Anda di halaman 1dari 27

K3 (KEAMANAN DAN KESELAMATAN KERJA) DAN

B3 (BAHAN KIMIA BERBAHAYA DAN BERACUN)

Disusun Oleh :

1. Emi Arnita Nim : 142011814007P


2. Sari Agus S Nim : 142011814012P

STIK SITI KHADIJAH


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga dengan izin dan ridha-NyaPenulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “K3 (Keamanan dan Keselamatan Kerja)” dapat
terselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Makalah ini Penulis susun demi
memenuhi tugas mata kuliah K3.
Selanjutnya ucapan terima kasih dan penghargaan Penulis sampaikan kepada dosen
pengasuh mata kuliah K3 dan kepada seluruh sahabat-sahabat seperjuangan yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, Penulis menyadari berbagai kelemahan, kekurangan
dan keterbatasan yang ada, sehingga tetap terbuka kemungkinan terjadinya kekeliruan dan
kekurangan disana sini dalam penulisan dan penyajian makalah ini. Oleh Karena itu, dengan
tangan terbuka, seraya kasih, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari para pembaca dalam rangka penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya, kepada Tuhan YME jualah Penulis menyerahkan diri dan memohon taufik
hidayah-Nya, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Amin.

Palembang, Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman judul
Kata pengantar ............................................................................................................... ii
Daftar isi ........................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah...................................................................................
B. Rumusan masalah............................................................................................
C. Tujuan penulisan masalah................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian K3 dan B3 ......................................................................................
B. Penerapan K3 dalam laboratorium ...................................................................
Manajemen Laboratorium ............................................................................
Peraturan kerja di laboratorium......................................................................
Penanggulangan Kecelakaan..........................................................................
Ventilasi dan Lemari Asam............................................................................
C. Penggolongan B3 .............................................................................................
D. Pengelolaan B3 .................................................................................................
Pengorganisasian (organizing) ......................................................................
Pelaksanaan (Actuating) ................................................................................
Pengendalian (Controlling) ...........................................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .......................................................................................................
B. Saran ................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................


LAMPIRAN ......................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi
bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada
masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika
kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari
beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai
faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta
keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam
penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan
kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan
lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.
Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat
penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan
dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu
komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan.
Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan
kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari
pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik(rumah tangga), yang lebih dikenal sebagai sampah, yang
kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena
tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari
bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan
kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan
terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap
limbah.
Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis
dan karakteristik limbah. Karakteristik limbah dipengaruhi oleh ukuran partikel
(mikro), sifatnya dinamis, penyebarannya luas dan berdampak panjang atau lama.
Sedangkan kualitas limbah dipengaruhi oleh volume limbah, kandungan bahan
pencemar dan frekuensi pembuangan limbah.
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi 4
yaitu limbah cair, limbah padat, limbah gas dan partikel serta limbah B3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun) Untuk mengatasi limbah diperlukan pengolahan dan
penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:
pengolahan menurut tingkatan perlakuanpengolahan menurut karakteristik limbah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian K3 dan B3?
2. Bagaimana penerapan K3 dalam laboratorium?
3. Bagaimanakah penggolongan B3 di laboratorium?
4. Bagaimana cara pelolaan B3 dalam laboratorium?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian K3 dan B3.
2. Untuk mengetahui penerapan K3 di laboratorium.
3. Untuk mengetahui penggolongan B3 di laboratorium.
4. Untuk mengetahui cara pengelolaan B3 di laboratorium
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian K3 dan B3 (Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun)

Keselamatan kerja di laboratorium merupakan upaya untuk mencegah terjadinya


kecelakaan dan menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman di
laboratorium. Keselamatan kerja tersebut dapat diwujudkan dengan berbagai cara,
seperti menyiapkan pedoman kerja, baik untuk tindakan pencegahan maupun
penanggulangan kecelakaan, menyediakan perlengkapan keselamatan secara lengkap,
dan meningkatkan pengetahuan pekerja (laboran, staf pengajar dan mahasiswa) melalui
pelatihan-pelatihan dan orientasi keselamatan kerja di laboratorium (Gunawan dan
Prasuad, 2004).
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau
buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan
kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta
nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan
perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti
peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang
dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan
kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam
tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai
dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis
dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dapat diartikan semua bahan atau
senyawa baik padat, cair, maupun gas yang mempunyai potensi merusak terhadap
kesehatan manusia serta lingkungan akibat sifat-sifat yang dimiliki senyawa tersebut.
Limbah B3 umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang
mempunyai sifat akumulatif dan beracun sehingga berbahaya bagi manusia menurut
peraturan (PP) Nomor : 85 tahun 1999 menyatakan bahwa limbah laboratorium
termasuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun.
Menurut PP 74/2001: ‘bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya
disingkat dengan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan
atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya’ (pasal 1
angka1).
Sedangkan sasaran pengelolaan B3 adalah 'untuk mencegah dan atau
mengurangi resiko dampak B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan
mahluk hidup lainnya’ (pasal 2). Pengertian pengelolaan B3 adalah 'kegiatan yang
menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan atau
membuang B3’ (pasal 1 angka 2).
Dalam kegiatan tersebut, terkait berbagai fihak yang merupakan mata rantai
dalam pengelolaan B3. Setiap mata rantai tersebut memerlukan pengawasan dan
pengaturan.

