Diajukan sebagai Tugas Makalah matakuliah Analisis Pangan yang diampu oleh Siti
Mujdalipah, S.TP.,M.Si.
Kelompok 6 :
Anisa Zega (1507102)
Ghina Anzalina (1500769)
Luthfi Wibowo (1500792)
Novita Purnama H (1503646)
Tim Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 2
2.1. Mineral dalam Bahan Pangan ..................................................................... 2
2.2 Penentuan Kadar Abu (Mineral Total) pada Bahan Pangan ................. 3
2.3 Metode Pertukaran Ion .............................................................................. 4
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 5
3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indikator kualitas dan pengolahan terhadap suatu bahan pangan dapat
ditentukan dengan mengetahui kadar abu pada bahan pangan tersebut. Selain itu,
kadar abu juga dapat digunakan sebagai parameter nilai gizi pada bahan makanan.
Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Proses untuk
menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut pengabuan.
Abu adalah residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi
komponen organik bahan pangan. Kadar abu total adalah bagian dari analisis
proksimat yang bertujuan untuk mengevalusi nilai gizi suatu produk atau bahan
pangan terutama total mineral. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan total
mineral yang terkandung dalam bahan tersebut (Aprilianto, 1988).
Penentuan kandungan mineral dalam bahan pangan dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dengan metode pengabuan langsung dan metode pengabuan
tidak langsung seperti metode pertukaran ion. Resin penukar ion adalah suatu
senyawa organik berstruktur tiga dimensi dengan ikatan silang dan mempunyai
gugus-gugus fungsi yang dapat terionisasi. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa resin penukar ion terdiri dari fase organik padat yang tidak larut dalam air
yang padanya terikat ion-ion bermuatan. Ion-ion inilah yang dapat dipertukarkan
dengan ion-ion yang lain. (Imamkhasani, 2006)
Resin penukar ion adalah suatu bahan padat yang memiliki bagian (ion
positif atau ion negatif) tertentu yang bisa dilepas dan ditukar dengan bahan kimia
lain dari luar. Terdapat dua jenis resin penukar ion, yaitu resin penukar kation dan
resin penukar anion.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui lebih mendalam tentang bagaimana prinsip kerja dan
metode dari pengujian kadar abu dengan metode pertukaran ion.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mineral dalam Bahan Pangan
Bahan pangan merupakan kebutuhan pokok setiap hari dan memiliki
komponen senyawa kimia yang dapat digolongkan ke dalam karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, mineral, dan air yang bermanfaat bagi tubuh. Sebagian besar dari
bahan-bahan yang menyusun pangan bersifat organik dan hanya kandungan
mineral dan air saja yang bersifat anorganik (Afrianti, L., H., 2014). Mineral
dalam bahan pangan sering disebut sebagai abu. Mineral merupakan bahan
anorganik yang sebagian besar akan tertinggal dalam bentuk abu jika bahan
pangan dibakar, karena semua bahan organik akan rusak, sebagian besar karbon
berubah menjadi gas karbon dioksida (CO2),hidrogen menjadi uap air, dan
nitrogenmenjadi uap nitrogen (N2) (Arifin, Z., 2008).
Mineral terbagi dalam 2 golongan, yaitu mineral esensial dan mineral
nonesensial. Mineral esensial yaitu mineral yang sangat diperlukan dalamproses
fisiologis makhluk hidup untukmembantu kerja enzim atau pembentukanorgan
(Arifin, Z., 2008). Oleh sebab itu, mineral esensial sangat penting bagi tubuh dan
dapat menyebabkan kelainan proses fisiologi atau penyakit defisiensi mineral
apabila tubuh kekurangan mineral esensial. Mineral esensial terbagi menjadi
mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro diperlukan dalam jumlah
banyak dan diperlukan untuk membentuk komponen organ di dalam tubuh,
sedangkan mineral mikro diperlukan dalam jumlah sedikit dan umumnya terdapat
dalam jaringan. Mineral yang termasuk dalam golongan mineral esensial adalah
kalsium (Ca), fosfor (P), kalium (K), natrium (Na),klorin (Cl), sulfur (S),
magnesium (Mg),besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), mangan(Mn), kobalt (Co),
iodin (I), dan selenium(Se). Mineral nonesensial adalah logam yang perannya
dalam tubuhmakhluk hidup belum diketahui dankandungannya dalam jaringan
sangat keci, namun kandungannya tinggi dapat menyebabkan keracunan dan
merusak organ tubuh makhluk hidup yangbersangkutan (Arifin, Z., 2008).
