Anda di halaman 1dari 18

1

MAKALAH KIMIA ANALISIS BAHAN PANGAN


“ ANALISIS KADAR ABU/MINERAL”

KELOMPOK II

1. DWI OKTAVINA AMIN 60500118002


2. ENDANG WIDYANINGSIH 60500118016
3. BESSE NANI NOVIANTI 60500118034

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2020/2021
2

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

inayah-Nya serta karunia yang diberikan, sehingga makalah analisis kadar abu atau

mineral bahan pangan secara ini bisa terselesaikan. Adapun makalah ini disusun

sebagai salah satu bagian dari materi mata kuliah khusus yakni Kimia Analisis Bahan

Pangan pada jurusan Kimia Sains.

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari pengetahuan dan

pengalaman penyusun masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penyusun sangat

mengharapkan adanya kritik dan masukan dari berbagai pihak agar makalah ini lebih

baik dan bermanfaat demi penyusunan makalah yang baik kedepannya.

Dengan terselesainya makalah ini, maka tidak lupa penyusun mengucapkan

banyak terima kasih kepada pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan ini yaitu

teman-teman dari kelompok dua yang telah bekerja sama selama penyusunan

makalah ini. Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penyusun menyadari bahwa

hanya kepada Allah SWT kita menyerahkan segalanya. Semoga kita semua mendapat

curahan rahmat dan ridho-Nya, Amin.

Gowa, September 2020

Penulis,

NIM :
3

DAFTAR ISI

SAMPUL................................................................................................
HALAMAN SAMPUL..........................................................................
KATA PENGANTAR...........................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................
BAB II ISI .............................................................................................
Pengantar Analisis Kadar Abu/Mineral..................................................
Sumber Mineral.......................................................................................
Integrasi ayat Al-Qur’an .........................................................................
Kode Berhalal Bahan Pangan Mineral dalam Produk.............................
Metode Analisis Kadar Abu/Mineral......................................................
BAB III PENUTUP...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................
4

BAB I

PENDAHULUAN

Pangan memiliki beberapa parameter kualitas yang meliputi kualitas kimia, fisik,

mikrobiologi dan organoleptik. Analisis pada bahan dan produk pangan dapat berupa

analisis nutrisi, analisis fisik, mikrobiologi, kontaminan dan bahan tambahan pangan.

Nutrisi pangan termasuk parameter kualitas komponen kimia yang penting pada

bahan dan produk pangan. Manusia sangat memperhatikan nutrisi yang ada dalam

makanan yang akan dikonsumsi (Atma, 2018: 1)

Sudah sejak lama manusia mengkonsumsi pangan dengan mengharapkan

kandungan nutrisinya. Nutrisi termasuk sumber energi, pemelihara jaringan tubuh,

pelindung tubuh dari berbagai penyakit fan detoksifikasi zat-zat berbahaya dalam

tubuh. Berbagai macam penyakit dapat ditimbulkan akibat kekurangan konsumsi

komponen nutrisi pangan mulai dari berdampak ringan hingga berat dan bahkan bisa

menyebabkan kematian. Analisis bahan pangan yang umumnya digunakan yaitu

analisis proksimat (Atma, 2018: 2).

Analisis proksimat termasuk uji analisa suatu bahan pangan yang telah lama ada
dan dapat digunakan untuk menduga nilai nutrient dan nilai energi dari bahan atau

campuran bahan pakan yang berasal dari bagian komponen bahan pakan tersebut.

Analisis proksimat terdiri dari beberapa fraksi meliputi analisis kadar air, kadar

abu/mineral, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar lemak dan kadar logam. Salah

satu fraksi analisis proksimat yaitu analisis kadar abu atau biasa disebut analisis kadar

mineral (Aryani, dkk., 2018: 8).

