Anda di halaman 1dari 24

FERMENTASI PEMBUATAN IKAN BEKASAM

(Laporan Praktikum Teknologi Fermentasi)

Oleh

Nurhidayati 1814051016

Denny Zakaria 1814051060

Atri Melatiningsih 1814051020

Nabila Shania Putri 1814051066

Qinar Khaleza Biran 1854051002

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2020
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan merupakan salah satu komoditi hewani yang dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia, karena ikan memiliki banyak manfaatnya bagi tubuh manusia, karena
ikan memiliki kandungan gizi yang lengkap, seperti protein, karbohidrat, lemak,
vitamin, dan mineral. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan bukan ikan
asli yang berasal dari Indonesia, melainkan ikan yang introduksi yang
didatangkan dari negara lain. Aslinya, ikan nila ditemukan di perairan umum
negara Afrika yang kemudian biakan nila tersebar ke berbagai negara. Ikan nila
merupakan salah satu ikan yang memiliki banyak kandungan protein yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh manusia, karena kandungan proteinnya yang sangat tinggi,
mengandung asam amino esensial, nilai biologisnya tinggi, dan harganya
terjangkau atau cukup murah dibandingkan sumber protein lainnya. Namun ikan
nila memiliki kelemahan yaitu cepat mengalami kebusukan (Desniar dkk,2016).

Produk-produk dari olahan fermentasi ikan banyak dijumpai di Asia Tenggara


contoh salah satunya bekasam. Bekasam adalah produk olahan ikan dengan cara
fermentasi yang rasanya asam. Olahan bekasam banyak dikenal di daerah Jawa
Tengah dan Sumatera Selatan namun ada beberapa cara pembuatannya berbeda.
Ikan yang dapat digunakan sebagai pembutan bekasam yaitu jenis ikan air tawar
sepeti ikan mas, ikan lele,ikan mujair,ikan nila dan masih banyak lagi. Bekasam
adalah salah satu produk tradisional fermentasi bergaram dari ikan yang banyak
dijumpai di beberapa daerah di Indonesia terutama Sumatera Selatan, Kalimantan
Selatan, dan Sulawesi Utara. Pada umumnya pembuatan bekasam berasal dari
mencampurkan ikan, nasi putih dan garam dapur dalam wadah tertutup dan
selanjutnya dilakukan proses fermentasi pada suhu ruang dan fermentasi selama 5
sampai 7 hari. Bekasam yang dihasilkan mempunyai karakteristik daging ikan
seperti ikan segar dengan daging ikan yang semakin kenyal, rasa asam asin khas
Bekasam dengan aroma tertentu (Candra dkk, 2007).

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini yaitu:

1. Mengetahui cara pembuatan ikan bekasam


2. Mengetahui pengaruh dari perlakuan penambahan garam dari segi tekstur,
rasa, aroma, dan warna.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fermentasi

Fermentasi adalah proses perubahan komposisi kimia bahan pangan yang


disebabkan oleh enzim yang dihasilkan mikroorganisme. Fermentasi sendiri
berasal dari bahasa latin “ferfere” yang berarti mendidihkan. Fermentasi memiliki
berbagai manfaat, antara lain untuk mengawetkan produk pangan agar dapat
disimpan lebih lama, memberi cita rasa, memberi tekstur tertentu pada produk
pangan. Proses fermentasi yang dilakukan mikroba tertentu diharapkan akan
meningkatkan nilai gizi yang ada pada produk fermentasi sehingga dapat
meningkatkan permintaan terhadap produk fermentasi. Proses fermentasi
dibutuhkan starter sebagai mikroba yang akan ditumbuhkan dalam substrat.
Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah dan kondisi fisiologis yang
siap diinokulasikan pada media fermentasi (Trinanda 2015).