Beberapa mineral yang termasuk mineral nonesensial adalah timbal (Pb), merkuri
(Hg), arsenik (As), kadmium (Cd).
4
Beberapa tujuan dilakukannya pengujian kadar abu terhadap suatu bahan
hasil pertanian atau bahan pangan antara lain:
1. Menentukan baik tidaknya proses pengolahan terhadap suatu bahan
hasilpertanian. Sebagai contoh pada gandum, apabila kadar abunya tinggi
berarti masih banyak katul atau lembaga yang terikut saat
tahappenggilingan gandum.
2. Mengetahui jenis bahan yang digunakan.
3. Sebagai parameter nilai gizi pada bahan makanan. Sebagai contoh
yaituadanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup
tinggimenunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.
5
dalamnya. Metode ini dapatmenunjukkan hasil yang lebih akurat karena dilakukan
dengan menggunakanbantuan alat. Kekurangannya adalah alat yang digunakan
cukup mahal Sedangkan pengujian kadar abu atau pengabuan tidak
langsungmenggunakan metode pertukaran ion memanfaatkan prinsip selektifitas
terhadapaktivitas ion.
6
) seperti asam sulfat. Regenerasi dilakukan dengan menggunakan larutan
HCl atau H2SO4. Efisiensi dari regenerasi resin ini antara 30% sampai
40%.
2. Resin penukar kation asam lemah.Resin ini mengandung gugus fungsional
yang diturunkan dari asam lemah yang beroperasi dengan siklus
karboksilat ( R-COOH ) seperti fenolat atau asam karboksilat. Resin ini
hanya dapat memisahkan garam dari asam kuat dan basa kuat saja.
Efisiensi dari regenerasi resin ini mendekati 100%.
b) Resin pertukaran anion (mengandung anion yang dapat dipertukarkan). Resin
ini dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Resin penukar anion basa kuat.Resin ini mengandung gugus fungsional
yang berasal dari gugus ammonium kuartener tipe I dan tipe II ( R-NR3 :
OH ). Regenerasi dilakukan dengan menggunakan larutan NaOH atau
NH4OH. Efisiensi dari regenerasi resin ini antara 30% sampai 50%.
2. Resin penukar kation asam lemah.Resin ini mengandung amina primer,
sekunder dan atau tersier sebagai gugus fungsional ( R-NH2 ). Resin ini
hanya dapat memisahkan asam kuat, tetapi tidak bisa memisahkan asam
lemah. Efisiensi dari regenerasi resin ini mendekati 100%.
Proses pertukaran ion melibatkan reaksi kimia antara ion dalam fasa cair
dengan ion dalam fasa padat. Ion-ion tertentu dalam larutan lebih mudah terserap
oleh solid penukar ion, dan karena elektronetralitas harus dijaga, solid penukar
melepas ion dan dipertukarkan ion dalam larutan. Dalam proses demineralisasi,
maka sebagai contoh ; kation Na+ dan anion Cl- disisihkan dari air dan solid resin
melepas ion H+ untuk ditukar dengan ion Na+ , serta OH- ditukar dengan Cl- dari
air sehingga kandungan Na+ dan Cl- dalam air menjadi berkurang atau hilang.
Operasi sistem pertukaran ion dilakukan dalam empat tahap, yaitu
a. Tahap Layanan
Tahap layanan adalah tahap dimana terjadi reaksi pertukaran ion. Sifat
dari tahap ini ditentukan oleh kosentrasi ion yang dihilangkan terhadap waktu
atau volume air produk yang dihasilkan. Hal yang perlu diperhatikan pada
tahap layanan ini adalah kapasitas bahan pertukaran ion (Ion exchange load).
