Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ANALISIS DAMPAK KESEHATAN LINGKUNGAN

“ANALISIS RESIKO PAJANAN HG PADA IKAN LAUT DI PANTAI


AMED DAN PANTAI SANUR”

Dosen Pembimbing :
1. Fitri Rochmalia, SST, M.KL
2. Rusmiati, SMK, M.Si

Disusun Oleh
Kelompok 5
D-IV Semester 6 :

1. Amalia Dila Safitri (P27833318017)


2. Risma Putri Vandini (P27833318018)
3. Helmi Adi Winata (P27833318019)
4. Deffany Novitasari P.S (P27833318020)

POLTEKKES KEMENKES SURABAYA


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV
TAHUN AJARAN 2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebutkan nama Allah Subhanahu Wa Ta’alah Yang Maha Pemurah dan
Lagi Maha penyayang. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
yang telah penyusunan Makalah Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan tepat pada
waktunya.

Penyusunan makalah sudah kami lakukan semaksimal mungkin dengan dukungan dari
banyak pihak, sehingga bisa memudahkan dalam pennyusunannya. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rusmiati, SKM, M.Kes dan Ibu Fitri Rochmalia,
SST.,M.KL selaku dosen pembimbing dan tak lupa rekan yang telah mendukung dan
membantu kami dalam rangka menyelesaikan makalah ini.

Tetapi tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa dalam makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa serta aspek-aspek lainya.
Maka dari itu, dengan lapang dada kami membuka seluas – luasnya pintu bagi para pembaca
yang ingin memberikan kritik ataupun sarannya demi penyempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga Makalah Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi kepada pembaca.

Surabaya, 1 Maret 2021

Penyususn

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB 1 ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat........................................................................................................................ 2
BAB 2 ........................................................................................................................................ 3
PERMASALAHAN ATAU KASUS....................................................................................... 3
BAB 3 ........................................................................................................................................ 4
ANALISIS RISIKO ................................................................................................................. 4
3.1 Identifikasi Bahaya ...................................................................................................... 4
3.2 Identifikasi Sumber ..................................................................................................... 4
3.3 Analisis Dosis Respon................................................................................................. 5
3.4 Analisis Pemajanan ..................................................................................................... 6
3.5 Karakterisasi Risiko .................................................................................................... 9
3.6 Manajemen Risiko..................................................................................................... 11
BAB 4 ...................................................................................................................................... 13
PENUTUP ............................................................................................................................... 13
4.1 Kesimpulan................................................................................................................ 13
4.2 Saran .......................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 15

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Merkuri (Hg) merupakan salah satu jenis logam berat yang bersifat sangat
berbahaya dan beracun yang dapat menyerang ginjal dan organ tubuh lainnya termasuk
jantung, sistem pernapasan, sistem pencernaan, sistem reproduksi maupun sistem imun
(IPEN, 2014). Merkuri dapat ditemukan pada udara, air, maupun tanah yang dapat terjadi
secara natural maupun karena aktifitas manusia. Senyawa logam berat Hg dapat ditemukan
dalam berbagai bentuk antara lain elemental merkuri atau merkuri dasar (Hg0 ), ionic
merkuri ( Hg(II) atau Hg2+), dan metil merkuri (MeHg) (UNEP & WHO, 2008). Merkuri
memiliki afinitas terhadap lipid sehingga mudah terakumulasi di dalam tubuh organisme
bila dibandingkan dengan senyawa logam berat lainnya. (Suseno, 2011).
Menurut data yang dilaporkan oleh Bali Fokus pada tahun 2013 mengenai titik
rawan Hg di Indonesia, salah satu lokasi yang menjadi titik rawan Hg yang terletak dekat
dengan pulau Bali ialah kecamatan Sekotong, yang terletak sekitar 28,7 km di sebelah
barat daya kota Mataram, ibukota provinsi Nusa Tenggara Barat dengan jumlah pemakaian
Hg mencapai 300 – 500 gram setiap 4 jam, saat semua gelundung beroperasi diperkirakan
sebanyak 20-50 gram Hg dilepaskan ke lingkungan per harinya, dan 73 – 183 ton Hg per
tahunnya (Bali Fokus, Anrika Association, & IPEN Heavy Metals Working Group, 2013).
Berdasarkan data oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali tahun 2014
mengenai produksi perikanan tangkap dan jumlah nelayan, maka diperoleh data bahwa
Kabupaten Karangasem dan Kota Denpasar menduduki posisi atas dibandingkan dengan
wilayah kabupaten lainnya. Tujuan nya adalah untuk mengetahui sejauh mana kandungan
Hg telah masuk ke dalam hasil laut dan risikonya terhadap nelayan di Pantai Amed
Karangasem dan Pantai Sanur Denpasar, Provinsi Bali.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana permasalahan atau kasus dari ARKL pajanan merkuri (Hg) pada ikan laut
yang dikonsumsi oleh nelayan di Pantai Amed dan Pantai Sanur?
b. Bagaimana ARKL (Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan) untuk mengetahui tingkat
resiko pajanan merkuri (Hg) pada ikan laut yang dikonsumsi oleh nelayan di Pantai
Amed dan Pantai Sanur?