Mikroorganisme yang memfermentasi bahan pangan dapat menghasilkan


perubahan yang menguntungkan (produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan
perubahan yang merugikan (kerusakan bahan pangan). Fermentasi pada makanan
sangat dipengaruhi oleh mikroorganisme bakteri asam laktat. BAL merupakan
flora normal manusia yang terdapat di mulut, saluran pencernaan dan vagina.
BAL juga ditemukan pada habitat yang kaya akan nutrisi seperti produk susu,
daging dan sayuran. Organisme ini bersifat heterotropik dan umumnya
membutuhkan nutrisi yang kompleks selama pertumbuhan dan perkembangannya
(Reddy 2008). pH bahan pangan dapat turun hingga dibawah 4 untuk
menghambat mikroorganisme lain termasuk mikroba patogen, sehingga produk
dapat bertahan lebih lama (Trinanda 2015).
2.2 Bekasam

Bekasam merupakan produk olahan ikan dengan cara fermentasi menggunakan


kadar garam tinggi dan bakteri asam laktat. Proses fermentasi pada bekasam ikan
ini merupakan fermentasi bakteri asam laktat yang dapat mengubah 95% glukosa
menjadi asam laktat. Bahan baku pembuatan bekasam adalah ikan dengan
penambahan garam 15%-20% dan nasi sekitar 15%. Bahan tersebut difermentasi
selama satu minggu sampai menghasilkan aroma dan rasa yang khas bekasam.
Proses fermentasi ini terjadi secara alami tanpa adanya penambahan inokulum.
Adanya penambahan karbohidrat berupa nasi dan garam dalam proses fermentasi
bekasam akan menjadi sumber nutrisi tersendiri untuk bakteri asam laktat serta
dapat memicu pertumbuhan bakteri asam laktat secara spontan (Nuraini, 2014).

Bekasam memiliki karakteristik daging ikan seperti ikan segar dengan daging ikan
yang semaikin kenyal, rasa asam asin khas bekasam dengan aroma tertentu. Ikan
yang dibuat bekasam harus dikelompokkan berdasarkan jenis, ukuran, dan tingkat
kesegarannya agar diperoleh ikan bekasam yang seragam dengan mutu baik
(Afrianto dan Liviawaty, 1989). Ikan yang dapat digunakan sebagai bekasam
merupakan ikan jenis air tawar seperti ikan nila, ikan lele, ikan mujair, ikan gabus,
dan ikan wader (Adawiyah, 2007). Metode pengawetan ikan ini sangat praktis dan
mudah dikerjakan dengan peralatan yang sederhana, tidak membutuhkan biaya
yang tinggi serta dapat meningkatkan nilai gizi, digemari masyarakat karena
memiliki aroma dan rasa yang khas serta bernilai ekonomis. Interaksi perlakuan
konsentrasi garam, karbohidrat dan lama fermentasi berpengaruh sangat nyata
terhadap pH dan total mikroba bekasam.

2.3 Ikan Nila

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang termasuk dalam
famili Cichlidae dan merupakan ikan asal Afrika (Boyd, 2004). Ikan ini
merupakan spesies ikan yang berukuran besar antara 200-400 gram, sifat
omnivora sehingga bisa mengkonsumsi makanan berupa hewan dan tumbuhan
(Amri dan Khairuman, 2003). Ikan nila umumnya hidup di perairan tawar, seperti
sungai, danau, waduk, rawa, sawah dan saluran irigasi, tetapi toleransi yang luas
terhadap salinitas sehingga ikan nila dapat hidup dan berkembang biak pada
perairan payau dengan salinitas yang disukai antara 0-35%. Ikan nila termasuk
ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, memiliki kandungan
protein tinggi dan keunggulan berkembang dengan cepat. Kandungan gizi ikan
nila yaitu protein 16-24%, kandungan lemak berkisar antara 0,2-2,2% dan
mempunyai kandungan karbohidrat, mineral serta vitamin.

