Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu
tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah yang dihasilkan
dari kegiatan perikanan masih cukup tinggi, yaitu sekitar 20-30 persen. Misalnya saja pada
produksi industri ikan yang telah mencapai 6.5 juta ton pertahun dapat menghasilkan sekitar
2 juta ton terbuang sebagai limbah. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan perikanan adalah
berupa (Annonymous, 2010):
1. Ikan curah yang bernilai ekonomis rendah sehingga belum banyak dimanfaatkan
sebagai pangan;
2. Bagian daging ikan yang tidak dimanfaatkan dari rumah makan, rumah tangga,
industri pengalengan, atau industri pemiletan;
3. Ikan yang tidak terserap oleh pasar, terutama pada musim produksi ikan
melimpah;
dan
4. Kesalahan penanganan dan pengolahan.
Berdasarkan karakternya limbah dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu limbah
yang masih dapat dimanfaatkan dan sudah tidak dapat dimanfaatkan. Limbah perikanan
berbentuk padatan, cairan dan gas. Limbah tersebut ada yang berbahaya dan sebagian lagi
beracun. Limbah padatan memiliki ukuran bervariasi, mulai beberapa mikron hingga
beberapa gram atau kilogram (Annonymous, 2010).
Penanganan Limbah
Limbah hasil perikanan dapat berbentuk padatan, cairan atau gas. Limbah berbentuk
padat berupa potongan daging ikan, sisik, insang atau saluran pencernaan. Limbah ikan yang
berbentuk cairan antara lain darah, lendir dan air cucian ikan. Sedangkan limbah ikan yang
berbentuk gas adalah bau yang ditimbulkan karena adanya senyawa amonia, hidrogen sulfida
atau
keton.
Berbagai
teknik
penanganan
dan
pengolahan
limbah
telah
secara fisik mampu melakukan pemisahan limbah berbentuk padat dari limbah
lainnya. Limbah padatan akan ditangani atau diolah lebih lanjut sehingga tidak
menjadi bahan cemaran, sedangkan limbah cair dan gas akan ditangani atau diolah
menggunakan teknik kimiawi dan biologis.
Secara
fisik,
penangan
limbah
dilakukan
menggunakan
penyaring
biologis. Bakteri
yang
digunakan
bersifat
kemoheterotrof
dan
biologis
karena
memiliki
sifat
autotrof
dan
mampu
melakukan
Pembuatan Silase
Silase ikan adalah ikan utuh atau sisa-sisa ikan yang diawetkan dalam kondisi
asam dengan penambahan asam (silase kimia) atau dengan fermentasi/kemampuan
bakteri asam laktat (silase biologis). Silase ikan yang dihasilkan berbentuk cair karena
protein ikan dan jaringan struktur lainnya didegradasi menjadi unit larutan yang lebih
kecil oleh enzim yang terdapat pada ikan (Rusmana, Deny dan Abun, 2006).
Pengolahan limbah ikan tuna secara kimiawi (silase kimiawi) merupakan
proses pengawetan dalam kondisi asam pada tempat atau wadah dengan cara
menambahkan asam mineral, asam organik atau campurannya. Prinsip pengawetan ini
adalah dengan penurunan pH dari bahan tersebut sehingga aktivitas bakteri pembusuk
menjadi terhambat. Asam organik yang biasa digunakan adalah asam formiat dan
propionate.
Pengolahan limbah ikan tuna secara biologis (silase biologis) merupakan
proses biokimia yang secara aktif dilakukan oleh kelompok bakteri asam laktat
dengan penambahan sumber karbohidrat melalui fermentasi dalam keadaan anaerob.
Silase ikan biologis umumnya dibuat dengan menambahkan karbohidrat pada ikan
yang telah digiling. Sumber karbohidrat yang digunakan dapat berupa tepung tapioka,
molases, dedak ataupun sumber karbohidrat lainnya disertai dengan ataupun tanpa
penambahan ragi dan starter kultur. Pada proses silase secara biologis, bakteri asam
laktat akan merubah gula menjadi asam organik yang mengakibatkan terjadinya
penurunan pH. Proses fermentasi untuk perubahan karbohidrat menjadi asam laktat
adalah secara anaerob dan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
Mula-mula pati dalam karbohidrat di uraikan menjadi maltosa,
Molekul-molekul maltosa dipecah menjadi molekul glukosa oleh enzim
maltase dan
Bakteri asam laktat mengubah glukosa menjadi asam laktat.
