting penghasil minyak yang dibudidayakan di daerah tropis
maupun sub tropis untuk diambil asam lemak, protein, vitamin serta asam aminonya
(Muhammad et al, 2017).

Secara morfologi tanaman wijen memiliki batang berkayu. Batang berbentuk bulat
atau segi empat tergantung pada jenisnya dan batang tidak banyak memiliki cabang. Daun yang
dimiliki tanaman wijen tersusun berselang-seling hampir berhadapan. Bentuk daun bervariasi
dalam satu tanaman, ada yang berbentuk lonjong menjari dan ada yang tidak menjari. Daun
berwarna hijau muda sampai hijau tua dengan tangkai daun berwarna keunguan. Akar tanaman
wijen berupa akar tunggang. Sistem perakaran berbeda-beda antara satu varietas dengan yang
lainnya. Pada varietas yang tidak bercabang, perakaran cenderung berkembang ke arah dalam,
sedangkan untuk jenis bercabang, perakarannya cenderung menyebar (Suprijono dan Soenardi,
1996).

Biji wijen terdiri dari 35-63% minyak, 19-25% protein, 25% air, serat dan abu.
Kelebihan minyak dari biji wijen adalah kandungan antioksidannya. Antioksidan yang terdapat
dalam wijen adalah sesamin dan sesamolin (Soenardi, 2004). Kandungan kadar minyak wijen
ditentukan oleh tingkat kemasakan biji dan umur panen tanaman (Juanda dan Cahyono, 2005).

Wijen sudah sejak lama ditanam manusia untuk dimanfaatkan bijinya. Kegunaan
utamanya adalah dimanfaatkan sebagai minyak, bijinya yang berwarna putih digunakan
sebagai penghias makanan, misalnya pada makanan onde-onde dengan menaburkannya di
permukaan makanan tersebut. Dalam ilmu pengobatan India Ayurweda yang disusun pada
abad ke-3 sebelum masehi minyak wijen digolongkan sebagai obat yang “manis”. Manfaatnya
antara lain bisa merangsang pertumbuhan, menguatkan daya piker, bersifat antioksidan dan
melawan rasa terbakar. Minyak wijen juga membantu meningkatkan produksi ASI para ibu
yang sedang menyusui (Schuster, 1992).
Contoh produk turunan wijen adalah minyak wijen, minyak wijen merupakan minyak
yang mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah besar. Minyak wijen mengandung
antikanker, antibakteri, antiinflamasi, analgesik dan antioksidan. Kualitas minyak ditentukan
oleh komponen asam lemak penyusunnya, yakni golongan asam lemak jenuh atau tidak jenuh.
Penentuan kadar air dan bilangan asam dilakukan untuk mengetahui kualitas dan kemurnian
dari minyak tersebut (Septi, 2021).

Ketumbar

Ketumbar (Coriandrum sativum L.) merupakan tanaman herba setahun dari famili
Umbeliferae dengan tinggi mencapai 1,3 m (De Guzman and Siemonsma, 1999). Buahnya
digunakan untuk rempah, antara lain berupa penyedap masakan (Ketaren, 1985). Ketumbar
juga digunakan untuk obat mual, mulas waktu haid, pelancar ASI dan pencernaan. Daunnya
dapat digunakan untuk obat batuk, demam atau campak. Kandungan atsiri ketumbar di
antaranya adalah coriandrol (linalool) yang banyak digunakan untuk parfum (Archanter 1969).
Kandungan linalool ketumbar berkisar antara 25-80% (Purseglove et al. 1981).

Tanaman Ketumbar memiliki daun herbal kecil yang memiliki banyak cabang dan sub
unit. Daun barunya berbentuk oval dan daun yang lainnya memanjang. Bunga berwarna putih,
memiliki buah yang bergerombol dan berbentuk bulat. Buah berbentuk mericarps biasanya
disatukan oleh margin yang membentuk sebuah cremocarp dengan diameter sekitar 2 - 4 mm,
warna kecoklatan, kuning atau coklat, gundul, terkadang dimahkotai oleh sisa-sisa sepals,
memiliki bau aromatik. Ketumbar memiliki rasa yang berkarakteristik dan pedas. (British
pharmacopoeia, 2004).