Ikan nila umumnya memiliki bentuk tubuh panjang dan ramping, dengan sisik
berukuran besar, matanya besar, menonjol, dan bagian tepinya berwarna putih.
Berdasarkan alat kelaminnya, ikan nila jantan memiliki ukuran sisik yang lebih
besar daripada ikan nila betina. Alat kelamin ikan nila jantan berupa tonjolan agak
runcing yang berfungsi sebagai muara urin dan saluran sperma yang terletak di
depan anus. Pada ikan betina, bentuk hidung dan rahang belakang agak lancip dan
berwarna kuning terang. Ikan nila mempunyai pertahanan yang tinggi terhadap
gangguan dan serangan penyakit. Ikan nila tergolong ikan pemakan segala
(Omnivore), sehingga bisa mengkonsumsi makanan, berupa hewan dan
tumbuhan. Larva ikan nila makanannya adalah, zooplankton seperti Rotifera sp,
Daphnia sp, serta alga atau lumut yang menempel pada benda-benda di habitat
hidupnya (Amri dan Khairuman, 2003)
III. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum pembuatan fermentasi ikan (bekasam) dilaksanakan pada hari Kamis,


tanggal 15 Oktober 2020, yang dilaksanakan di rumah masing-masing.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah timbangan, baskom, sendok,
toples dan tutup.

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan nila 200-250 g, nasi
200 g, dan garam (20 ; 40 ; 60; 80; 100) g.
3.3 Cara Kerja

Cara kerja dari pembuatan fermentasi ikan (bekasam) dapat dilihat pada diagram
alir dibawah ini:

Ikan dibersihkan

(potong kepala dan buntut)

Ditambahkan garam sesuai dengan perlakuan masing-masing (20; 40; 60; 80;
100)

Dibaluri garam tersebut ke tubuh ikan

Ditambahkan nasi 20 g dan diaduk

Disusun di toples dan ditutup rapat

Difermentasi di suhu ruangan sealam 7 hari

Hasil

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Fermentasi Ikan (Bekasam)

Pembuatan fermentasi ikan atau yang umumnya disebut dengan bekasam,


pertama-tama lakukan pencucian ikan , pembuangan kotoran hingga bersih, dan
pemotongan kepala dan buntut. Ikan ditempatkan di baskom, lalu pemberian
garam dengan sesuai perlakuan masing-masing (20;40;60;80;100) gram, setelah
itu pembaluran ikan mengggunakan garam secara merata pada bagian tubuhnya.
Pemberian nasi sebanyak 200 gram. Pembaluran nasi yang sudah dicampur
dengan ikan dan garam secara merata. Setelah itu, penutupan masukan ke dalam
toples, dan ditutup dengan rapat. Terakhir, penyimpanan pada suhu ruang selama
7 hari.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan praktikum pembuatan bekasam dapat dilihat pada tabel 1


sebagai berikut :
Tabel 1. Skor Uji Organoleptik
Perlakuan pemberian garam Warna Rasa Aroma Tekstur Penerimaan
(gram) Keseluruhan
20 3 2 3 3 11

40 4 3 3 3 14

60 4 3 3 4 14
80 4 3 3 2 12

100 5 1 3 2 11

Keterangan :
No Warna Rasa Aroma Tekstur
1 Sangat Gelap Sangat Asin Tidak Berbau Sangat Kering
2 Gelap Sedikit Asam, Asin Agak Busuk Kering
3 Putih Kekuningan Asam Sedikit Bau Khas Kenyal
4 Sangat Cerah Asin Gurih Bau Khas Sedikit Berair
5 Sangat Putih Asam Gurih Bau Khas Tajam Berair, Lembek