Analisis kadar abu atau mineral ditentukan dengan membakar bahan pakan

biasanya hanya zat-zat organik selanjutnya ditimbang dan sisanya disebut abu. Zat

4
5

anorganik yang tertinggal di dalam pemanasan dengan tanur disebut dengan abu (ask)

(Aryani, dkk., 2018: 8). Pemahaman prinsip analisis kadar abu/mineral dalam bahan

pangan dapat menjadi acuan dalam mempermudah praktisi dan akademisi memahami

setiap metode dalam analisis komponen pangan. Prinsip analisis kadar abu/mineral

bahan pangan merupakan hal yang paling penting dalam analisis pangan. Oleh karena

itu perlu diketahui dasar atau pengantar analisis kadar abu/mineral bahan pangan,

sumber abu/mineral (nabati dan hewani), integrasi ayat Al-Qur’an tentang analisis

kadar abu/mineral, kode berhalal bahan pangan abu/mineral dalam produk serta

metode analisis kadar abu/mineral.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Analisis Kadar Abu/Mineral


Kadar abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat

dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan

(Sandjaja dan Atmanita, 2009: 107). Kadar abu menggambarkan kandungan mineral

dari sampel bahan makanan yang merupakan senyawa anorganik sisa hasil

pembakaran suatu bahan organik. Semua bahan organik akan terbakar sempurna

menjadi air dan karbon dioksida (CO 2) serta amonia (NH3) sedangkan elemen-elemen

tertinggal sebagai produk oksidasinya (Harini, dkk., 2017: 117).

Mineral pada makanan maupun bahan pangan terdiri dari atas garam organik

seperti oksalat, asetat, malat, maupun pektat dan garam anorganik seperti sulfat,

karbonat, nitrat, klorida dan garam fosfat. Kadar mineral pada suatu bahan dalam

bentuk aslinya sangat sulit ditentukan. Oleh karena itu, penentuan kadar mineral

sering kali diwakili dengan penentuan sisa pembakaran garam mineral (pengabuan).
Jadi kadar abu sangat penting dalam penentuan gizi makanan (Lestari, dkk., 2018: 7).

Tujuan dari analisis kadar abu yaitu sebagai berikut (Harini, dkk., 2017: 117):

1. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Misalnya pada

proses penggilingan gandum di harapkan dapat di pisahkan antara bagian

endosperm dengan kulit atau katul dan lembaganya. Apabila masih banyak

katul atau Lembaga terikut dalam endosperm maka tepung gandum yang

dihasilkan akan mempunyai kadar abu yang relatif tinggi. Hal ini karena pada

6
7

bagian katul kandungan mineralnya dapat mencapai 20 kali lebih banyak dari

pada dalam endosperm.

2. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan. Penentuan kadar abu dapat

digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan untuk

membuat jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau

membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis.

3. Penentuan abu sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan.

Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi

menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain.

B. Sumber Abu/Mineral
Mineral merupakan bahan yang dibutuhkan oleh tubuh karena membantu kerja

protein, lemak dan karbohidrat dalam menjalankan tugasnya masing-masing. Jadi,

apabila ada sel yang akan dibuat, bahan utamanya adalah protein, lemak dan

karbohidrat serta mineral sebagai bahan pembantunya (Mardiah, dkk., 2016: 31).

Mineral secara umum digolongkan menjadi dua yaitu sebagai berikut (Handayani,

dkk., 2011: 21):

1. Mineral makro, dibutuhkan oleh tubuh lebih dari 100 mg per hari dan

berfungsi sebagai pembentukan tulang dan larutan fisiologis. Contoh

mineral makro yaitu natrium (Na), kalium (K), kalsium (Ca) dan fosfor (P).

2. Mineral mikro, dibutuhkan kurang dari 100 mg per hari dan berfungsi

sebagai enzim dan koenzim dari metabolism penting dalam tubuh. Contoh

mineral mikro yaitu zat besi (Fe), seng (Zn), iodium (I) dan tembaga (Cu).
8

Berikut penjelasan mengenai mineral makro dan mineral mikro besera sumber-

sumber nya (Handayani, dkk., 2011: 21- 24):

1. Natrium (Na), termasuk mineral makro dan komponen utama cairan

ekstraseluler yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan cairan. Natrium

berperan dalam transmisi saraf dan kontraksi otot serta alat angkut zat-zat

gizi seperti glukosa. Kekurangan natrium dapat menyebabkan kejang, apatis

dan kehilangan nafsu makan. Bahan makanan sumber natrium diantaranya

kecap dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur.