B. Penerapan K3 di Laboratorium
Pedoman kerja di laboratorium dapat berupa prosedur kerja dalam melakukan
suatu percobaan kimia, aturan kerja dan petunjuk pelaksanaan kerja di laboratorium.
Pedoman kerja berupa prosedur kerja mempunyai peranan penting dalam mewujudkan
keselaman kerja di laboratorium. Di dalam prosedur ini dapat diuraikan persiapan-
persiapan yang harus dilakukan sebelum bekerja di laboratorium, perlengkapan
keselamatan kerja yang harus digunakan, serta cara-cara bekerja di laboratorium yang
aman.

C. Manajemen Laboratorium
Menurut G. Terry pelaksanaan manajemen dikelompokkan menjadi 4, yaitu :
a. Perencanaan (Planning)
b. Organisasi (Organizing)
c. Pelaksaan (Actuating)
d. Pengawasan (Controlling)
a. Perencanaan (Planning)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan
di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini
adalah keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium. Dalam perencanaan,
kegiatan yang ditentukan meliputi :
a. apa yang dikerjakan
b. bagaimana mengerjakannya
c. mengapa mengerjakan
d. siapa yang mengerjakan
e. kapan harus dikerjakan
f. di mana kegiatan itu harus dikerjakan
Kegiatan laboratorium sekarang tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah
mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metoda-
metoda yang dipakai makin banyak ragamnya; semuanya menyebabkan resiko
bahaya yang dapat terjadi dalam laboratorium makin besar. Oleh karena itu usaha-
usaha pengamanan kerja di laboratorium harus ditangani secara serius oleh
organisasi keselamatan kerja laboratorium.

b. Organisasi (Organizing)
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium dapat dibentuk
dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat laboratorium daerah (wilayah) sampai
ke tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik
secara langsung atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat
menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional)
dan tingkat daerah (wilayah),disamping memberlakukan Undang- Undang
Keselamatan Kerja.

c. Pelaksanaan (Actuating)
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat
kerja bawahan, mengerahkan aktivitas bawahan, mengkoordinasikan berbagai
aktivitas bawahan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua
aktivitas bawahan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja laboratorium
sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang
bekerja dalam laboratorium wajib mengetahui dan memahami semua hal yang
diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam laboratorium,
serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan
pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi
berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia
dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan,
keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas manajer untuk mengambil
keputusan penyelesaiannya.

d. Pengawasan (Controlling)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-
pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang
dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip
pokok, yaitu :
a. adanya rencana
b. adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang
perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama
dilaboratorium. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha
pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan
diabaikan. Dalam laboratorium perlu dibentuk pengawasan laboratorium yang
tugasnya antara lain :
1. memantau dan mengarahkan secara berkala praktek-praktek
laboratorium yang baik, benar dan aman.
2. memastikan semua petugas laboratorium memahami cara-cara
menghindari risiko bahaya dalam laboratorium.
3. melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau
kecelakaan.
4. mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja
laboratorium.
5. melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan
mencegah meluasnya bahaya tersebut.
D. Peraturan kerja di laboratorium
Berikut ini adalah beberapa peraturan kerja apabila kita bekerja di dalam laboratorium
1. Dilarang bekerja sendirian di laboratorium, minimal ada asisten
yangmengawasi.
2. Dilarang bermain-main dengan peralatan laboratorium dan bahan Kimia.
3. Persiapkanlah hal yang perlu sebelum masuk laboratorium seperti buku
kerja, jenis percobaan, jenis bahan, jenis perlatan, dan cara membuang limbah
sisa percobaan.
4. Dilarang makan, minum dan merokok di laboratorium.
5. Jagalah kebersihan meja praktikum, apabila meja praktiukm basah
segerakeringkan dengan lap basah.
6. Jangan membuat keteledoran antar sesama teman.
7. Pencatatan data dalam setiap percobaan selengkap-lengkapnya.
Jawablahpertanyaan pada penuntun praktikum untuk menilai kesiapan anda
dalammemahami percobaan.
8. Berdiskusi adalaha hal yang baik dilakukan untuk memahami lebih
lanjutpercobaan yang dilakukan (Tim Supervisi Ditjen Dikti, 2002).

Dengan mengikuti prosedur kerja, para pekerja dapat melakukan percobaan tahap
demi tahap secara benar sehingga percobaan akan berlangsung aman dan hasil
percobaan yang diperoleh akan memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Untuk
menanggulangi (mencegah) risiko terjadinya kecelakaan kerja di laboratorium kimia,
perlu dibuat aturan kerja dan petunjuk pelakasaan kerja di laboratorium kimia. Potensi
bahaya kebakaran memiliki kebolehjadian terbesar di laboratorium kimia, maka
pemantauan terhadap sarana pemadam kebakaran mendapatkan prioritas utama.

Berikut ini adalah beberapa cara untuk mencegah terjadinya kebakaran di laboratorium
kimia:
1. Menyimpan cairan kimia yang mudah menyala dan cairan kimia yang mudah
terbakar dalam jumlah minimum.
2. Menutup rapat wadah cairan kimia yang mudah menyala dan cairan kimia yang
mudah terbakar, ketika sedang tidak digunakan.
3. Meminimalkan sumber api yaitu dengan tidak merokok di laboratorium
Pelatihan dan orientasi mengenai keselamatan kerja bagi pekerja di laboratorium
dan bagi mahasiswa yang akan melakukan kegiatan praktikum di laboratorium perlu
diadakan agar dapat bekerja dengan aman dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan
kerja di laboratorium. Materi pelatihan yang diberikan meliputi pengenalan
laboratorium dan tempat kerja, potensi bahaya yang ada di laboratorium, perlengkapan
keselamatan kerja serta cara-cara bekerja yang aman (Gunawan dan Prasuad 2004).