4.2 Pembahasan
Ikan memiliki kandungan protein essensial maupun nonessensial yang bermanfaat
bagi pengkonsumsinya karena sebagai zat pembangun tubuh. Disisi lain, hasil dari
perikanan memiliki sifat yang mudah rusak dan daya simpan yang pendek
sehingga perlu adanya pengolahan untuk memperpanjang masa simpan dan
meningkatkan gizi. Salah satu metode pengawetan ikan dengan metode fermentasi
yaitu bekasam. Bekasam merupakan salah satu produk ikan fermentasi yang
mempunyai cita rasa khas dan banyak dikenal di Jawa, Sumatera dan Kalimantan
(Hadiyanti & Prima, 2013). Pembuatan bekasam masih dilakukan secara
tradisional dengan menerapkan fermentasi spontan. Pertumbuhan mikroorganisme
pada fermentasi bekasam dirangsang dengan penambahan nasi sebagai sumber
karbonhidrat, garam sebagai penyeleksi mikroba yang berperan, dan pada kondisi
anaeerob. Bekasam terbuat dari ikan air tawar, yang diawali dengan proses
pembersihan ikan, pemberian garam dan pemberian nasi serta diinkubasi selama
satu minggu (Berlian et al, 2016).

Bekasam memiliki nilai gizi yang tinggi dibandingkan bahan asalnya berupa ikan.
Hal tersebut karena pada proses fermentasi mikroba yang berperan mampu
merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga
menjadi lebih mudah dicerna dan mikroba tersebut dapat mensintesis beberapa
vitamin. Paduan cita rasa asam dan asin pada bekasam mampu menciptakan cita
rasa khas yang dapat meningkatkan selera makan para konsumen. Selain itu, dari
sisi kesehatan bekasam diketahui dapat menghambat aktivitas Angiotensin I
Converting Enzyme (ACE), suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap
terjadinya hipertensi (Hadiyanti & Prima, 2013). Bakteri asam laktat yang
berperan selama proses fermentasi juga menghasilkan komponen bioaktif yang
berfungsi bagi kesehatan, diantaranya yaitu antihipertensi, antibakteri, dan
antikolestrol (Lestari et al, 2018).

Faktor–faktor penentu pada fermentasi bekasam harus diperhatikan agar


menghasilkan mutu bekasam yang baik dan diminati. Faktor yang mempengaruhi
antara lain substrat dan mikroba penghasil enzim. Substrat dapat digunakan dalam
fermentasi adalah pati dari tanaman atau limbah (Hidayat et al, 2016).
Karbonhidrat dihirolisis menjadi glukosa dan 95% glukosa akan diubah menjadi
asam laktat oleh bakteri asam laktat. Selain diubah menjadi asam laktat,
karbohidrat juga dihidrolisis menjadi asam asetat, asam propionat, dan etil
alkohol. Adanya senyawa-senyawa tersebut menimbulkan rasa asam pada produk
dan dapat berfungsi sebagai pengawet. Menurut penelitian oleh Petronika (2017),
sumber karbohidrat sebagai substrat berpengaruh terhadap pH bekasam, warna,
aroma, tekstur dan rasa.
Pembuatan bekasam kebanyakan masih menggunakan fermentasi spontan
sehingga jumlah dan jenis mikroba aktif yang berperan akan beraneka ragam
sehingga akan menghasilkan mutu bekasam yang beragam. Penelitian oleh
Hadiyanti & Prima (2013), penambahan kultur starter untuk mengontrol jumlah
dan jenis mikroba yang tumbuh pada bekasam dan menekan pertumbuhan bakteri
pembusuk, sehingga dihasilkan produk dengan mutu yang seimbang. Penambahan
starter juga harus memperhatikan konsentrasi agar menghasilkan mutu bekasam
yang baik. Penelitian oleh Lestari et al (2013), membuktikan bahwa perbedaan
konsentrasi penambahan starter L. acidophilus dalam pembuatan bekasam ikan
seluang berpengaruh nyata terhadap kadar protein, kadar N-amino, dan kandungan
lovastatin bekasam.

Salah satu indikator keberhasilan dalam pembuatan bekasam adalah jumlah garam
yang ditambahkan. Adanya garam bertujuan untuk mendapatkan kondisi tertentu
(terkontrol) sehingga hanya mikroorganisme tahan garam (halofilik) yang dapat
hidup dan menghasilkan enzim proteolitik yang akan bereaksi pada produk
(Puspita et al, 2019). Fungsi lain dari penambahan garam yaitu meningkatkan cita
rasa ikan, membentuk tekstur yang diinginkan, dan menghambat pertumbuhan
bakteri pembusuk dan patogen. Semakin banyak garam yang ditambahkan maka
bekasam akan semakin kering karena garam memiliki sifat hidroskopis dan
terdapat perbedaan tekanan osmosis antara garam dan cairan pada ikan sehingga
air yang ada pada ikan akan tertarik keluar.