1
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui kasus pajanan merkuri (Hg) pada ikan laut yang dikonsumsi oleh
nelayan di Pantai Amed dan Pantai Sanur.
b. Untuk mengetahui ARKL (Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan ) dari tingkat resiko
pajanan merkuri (Hg) pada ikan laut yang dikonsumsi oleh nelayan di Pantai Amed
dan Pantai Sanur.

1.4 Manfaat
a. Mahasiswa dapat mengetahui kasus pajanan merkuri (Hg) pada ikan laut yang
dikonsumsi oleh nelayan di Pantai Amed dan Pantai Sanur.
b. Mahasiswa dapat mengetahui ARKL (Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan) dari
pajanan merkuri (Hg) pada ikan laut yang dikonsumsi oleh nelayan di Pantai Amed dan
Pantai Sanur.

2
BAB 2
PERMASALAHAN ATAU KASUS

Merkuri (Hg) merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya dan beracun.
Logam berat ini cair berwarna putih keperakan, mengkilat dan tidak berbau. Merkuri secara
alamiah terdapat di lingkungan. Kebanyakan senyawa merkuri anorganik berupa serbuk atau
larutan berwarna putih kecuali untuk merkuri sulfida (dikenal sebagai sinabar) yang berwarna
merah dan berubah menjadi hitam apabila terkena cahaya.
Merkuri (Hg) dapat menyerang ginjal dan organ tubuh lainnya termasuk jantung, sistem
pernapasan, sistem pencernaan, sistem reproduksi maupun sistem imun (IPEN, 2014). Merkuri
dapat ditemukan pada udara, air, maupun tanah yang dapat terjadi secara natural maupun
karena aktifitas manusia. Senyawa logam berat Hg dapat ditemukan dalam berbagai bentuk
antara lain elemental merkuri atau merkuri dasar (Hg0), ionic merkuri ( Hg(II) atau Hg2+), dan
metil merkuri (MeHg) (UNEP & WHO, 2008). Merkuri memiliki afinitas terhadap lipid
sehingga mudah terakumulasi di dalam tubuh organisme bila dibandingkan dengan senyawa
logam berat lainnya. (Suseno, 2011).

Penggunaan merkuri yang tidak disertai dengan pengelolaan limbah dan kemampuan
merkuri untuk terakumulasi di dalam lingkungan berkontribusi terhadap peningkatan emisi
merkuri. Data dari UNEP’s 2013 Global Mercury Assessment menyatakan bahwa Artisanal
And Small-Scale Gold Mining (ASGM) atau pertambangan emas skala kecil merupakan sektor
yang berkontribusi sebesar 37 persen terhadap peningkatan emisi Hg di dunia (BRI, 2014).
Menurut data yang dilaporkan oleh Bali Fokus pada tahun 2013 mengenai titik rawan Hg di
Indonesia, salah satu lokasi yang menjadi titik rawan Hg yang terletak dekat dengan pulau Bali
ialah kecamatan Sekotong, yang terletak sekitar 28,7 km di sebelah barat daya kota Mataram,
ibukota provinsi Nusa Tenggara Barat dengan jumlah pemakaian Hg mencapai 300 – 500 gram
setiap 4 jam, saat semua gelundung beroperasi diperkirakan sebanyak 20-50 gram Hg
dilepaskan ke lingkungan per harinya, dan 73 – 183 ton Hg per tahunnya (Bali Fokus, Anrika
Association, & IPEN Heavy Metals Working Group, 2013). Berdasarkan data oleh Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali tahun 2014 mengenai produksi perikanan tangkap dan
jumlah nelayan, maka diperoleh data bahwa Kabupaten Karangasem dan Kota Denpasar
menduduki posisi atas dibandingkan dengan wilayah kabupaten lainnya.