2. Kalium (K), termasuk mineral makro yang bekerja sama dengan natrium

dalam mempertahankan keseimbangan cairan elektrolit di dalam sel. Kalium

penting untuk mengantarkan rangsangan dari seluruh syaraf. Banyak

dijumpai pada sayuran, buah-buahan segar, kacang kacangan, bayam, wortel,

kacang hijau dan kacang merah. Selain itu terdapat pula pada buah avokad,

pisang, pepaya, mangga, tomat, kentang.

3. Fosfor (P), termasuk mineral makro yang bermanfaat bagi proses klasifikasi

tulang dan gigi serta mengaktifkan berbagai enzim dan vitamin B dalam

metabolism karbohidrat, protein dan lemak. Fosfor hampir ada di dalam

semua makanan terutama daging, ayam, ikan dan telur.

4. Zat besi (Fe), termasuk mineral mikro yang penting dalam pembentukan sel

darah merah dan peningkatan kekebalan tubuh. Kekurangan zat besi sering

dikaitkan dengan penurunan kemauan belajar. Pasalnya, agar otak mampu

bekerja dengan optimal diperlukan kadar zat besi yang tinggi.

5. Sulfur (S), termasuk mineral mikro yang berfungsi untuk mencegah serangan

radikal bebas dan membantu sintesis immunoglobin bagi kekebalan tubuh.


9

6. Iodium (I), termasuk mineral mikro yang jika kekurangan iodium maka akan

menimbulkan penurunan kualitas tumbuh kembang otak serta menimbulkan

penyakit gondok.

7. Tembaga (Cu), sebagian besar tembaga di dalam sel darah merah berupa

metaloenzim superoksida dismutase yang berperan sebagai antioksidan.

Kekurangan menimbulkan anemia dan diare.

Komponen mineral yang ada dalam sistem biologis dapat dibagi menjadi dua

yaitu sebagai berikut (Lestari, dkk., 2018: 8):

1. Mineral yang tak tergantikan guna metabolisme normal dan biasanya

merupakan unsur-unsur esensial makanan.

2. Mineral yang tak diketahui fungsinya atau bahkan kadang bersifat

berbahaya.

Jenis yang kedua tersebut dapat berasal dari tanah, residu penyemprotan

tanaman atau polusi industri. Di samping kepentingan nutrisi dari unsur mineral,

perlu dipertimbangkan juga aspek fisiologis dan teknologis dari mineral-mineral

tersebut. Oksidasi asam askorbat dan stabilitas jus buah sangat dipengaruhi oleh Cu.
Beberapa komponen mineral dapat memacu fermentasi dan beberapa mineral lain

dapat menghambatnya. Komponen mineral dapat mempengaruhi daya simpan buah-

buahan dan sayuran (Lestari, dkk., 2018: 8).

Kadar abu atau mineral biasanya berasal dari mineral dalam biji dan dapat juga

berasal dari kontaminasi tanah dan udara selama pengolahan. Pengaruh pengolahan

pada bahan pangan juga dapat mempengaruhi ketersediaan mineral dalam bahan.

Kadar abu sangat dipengaruhi oleh proses ekstraksi dan pencucian tepung atau pati

dengan air sehingga mineral yang larut air terbuang (Rahman, 2018: 62).
10

C. Integrasi Ayat Al-Qur’an


Abu atau mineral penting bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu, makanan

yang akan dikonsumsi harus mengandung mineral. Sebagaimana firman Allah dalam

Q.S Al-Baqarah/2: 168) yang berbunyi :

Terjemahannya :
“ Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat
di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.

Ayat diatas menjelaskan bahwa sebagai manusia sudah diperintahkan untuk

memilih makanan yang baik bagi dari segi kehalalan maupun kualitas dari makanan

tersebut. Makanan yang sehat adalah makanan yang seharusnya mengandung

beragam nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak dan

mineral. Beragam pilihan makanan sehat yaitu sayuran hijau. Sayuran hijau
mengandung kalium (K) dan fosfor (P) yang termasuk dalam mineral makro dan

berguna untuk mengantarkan rangsangan dari seluruh syaraf, bermanfaat bagi proses

klasifikasi tulang dan gigi (Herman, dkk., 2016: 107).