Semakin tinggi konsentrasi garam yang ditambahkan maka rasa keasaman


bekasam semakin menurun. Hal ini disebabkan semakin tingginya garam yang
digunakan akan mempengaruhi pertumbuhan bakteri asam laktat dan mengalami
penurunan yang menghasilkan asam laktat (Berlian et al, 2016). Bakteri asam
laktat tidak dapat tumbuh optimal pada keadaan garam yang tinggi sehinga asam
laktat yang dihasilkannya juga tidak akan optimal. Asam yang terbentuk berasal
dari karbonhidrat nasi dan karbonhidrat ikan, karbonhidat ini menjadi sumber
energi bagi bakteri asam laktat yang mengubah glukosa menjadi asam laktat.
Semakin tinngi garam akan membuat bekasam memiliki rasa terlalu asin sehingga
akan menurunkan tingkat kesukaan konsumen. Menurut Hadiwiyoto dalam
Suyatno et al (2015), selama proses fermentasi asam amino akan mengalami
peningkatan akibat adanya pemecahan protein, yang mana kandungan asam amino
yang tinggi akan mempengaruhi cita rasa. Rasa khas bekasam yang asam, sedikit
asin, dan gurih berada pada tingkat optimal dan disukai panelis pada penambahan
garam sebanyak 40-60 gram.

Perlakuan perbedaan konsentrasi garam yang ditambahkan tidak berpengaruh


nyata terhadap warna bekasam. Penelitian oleh Murtini et al (2017), dari hasil uji
Kruskal-Wallis pada warna dapat dibuktikan bahwa warna bekasam tidak
dipengaruhi perlakuan penambahan garam. Berdasarkan hasil pengamatan antar
perlakuan berturut – turut 20 g, 40 g, 60 g, 80 g, dan 100 g tidak menghasilkan
perbedaan tampilan warna signifikan, namun pada apabila dibandingan
penambahan garam 20 g dengan 100 g dapat terlihat perbedaanya. Penambahan
garam 100 gram menghasilkan daging ikan yang sangat putih, sedangkan pada
penambahan 20 g daging kekuningan. Hal ini dikarenakan garam mampu
mengubah warna asli ikan. Menurut Tumbelaka et al. (2013), yang menyatakan
bahwa tingginya konsentrasi garam pada pengolahan ikan dan dilakukannya
penggaraman berulang akan menyebabkan ikan menjadi lebih putih karena adanya
kristal garam.

Tekstur bekasam berkaitan dengan kadar air pada bekasam. Penggunaan garam
dengan jumlah banyak mampu membuat kandungan air pada bahan tertarik keluar
dan menari keluar cairan pada mikroba sehingga akan menyebabkan plasmolisis.
Penambahan garam 100 g membuat tekstur yang agak berkerut dan dagingnya
agak sedikit kering. Hal tersebut sesuai penelitian oleh Puspita et al (2019), garam
menyebabkan koagulasi dan denaturasi protein dan enzim, sehingga menimbulkan
pengerutan pada daging ikan, akibatnya air terperas keluar.

Bekasam memiliki aroma yang khas. Hal tersebut karena kandungan lemak yang
terdapat pada ikan akan dipecah menjadi asam lemak bebas dan gliserol, dan lebih
lanjut terpecah menjadi senyawa-senyawa keton dan 3 aldehid yang merupakan
penyebab bau yang khas (Ahillah et al, 2017). Bau khas juga dapat timbul karena
adanya degradasi protein. Menurut Rahayu et al. Dalam Puspita et al (2019),
bahwa khas pada produk fermentasi disebabkan karena adanya senyawa metil
keton, butil aldehid, amino dan senyawa amino yang dihasilkan oleh degradasi
protein dan lemak. Pada praktikum yang telah dilakukan, penambahan garam 100
gram menghasilkan aroma yang lebih ringan dibandingkan penambahan garam 20
g. Hal tersebut sesuai dengan penelitian oleh Berlian et al (2016), semakin
bertambahnya garam maka aroma akan semakin ringgan.