E. Simbol Bahan Kimia Berbahaya


Bahan-bahan kimia yang ada di laboratorium memiliki sifat yang beraneka ragam. Di
antara sifat-sifatnya tersebut, ada beberapa di antaranya yang ternyata dapat
membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan para pekerja dan lingkungannya
(K3LH). Untuk membedakan antara bahan kimia berbahaya dengan bahan kimia yang
tidak berbahaya diperlukan suatu simbol khusus yang bersifat universal. Inilah yang
mendasari dibuatnya suatu peraturan tentang simbol bahan kimia berbahaya. Melalui
peraturan tersebut, dibuatlah suatu simbol-simbol yang menandakan sifat berbahaya dari
suatu bahan kimia. Simbol-simbol bahan kimia tersebutlah yang akan di bawah ini.

Simbol Bahan Kimia

Simbol bahaya kimia adalah suatu piktogram berlatar belakang orange dengan garis
batas dan gambar berwarna hitam. Gambar yang terdapat dalam piktogram umumnya
menggambarkan sifat bahaya dari bahan yang dilabeli. Sifat bahaya tersebut misalnya
risiko ledakan dan kebakaran, risiko kesehatan dan keracunan, atau kombinasi
keduanya. Berikut ini 7 simbol bahan kimia berbahaya lengkap dengan gambar dan
keterangannya.
1. Explosive (Mudah Meledak)

Bahan kimia yang diberi simbol seperti gambar di atas adalah bahan yang mudah
meledak (explosive). Ledakan pada bahan tersebut bisa terjadi karena beberapa
penyebab, misalnya karena benturan, pemanasan, pukulan, gesekan, reaksi dengan
bahan kimia lain, atau karena adanya sumber percikan api. Ledakan pada bahan kimia
dengan simbol ini kadang kali bahkan dapat terjadi meski dalam kondisi tanpa
oksigen. Beberapa contoh bahan kimia dengan sifat explosive misalnya TNT,
ammonium nitrat, dan nitroselulosa. Bekerja dengan bahan kimia yang mudah
meledak membutuhkan pengalaman praktis sekaligus pengetahuan. Menghindari hal-
hal yang dapat memicu ledakan sangat penting dilakukan untuk mencegah risiko fatal
bagi keselamatan diri.

2. Oxidizing (Mudah Teroksidasi)

Bahan kimia yang diberi simbol seperti gambar di samping adalah bahan kimia yang
bersifat mudah menguap dan mudah terbakar melalui oksidasi (oxidizing). Penyebab
terjadinya kebakaran umumnya terjadi akibat reaksi bahan tersebut dengan udara yang
panas, percikan api, atau karena raksi dengan bahan-bahan yang bersifat reduktor.
Bekerja dengan bahan kimia oxidizing membutuhkan pengetahuan dan pengalaman
praktis. Jika tidak, risiko kebakaran akan sangat mungkin terjadi. Adapun beberapa
contoh bahan kimia dengan sifat ini misalnya hidrogen peroksida dan kalium
perklorat. Bila suatu saat Anda bekerja dengan kedua bahan tersebut, hindarilah
panas, reduktor, serta bahan-bahan mudah terbakar lainnya. Frase-R untuk bahan
pengoksidasi : R7, R8 dan R9.
3. Flammable (Mudah Terbakar)

Simbol bahan kimia di samping menunjukan bahwa bahan tersebut besifat mudah
terbakar (flammable). Bahan mudah terbakar dibagi menjadi 2 jenis yaitu Extremely
Flammable (amat sangat mudah terbakar) dan Highly Flammable (sangat mudah
terbakar. Bahan dengan label Extremely Flammable memiliki titik nyala pada suhu 0
derajat Celcius dan titik didih pada suhu 35 derajat Celcius. Bahan ini umumnya
berupa gas pada suhu normal dan disimpan dalam tabung kedap udara bertekanan
tinggi. Frase-R untuk bahan amat sangat mudah terbakar adalah R12. Bahan dengan
label Highly Flammable memiliki titik nyala pada suhu 21 derajat Celcius dan titik
didih pada suhu yang tak terbatas. Pengaruh kelembaban pada terbakar atau tidaknya
bahan ini sangat besar. Oleh karena itu, mereka biasanya disimpan pada kondisi
kelembaban tinggi. Frase-R untuk bahan sangat mudah terbakar yaitu R11. Adapun
beberapa contoh bahan bersifat flammable dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Zat terbakar langsung. Contohnya : aluminium alkil fosfor. Keamanan :
hindari kontak bahan dengan udara.
2. Gas amat mudah terbakar. Contohnya : butane dan propane. Keamanan :
hindari kontak bahan dengan udara dan sumber api.
3. Cairan mudah terbakar. Contohnya: aseton dan benzene. Keamanan : jauhkan
dari sumber api atau loncatan bunga api.
4. Zat sensitive terhadap air, yakni zat yang membentuk gas mudah terbakar bila
kena air atau api.
4. Toxic (Beracun)

Simbol bahan kimia disamping mengunjukan bahwa bahan tersebut adalah bahan
beracun. Keracunan yang bisa diakibatkan bahan kimia tersebut bisa bersifat akut dan
kronis, bahkan bisa hingga menyebabkan kematian pada konsentrasi tinggi.
Keracunan karena bahan dengan simbol di atas bukan hanya terjadi jika bahan masuk
melalui mulut. Ia juga bisa meracuni lewat proses pernafasan (inhalasi) atau melalui
kontak dengan kulit. Beberapa contoh bahan kimia bersifat racun misalnya arsen
triklorida dan merkuri klorida. Bekerja dengan bahan-bahan tersebut harus
memperhatikan keselamatan diri. Hindari kontak langsung dengan kulit, menelan,
serta gunakan selubung masker untuk mencegah uapnya masuk melalui pernafasan.