Selain itu, makanan sehat yang lainnya yaitu terdapat pada buah-buahan. Buah-

buahan mengandung mineral kalium (K). Daging, mengandung mineral mikro yaitu

zink (Zn) yang penting untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. Kacang-

kacangan mengandung mineral yaitu kalium (K), Seafood (makanan laut)

mengandung mineral zat besi (Fe) yang penting dalam pembentukan sel darah merah
11

dan peningkatan kekebalan tubuh. Oleh karena itu, kita sebagai konsumen harus

memperhatikan produk bahan pangan yang akan kita konsumsi apakah ia termasuk

atau tidak makanan yang baik dan menyehatkan. Makanan yang baik dan sehat akan

mencerminkan jiwa yang bersih serta pikiran dan jasmani yang segar (Herman, dkk.,

2016: 107).

D. Kode Berhalal Bahan Pangan Abu/Mineral dalam Produk


Halal dan haram dalam produk bahan pangan menjadi sangat penting karena

mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim. Selain bahan pangan yang

diharamkan (babi, darah dan bangkai), produk pangan dapat menggunakan bahan

tambahan pangan berupa turunan dari bahan yang diharamkan seperti lemak babi

(shortening). Sifat fisik bahan ini secara kasat mata tidak nampak, sehingga lebih

rumit untuk mengetahui keberadaannya dalam bahan pangan. Yang paling

menyulitkan dalam penentuan halal tidaknya suatu produk ialah apabila produk yang

bersangkutan mengandung bahan aditif yang dapat berasal dari hewan, sebagai

contohnya adalah pengemulsi (Fajriati dan Aisyah, 2010: 414).

Pengemulsi yang sering digunakan diantaranya adalah turunan trigliserida, asam

lemak dan gliserol. Ketiga pengemulsi ini dapat berasal dari lemak hewani, dalam hal

ini yang paling banyak di negara Barat ialah lemak babi. Apabila ingin membedakan

mana yang berasal dari minyak nabati dan lemak hewani dilakukan analisis

laboratorium menggunakan instrumen Infra Red Spectrometry (FTIR). Asam lemak

sapi dan asam lemak babi memiliki struktur ikatan dan fungsional yang berbeda.

Produk bahan pangan pada umumnya mengandung karbohidrat, protein dan lemak.

Selain itu terdapat pula kandungan abu atau mineral (Fajriati dan Aisyah, 2010: 415).
12

Produk bahan pangan yang mengandung abu atau mineral dapat dilihat dari

kemasannya yaitu terdapat pada komposisinya. Kadar abu atau mineral dalam produk

terdiri dari garam. Karena abu merupakan residu hasil pembakaran suatu bahan pada

suhu diatas 500ºC. Nah residu ini terdiri atas mineral yang membentuk senyawa

garam. Dua macam garam ini yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam

organik terdiri dari senyawa malat (C4H6O5), oksalat (C2O4(2-)), asetat (CH3CO-2) dan

pektat (C6H8O6). Sedangkan garam anorganik terdiri dari senyawa fosfat (PO 43-),

karbonat (CO2-3), klorida (Cl), sulfat (SO42-) dan nitrat (NO3-).

Setiap produk bahan pangan mempunyai barcode, jika produknya tersebut halal

maka tertera dalam kemasan logo halal dan MUI (Majelis Ulama Indonesia). MUI

(Majelis Ulama Indonesia) memberikan inovasi untuk memudahkan para konsumen

dalam mengecek kehalalan bahan pangan dalam suatu produk. Lewat sebuah aplikasi

berbasis Android bernama “Halal MUI”, mereka menghadirkan tagline “Mudahnya

akses informasi halal di aplikasi Android Halal MUI”.

Gambar 4.1 Kode halal dan Logo MUI

Aplikasi ini, barcode dalam produk bahan pangan dengan hanya men-scan

barcode maka dapat dilihat kandungan-kandungan dalam produk apakah dia halal

atau tidak termasuk kadar abu atau mineral dalam produk tersebut. Aplikasi ini
13

menampilkan semua kandungan dalam produk apakah dia benar-benar halal atau

hanya sekedar menampilkan logonya saja. Konsumen juga bisa melihat sertifikasi

halal yang asli pada produk bahan pangan.