3
BAB 3
ANALISIS RISIKO

3.1 Identifikasi Bahaya


Identifikasi bahaya merupakan langkah pertama dalam ARKL yang digunakan untuk
mengetahui secara spesifik agen resiko apa yang berpotensi menyebabkan gangguan
kesehatan bila tubuh terpajan. Bahaya lingkungan dalam kasus ini adalah terjadinya
pencemaran (penurunan kualitas) ikan laut yang dikonsumsi oleh nelayan di Pantai Amed
dan Pantai Sanur di Bali yang diduga mengandung logam berat Hg (merkuri).
Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar yang berbahaya karena bersifat
toksik jika dalam jumlah besar dan dapat mempengaruhi berbagai aspek ekologis maupun
aspek biologi. Logam-logam yang mencemari perairan laut banyak jenisnya, diantaranya
yang cukup banyak adalah Cd dan logam timbal Pb. Kedua logam tersebut bergabung
bersama dengan Hg sebagai the big three heavy metal yang memiliki tingkat bahaya
tertinggi pada kesehatan manusia. Tragedi penyakit Minamata di Jepang pada tahun 1955-
1960 akibat pencemaran air raksa atau logam berat merkuri yang berasal dari limbah industri
plastik yang dibuang ke dalam perairan. Senyawa merkuri ini lalu berubah menjadi metil
merkuri oleh bakteri dan masuk ke laut serta mencemari ikan di teluk Minamata yang
dikonsumsi oleh penduduk di wilayah tersebut.
Merkuri dalam bahan pangan terutama terdapat pada jenis ikan/crustaceae yang berasal
dari lingkungan yang tercemar. Di dalam tubuh ikan, merkuri anorganik akan diubah
menjadi merkuri organik seperti metil merkuri yang jauh lebih beracun. Saat manusia
menghirup uap Hg, 80% Hg akan langsung masuk ke dalam darah dari paru-paru dan dengan
cepat menyebar ke organ tubuh lainnya termasuk otak dan ginjal. Menghirup merkuri
organik dapat mempengaruhi otak dan fungsi lainnya, dan akan menyebabkan bermacam-
macam gejala seperti mudah marah, mudah gemetar, kehilangan sensasi, kesulitan daya
ingat, otak yang tidak terorganisir, dan lain-lain. Apabila kontak dengan kulit, dapat
menyebabkan alergi dan reaksi yang terjadi tergantung daya tahan tubuh seseorang.

3.2 Identifikasi Sumber


Logam berat merkuri terdapat di lapisan bumi, dalam bentuk merkuri sulfida. Logam
ini dapat menyebar ke lingkungan melalui berbagai proses, baik itu alami atau akibat
kegiatan yang dilakukan manusia. Emisi alami merkuri di dunia diperkirakan 2400 ton per
tahun. Sementara penyebaran yang disebabkan kegiatan manusia adalah sekitar 2200 ton

4
per tahun. Ada beberapa jenis senyawa merkuri organik, yang paling umum ditemui di
lingkungan dan di perairan adalah metil merkuri.
Senyawa Hg organik yang paling umum adalah metil merkuri, yang terutama dihasilkan
oleh mikroorganisme (bakteri) di air dan tanah. Bila bakteri itu kemudian termakan oleh
ikan, ikan tersebut cenderung memiliki konsentrasi merkuri yang tinggi.
menguapkanmerkurinya.
Potensi bahaya merkuri di Pantai Amed dan Pantai Sanur Bali diduga berasal dari
adanya kegiatan oleh sampah atau limbah kegiatan perkotaan yang tidak berimbang dengan
upaya pengelolaan lingkungan dan secara umum yang teridentifikasi sebagai pencemar
utama Hg yaitu pertambangan emas skala kecil yang terletak dekat dengan pulau Bali.

