Anda di halaman 1dari 12

Makalah Laboratorium Biokimia

ANALISIS KADAR ABU PADA IKAN LELE


(Clarias batracus)

Oleh:
Elinta Defani Br Barus
180302026
VI/B

LABORATORIUM BIOKIMIA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYAPERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa sebab atas segala rahmat dan
karunia-Nya, laporan praktikum “Analisis Kadar Abu Pada Ikan Lele (Clarias
batracus)” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya meskipun saya menyadari
masih terdapat banyak kesalahan di dalamnya.
Pada kesempatan ini penulis menyampai banyak terima asih kepada semua
pihak yang telah memantu, kepada jajaran dosen manajemen sumberdaya perairan
Universitas Sumatera Utara khususnya Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc, Pak Rizky S.
pi ,dan Ibu Astrid S.pi. M.si. sebagai pembawa mata kuliah biokimia dan
sekaigus juga praktikum biokimia. Sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
ini.
Demikian laporan ini penulis perbuat, semoga dapat digunakan sebagai
bahan referensi maupun sebagai penambah pengetahuan bagi pembaca. Penulis
juga mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga dapat menambah
pemahaman dalam pembuatan laporan selanjutnya serta dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Medan, Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.....................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
PENDAHULUAN
Latar belakang……………………………………………………………
Tujuan Penulisan………………………………………………………….
Manfaat Penulisan......................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
Kadar Abu Pada Ikan Lele (Clarias batracus)……………………………
Analisa Kadar Abu Pada Ikan Lele (Clarias batracus)……………………
Manfaat Perhitungan Kadar Abu Pada Ikan Lele (Clarias batracus)……..
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan……………………………………………………………….
Saran……………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia memiliki sumberdaya hayati laut yang sangat besar
dengan kandungan berbagai macam jenis makhluk hidup di dalamnya. Kekayaan
hayati tersebu diantaranya adalah ikan yang mempunyai manfaat dalam bidang
kesehatan karena ikan memiliki kandungan gizi yang tinggi serta dapat
memberikan keuntungan dari segi ekonomi dengan nilai jual yang tinggi.
Kandungan gizi yang utama pada ikan adalah protein dan asam-asam lemak
esensial yang sangat berguna bagi kesehatan manusia. Penentuan kadar abu
dilakukan dengan metode pengabuan kering (dry ashing). Prinsip analisis ini
adalah mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi (sekitar 550 °C),
kemudian dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran
tersebut (Hafiludin, 2011).
Biokimia merupakan jembatan antara kimia dan biologi. Biokimia secara
sederhana dapat didefinisikan sebagai ‘kimia dari kehidupan’ (Biochemistry is
chemistry of life) yaitu ilmu yang mempelajari reaksi pada makhluk hidup.
Biokimia merupakan disiplin ilmu yang menggunakan prinsip bahasa kimia untuk
menjelaskan makhluk hidup. Lebih dari seratus tahun yang lalu, ahli biokimia
telah menemukan senyawa kimia dan proses metabolisme sentral yang sama pada
makhluk hidup seperti yang ditemukan pada bakteri, tumbuhan, hewan, dan
manusia. Meskipun ahli biokimia memfokuskan riset pada metabolisme makhluk
hidup/organisme spesies tertentu, tetapi riset tersebut dapat digunakan untuk
banyak spesies. Sekarang telah diketahui bahwa prinsip dasar biokimia adalah
umum untuk semua makhluk hidup (Azhar, 2016).
Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan
organic. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada jenis bahan dan cara