E. Metode Analisis Kadar Abu/Mineral


Penentuan kadar abu total dapat dilakukan dengan pengabuan secara langsung

(kering) dan dapat pula secara tidak langsung (basah). Terdapat beberapa perbedaan

antara penentuan kadar abu total secara langsun (kering) dan tidak langsung (basah).

Berikut penjelasan mengenai penentuan kadar abu total baik secara langsung (kering)

dan secara tidak langsung (basah) (Harini, dkk., 2017: 119-121):

1. Penentuan kadar abu secara langsung (kering)

Penentuan kadar abu dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu

yang tinggi yaitu sekitar 500-600º C kemudian melakukan penimbangan zat yang

tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Sampel yang akan diabukan ditimbang

sejumlah tertentu tergantng macam bahannya. Bahan yang mempunyai kadar air

tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan terlebih dahulu. Bahan yang mempunyai

kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak banyak pengabuan dilakukan

dengan suhu mula-mula rendah sampai asam hilang, baru kemudian dinaikkan

suhunya sesuai dengan yang dikehendaki.

Bahan yang membentuk buih waktu di panaskan harus dikeringkan dahulu

dalam oven dan ditambahkan zat anti buah misalnya olive atau parfin. Temperatur

pengabuan harus di perhatikan sungguh-sungguh karena banyak elemen abu yang

dapat menguap pada suhu yang tinggi misalnya K, Na, S, Ca, P. Selain itu suhu

pengabuan juga dapat menyebabkan dekomposisi senyawa tertentu misalnya K2CO3,


14

CaCO3, MgSO4. K2CO3 terdekomposisi pada 600-650ºC, MgCO3 terdekomposisi

pada suhu 300-400ºC.

Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam.

Pengabuan di anggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya

berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30

menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin, maka krus

yang berisi abu yang dia ambil dari dalam muffle harus lebih dulu di masukkan ke

dalam oven bersuhu 100ºC agar suhunya turun lalu di masukkan ke dalam desikator

sampai dingin.

Perhitungan :

Kadar Abu (%) = Berat akhir – Berat krus porselin × 100%


Berat bahan

2. Penentuan kadar abu secara tidak langsung (basah)

Pengabuan basah terutama digunakan untuk digesti sampel dalam usaha

penentuan trace element dan logam beracun. Pengabuan cara basah prinsipnya adalah

memberikan reagen kimia tertentu ke dalam bahan dilakukan pengabuan berbagai

bahan kimia yang sering digunakan untuk pengabuan basah yaitu sebagai berikut :

a. Asam sulfat (H2SO4) sering ditambahkan ke dalam sampel untuk

membantu mempercepat terjadinya reaksi oksidasi.

b. Campuran asam sulfat (H2SO4) dan potassium sulfat (K2SO4) dapat

digunakan untuk mempercepat dekomposisi sampel. Potassium sulfat

akan menaikkan titik didih asam sulfat sehingga suhu pengabuan dapat di

pertinggi dan pengabuan dapat lebih cepat.


15

c. Campuran asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (HNO3) banyak

digunakan untuk mempercepat proses pengabuan. Kedua asam ini

merupakan oksidator yang kuat sehingga menurunkan suhu 350ºC

sehingga komponen yang dapat menguap atau terdekomposisi pada suhu

tinggi dapat dipertahankan dalam abu yang berarti penentuan kadar abu

lebih baik.

d. Penggunaan asam perkhlorat (HClO4) dan asam nitrat(HNO3) digunakan

untuk bahan yang sulit mengalami oksidasi. Kelemahan perkhlorat

adalah bersifat explosive sehingga cukup berbahaya. Proses

pengabuannya sangat cepat yaitu 10 menit sudah dapat diselesaikan.

Penentuan abu yang tidak larut dalam asam dilakukan dengan mencampurkan

abu dalam asam klorida (HCl) 10%. Setelah diaduk kemudian dipanaskan selanjutnya

di saring dengan kertas Whatman nomor 52. Residu merupakan abu yang tidak larut

dalam asam yang terdiri atas pasir dan silika. Apabila abu banyak mengandung abu

jenis ini maka dapat diperkirakan proses pencucian bahan tidak sempurna ataupun

terjadinya kontaminasi dari tanah selama proses pengolahan bahan tersebut.