Ketumbar merupakan tanaman yang mengandung senyawa aktif sabinene, myrcene,


a-terpinene, ocimene, linalool, geraniol, dekanal, desilaldehide, trantridecen, asam petroselinat,
asam oktadasenat, d-mannite, skopoletin, p-simena, kamfena, dan felandren yang mempunyai
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Ketumbar mempunyai kandungan
minyak atsiri berkisar antara 0,4-1,1 %. Minyak ketumbar termasuk senyawa hi drokarbon
beroksigen. Komponen utama minyak ketumbar adalah linalool yang jumlahnya sekitar 60-70
%. Linalool adalah zat yang diduga mempunyai daya antibiotika cukup ampuh dan dapat
merusak protein bakteri, sehingga bakteri tersebut mati (Dwi et al, 2018).
Sejak dahulu ketumbar sudah dimanfaatkan sebagai bubuk ketumbar dan minyak
esensial ketumbar sebagai makanan preservatif alami termasuk sebagai antibakteri, antifungi
dan antioksidan (Politeo et al., 2007). Beberapa penelitian menyatakan bahwa ketumbar
memiliki efek farmakologi, diantaranya sebagai diuretik, antioksidan, antikonvulsan, sedatif,
antimikroba, antidiabetik, antimutagen serta antihelmintes (Pathak, et al., 2011).

Contoh produk turunan dari ketumbar adalah minyak atsiri biji ketumbar, minyak
atsiri biji ketumbar telah lama digunakan dalam makanan, wewangian, dan minuman keras
industri farmasi sebagai rasa dan karminatif. Dalam pengobatan digunakan sebagai antiseptik,
aromatik kuat, stimulan, karminatif, anti-spasmodik, ekspektoran, anti-spasmodik dan diuretik
(Claudiu Nicolae et al, 2009)
DAFTAR PUSTAKA

Archanter, S. 1969. Perfume and flavour chemicals (Aroma chemichals) II. Det
Hoffensbergske. Copenhagen. Denmark.
British pharmacopoeia, 2004, Introduction General Notices Monographs, medicinal and
Pharmaceutical, British pharmacopeia commission, London, 1, pp. 542-543.\
Claudiu-Nicolae, Simonati, Maria-Mihaela dan Mihuta, 2009, Antimicrobial Effect of Seed
Extract of Coriander, Journal of Agroalimentary Processes and Technologies, 15(2),
pp. 298-300.
De Guzman, C.C. and J.S. Siemonsma. 1999. Plant resources of South East Asia No. 13:
Spices. Prosea. Bogor. Indonesia. 400 p.
Dwi Purwanti, Sri Muryani, Choirul Amri. 2018. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Air Rebusan
Ketumbar (Coriandrum Sativum) terhadap Penurunan Angka Kuman Tiang Infus di
Puskesmas Rawat Inap Sewon I Bantul. Yogyakarta. Jurusan Kesehatan Lingkungan,
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Juanda, D. dan Cahyono, B. (2000). Ubi Jalar, Budi Daya dan Anslisis Usaha Tani. Kanisius.
Yogyakarta.
Ketaren, S. 1985. Pengantar teknologi minyak atsiri. P.N Balai Pustaka. Jakarta. hlm. 61-67.
Muhammad Syaiful Ma’arief , Taryono , Prapto Yudono. 2017. Keragaan Sembilan Kultivar
Wijen (Sesamum indicum L.) dalam Berbagai Tingkat Salinitas. Yogyakarta. Fakultas
Pertanian Gadjah Mada.
Pathak S, et al., 2011, Antifungal activity of novel synthetic peptides by accumulation of
reactive oxygen species (ROS) and disruption of cell wall againts Candida albicans,
Peptides, 32, pp. 1732-1740.
Politeo O, Jukic M, dan Milos M, 2007, Chemical composition and antioxidant capacity of free
volatile aglycones from basil (Ocimum basilicum L.) compared with its essential oil,
Food Chem, 101, pp. 379-385.
Purseglove, J.W., E.G. Brown, C.L. Green, and S.R.J. Robbins. 1981. Spices Volume 2.
Longman-London, New York. p. 736-788.
Schuster W.H. 1992. Olpflanze in eropa. DL: G Verlag, Frankfrut-am-main. Kategori: Rintisan
Bertopik Makanan.
Septi Riani BR. Sembiring. 2021. Penetapan Kadar Air dan Bilangan Asam Pada Minyak
Wijen. Medan. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Soeprijono dan Soenardi. 1996. Biologi tanaman wijen (Sesamum indicum L.).
Monograf Balittas No. 2. Wijen. hal. 1 7. Balai Penelitian Tembakau dan
Tanaman Serat, Malang.

Anda mungkin juga menyukai