3.3 Analisis Dosis Respon


Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis dosis- respons yaitu mencari nilai RfD,
dan/atau RfC, dan/atau SF dari agen risiko yang menjadi fokus ARKL, serta memahami
efek apa saja yang mungkin ditimbulkan oleh agen risiko tersebut pada tubuh manusia.
Analisis dosis – respon ini tidak harus dengan melakukan penelitian percobaan sendiri
namun cukup dengan merujuk pada literature yang tersedia. Langkah analisis dosis respon
ini dimaksudkan untuk :
a. Mengetahui jalur pajanan (pathways) dari suatu agen risiko masuk ke dalam tubuh
manusia.
b. Memahami perubahan gejala atau efek kesehatan yang terjadi akibat peningkatan
konsentrasi atau dosis agen risiko yang masuk ke dalam tubuh.
c. Mengetahui dosis referensi (RfD) atau konsentrasi referensi (RfC) atau slope factor (SF)
dari agen risiko tersebut.

Agent Dosis Respon Efek


Merkuri (Hg) 1 x 10-4 mg/kg/hari Gangguan sistem syaraf dan perilaku terjadi
setelah berbagai bentuk merkuri terhirup,
tertelan atau terabsorpsi lewat kulit dengan
gejala seperti tremor, insomnia, kehilangan daya
ingat, efek neuromuscular, pusing dan disfungsi
kognitif dan motorik.

5
3.4 Analisis Pemajanan
Tahap selanjutnya dilakukan analisis pemajanan yaitu dengan mengukur atau
menghitung intake / asupan dari agen risiko. Untuk menghitung intake digunakan
persamaan atau rumus yang berbeda. Data yang digunakan untuk melakukan perhitungan
dapat berupa data primer (hasil pengukuran konsentrasi agen risiko pada media lingkungan
yang dilakukan sendiri) atau data sekunder (pengukuran konsentrasi agen risiko pada media
lingkungan yang dilakukan oleh pihak lain yang dipercaya seperti BLH, Dinas Kesehatan,
LSM, dll), dan asumsi yang didasarkan pertimbangan yang logis atau menggunakan nilai
default yang tersedia.
a. Karakteristik Responden
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik f (N = 56) P (%) Mean ± SD
Umur - - 45,45 ± 10,34
Tinggi Badan - - 169,23 ± 5,89
Berat Badan - - 71,95 ± 13,15
IMT
Pantai Amed
- Gemuk 10 35,71 -
- Normal 17 60,71 -
- Kurus 1 3,57 -
Pantai Sanur
- Gemuk 14 50,00 -
- Normal 14 50,00 -
- Kurus - - -
Pendidikan
Pantai Amed
- Rendah 26 92,86 -
- Sedang 2 7,14 -
- Tinggi - - -
Pantai Sanur
- Rendah 6 21,43 -
- Sedang 19 67,86 -
- Tinggi 3 10,71 -

6
Berdasarkan tabel 1, karakteristik responden, rerata umur responden adalah
45,45 dengan rerata tinggi badan 169,23 cm dan rerata berat badan 71,95 kg.
Berdasarkan kategori indeks massa tubuh (IMT), diketahui sebanyak 24 orang
(42,86%) responden masuk ke dalam kategori gemuk dan sebanyak 31 orang (55,36%)
responden berada dalam kategori normal. Tingkat pendidikan responden di lokasi
penelitian Pantai Amed cenderung rendah dari 28 orang responden, 26 orang (92,86%)
memiliki tingkat pendidikan rendah yakni diantaranya tidak sekolah, SD maupun SMP.
Untuk tingkat pendidikan responden di Pantai Sanur berada pada kategori sedang yang
mencapai 19 orang (67,86%).
Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
memahami berbagai aspek pengetahuan termasuk diantaranya pengetahuan gizi yang
dapat mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis dan jumlah pangan yang
dikonsumsinya (Meitasari, 2008). Sejalan dengan hal tersebut, hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden di Pantai Amed sebagian besar
berada pada tingkat rendah sehingga pemahaman akan pengetahuan gizi dan pangan
masih kurang. Selain tidak terpenuhinya kebutuhan berbagai zat gizi lainnya, ketiadaan
keberagaman konsumsi pangan atau pangan yang dikonsumsi secara tunggal di lokasi
tersebut dapat menjadi salah satu peluang untuk mengakumulasi cemaran-cemaran
logam yang terdapat pada ikan.

b. Pola Konsumsi Ikan


Tabel 2. Pola Konsumsi Ikan
Variabel f (N = 56) P (%)
Pantai Amed
- Tongkol 28 100,00
- Lainnya - -