7
Tahap layanan ini dilakukan dengan cara mengalirkan air dari atas (down
flow).
b. Tahap Pencucian balik
Tahap ini dilakukan jika kemampuan resin telah mencapai titik jenuh
dan kotor. Pencucian balik dilakukan dengan mengalirkan air produk dari
bawah ke atas (up flow). Pencucian balik mempunyai sasaran sebagai berikut:
1) Pemecahan resin yang menggumpal. 2) Penghilangan partikel halus yang
terperangkap dalam ruang resin. 3) Penghilangan kantong kantong gas yang
terdapat dalam reaktor. 4) Pembentukan ulang lapisan resin bed dengan
pengembangan bed antara 50%.
c. Tahap Regenerasi
Tahap regenerasi adalah operasi penggantian ion yang telah jenuh
dengan ion awal yang semula berada dalam matriks resin dan pengembalian
kapasitas ke tingkat yang diinginkan. Larutan regenerasi harus dapat
menghasilkan titik puncak dari ion yang digantikan. Larutan regenerasi untuk
kation menggunakan HCl atau H2SO4, sedangkan untuk anion menggunakan
larutan NaOH. Operasi regenerasi dilakukan dengan mengalirkan larutan
regenerasi dari atas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses
regenerasi antara lain: 1) Kosentrasi larutan harus selalu konstan2) waktu
pengaliran larutan regenerasi harus tepat.
d. Tahap Pembilasan
Tahap pembilasan dilakukan untuk menghilangkan sisa larutan
regenerasi yang terperangkap oleh resin. Pembilasan dilakukan menggunakan
air produk dengan aliran down flow dan dilakukan dalam dua tingkat, yaitu: 1)
Tingkat laju alir rendah untuk menghilangkan larutan regenerasi. 2) Tingkat
laju alir tinggi untuk menghilangkan sisa ion.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Proses pertukaran ion melibatkan reaksi kimia antara ion dalam fasa cair
dengan ion dalam fasa padat. Ion-ion tertentu dalam larutan lebih mudah
terserap oleh solid penukar ion, dan karena elektronetralitas harus dijaga,
solid penukar melepas ion dan dipertukarkan ion dalam larutan.
2. Metode operasi dalam sistem pertukaran ion dilakukan dalam empat tahap,
yaitu tahap layanan, tahap pencucian balik, tahap regenerasi dan tahap
pembilasan. Berdasarkan muatan ion yang dapat dipertukarkan, resin
pertukaran ion dapat dikelompokkan menjadi resin pertukaran kation dan
anion. Resin pertukaran kation berupa resin penukar kation asam kuat dan
resin penukar kation asam lemah, sedangkan resin pertukaran anion berupa
resin penukar anion basa kuat dan resin penukar kation asam lemah.
9
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, L.,H. 2014. Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung: Alfabeta
Apriyantono , Anton.(1988). Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB : Bogor
Arifin, Z. 2008. Beberapa Unsur Mineral Esensial Mikro dalam Sistem Biologi
dan Metode Analisisnya. Jurnal Litbang Pertanian 27(3):99-105.
http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3273084.pdf (diakses 21
Februari 2017)
Imamkhasani, S. (2006). Resin penukar ion dan Penggunaannya dalam
pengelolaan Air. Puslitbang Kimia Terapan. Buletin IPT
Nugroho dan Purwoto. 2013. Removal Klorida, TDS dan Besi pada Air Payau
Melalui Penukar Ion dan Filtrasi Campuran Zeolit Aktif dengan Karbon
Aktif. Jurnal Tenik Waktu 11(01): 47-589.
http://digilib.unipasby.ac.id/files/disk1/12/gdlhub--setyopurwo-573-1-
removal-f.pdf (diakses 15 Maret 2017)