5. Harmful Irritant (Bahaya Iritasi)

Simbol bahan kimia disamping sebetulnya terbagi menjadi 2 kode, yaitu kode Xn dan
kode Xi. Kode Xn menunjukan adanya risiko kesehatan jika bahan masuk melalui
pernafasan (inhalasi), melalui mulut (ingestion), dan melalui kontak kulit, contoh
bahan dengan kode Xn misalnya peridin. Sedangkan kode Xi menunjukan adanya
risiko inflamasi jika bahan kontak langsung dengan kulit dan selaput lendir, contoh
bahan dengan kode Xi misalnya ammonia dan benzyl klorida. Frase-R untuk bahan
berkode Xn yaitu R20, R21 dan R22, sedangkan untuk kode Xi yaitu R36, R37, R38
dan R41.
6. Corrosive (Korosif)

Simbol bahan kimia di samping menunjukan bahwa suatu bahan tersebut bersifat
korosif dan dapat merusak jaringan hidup. Karakteristik bahan dengan sifat ini
umumnya bisa dilihat dari tingkat keasamaannya. pH dari bahan bersifat korosif
lazimnya berada pada kisaran < 2 atau >11,5. Beberapa contoh bahan dengan simbol
ini misalnya belerang oksida dan klor. Jangan menghirup uap dari bahan ini, jangan
pula membuatnya kontak langsung dengan mata dan kulit Anda. Mereka juga bisa
menyebabkan iritasi. Frase-R untuk bahan korosif yaitu R34 dan R35.

7. Dangerous for Enviromental (Bahan Berbahaya bagi Lingkungan)

Simbol bahan kimia pada gambar di samping menunjukan bahwa bahan tersebut
berbahaya bagi lingkungan (dangerous for environment). Melepasnya langsung ke
lingkungan, baik itu ke tanah, udara, perairan, atau ke mikroorganisme dapat
menyebabkan kerusakan ekosistem. Beberapa contoh bahan dengan simbol ini
misalnya tetraklorometan, tributil timah klorida, dan petroleum bensin. Frase-R untuk
bahan berbahaya bagi lingkungan yaitu R50, R51, R52 dan R53. Demikianlah 7
simbol bahan kimia lengkap dengan keterangan dan gambarnya. Semoga bisa menjadi
pengetahuan baru yang bermanfaat bagi keselamatan Anda suatu saat nanti.
F. Penanggulangan Kecelakaan
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan yang dapat menyebabkan
luka atau kerugian pada manusia atau benda. Walaupun prosedur
kerja telah dibuat dan peralatan kerja tersedia lengkap, namun kecelakaan kerja terkadang
masih bisa terjadi.Untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi perlu dibuat prosedur
penanggulangannya. Berikut ini adalah prosedur penanggulangan kecelakaan kerja
(Ridwan,2004): prosedur penanggulangan kecelakaan terkena bahan kimia dan prosedur
penanggulangan kebakaran.
Prosedur penanggulangan kecelakaan terkena bahan kimia, antara lain jangan panik;
mintalah bantuan kepada orang yang berada di dekat anda; beritahu penanggungjawab
laboratorium jika terjadi kecelakaan; bersihkan bagian yang terkena bahan kimia dengan
air yang mengalir; jika cairan berbahaya tersedot (belum tertelan), segera muntahkan dan
kumur-kumur dengan air bersih dalam jumlah banyak. Selanjutnya minum larutan penetral
racun seperti susu dan segera berkonsultasi dengan dokter untuk mendapat perawatan
medis; Jika zat tertelan berikan zat penawar sesuai dengan jenis racun/ larutan yang
terminum, seperti:
1. Asam: diencerkan dengan minum banyak air diikuti dengan air sadah atau susu.
2. Kaustik alkalis: dilarutkan dengan minum banyak air diikuti dengan minum
cuka, lemon atau jus jeruk atau larutan asam laktat/ asam sitrat. Bisa juga dengan
minum susu.
3. Garam-garam dari logam berat : berikan susu atau putih telur.
4. Senyawa arsenik atau merkuri : berikan segera obat pemuntah satu sendok teh garam
atau ZnSO4 dalam segelas air panas.

Penanganan kecelakaan akibat tumpahan zat kimia, antara lain:


1. Apabila terkena mata : dicuci dengan air dalam jumlah besar selama 15 menit,
selanjutnya berkonsultasi dengan dokter untuk memperoleh perawatan medis.
2. Apabila terkena kulit : dicuci dengan air yang banyak dan secepatnya.
Apabila tumpahan mengenai tubuh dalam jumlahbesar, segera bilas tubuh dengan air
pancuran dalam jumlah besar. Lepaskan pakaian yang terkena senyawa kimia pada saat
membilas tubuh. Jangan melepaskanmelalui muka. Bila terdapat bagian tubuh yang
terkena, segera bilas dengan air dingin selama 15 menit. Bila rasa sakit muncul, cuci
daerah tersebut dengan sabun bayi atau air. Jangan menggunakan penetralisir, cream, atau
lotion. Segera bawa korban ke rumah sakit. Prosedur penanggulangan kebakaran: jangan
panik; ambil alat pemadam api dan padamkan api; beritahukan ke petugas laboratorium;
amankan barang dan dokumen penting; matikan semua peralatan; hubungi petugas
pemadam kebakaran bila api membesar.