Pantai Sanur
- Tongkol 12 42,86
- Lainnya 16 57,14

7
Tabel 2 menunjukkan bahwa seluruh responden (100%) di Pantai Amed
mengonsumsi jenis ikan yang sama yaitu ikan tongkol. Responden di Pantai Sanur
menunjukkan sebanyak 12 orang (42,86%) mengonsumsi ikan tongkol dan sisanya
mengonsumsi ikan jenis yang lain diantaranya ikan jangki, kerapu, kakap, dll.
Hasil uji kandungan Hg pada sampel ikan hasil tangkapan nelayan di Pantai
Amed dan Pantai Sanur menunjukkan hasil bahwa sampel ikan (kerapu dan jangki)
yang diambil di Pantai Sanur memilliki kandungan Hg yang lebih tinggi mencapai
0,162 µg/g atau 0,162 ppm apabila dibandingkan dengan sampel ikan tongkol di Pantai
Amed yang memiliki nilai kandungan Hg 0,024 µg/g atau 0,024 ppm. Pada kedua
penelitian belum terlihat adanya kandungan Hg yang melewati batas maksimum
kandungan Hg dalam pangan.

c. Frekuensi Konsumsi
Tabel 3. Frekuensi Konsumsi
Frekuensi Lokasi
Konsumsi per Pantai Amed (%) Pantai Sanur (%)
Hari (N = 28) (N = 28)
< 2 kali - - 4 14,29%
2 kali 10 35,71% 15 53,57%
3 kali 18 64,29% 7 25,00%
> 3 kali - - 2 7,14%
Frekuensi
Konsumsi per
Minggu
< 2 kali - - - -
2 kali - - 1 3,57%
3 kali - - 6 21,43%
> 3 kali 28 100,00% 21 75,00%

Tabel 3 menunjukkan frekuensi konsumsi per hari dan per minggu. Diketahui
responden di Pantai Amed yang mengonsumsi ikan 3 kali per hari mencapai angka 18
orang (64,29%) dan yang mengonsumsi ikan 2 kali per hari mencapai angka 10 orang
(35,71%). Responden yang mengonsumsi ikan 3 kali per hari di Pantai Sanur mencapai

8
7 orang (25,00%) dan yang mengonsumsi ikan 2 kali per hari mencapai angka 15 orang
(53,57%). Untuk frekuensi konsumsi ikan per minggu responden menunjukkan bahwa
di Pantai Amed seluruh repondennya 28 orang (100,00%) mengonsumsi ikan lebih dari
3 kali per minggu. Responden di Pantai Sanur yang mengonsumsi ikan lebih dari 3 kali
per minggu mencapai 21 orang (75,00%) dan mengonsumsi ikan 3 kali per minggu
mencapai 6 orang (21,43%). Pola konsumsi responden menunjukkan bahwa seluruh
responden baik di Pantai Amed maupun Pantai Sanur seluruhnya mengonsumsi ikan
dan merupakan ikan segar. Sebanyak 19 orang (67,86%) responden di Pantai Amed dan
28 orang (100,00%) responden di Pantai Sanur mengonsumsi ikan yang merupakan
hasil tangkapan sendiri.
Hasil uji menunjukkan bahwa kandungan Hg pada seluruh sampel ikan belum
melewati batas ambang cemaran logam berat Hg terhadap ikan yang ditetapkan oleh
SNI 7387:2009 tahun 2009. Kandungan Hg tertinggi ditemukan pada jenis ikan kerapu,
dengan kandungan sebesar 0,3770 μg/g. Rata-rata dari kandungan Hg pada masing-
masing jenis ikan yakni ikan tongkol sebesar 0,024 μg/g ( 0,000024 mg/gr), ikan kerapu
0,285 μg/g (0,000285 mg/gr), dan ikan jangki 0,039 μg/g (0,000039 mg/gr).