Penentuan abu yang larut dalam air dilakukan dengan melarutkan abu ke dalam

akuades kemudian di saring. Filtrat kemudian dikeringkan dan ditimbang residunya.

Abu yang larut dalam air ini kadang digunakan sebagai indeks kandungan buah-

buahan yang diawetkan. Cara yang umum dalam penentuan abu yang larut adalah

dengan mengabukan residu yang terdapat dalam kertas saring bebas abu pada

perlakuan tersebut. Abu yang larut dalam air adalah selisih berat abu mula-mula

dengan berat abu yang ada dalam residu tersebut.


16

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kadar abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan

organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral

yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan

yang dihasilkan.

2. Mineral secara umum digolongkan menjadi dua yaitu mineral makro dan

mikro. Mineral makro dibutuhkan oleh tubuh lebih dari 100 mg per hari dan

berfungsi sebagai pembentukan tulang dan larutan fisiologis. Contoh mineral

makro yaitu natrium (Na), kalium (K), kalsium (Ca) dan fosfor (P). Mineral

mikro, dibutuhkan kurang dari 100 mg per hari dan berfungsi sebagai enzim

dan koenzim dari metabolisme penting dalam tubuh. Contoh mineral mikro

yaitu zat besi (Fe), seng (Zn), iodium (I) dan tembaga (Cu).

3. Abu atau mineral penting bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu, makanan

yang akan dikonsumsi harus mengandung mineral. Sebagaimana firman Allah


dalam Q.S Al-Baqarah/2: 168. Ayat ini menjelaskan sebagai manusia sudah

diperintahkan untuk memilih makanan yang baik bagi dari segi kehalalan

maupun kualitas dari makanan tersebut.

4. Kode berhalal bahan produk pangan untuk kadar abu atau mineral dapat dicek

pada kemasan atau dengan cara men-scan barcode yang ada pada kemasan

pada aplikasi “Halal MUI”.

5. Penentuan kadar abu total dapat dilakukan dengan pengabuan secara langsung

(kering) dan dapat pula secara tidak langsung (basah).

16
17

B. Saran
Sebagai konsumen, harus memperhatikan produk bahan pangan yang akan

dikonsumsi. Produk bahan pangan yang akan dikonsumsi harus bersifat baik, bersih

dan bagi muslim tentunya harus halal. Selain itu, pemerintah juga harus menetapkan

regulasi dan fungsi pengawasan juga dalam melakukan analisis komponen nutrisi

dalam produk bahan pangan.


18

DAFTAR PUSTAKA
Lestari, dkk. Kandungan Zat Gizi Makanan Khas Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2018.
Sandjaja dan Atmarita. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta:
Kompas, 2009.
Atma, Yoni. Prinsip Analisis Komponen Pangan Makro dan Mikro Nutrien.
Yogyakarta: Deepublish, 2018.
Rahman, Syamsul. Teknologi Pengolahan Tepung dan Pati Biji-Bijian. Yogyakarta:
Deepublish, 2018.
Harini, dkk. Analisa Pangan. Jakarta: Erlangga, 2017.
Aryani, dkk. Buku Ajar Mengolah Kulit Pisang Menjadi Tepung dan Kue Donat.
Yogyakarta: Rasi Terbit, 2018.
Handayani, dkk. Agar Anak Nggak Gampang Sakit Sehat dengan Sayuran, Buah dan
Ramuan Herbal Pendongkrak Imunitas Tubuh. Jakarta Selatan: Agro Media
Pustaka, 2011.
Mardiah. Makanan Anti Kanker. Yogyakarta: Deepublish, 2016.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Sigma, 2009.
Fajriati dan Aisyah. “Teknologi Pangan Hewani dalam Wacana Halal dan Haram”.
Al-Qanum 13, no. 2 (2010): h. 394-423.
Herman, dkk. “Analisis Kadar Mineral dalam Abu Buah Nipa (Nypa fructicans)
Kaliwanggu Teluk Kendari Sulawesi Tenggara”. Trop Pharm 1, no 2 (2011): h.
104-110.

Anda mungkin juga menyukai