pengabuannya. Bahan pangan yang terdapat di alam mengandung mineral yang
berupa abu. Mineral yang terdapat dalam satu  bahan dapat merupakan dua
macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam organik terdiri
dari garam-garam asam malat, oksalat, asetat, dan pektat, sedangkan garam
anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, dan
nitrat. Mineral juga biasanya berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat
organis (Sediaoetomo 2000).
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral
yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan
anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur – unsur mineral. Unsur
juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat
menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Baha- bahan organic
dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak,
karena itulahdisebutsebagaikadar abu. Kadar abu ada hubungannya dengan
mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan
dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Sebagian besar
bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organic dan air. Sisanya
terdiri dari unsur-unsur mineral. kadar abu yang terukur merupakan bahan-bahann
anorganik yang tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahanbahan
organic terbakar ( Maulana, 2016).
Salah satu jenis ikan yang kandungan gizinya tinggi adalah ikan lele. Ikan
lele dapat diolah menjadi berbagai macam olahan. Proses pengolahan ikan lele
yang digunakan hanya dagingnya saja sedangkan tulangnya menjadi limbah yang
belum dimanfaatkan secara optimal. Apabila limbah itu tidak dimanfaatkan lama
kelamaan akan menjadi sampah dan mencemari lingkungan, untuk itu perlu
adanya tindakan lanjut pengolahan limbah tulang ikan lele agar bermanfaat dan
tidak mencemari lingkungan. Salah satu pemanfaatan tepung tulang ikan lele
dengan cara penepungan. Pengolahan tulang ikan menjadi tepung tulang ikan
telah dilakukan oleh Tanuwidjaya (2002) dan Mulia (2004) pada tulang ikan patin
(Sa’adah,2013).
Ikan lele memiliki keunggulan dibandingkandengan produk hewan
lainnya karena ikan lele kaya akan leusin danlisin. Leusin (C6H13NO2) berguna
untuk perombakan dan protein otot. Sedangkan lisin merupakan salah satu dari 9
asam amino esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan.
Lisin termasuk asam amino yang sangat penting dan dibutuhkan dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak. Salah satu cara untuk memanfaatkan
daging ikan lele adalah dengan mengolahnya menjadi produk olahan pangan yang
di sukai masyarakat misalnya naget ikan lele, abon ikan lele maupun kerupuk ikan
lele (Engelen dan Angela, 2016).
Ketersediaan sumberdaya perairan yang luas dan sumber daya manusia
merupakan modal dasar untuk meningkatkan dan mengembangkan produksi ikan
lele di Indonesia dan sampai tahun 2010 produksi ikan lele mencapai 242,811 ton.
Ikan lele memiliki keunggulan dibandingkan dengan produk hewan lainnya
karena ikan lele kaya akan leusin dan lisin. Leusin (C6H13NO2) berguna untuk
perombakan dan protein otot. Sedangkan lisin merupakan salah satu dari 9 asam
amino esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Lisin
termasuk asam amino yang sangat penting dan dibutuhkan dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak (Zaki, 2009). Salah satu cara untuk memanfaatkan
daging ikan lele adalah dengan mengolahnya menjadi produk olahan pangan yang
di sukai masyarakat misalnya naget ikan lele, abon ikan lele maupun kerupuk ikan
lele (Engelin dan Angelia, 2012).