3.5 Karakterisasi Risiko


Langkah ARKL yang terakhir adalah karakterisasi risiko yang dilakukan untuk
menetapkan tingkat risiko atau dengan kata lain menentukan apakah agen risiko pada
konsentrasi tertentu yang dianalisis pada ARKL berisiko menimbulkan gangguan kesehatan
pada masyarakat (dengan karakteristik seperti berat badan, laju inhalasi/konsumsi, waktu,
frekuensi, durasi pajanan yang tertentu) atau tidak. Karakteristik risiko dilakukan dengan
membandingkan / membagi intake dengan dosis /konsentrasi agen risiko tersebut. Variabel
yang digunakan untuk menghitung tingkat risiko adalah intake (yang didapatkan dari
analisis pemajanan) dan dosis referensi (RfD) / konsentrasi referensi (RfC) yang didapat dari
literatur yang ada.
Penghitungan analisis risiko kesehatan dilakukan dengan beberapa tahapan, yang
pertama yaitu uji kandungan Hg pada sampel ikan. Lalu dilanjutkan dengan menghitung
asupan makanan / intake responden menggunakan rumus berikut (DEPKES, 2012):

9
𝐶𝐶 × 𝑅𝑅 𝑓𝑓𝐸𝐸 × 𝐷𝐷𝑡𝑡
Intake =
𝑊𝑊𝑏𝑏 × 𝑡𝑡𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴

C = Konsentrasi risk agent (merkuri) (mg/gr)


R = Laju asupan/konsumsi (gram/hari)
fE = Frekuensi pajanan (hari/tahun)
Dt = Durasi pajanan (tahun)
Wb = Berat badan (kg)

Setelah diperoleh nilai intake, dilanjutkan dengan menghitung besarnya risiko


pemajanan dengan nilai dose reference (RfD) sebesar 1 x 10-4 mg/kg/hari dengan rumus
sebagai berikut (DEPKES, 2012) :
𝑅𝑅𝑄𝑄=𝐼𝐼𝑛𝑛𝑡𝑡𝑎𝑎𝑘𝑘𝑒𝑒 ÷𝑅𝑅𝑓𝑓𝐷𝐷

Tingkat risiko dinyatakan aman apabila RQ≤1, dan dinyatakan tidak aman apabila nilai
RQ >1.

Tabel 4. Perhitungan Risk Quotient (RQ) pada Nelayan yang mengkonsumsi ikan yang
mengandung Merkuri (Hg)
Lokasi C R Dt fE Wb tAVG I RfD RQ
(mg/gr) (g/hari) (tahun) (hari/ (kg) (hari) (mg/kg (mg/kg
tahun) -hari) -hari)

Pantai
0,00024 54 30 350 67 10950 1,85E-05 0,0001 0,185484
Amed

Pantai
Sanur 0,000162 54 30 350 77 10950 0,000109 0,0001 1,089415

Berdasarkan tabel di atas, hasil perhitungan analisis risiko (RQ) menunjukkan bahwa
konsumsi ikan yang menggandung Hg berpotensi berisiko bagi nelayan di Pantai Sanur
ditunjukkan dengan perhitungan RQ yang memiliki hasil lebih dari 1 (RQ>1) yaitu sebesar
1,089415, sedangkan konsumsi ikan bagi nelayan di Pantai Amed belum berisiko atau masih
aman dengan perhitungan RQ yang memiliki hasil kurang dari 1 (RQ≤1) yaitu sebesar
0,185484.

10
3.6 Manajemen Risiko
Pengelolaan risiko selain membutuhkan strategi yang tepat juga harus dilakukan dengan
cara atau metode yang tepat. Dalam aplikasinya cara pengelolaan risiko dapat dilakukan
melalui 3 pendekatan yaitu:
a. Pendekatan teknologi
Pengelolaan risiko menggunakan teknologi yang tersedia meliputi penggunaan
alat, bahan, dan metode, serta teknik tertentu.
Metode yang dapat diterapkan salah satunya adalah melalui metode lahan basah
buatan (constructed wetland). Lahan basah buatan adalah salah satu cara pengolahan
limbah dengan menggunakan prinsip penjernihan air pada lahan basah yang
memanfaatkan tanaman pada prosesnya. Sistem penjernihan air di lahan basah ini
memiliki prinsip self purification, yaitu tidak ada bahan kimia yang ditambahkan selama
proses berlangsung. Lahan basah buatan terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas
air dan mengurangi konsentrasi pencemar di dalamnya. Dari hasil penelitian terbukti
bahwa sistem lahan basah buatan dengan tanaman Phragmites australis terbukti dapat
menyerap Hg pada air limbah Hg dengan tingkat efisiensi mencapai 99,8%.
b. Pendekatan sosial - ekonomis
Pengelolaan risiko menggunakan pendekatan sosial - ekonomis meliputi pelibat-
sertaan pihak lain, efisiensi proses, substitusi, dan penerapan sistem kompensasi.
Pendekatan Sosial-ekonomi adalah dengan prinsip 3R yakni Reduce, Reuse, dan
Recycle. Yaitu Penerapan konsep Zero Waste. Zero waste adalah sebuah konsep yang
diunggulkan dalam mengatasi permasalahan persampahan yakni dengan teknik
pengolahan sampah baik dalam skala individu, rumah tangga hingga skala kawasan.
Dalam skala kawasan adalah dengan penataan yang komprehensif terhadap
elemen-elemen fisik kawasan yang bersinergi dengan sistem pengolahan dan
penanganan sampah kawasan yang memadai serta fasilitas penunjang pengolahan
sampah yang tertuang dalam sebuah model penataan berupa master plan kawasan pantai.
Selain itu pemanfaatan limbah tulang tulang ikan yang terpajan merkuri menjadi pelet
pakan ikan untuk menciptakan zero waste. Pengolahan tersebut tentunya juga akan
meningkatkan pendapatan bagi masyarakat sekitar pantai yang disebabkan oleh
penjualan dari pelet pakan ikan di sekitar pantai.