Gelatin
Gelatin adalah derivat protein dari serat kolagen yang ada pada kulit, tulang,
dan tulang rawan. Proses perubahan kolagen menjadi gelatin melibatkan tiga
perubahan berikut (Junianto, dkk, 2006):
Pemutusan sejumlah ikatan peptida untuk memperpendek rantai
Pemutusan atau pengacauan sejumlah ikatan camping antar rantai
Perubahan konfigurasi rantai
Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti gliserol,
propilen glycol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam alkohol, aseton, karbon
tetraklorida, benzen, petroleum eter dan pelarut organik lainnya (Junianto, dkk, 2006).
-
Air 6-100 %
Lemak 5-12 %
Protein 60-75 %
Abu 10-20 %
Selain itu karena dibuat dari kepala dan duri ikan maka tepung ikan juga
mengandung:
Ca fosfat
Seng
Yodium
Besi
Timah
Mangan
Kobalt
Vitamin B 2 dan B 3
Memperkenalkan teknik desalting pada ikan asin yang akan digunakan sebagai bahan
baku tepung ikan. Teknik desalting dapat dilakukan dengan cara merendam ikan asin
di dalam larutan berkonsentrasi gararn rendah selama 12 jam. Proses ini mampu
mengurangi kadar garam, meningkatkan kadar protein, dan secara otomatis akan
menaikkan harga jual produk.
Perubahan waktu perebusan ikan dari 30 menit menjadi hanya 5 menit, yang
dilakukan setelah air mendidih. Hal ini ternyata mampu memelihara nilai gizi ikan,
terutama protein yang tidak banyak larut atau terbuang akibat perebusan.
Pengadaan peralatan pengepres ikan yang telah direbus. Hal ini mampu meningkatkan
kapasitas produksi. menurunkan kadar air, menurunkan kadar lemak dan
rneningkatkan kadar protein tepung ikan. Juga menurunkan presentase ikan yang
busuk akibat lamanya proses penjemuran.
Pengadaan lantai penjemuran dengan disain seperti penjemur padi. Hal ini
mempercepat proses penjemuran menjadi hanya satu dari 2-3 hari sebelumnya.
Pengadaan peralatan pengayak yang mampu menghasilkan ukuran tepung ikan yang
lebih seragam, yaitu 60 mesh.
Dari segi mutu dan harga telah terjadi peningkatan. Kadar protein meningkat dari
47,5% menjadi 54% setelah pelaksanaan Program Vucer, dan kadar air menurun dari
13,7% menjadi 10,4% (Annonymousa, 2009).
IPAL Pengolahan Hasil Perikanan
Karakteristik dari limbah cair industri pengolahan hasil perikanan mempunyai kadar BOD
dari 2,96 kg/ton sampai dengan 76000 mg/l, jenis pengolahan hasil perikanan mempunyai
range yang cukup besar. Untuk membuat pengolahan limbah harus di tentukan kasus per
kasus dimana pengolahan limbah tersebut akan diterapkan. Sebelum dibuang ke sungai
limbah tersebut harus diturunkan dulu COD nya menjadi 200 ppm atau disesuaikan dengan
ambang batas, untuk menurunkan COD tersebut dibutuhkan peralatan pengolahan sebagai
berikut:
a. Penyaringan
Penyaringan ini dibutuhkan untuk memisahkan padatan yang terbawa oleh limbah cair,
penyaringan ini dipasang sesuai dengan kebutuhan misalnya saringan kasar, sedang dan
halus.
b. Bak / Tangki Ekualisasi
Tangki ekualisasi ini berfungsi untuk menampung limbah yang keluar sebelum diolah
sehingga kualitas limbah menjadi homogen. Besarnya bak / tangki ekualisasi ini diperlirakan
sama dengan junlah limbah cair yang dihasilkan tiap hari.
c. Fixed Bed Reaktor
Fixed Bed Reaktor merupakan peralatan pengolahan Anaerobik yang biasa digunakan untuk
COD diatas 6000 ppm. Fixed Bed Reaktor juga merupakan peralatan proses biologi yang
murah dan mudah pengoperasiannya, selain itu efisiensinya bisa mencapai 80 %.
d. Trikling Filter
Trikling Filter merupakan peralatan proses biologi aerob dan anaerob yang biasa digunakan
untuk mengolah limbah dengan COD sampai dengan 4000 ppm. Trikling Filter banyak
digunakan karena konstruksinya sederhana, dan biaya operasinya relatif murah. Efisiensi
Trikling Filter bisa mencapai 90 %.
e. Instalasi dan Pompa
Instalasi dan pompa merupakan peralatan penunjang biasanya dibutuhkan untuk
memindahkan limbah sebelum dan sesudah diolah.