Tujuan Praktikum
Tujuan dari makalah kadar abu ikan lele (Clarias batracus) ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui kadar abu pada ikan lele (Clarias batracus)
2. Mengetahui cara analisis pada ikan lele (Clarias batracus)

Manfaat Penulisan
Adapun manfaat makalah kadar abu ikan lele (Clarias batracus) ini adalah
agar penulis dan pembaca dapat memahami tentang analisis kadar abu yaitu
berupa kandungan-kandungan dalam abu tersebut, semoga dapat bermanfaat
sebagai ilmu penunjang dalam proses praktikum menganilis kadar abu pada ikan
lele (Clarias batracus), dan sebagai syarat masuk praktikum biokimia selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA

Kadar abu pada ikan lele (Clarias batrachus)


Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organic.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada jenis bahan dan cara
pengabuannya. Bahan pangan yang terdapat di alam mengandung mineral yang
berupa abu. Mineral yang terdapat dalam satu  bahan dapat merupakan dua
macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam organik terdiri
dari garam-garam asam malat, oksalat, asetat, dan pektat, sedangkan garam
anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, dan
nitrat. Mineral juga biasanya berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat
organis (Sediaoetomo 2000).
Pada analisis kadar abu dan serat seringkali digunakan jenis pengabuan
dalam tanur. Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
pengabuan cara langsung (cara kering) dan pengabuan cara tidak langsung (cara
basah). Prinsip  pengabuan cara langsung yaitu semua zat organik dioksidasi pada
suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600 C, kemudian zat yang tertinggal setelah proses
pembakaran ditimbang. Sedangkan prinsip pengabuan cara tidak langsung yaitu
bahan ditambahkan reagen kimia tertentu sebelum dilakukan  pengabuan. Oleh
karena itu sangat penting untuk mengetahui metode yang dapat mengukur dan
menetapkan kadar abu suatu bahan pangan yaitu dengan metode AOAC
(Khopkar 2003).
lele memiliki keunggulan dibandingkandengan produk hewan lainnya
karena ikan lele kaya akan leusin danlisin. Leusin (C6H13NO2) berguna untuk
perombakan dan protein otot. Sedangkan lisin merupakan salah satu dari 9 asam
amino esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Lisin
termasuk asam amino yang sangat penting dan dibutuhkan dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak (Zaki, 2009). Salah satu cara untuk memanfaatkan
daging ikan lele adalah dengan mengolahnya menjadi produk olahan pangan yang
di sukai masyarakat misalnya naget ikan lele, abon ikan lele maupun kerupuk ikan
lele (Engelen dan Angela, 2016).
Secara umum, ikan lele dan patin asap yang diasapi
menggunakan smoking cabinet menunjukkan nilai organoleptik
yang lebih tinggi dibandingkan menggunakan tungku. Ikan lele dan
patin asap dengan smoking cabinet, menunjukkan nilai
yang tinggi pada kenampakan, bau, rasa, dan tekstur. Perbedaan
metode pengasapan dan jenis ikan memberikan perbedaan yang
sangat nyata terhadap nilai organoleptik (P<0,01). Hal ini
menunjukkan bahwa panelis masih dapat menerima ikan asap
menggunakan kedua metode tersebut. Ikan asap yang diasapi
menggunakan smoking cabinet memiliki kenampakan yang
lebih bersih, warna coklat keemasan yang menarik, serta tekstur
yang lebih padat dan kompak dibandingkan ikan asap
menggunakan tungku (Swastawati, 2013).
Kadar abu yang dihasilkan tepung tulang ikan lele berkisar antara 56,43%
- 58,43% kadar tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kadar abu tepung
tulang produksi ISA 2002 yaitu 33,1%. Tingginya kadar abu disebabkan karena
komponene penyusun tulang yang utama adalah mineral. Di dalam tulang
terkandung sel-sel hidup dan matrik intraseluler dalam bentuk garam mineral.
Garam mineral merupakan komponen yang terdiri dari kalsium fosfat sebanyak
80% dan sisa terdiri dari kalsium karbonat dan magnesium fosfat Tepung tulang
dengan perendaman dalam larutan jeruk nipis 0 jam, 3 jam dan 6 jam
menunjukkan adanya pengaruh perendaman terhadap kadar abu dengan nilai
p=0,003. Nilai kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan lama perendaman 0
jam yaitu 58,43% dan nilai kadar abu terendah terdapat pada perlakuan
perendaman 3 jam. Jadi dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kadar abu
dari lama perendaman 3 jam ke 6 jam hal ini disebabkan proses evaporasi sari
jeruk nipis lebih cepat sehingga kadar air dalam tulang ikan mengalami
penguapan sehingga terjadi peningkatan kadar abu (Sa’adah, 2013).
Abu yang diperoleh daripenetapan kadar abu, kemudian dididihkan
dengan 25 ml asam klorida encer P selama 5 menit. Bagian yang tidak larut asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas,
disaring dan ditimbang, ditentukan kadar abu yang tidak larut asam dalam persen
terhadap berat sampel awal. Dilakuakn replikasi sebanyak tiga kali
(Pine et al, 2015).