11
c. Pendekatan institusional
Pengelolaan risiko dengan menempuh jalur dan mekanisme kelembagaan dengan
cara melakukan kerjasama dengan pihak lain.
Pemerintah khususnya BLHD (Balai Lingkungan Hidup Daerah) dan instansi
terkait setempat agar lebih memperhatikan masalah pengelolaan lingkungan di wilayah
sekitar Pantai Sanur dan Pantai Amed, misalnya dengan mempublikasikan kepada warga
mengenai risiko dan dampak yang bisa terjadi dari adanya pencemaran logam merkuri
(Hg). Selain itu perlu adanya pengawasan dari pihak yang terkait seperti BPOM (Balai
Pengawasan Obat dan Makanan) atau Dinas Kesehatan melakukan kontrol terhadap
pedagang makanan atau bahan makanan yang diduga mengadung cemaran logam berat
Hg. Serta menyampaikan laporan mengenai masalah pengelolaan lingkungan yang
kurang atau tidak baik kepada instansi yang berwenang agar mendapat langkah tindak
lanjut yang tepat.

12
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Merkuri (Hg) merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya dan
beracun. Logam berat ini cair berwarna putih keperakan, mengkilat dan tidak berbau.
Merkuri (Hg) dapat menyerang ginjal dan organ tubuh lainnya termasuk jantung, sistem
pernapasan, sistem pencernaan, sistem reproduksi maupun sistem imun (IPEN, 2014).
Merkuri dapat ditemukan pada udara, air, maupun tanah yang dapat terjadi secara
natural maupun karena aktifitas manusia. Senyawa logam berat Hg dapat ditemukan
dalam berbagai bentuk antara lain elemental merkuri atau merkuri dasar (Hg0), ionic
merkuri (Hg(II) atau Hg2+), dan metil merkuri (MeHg).
Bahaya lingkungan dalam kasus ini adalah terjadinya pencemaran (penurunan
kualitas) ikan laut yang dikonsumsi oleh nelayan di Pantai Amed dan Pantai Sanur di
Bali yang diduga mengandung logam berat Hg (merkuri).
Potensi bahaya merkuri di Pantai Amed dan Pantai Sanur Bali diduga berasal
dari adanya kagiatan oleh sampah atau limbah kegiatan perkotaan yang tidak berimbang
dengan upaya pengelolaan lingkungan dan secara umum yang teridentifikasi sebagai
pencemar utama Hg yaitu pertambangan emas skala kecil yang terletak dekat dengan
Pulau Bali.
Hasil perhitungan analisis risiko (RQ) menunjukkan bahwa konsumsi ikan yang
menggandung Hg berpotensi berisiko bagi nelayan di Pantai Sanur ditunjukkan dengan
perhitungan RQ yang memiliki hasil lebih dari 1 (RQ>1) yaitu sebesar 1,089415,
sedangkan konsumsi ikan bagi nelayan di Pantai Amed belum berisiko atau masih aman
dengan perhitungan RQ yang memiliki hasil kurang dari 1 (RQ≤1) yaitu sebesar
0,185484.
Pengelolaan risiko selain membutuhkan strategi yang tepat juga harus dilakukan
dengan cara atau metode yang tepat. Dalam aplikasinya cara pengelolaan risiko dapat
dilakukan melalui 3 pendekatan yaitu pendekatan teknologi menggunakan metode
lahan basah buatan (constructed wetland), pendekatan sosial-ekonomis menggunakan
konsep Zero Waste, pendekatan institusional dengan menempuh jalur dan mekanisme
kelembagaan dengan cara melakukan kerjasama dengan pihak lain, khususnya BLHD
(Balai Lingkungan Hidup Daerah) dan instansi terkait setempat agar lebih