G. Ventilasi dan Lemari Asam


Ventilasi yang baik sangat penting untuk melindungi semua orang yang bekerja di
laboratorium terhadap kontak singkat dengan bahan-bahan berbahaya danberacun.
Ventilasi juga sama pentingnya untuk melindungi dari berbagai uap, aerosol, atau asap
beracun bagi para peneliti, pengelola dan pegawai laboratorium yang dalam waktu lama
bekerja di laboratorium. Salah satu perangkat ventilasi yang penting terdapat di dalam
laboratorium kimia adalah lemari asam.
Lemari asam adalah tempat dengan ventilasi yang cukup untuk melakukan berbagai
aktivitas yang berhubungan dengan bahan kimia, sehingga lingkungan
sekitarnya tidak ikut terkontaminasi oleh uap, asap dan aerosol berbahaya yang dihasilkan
dalam reaksi. Suatu lemari asam yang berfungsi baik harus memiliki
kecepatan penarikan udara 50-80 m/s. Agar lemari asam bekerja lebih efisien, sebaiknya
lemari asam ditempatkan lebih dari 7 m dari pintu atau jendela dan
jauh dari tempat lalu-lalang orang di laboratorium. Lemari asam tidak boleh digunakan
sebagai tempat penyimpanan bahan kimia atau barang lainnya, karena akan mengurangi
efisiensi daya ventilasi lemari asam, disamping menciptakan pula situasi tidak aman bagi
orang yang bekerja dalam lemari asam (Wahyuningrum, 2004).
Penataan fasilitas laboratorium menurut Gunawan dan Prasuad (2004) mempunyai
peranan penting dalam mewujudkan keselamatan dan kelancaran kerja di laboratorium.
Laboratorium umumnya memiliki bahan dan peralatan yang cukup beragam baik dari segi
jenis maupun potensi bahayanya. Bila pengolahan dan penataannya tidak dilakukan
dengan baik, maka akan dapat merugikan kesehatan pekerja maupun lingkungannya
bahkan dapat menyebabkan kematian.
Untuk dapat mengelola bahan kimia dan peralatan dengan baik, maka setiap bahan
dan peralatan yang ada di laboratorium harus diinventarisasi, diketahui
klasifikasinya dan ditata dengan benar. Inventarisasi bahan kimia dapat meningkatkan
keamanan dan kelancaran kegiatan di laboratorium. Setiap bahan kimia yang ada di
laboratorium harus didata secara cermat. Pendataan dapat dilakukan dengan mencatat
beberapa informasi penting dari bahan kimia seperti nama bahan, rumus kimia,
kemurnian, jenis, dan kuantitasnya.
Selain bahan kimia, peralatan yang digunakan di laboratorium juga mengandung
potensi bahaya. Peralatan gelas misalnya merupakan alat yang mudah pecah yang dapat
melukai tubuh bila tidak digunakan secara hati-hati. Peralatan listrik memiliki potensi
bahaya sengatan arus listrik. Berikut ini adalah tata cara penataan bahan kimia dan
peralatan laboratorium (Gunawan dan Prasuad 2004).
Penempatan bahan kimia yang tepat akan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.
Bahan kimia dapat ditata di tempat penyimpanan berdasarkan potensi bahayanya,
misalnya bahan beracun, korosif, mudah meledak, mudah terbakar. Selain itu, dalam
penataan bahan juga perlu memperhatikan jenis bahayanya misalnya padat, cair atau gas.
Sebagai contoh bahan perklorat dan nitrat merupakan bahan oksidator yang mudah
meledak. Bila bereaksi dengan bahan organik, maka dapat menghasilkan ledakan,
sehingga dalam penyimpanannya kedua jenis bahan kimia ini tidak boleh berdekatan. Gas
metana dan padatan fosfor merupakan bahan yang mudah terbakar sehingga harus
ditempatkan jauh dari sumber panas.
Penempatan peralatan dapat dilakukan berdasarkan jenisnya. Peralatan yang mudah
pecah seperti tabung reaksi, gelas ukur dan peralatan gelas lainnya sebaiknya ditempatkan
dalam lemari tersendiri. Beberapa jenis peralatan gelas yang tidak dapat berdiri dengan
stabil perlu disimpan dengan pelindung kayu. Peralatan listrik dan mekanik juga harus
ditempatkan dalam tempat yang terpisah. Apabila menempatkan barang di dalam rak,
barang yang berat sebaiknya ditempatkan paling bawah dan barang ringan di atas. Simpan
barang dengan rapi dan cantumkan nama alat dan jumlahnya.

H. Penggolongan B3
B3 dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yakni bahan berbahaya dan bahan
beracun. Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau
sensitif terhadap perubahan/kondisi lingkungan yang dengan sifatnya tersebut dapat
menimbulkan bahaya bagi lingkungannya.
Bahan kimia beracun adalah bahan kimia yang dalam jumlah kecil menyebabkan
bahaya terhadap kesehatan manusia apabila terserap dalam tubuh melalui pernafasan,
tertelan, atau kontak melalui kulit. Bahan-bahan beracun dalam industri dapat digolongkan
seperti dalam Tabel 1.
Kekuatan racun (toksisitas) dari suatu bahan kimia dapat diketahui berdasarkan angka
LD50 (Lethal Dose 50) yaitu dosis (banyaknya zat racun yang diberikan kepada sekelompok
binatang percobaan sehingga menimbulkan kematian pada 50% dari binatang tersebut. LD50
biasanya dinyatakan dalam satuan bobot racun persatuan bobot binatang percobaan, yaitu
mg/Kg berat badan. Makin kecil angka LD50 makin toksik zat tersebut. Klasifikasi toksisitas
zat kimia berdasarkan LD50 dan contoh-contohnya ditunjukkan dalam Tabel 2.