Analisa kadar abu dari ikan lele (clarias batracus)

Ikan lele merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya favorit di


Indonesia. Berbagai metode budidaya lele telah dilakukan untuk mencukupi
permintaan pasar yang semakin tinggi, sebagai contoh berdasarkan data dari
Ditjen Perikanan Budidaya Kementerian Perikanan dan Kelautan Republk
Indonesia pada tahun 2017, produksi total ikan ini meningkat tajam hingga
131,7% dibandingkan tahun sebelumnya. Aplikasi manajemen kualitas air dan
pakan berbeda seringkali dilakukan untuk tujuan tersebut seperti penggunaan
multivitamin dan probiotik yang dipercaya mampu meningkatkan nilai nutrien
pakan sertamemperbaiki kualitas air atau kombinasi pakan untuk
memaksimalkan hasil yang didapat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan kandungan nutrien daging ikan lele yang dibudidayakan dengan
perbedaan manajemen kualitas air dan pakan melalui uji proksimat meliputi kadar
air, abu, protein dan lemak (Bimantara, 2018).
sumberdaya perairan yang luas dan sumber daya manusia merupakan
modal dasar untuk meningkatkan dan mengembangkan produksi ikan lele di
Indonesia dan sampai tahun 2010 produksi ikan lele mencapai 242,811 ton. Ikan
lele memiliki keunggulan dibandingkan dengan produk hewan lainnya karena
ikan lele kaya akan leusin dan lisin. Leusin (C6H13NO2) berguna untuk
perombakan dan protein otot. Sedangkan lisin merupakan salah satu dari 9 asam
amino esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Lisin
termasuk asam amino yang sangat penting dan dibutuhkan dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak (Zaki, 2009). Salah satu cara untuk memanfaatkan
daging ikan lele adalah dengan mengolahnya menjadi produk olahan pangan yang
di sukai masyarakat misalnya naget ikan lele, abon ikan lele maupun kerupuk ikan
lele (Engelin dan Angelia, 2012).
Analisis proksimat menggolongkan komponen yang ada pada bahan pakan
berdasarkan komposisi kimia dan fungsinya yaitu : air (moisture), abu (ash),
protein kasar (crude protein), lemak kasar (ether extract), dan bahan ekstrak tanpa
nitrogen (nitrogen free extract). Analisis makronutrien dapat dilakukan dengan
analisis proksimat. Perbaikan menu dengan komposisi energi asam lemak ini
sangat penting agar upaya pencegahan penyakit kronik degeneratif sedini
mungkin dapat tercapai Metode analisis proksimat meliputi kadar abu dengan
metode pengabuan kering (dryashing) menurut AOAC 2005, kada air dengan
metode oven menurut AOAC 2005, kadar lemak dengan metode soxhlet menurut
AOAC 2005, kadar protein dengan metode kjeldahl menurut AOAC 2005 dan
karbohidrat dengan metode by different (Suparjo, 2010).
Dalam industri pangan untuk mengetahui kadar abu sangatlah perlu sebab
dengan mengetahuinya kita dapat menentukan baik tidaknya suatu proses
pengolahan. Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan
organik yang kandungan dan komposisinya tergantung bahan dan cara
pengabuannya. Kadar abu suatu bahan menunjukkan total mineral yang
terkandung dalam bahan tersebut. Kadar abu total adalah bagian dari analisis
proksimat yang digunakan untuk mengevaluasi nilai gizi suatu bahan/produk
pangan. Pengabuan juga merupakan tahapan persiapan contoh yang harus
dilakukan pada analisis mineral (Widarta et al, 2015).
Penentuan kadar abu secara tidak langsung prinsip pengabuan cara tidak
langsung yaitu bahan ditambahkan reagen kimia tertentu sebelum dilakukan
pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alcohol atau pasir
anorganik yang selanjutnya dipanaskan dalam suhu tinggi. Pemanasan
menyebabkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan
terjadinya porositas bahan menjadi besar dan memperbesar oksidasi. Pemanasan
pada pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksidasi
semakin luas dan memperbesar porositas sehingga proses pengabuan makin cepat
Dalam proses pembakaran ( furnace ) ,% kadar abu total yang didapat dari masing
masing sampel cukup besar. Ini karena di dalam proses pengabuan dibutuhkan
waktu yang lama dan temperatur yang tinggi sekitar 700-800ºC. Sedangkan saat
praktikum suhu yang digunakan hanya sampai 550ºC. Jadi hanya menjadi arang,
bukan dalam bentuk abu Proses pengabuan yang kurang bak akan mempengaruhi
hasil % kadar abu yang di dapatkan dari suatu bahan pangan (Aini et al, 2015).
Pengabuan dilakukan dengan muffle (tanur) yang dapat diatur suhunya,
apabila tidak tersedia dapat menggunakan pemanas bunsen. Lama pengabuan tiap-
tiap bahan berbeda, berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dianggap selesai apabila
diperoleh sisa pengabuan berwarna putih abu-abu dan memiliki berat konstan.
Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam suhu dingin, krus yang berisi abu
dipanaskan dalam oven bersuhu 105oC untuk menurunkan suhu krus, kemudian
dimasukan ke desikator. (Kantun et al, 2015).