Berdasarkan penerimaan dan tingkat kesukaan panelis, jumlah garam yang paling
disukai pada penambahan garam sebanyak 40 dan 60 gram dari berat ikan 250
gram atau setara dengan 16 % - 25 %. Hal tersebut mendekati pernyataan oleh
Desniar et al (2012), garam yang digunakan sebaiknya tidak lebih dari 20% dari
berat ikan, kalau lebih akan dihasilkan bekasam yang sangat asin. Menurut
Supandi dan Wardah (2014) beberapa contoh produk formulasi dari ikan, garam
dan karbohidrat pada proses produksi produk tersebut adalah daging ikan bersih
ditambahkan 10- 20% garam dan ditambah karbohidrat untuk memulai proses
fermentasi laktat. Diduga pada penambahan garam 40 dan 60 gram rasa, aroma
asam dan gurih dapat seimbang dan kondisi tersebut lebih disukai panelis.
V. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai


berikut:

1. Pembuatan ikan bekasam yaitu meliputi pencucian ikan, pembuangan


kotoran hingga bersih, dan pemotongan kepala dan buntut, pemberian
garam, pembaluran nasi, ikan dimasukan ke dalam toples, dan ditutup
dengan rapat. Terakhir, penyimpanan pada suhu ruang selama 7 hari.
2. Pengaruh garam terhadap bekasam yang dihasilkan yaitu pada aroma,
semakin bertambahnya garam maka aroma bekasam yang dihasilkan akan
lebih ringan. Pada tekstur, semakin banyak garam yang digunakan maka
bekasam yang dihasilkan akan lebih kering. Pada rasa, semakin tinggi
konsentrasi garam yang ditambahkan maka rasa keasaman bekasam
semakin menurun. Pada warna, semakin tinggi konsentrasi garam, maka
warna menjadi lebih cerah.

\
DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, R. (2007). Pengolahan dan Pengawetan Ikan. PT Bumi Aksara.


Jakarta.
Afrianto, E dan E. Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius.
Yogyakarta.
Ahillah, N., Aoda, R., Windi, A., Reni, S., dan Rita, P. L. M. 2017. Pengaruh
Konsentrasi Garam pada Fermentasi Ikan Wader (Rasbora lateristriata).
Jurnal Bioedukasi Volume 10, Nomor 2 Halaman 12 – 17.
Amri, K. dan Khairuman. 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Azizah, N., Ratna, I., dan Laras R. 2014 .Pengaruh Penambahan Konsentrasi
Sumber Karbohidrat Dari Nasi Dan Gula Merah Yang Berbeda Terhadap
Mutu Bekasam Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus). Jurnal Saintek
Perikanan Vol. 10 No.1 .
Berlian, Z., Syarifah dan Immaul, H. 2016. Pengaruh Kuantitas Garam Terhadap
Kualitas Bekasam. Jurnal Biota. 2(2):151-156.
Boyd. 2004. SNI 01-6139-1999 . Produksi induk ikan nila hitam, Oreochromis
niloticus. Jakarta.
Candra JI, Zahiruddin W, Desniar. 2007. Isolasi dan karakterisasi bakteri asam
laktat dani produk bekasam ikan bandeng. Buletin Teknologi Hasil
Perikanan. 10(2): 14-24.
Desniar, Setyaningsih I, Sumardi RS. 2012a. Perubahan parameter kimia dan
mikrobiologi serta isolasi bakteri penghasil asam selama fermentasi bekasam
ikan mas (Cyprinus Carpio). Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia.
15(3): 232-239.
Desniar, Setyaningsih I, Permana YI. 2016. Penapisan dan produksi antibakteri
Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari bekasam ikan nila Atin. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 19(2): 132-139.
Hadiyanti, M. R., dan Prima, R. W. 2013. Pengaruh Konsentrasi Dan Penambahan
Bakteri Asam Laktat Lactobacillus plantarum B1765 Sebagai Kultur Starter
Terhadap Mutu Produk Bekasam Bandeng (Chanos chanos). Journal of
Chemistry. Vol. 2 No. 3: 136-143
Hidayat, N., Padaga, M. dan Suhartini S. 2016. Mikrobiologi Industri. Penerbit
ANDI. Yogyakarta.
Lestari, S., Rinto., dan Siti, B. H. 2018. Peningkatan Sifat Fungsional Bekasam
Menggunakan Starter Lactobacillus acidophilus. Jurnal Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia. Volume 21 Nomor 1 : 179-187
Murtini, J. T., Ernik, Y., Nurjanah., dan Suyuti, N. 2017. Pengaruh Penambahan
Starter Bakteri Asam Laktat Pada Pembuatan Bekasam Ikan Sepat
(Trichogaster trichopterusl) Terhadap Mutu Dan Daya Awetnya. Jurnal
Penelitian Perihanan Indonesia Vol.III No.2 :71-82
Trinanda, M.A. 2015. Studi Aktivitas Bakteri Asam Laktat (L. plantarum dan L.
fermentum) terhadap Kadar Protein melalui Penambahan Tepung Kedelai
Pada Bubur Instan Terfermentasi. Skripsi Kimia Universitas Negeri
Yogyakarta. Yogyakarta.
Petronika, A. 2017. Pengaruh Jenis Sumber Karbonhidrat terhadap pH, Total
asam tertitrasi, dan mutu bekasam ikan patin (Pangasius djambal). (Skripsi).
Universitas Sanata Dharma. Yogjakarta. 124 pp
Puspita, D. A., Tri, W. A., dan Lukita, P. 2019. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi
Garam Terhadap Kadar Asam Glutamat Pada Bubuk Bekasam Ikan Lele
(Clarias batracus). Jurnal Teknologi Pangan. 3(1)110-115.
Reddy G, Altaf MD, Naveena BJ, Venkateshwar M, and Kumar EV. 2008.
Amylolytic bacterial lactic acid fermentation, a review. Biotechnology
Advances 26: 22–34
Suyatno, N., Ira Sari., Suardi Loekman. 2015. Pengaruh Lama Fermentasi
Terhadap Mutu Bekasam Ikan Gabus (Channa Striata). (Online):
Https://Media.Neliti.Com/Media/Publications/201311-None.Pdf. (Diakses
28 Oktober 2020).
Tumbelaka, R.A., Asri, S.N. dan Faiza, A.D. 2013. Pengaruh Konsentrasi Gram
dan Lama Penggaraman Terhadap Nilai Hedonik Ikan Bandeng (Chanos
chanos) Asin Kering. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan., 1(1):48-54
LAMPIRAN
Gambar 1 Gambar 3
Gambar 2
Penyiapan bahan Pemberian garam dan
Proses pencucian Ikan
nasi
Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6

Diaduk merata Dimasukan ke dalam Toples ditutup rapat


toples agar terjadi fermentasi
LEMBAR PEMBAGIAN TUGAS

Nama Tugas Nilai

Nurhidayati Pembuatan bekasam 80 gram garam


1814051016 Cover, Pendahuluan
Powerpoint

Nabila Shania Putri Pembuatan bekasam 60 gram garam


1814051066 Tinjauan Pustaka
Pembuatan video

Qinar Khaleza Biran Pembuatan bekasam 20 gram garam


1854051002 Metodologi

Atri Melatiningsih Pembuatan bekasam 100 gram garam


1814051020 Hasil dan Pembahasan
Poweroint

Denny Zakaria Pembuatan bekasam 40 gram garam


1814051060 Kesimpulan, Lampiran, dan Editing
Powerpoint

Anda mungkin juga menyukai