Secara umum bahan tersebut dapat digolongkan menjadi 5 (lima) yaitu :


1. Bahan mudah terbakar (Flammable Substance): yaitu bahan yang mudah bereaksi
dengan oksigen dan menimbulkan kebakaran. Kebakaran dapat terjadi bila ada 3
unsur bertemu yaitu bahan, oksigen, dan panas.
2. Bahan mudah meledak (Explosives): yaitu bahan kimia padat, cair atau campuran
keduanya yang karena suatu reaksi kimia dapat menghasilkan gas dalam jumlah dan
tekanan yang besar disertai suhu tinggi sehingga dapat menimbulkan ledakan. Selain
itu juga termasuk bahan yang karena struktur kimianya tidak stabil dan reaktif
sehingga mudah meledak.
3. Bahan reaktif terhadap air/ asam: yaitu bahan kimia yang amat mudah bereaksi
dengan air disertai pengeluaran panas dan gas yang mudah terbakar, dan disertai
ledakan. Bahan yang reaktif terhadap air juga reaktif terhadap asam, dimana reaksi
yang terjadi adalah eksothermis dan menghasilkan gas yang mudah terbakar, sehingga
dapat menimbulkan ledakan.
4. Bahan beracun: yaitu bahan kimia yang dalam konsentrasi tertentu akan dapat
menimbulkan gangguan kesehatan terhadap manusia.
5. Gas bertekanan: yaitu gas yang disimpan dalam tekanan tinggi baik gas yang ditekan ,
gas cair, atau gas yang dilarutkan dalam pelarut dibawah tekanan.

I. Pengelolaan B3
 Pengorganisasian (organizing)
Pengorganisasian untuk mengelola B3 meliputi penetapan tugas dan wewenang
personil pengelola, pemakai, dan pengawas. Dalam pengorganisasian perlu
adanya koordinasi antar berbagai pihak yang berkepentingan dengan B3 tersebut.
Selain itu juga dilakukan penetapan persyaratan penyimpanan B3 dimana setiap jenis
bahan memiliki syarat penyimpanan tertentu. Persyaratan tersebut dapat dilihat pada
Tabel
Dalam penyimpanan B3 harus diketahui sifat-sifat berbagai jenis bahan kimia
berbahaya, dan juga perlu memahami reaksi kimia akibat interaksi dari bahan-bahan
yang disimpan. Interaksi dapat berupa tiga hal yaitu :
1. Interaksi antara bahan dan lingkungannya. Contoh: panas/percikan api yang
dapat menimbulkan kebakaran dan ledakan terutama untuk zat yang mudah
terbakar dan mudah meledak seperti pelarut organik dan peroksida
2. Interaksi antara bahan dan wadah, Contoh: Beberapa bahan kimia yang amat
korosif, seperti asam sulfat, asam khlorida, natrium hidroksida, dapat merusak
wadahnya. Kerusakan ini menyebabkan interaksi antar bahan sehingga
menimbulkan reaksi-reaksi berbahaya seperti kebakaran, ledakan atau
menimbulkan racun.
3. Interaksi antar bahan, Contoh: Interaksi antara zat oksidator dan reduktor dapat
menimbulkan ledakan dan kebakaran, sedangkan interaksi antara asam dan
garam dapat menimbulkan gas beracun. Oleh karena itu beberapa bahan yang
mungkin bereaksi harus dipisahkan dalam penyimpanannya.

 Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan setiap kegiatan mulai dari pengelolaan (penyimpanan),
pemakaian dan pengawasan harus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
Prosedur harus digunakan untuk setiap kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan
B3 oleh semua personil, baik sebagai pengelola, pemakai maupun pengawas. Prosedur
yang telah ditetapkan harus telah teruji dan mengacu pada informasi yang telah ada
pada setiap bahan kimia. Informasi ini biasanya tercantum pada label yang
menjelaskan 4 hal terpenting, yaitu :
1. Nama bahan dan formula
2. Bentuk fisik yakni gas, cair, atau padat
3. Sifat fisik, yakni titik didih, titik lebur, berat jenis, tekanan uap, dan lain-lain
4. Sifat kimia dan bahaya yakni korosif, mudah terbakar, beracun dan lain-lain.
Untuk tujuan praktis, maka bahan bahan kimia berbahaya dibagi dalam tiga
kelompok besar yaitu :
1. Bahan beracun dan korosif
2. Bahan mudah terbakar
3. Bahan kimia reaktif
Penanganan B3 ini berdasarkan jenis bahan dapat dilihat seperti dalam Tabel, Selain
itu dalam melakukan kegiatan penanganan B3 harus tercatat dalam suatu rekaman
sehingga mudah untuk mengetahui status dan keberadaannya serta mudah untuk
dilakukan penelusuran.
Ikuti panduan umum ini saat menyimpan bahan kimia dan peralatan bahan kimia:
1. Sediakan tempat penyimpanan khusus untuk masing-masing bahan kimia dan
kembalikan bahan kimia ke tempat itu setelah digunakan.
2. Simpan bahan dan peralatan di lemari dan rak khusus penyimpanan.
3. Amankan rak dan unit penyimpanan lainnya. Pastikan rak memiliki
bibirpembatas di bagian depan agar wadah tidak jatuh. Idealnya,
tempatkanwadah cairan pada baki logam atau plastik yang bisa
menampung cairan jika wadah rusak. Tindakan pencegahan ini utamanya
penting di kawasan yang rawan gempa bumi atau kondisi cuaca ekstrem
lainnya.
4. Hindari menyimpan bahan kimia di atas bangku, kecuali bahan kimia yang
sedang digunakan. Hindari juga menyimpan bahan dan peralatan di atas
lemari. Jika terdapat sprinkler, jaga jarak bebas minimal 18 inci
dari kepala sprinkler.
5. Jangan menyimpan bahan pada rak yang tingginya lebih dari 5 kaki (~1,5 m).
6. Hindari menyimpan bahan berat di bagian atas.
7. Jaga agar pintu keluar, koridor, area di bawah meja atau bangku, serta area
peralatan keadaan darurat tidak dijadikan tempat penyimpanan peralatan dan
bahan.
8. Labeli semua wadah bahan kimia dengan tepat. Letakkan nama pengguna dan
tanggal penerimaan pada semua bahan yang dibeli untuk membantu kontrol
inventaris.
9. Hindari menyimpan bahan kimia pada tudung asap kimia, kecuali bahankimia
yang sedang digunakan.
10. Simpan racun asiri (mudah menguap) atau bahan kimia pewangi pada lemari
berventilasi. Jika bahan kimia tidak memerlukan lemari berventilasi, simpan di
dalam lemari yang bisa ditutup atau rak yang memiliki bibir pembatas di
bagian depan.
11. Simpan cairan yang mudah terbakar di lemari penyimpanan cairan yangmudah
terbakar yang disetujui.
12. Jangan memaparkan bahan kimia yang disimpan ke panas atau sinarmatahari
langsung.
13. Simpan bahan kimia dalam kelompok-kelompok bahan yang sesuai secara
terpisah yang disortir berdasarkan abjad.
14. Ikuti semua tindakan pencegahan terkait penyimpanan bahan kimia yang tidak
sesuai.
15. Berikan tanggung jawab untuk fasilitas penyimpanan dan tanggung jawab
lainnya di atas kepada satu penanggung jawab utama dan satu orang cadangan.
Kaji tanggung jawab ini minimal setiap tahun.