Manfaat perhitungan kadar abu pada ikan lele (Clarias batracus)


Prinsip penentuan kadar abu adalah dengan mengkondisikan semua zat
organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-600oC, kemudian zat hasil
pembakaran yang tertinggal ditimbang. Jumlah sampel yang akan diabukan
ditimbang sejumlah tertentu tergantung pada macam bahannya. Beberapa contoh
bahan dan jumlah berat yang diperlukan Tujuan penentuan abu total biasanya
digunakan untuk beberapa hal, yaitu : Menentukan baik tidaknya proses
pengolahan ,mengetahui jenis bahan yang digunakan,menentukan parameter nilai
gizi bahan makanan dan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral dengan
pengabuan ( Zaky, 2011)
Ketersediaan sumberdaya perairan yang luas dan sumber daya manusia
merupakan modal dasar untuk meningkatkan dan mengembangkan produksi ikan
lele di Indonesia dan sampai tahun 2010 produksi ikan lele mencapai 242,811 ton.
Ikan lele memiliki keunggulan dibandingkan dengan produk hewan lainnya
karena ikan lele kaya akan leusin dan lisin. Leusin (C6H13NO2) berguna untuk
perombakan dan protein otot. Sedangkan lisin merupakan salah satu dari 9 asam
amino esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Lisin
termasuk asam amino yang sangat penting dan dibutuhkan dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak . Salah satu cara untuk memanfaatkan daging ikan lele
adalah dengan mengolahnya menjadi produk olahan pangan yang
di sukai masyarakat misalnya naget ikan lele, abon ikan lele maupun kerupuk ikan
lele (Engelin dan Angelia, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Aini,K., M. Yuda, K., Malati,F., Melinda, D., Ramayza,A.,Rizky,H. N.2015.


Politeknik Negeri Sriwijaya, Bandung

Bimantara,A. Uji Proximat Daging Ikan Lele yang Dibudidayakan dengan


Perbedaan Manajemen Kualitas Air dan Pakan.Jurnal Ilmiah Perikanan
Dan Kelautan. 10(1): 1-6.

Engelen,A dan Angelia,O.I.2012. Kerupuk Ikan Lele (Clarias sp) Dengan


Subtitusi Tepung Talas (Colocasia esculental l. schoott). Jtech.5(2): 34 –43

Hafiludin. 2011. Karakteristik Proksimat dan Kandungan Senyawa Kimia Daging


Putih dan Daging Merah Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) . Jurnal
kelautan. 4(1). ISSN : 1907-99311.

Maulana, A.2016. Analisis Parameter Mutu Dan Kadar Flavonoid Pada Produk
Teh Hitam Celup. (TESIS). Universitas Pasundan, Bandung.

Sa`adah.U. 2013. Daya Terima dan Komposisi Proksimat Tepung Tulang Ikan
Lele yang Mengalami Proses Perendaman Dalam Larutan Jeruk Nipis.
(TESIS). Universitas Muhamaddiah Surakarta, Surabaya.

Vanessia.2008. Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu Dari Gliserin Yang
Diproduksi PT Sinar Oleochemical International Medan. (Karya Ilmiah).
Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dr. Azhar, M.M.si. 2016. Biomolekul Sel Karbohidrat, Protein dan Lemak. UNP
Press: Jakarta
Pine, D.T.A., Alam,G., Attamimi,F. 2015. Standardisasi Mutu Ekstrak Daun Gedi
( Abelmoschus Manihot (L.) Medik) Dan Uji Efek Antioksidan Dengan
Metode Dpph. Jf Fik Uinam. 3(3).

Zaky,B. 2011. Analisis Kadar Abu, Kadar Lemak, dan Kadar Protein
Agroindustry. [SKRIPSI]. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai