Oleh
Nurhidayati 1814051016
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
I. PENDAHULUAN
Ikan merupakan salah satu komoditi hewani yang dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia, karena ikan memiliki banyak manfaatnya bagi tubuh manusia, karena
ikan memiliki kandungan gizi yang lengkap, seperti protein, karbohidrat, lemak,
vitamin, dan mineral. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan bukan ikan
asli yang berasal dari Indonesia, melainkan ikan yang introduksi yang
didatangkan dari negara lain. Aslinya, ikan nila ditemukan di perairan umum
negara Afrika yang kemudian biakan nila tersebar ke berbagai negara. Ikan nila
merupakan salah satu ikan yang memiliki banyak kandungan protein yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh manusia, karena kandungan proteinnya yang sangat tinggi,
mengandung asam amino esensial, nilai biologisnya tinggi, dan harganya
terjangkau atau cukup murah dibandingkan sumber protein lainnya. Namun ikan
nila memiliki kelemahan yaitu cepat mengalami kebusukan (Desniar dkk,2016).
1.2 Tujuan
2.1 Fermentasi
Bekasam memiliki karakteristik daging ikan seperti ikan segar dengan daging ikan
yang semaikin kenyal, rasa asam asin khas bekasam dengan aroma tertentu. Ikan
yang dibuat bekasam harus dikelompokkan berdasarkan jenis, ukuran, dan tingkat
kesegarannya agar diperoleh ikan bekasam yang seragam dengan mutu baik
(Afrianto dan Liviawaty, 1989). Ikan yang dapat digunakan sebagai bekasam
merupakan ikan jenis air tawar seperti ikan nila, ikan lele, ikan mujair, ikan gabus,
dan ikan wader (Adawiyah, 2007). Metode pengawetan ikan ini sangat praktis dan
mudah dikerjakan dengan peralatan yang sederhana, tidak membutuhkan biaya
yang tinggi serta dapat meningkatkan nilai gizi, digemari masyarakat karena
memiliki aroma dan rasa yang khas serta bernilai ekonomis. Interaksi perlakuan
konsentrasi garam, karbohidrat dan lama fermentasi berpengaruh sangat nyata
terhadap pH dan total mikroba bekasam.
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang termasuk dalam
famili Cichlidae dan merupakan ikan asal Afrika (Boyd, 2004). Ikan ini
merupakan spesies ikan yang berukuran besar antara 200-400 gram, sifat
omnivora sehingga bisa mengkonsumsi makanan berupa hewan dan tumbuhan
(Amri dan Khairuman, 2003). Ikan nila umumnya hidup di perairan tawar, seperti
sungai, danau, waduk, rawa, sawah dan saluran irigasi, tetapi toleransi yang luas
terhadap salinitas sehingga ikan nila dapat hidup dan berkembang biak pada
perairan payau dengan salinitas yang disukai antara 0-35%. Ikan nila termasuk
ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, memiliki kandungan
protein tinggi dan keunggulan berkembang dengan cepat. Kandungan gizi ikan
nila yaitu protein 16-24%, kandungan lemak berkisar antara 0,2-2,2% dan
mempunyai kandungan karbohidrat, mineral serta vitamin.
Ikan nila umumnya memiliki bentuk tubuh panjang dan ramping, dengan sisik
berukuran besar, matanya besar, menonjol, dan bagian tepinya berwarna putih.
Berdasarkan alat kelaminnya, ikan nila jantan memiliki ukuran sisik yang lebih
besar daripada ikan nila betina. Alat kelamin ikan nila jantan berupa tonjolan agak
runcing yang berfungsi sebagai muara urin dan saluran sperma yang terletak di
depan anus. Pada ikan betina, bentuk hidung dan rahang belakang agak lancip dan
berwarna kuning terang. Ikan nila mempunyai pertahanan yang tinggi terhadap
gangguan dan serangan penyakit. Ikan nila tergolong ikan pemakan segala
(Omnivore), sehingga bisa mengkonsumsi makanan, berupa hewan dan
tumbuhan. Larva ikan nila makanannya adalah, zooplankton seperti Rotifera sp,
Daphnia sp, serta alga atau lumut yang menempel pada benda-benda di habitat
hidupnya (Amri dan Khairuman, 2003)
III. METODOLOGI PERCOBAAN
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah timbangan, baskom, sendok,
toples dan tutup.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan nila 200-250 g, nasi
200 g, dan garam (20 ; 40 ; 60; 80; 100) g.
3.3 Cara Kerja
Cara kerja dari pembuatan fermentasi ikan (bekasam) dapat dilihat pada diagram
alir dibawah ini:
Ikan dibersihkan
Ditambahkan garam sesuai dengan perlakuan masing-masing (20; 40; 60; 80;
100)
Hasil
40 4 3 3 3 14
60 4 3 3 4 14
80 4 3 3 2 12
100 5 1 3 2 11
Keterangan :
No Warna Rasa Aroma Tekstur
1 Sangat Gelap Sangat Asin Tidak Berbau Sangat Kering
2 Gelap Sedikit Asam, Asin Agak Busuk Kering
3 Putih Kekuningan Asam Sedikit Bau Khas Kenyal
4 Sangat Cerah Asin Gurih Bau Khas Sedikit Berair
5 Sangat Putih Asam Gurih Bau Khas Tajam Berair, Lembek
4.2 Pembahasan
Ikan memiliki kandungan protein essensial maupun nonessensial yang bermanfaat
bagi pengkonsumsinya karena sebagai zat pembangun tubuh. Disisi lain, hasil dari
perikanan memiliki sifat yang mudah rusak dan daya simpan yang pendek
sehingga perlu adanya pengolahan untuk memperpanjang masa simpan dan
meningkatkan gizi. Salah satu metode pengawetan ikan dengan metode fermentasi
yaitu bekasam. Bekasam merupakan salah satu produk ikan fermentasi yang
mempunyai cita rasa khas dan banyak dikenal di Jawa, Sumatera dan Kalimantan
(Hadiyanti & Prima, 2013). Pembuatan bekasam masih dilakukan secara
tradisional dengan menerapkan fermentasi spontan. Pertumbuhan mikroorganisme
pada fermentasi bekasam dirangsang dengan penambahan nasi sebagai sumber
karbonhidrat, garam sebagai penyeleksi mikroba yang berperan, dan pada kondisi
anaeerob. Bekasam terbuat dari ikan air tawar, yang diawali dengan proses
pembersihan ikan, pemberian garam dan pemberian nasi serta diinkubasi selama
satu minggu (Berlian et al, 2016).
Bekasam memiliki nilai gizi yang tinggi dibandingkan bahan asalnya berupa ikan.
Hal tersebut karena pada proses fermentasi mikroba yang berperan mampu
merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga
menjadi lebih mudah dicerna dan mikroba tersebut dapat mensintesis beberapa
vitamin. Paduan cita rasa asam dan asin pada bekasam mampu menciptakan cita
rasa khas yang dapat meningkatkan selera makan para konsumen. Selain itu, dari
sisi kesehatan bekasam diketahui dapat menghambat aktivitas Angiotensin I
Converting Enzyme (ACE), suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap
terjadinya hipertensi (Hadiyanti & Prima, 2013). Bakteri asam laktat yang
berperan selama proses fermentasi juga menghasilkan komponen bioaktif yang
berfungsi bagi kesehatan, diantaranya yaitu antihipertensi, antibakteri, dan
antikolestrol (Lestari et al, 2018).
Salah satu indikator keberhasilan dalam pembuatan bekasam adalah jumlah garam
yang ditambahkan. Adanya garam bertujuan untuk mendapatkan kondisi tertentu
(terkontrol) sehingga hanya mikroorganisme tahan garam (halofilik) yang dapat
hidup dan menghasilkan enzim proteolitik yang akan bereaksi pada produk
(Puspita et al, 2019). Fungsi lain dari penambahan garam yaitu meningkatkan cita
rasa ikan, membentuk tekstur yang diinginkan, dan menghambat pertumbuhan
bakteri pembusuk dan patogen. Semakin banyak garam yang ditambahkan maka
bekasam akan semakin kering karena garam memiliki sifat hidroskopis dan
terdapat perbedaan tekanan osmosis antara garam dan cairan pada ikan sehingga
air yang ada pada ikan akan tertarik keluar.
Tekstur bekasam berkaitan dengan kadar air pada bekasam. Penggunaan garam
dengan jumlah banyak mampu membuat kandungan air pada bahan tertarik keluar
dan menari keluar cairan pada mikroba sehingga akan menyebabkan plasmolisis.
Penambahan garam 100 g membuat tekstur yang agak berkerut dan dagingnya
agak sedikit kering. Hal tersebut sesuai penelitian oleh Puspita et al (2019), garam
menyebabkan koagulasi dan denaturasi protein dan enzim, sehingga menimbulkan
pengerutan pada daging ikan, akibatnya air terperas keluar.
Bekasam memiliki aroma yang khas. Hal tersebut karena kandungan lemak yang
terdapat pada ikan akan dipecah menjadi asam lemak bebas dan gliserol, dan lebih
lanjut terpecah menjadi senyawa-senyawa keton dan 3 aldehid yang merupakan
penyebab bau yang khas (Ahillah et al, 2017). Bau khas juga dapat timbul karena
adanya degradasi protein. Menurut Rahayu et al. Dalam Puspita et al (2019),
bahwa khas pada produk fermentasi disebabkan karena adanya senyawa metil
keton, butil aldehid, amino dan senyawa amino yang dihasilkan oleh degradasi
protein dan lemak. Pada praktikum yang telah dilakukan, penambahan garam 100
gram menghasilkan aroma yang lebih ringan dibandingkan penambahan garam 20
g. Hal tersebut sesuai dengan penelitian oleh Berlian et al (2016), semakin
bertambahnya garam maka aroma akan semakin ringgan.
Berdasarkan penerimaan dan tingkat kesukaan panelis, jumlah garam yang paling
disukai pada penambahan garam sebanyak 40 dan 60 gram dari berat ikan 250
gram atau setara dengan 16 % - 25 %. Hal tersebut mendekati pernyataan oleh
Desniar et al (2012), garam yang digunakan sebaiknya tidak lebih dari 20% dari
berat ikan, kalau lebih akan dihasilkan bekasam yang sangat asin. Menurut
Supandi dan Wardah (2014) beberapa contoh produk formulasi dari ikan, garam
dan karbohidrat pada proses produksi produk tersebut adalah daging ikan bersih
ditambahkan 10- 20% garam dan ditambah karbohidrat untuk memulai proses
fermentasi laktat. Diduga pada penambahan garam 40 dan 60 gram rasa, aroma
asam dan gurih dapat seimbang dan kondisi tersebut lebih disukai panelis.
V. KESIMPULAN
\
DAFTAR PUSTAKA