 Pengendalian (Controlling)
Pengendalian dalam manajemen B3 dapat dilakukan dengan inspeksi, audit
maupun pengujian mulai dari perencanaan, hingga pelaksanaan. Pengawasan ini
dapat dilakukan oleh manajemen yang memiliki tugas pengawasan terhadap
seluruh kegiatan organisasi maupun oleh manajemen yang lebih tinggi terhadap
manajemen di bawahnya sebagai pengawasan melekat, sehingga segala sesuatu
kegiatan yang berkaitan dengan B3 berjalan sesuai dengan kebijakan dan
peraturan/prosedur yang telah ditetapkan.
Setelah selesai melakukan suatu percobaan maka limbah bahan kimia yang
digunakan hendaknya dibuang pada tempat yang disediakan, jangan langsung
dibuang ke pembuangan air kotor (wasbak) karena dapat menimbulkan polusi
bagi lingkungan. Limbah zat organik harus dibuang secara terpisah pada tempat
yang tersedia agar dapat didaur ulang, limbah padat harus dibuang terpisah karena
dapat menyebabkan penyumbatan. Limbah cair yang tidak berbahaya dapat
langsung dibuang tetapi harus diencerkan dengan air secukupnya.
1. Buanglah limbah sisa bahan kimia setelah selesai pengamatan.
2. Buanglah limbah sesuai dengan kategori berikut :
a. Limbah cair yang tidak larut dalam air dan limbah beracun
harusdikumpulkan dalam botol penampung. Botol ini harus tertutup
dan diberi label yang jelas.
b. Limbah padat seperti kertas saring, lakmus, korek api, dan pecahan kaca
dibuang pada tempat sampah.
c. Sabun, deterjen dan cairan tidak berbahaya dalam air dapat
dibuang langusng melalui saluran air kotor dan dibilas dengan air
secukupnya.
3. Gunakan zat kimia secukupnya.
Prinsip pembuangan dan pengelolaan limbah laboratorium, antara lain:
1. Sebagian besar bahan kimia tidak diperbolehkan langsung dibuang ke dalam sistem
pengairan atau tempat pembuangan sampah.
2. Bahan kimia tertentu (seperti asam dan basa) dapat dibuang ke dalam sistem
pengairan, tetapi sebelumnya harus dinetralisasi kemudian dialirkan dengan air yang
cukup ke dalam sistem pengairan.
3. Limbah pelarut dalam jumlah kecil dapat dibuang dengan cara menguapkan di dalam
lemari asam.
4. Asam dan basa dapat dibuang ke sistem pengairan di bawah kondisi tertentu. Jika
asam atau basa tidak mengandung logam berat yang terlarut, asam dan basa dapat
dinetralisasi dan kemudian dialirkan ke dalam sistem pengairan dengan air
secukupnya. Asam dapat dinetralkan dengan natrium bikarbonat (baking soda) atau
natrium karbonat (soda ash). Basa dapat dinetralkan dengan asam asetat (cuka).
5. Eter bersifat sangat mudah menyala. Tidak diperbolehkan merokok atau
mendekatkan sumber api di dekat eter. Eter dapat bereaksi dengan udara membentuk
peroksida yang mudah meledak, sehingga eter tidak boleh disimpan dalam botol
gelas, tetapi disimpan dalam wadah logam untuk mencegah terbentuknya peroksida.
Untuk membuang eter dalam jumlah sedikit, dapat diuapkan di lemari asam (Black
dan Chris 1997).
6. Pada pembuangan limbah padat, tidak boleh dicampur dengan limbah cair.
7. Beberapa bahan kimia tidak boleh bercampur (disatukan) satu sama lainnya dalam
satu wadah pembuangan limbah. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi kimia di
antara bahan kimia tersebut, menghasilkan reaksi nyala segera setelah bahan kimia
tersebut bercampur atau mengemisikan gas beracun.
Berikut ini adalah beberapa bahan kimia yang tidak boleh bercampur satu sama
lainnya dalam satu wadah (Black dan Chris 1997):
 Ammonia dengan halogen; Asam nitrat dengan asam asetat; Asam
nitrat dengan asam sulfat.
 Etil asetat dengan basa kuat; Etilena glikol dengan asam sulfat; 1-butanol
dengan asam kuat; Kalium permanganat dengan asam sulfat, gliserol,
etilena glikol, benzaldehid.
 Hidrogen peroksida dengan asam asetat, aseton, asam nitrat, asam sulfat,
natrium.
8. Beberapa bahan kimia dengan kategori yang kompatibel dapat disatukan dalam satu
wadah pembuangan limbah, di antaranya adalah (UniversitySafety Services 2006):
Pelarut organik yang dapat menyala (aseton, metanol, etanol, toluena, ksilena,
asetonitril, benzena); Pelarut halogen(halotan, metilen klorida, kloroform, karbon
tetraklorida, trikloroetana, trikloroetilena); Asamasam organik (asam format, asam
asetat, asam propionat).
9. Tidak semua bahan kimia aman (diperbolehkan) dibuang ke dalam sistem pengairan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keselamatan kerja di laboratorium merupakan upaya untuk mencegah terjadinya
kecelakaan dan menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman di
laboratorium. Keselamatan kerja tersebut dapat diwujudkan dengan berbagai cara, seperti
menyiapkan pedoman kerja, baik untuk tindakan pencegahan maupun penanggulangan
kecelakaan, menyediakan perlengkapan keselamatan secara lengkap, dan meningkatkan
pengetahuan pekerja (laboran, staf pengajar dan mahasiswa) melalui pelatihan-pelatihan
dan orientasi keselamatan kerja di laboratorium (Gunawan dan Prasuad, 2004).
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dapat diartikan semua bahan atau
senyawa baik padat, cair, maupun gas yang mempunyai potensi merusak terhadap
kesehatan manusia serta lingkungan akibat sifat-sifat yang dimiliki senyawa tersebut.
Limbah B3 umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai
sifat akumulatif dan beracun sehingga berbahaya bagi manusia menurut peraturan (PP)
Nomor : 85 tahun 1999 menyatakan bahwa limbah laboratorium termasuk dalam
kategori limbah berbahaya dan beracun.
Pelatihan dan orientasi mengenai keselamatan kerja bagi pekerja di laboratorium
dan bagi mahasiswa yang akan melakukan kegiatan praktikum di laboratorium perlu
diadakan agar dapat bekerja dengan aman dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan
kerja di laboratorium. Materi pelatihan yang diberikan meliputi pengenalan laboratorium
dan tempat kerja, potensi bahaya yang ada di laboratorium, perlengkapan keselamatan
kerja serta cara-cara bekerja yang aman (Gunawan dan Prasuad 2004).