13
memperhatikan masalah pengelolaan lingkungan di wilayah sekitar Pantai Sanur dan
Pantai Amed.

4.2 Saran
1. Untuk penambang emas yang menggunakan larutan merkuri atau Hg sebaiknya
tidak dibuang pada badan air seperti lautan, sehingga akan berdampak pada
ekosistem laut yang menjadi terpapar oleh Hg atau merkuri.
2. Pemerintah lebih memperhatikan risiko kesehatan pada masyarakat yang
mengkonsumsi ikan yang terpapar oleh Hg.
3. Perlu adanya pengawasan dari pihak yang terkait seperti BPOM (Balai
Pengawasan Obat dan Makanan) atau Dinas Kesehatan melakukan kontrol
terhadap pedagang makanan atau bahan makanan yang diduga mengadung
cemaran logam berat Hg.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ambarsari, Hanies dan Aulia Qisthi. 2017. Remediasi Merkuri (Hg) pada Air Limbah
Tambang Emas Rakyat dengan Metode Lahan Basah Buatan Terpadu. Jurnal Teknologi
Lingkungan Vol. 18, No 2, Juli 2017, 148-156.
Agustina, Titin. 2014. Kontaminasi Logam Berat Pada Makanan Dan Dampaknya Pada
Kesehatan. Teknobuga. Volume 1 No.1, hal : 53-65.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2017. Buku Studi Diet Total: ACKM Analisis
Cemaran Kimia Makanan. Jakarta: Lembaga Penerbit Badan Litbangkes. ISBN 978-602-
373-106-0.
Direktorat Jenderal PP Dan PL Kementerian Kesehatan. 2012. Pedoman Analisis Resiko
Kesehatan Lingkungan (ARKL). Jakarta: Kemenkes RI.
Direktorat Standardisasi Produk Pangan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan Dan
Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2012.
Petunjuk Meminimalkan Terbentuknya Cemaran Kimia Pada Pangan Siap Saji Dan
Pangan Industri Rumah Tangga Sebagai Pangan Jajanan Anak Sekolah. Jakarta:
Direktorat SPP, Deputi III, Badan POM RI.
Fitriyani, Rizki, Arif Kusumawanto, dan Ria Miliati. 2014. PEMANFAATAN LIMBAH
TULANG-TULANG IKAN MENJADI PELET PAKAN IKAN UNTUK MENCIPTAKAN
KAWASAN ZERO WASTE DI PANTAI BARU PANDANSIMO KABUPATEN BANTUL.
ASEAN Journal of Systems Engineering, Vol. 2, No.2, Desember 2014:65-70.
Hananingtyas, Izzah. 2017. Studi Pencemaran Kandungan Logam Berat (Pb) Kadium (Cd)
Pada Ikan Tongkol (Euthynnus Sp,) Di Pantai Utara Jawa . BIOTROPIC volume 1. No
2
Lestari, Ida Ayu Putri Widya dan Made Ayu Hitapretiwi Suryadhi. 2017. Analisis Risiko
Pajanan Merkuri (Hg) Pada Ikan Laut Yang Dikonsumsi Oleh Nelayan Di Pantai Amed
Dan Pantai Sanur, Bali. Arc. Com. Health. Vol. 4 No. 1 : 10 – 18. ISSN: 2527- 3620.
Mangampe, Angriyani, Anwar Daud, dan Agus Bintara Birawida. 2014. Analisis Risiko
Merkuri (Hg) Dalam Ikan Kembung Dan Kerang Darah Pada Masyarakat Di Wilayah
Pesisir Kota Makassar. Hal : 1-9.
Singga, Siprianus. 2013. Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Merkuri Pada Masyarakat
Kecamatan Bulawa Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo. Jurnal MKMI. Hal
21-28.

15

Anda mungkin juga menyukai