B. Saran
Masih ada beberapa sumber yang mengambil dari internet. Diharapkan untuk ke
depanya mengambil sumber dari jurnal, buku, teks book atau e-book. Semoga pada penulisan
makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Adjaarm, Zulkarnain. 1991. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Bahan-bahan


Berbahaya dan Beracun. Batan : Lokakarya Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Black, C & Chris, S. (1997). Hazardous waste disposal. Diambil pada 30 Januari
2006 dari http://www.sierranevada.edu/ life/safety/arthaz.htm#solvents

Department of Chemistry, University of Maine. 2005. Standard operating guidelines. Diambil


pada 30 Mei 2019 darihttp://chemistry.umeche.maine.edu/safety/guide.html

Gunawan, W. & Prasuad.2004. Keselamatan kerja di laboratorium. Dalam: Workshop


Pengelolaan Laboratorium MIPA PTAIN Se-Indonesia; Jakarta, 19-21 April 2004.
Jakarta: Jurusan MIPA Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah

Harjanto, Nur Tri, dkk. 2008. Identifikasi Potensi Bahaya Non Radiasi di Instalasi
Radiometalurgi. Batan : Prosiding hasil-hasil penelitian EBN tahun 2008, ISSN 0854-
5561, PTBN-BATAN

Kartawira, J. 2004. Aspek Hukum dan Teknis Pengelolaan Pembuangan


dan Pengolahan LimbahLaboratorium. Dalam: Workshop Pengelolaan Laboratorium
MIPA PTAIN Se-Indonesia; Jakarta, 19-21 April 2004. Jakarta: Jurusan MIPA
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Moran, Lisa, Tina Masciangioli. 2010. Keselamatan dan KeamananLaboratorium


Kimia Panduan Pengelolaan Bahan Kimia dengan Bijak. [e-book]. Washington, DC :
The National Academies Press

Ridwan, A. 2004. Manajemen pengelolaan laboratorium untuk riset dan pelayanan


akademik mahasiswa dan manajemen sumber daya manusia untuk
pengelolaan laboratorium. Dalam: Workshop Pengelolaan Laboratorium MIPA PTAIN
Se-Indonesia; Jakarta, 19-21 April 2004. Jakarta: Jurusan MIPA Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Tim Supervisi Ditjen Dikti. 2002. Bahan Ajar Pelatihan Manajemen


Laboratorium. Jakarta: Ditjen Dikti

Sugiwati,Sri.2006. Studi Kelayakan Pengadaan dan Pengelolaan FasilitasLaboratoriu


m Kimia & Biokimia di FIK-UI. [Penelitian]. Universitas Indonesia. Jakarta

Supardjoyo, Bambang. 1991. Keselamatan Pemakaian Bahan Peledak. Batan


: Lokakarya Keselamatan dan Kesehatan Kerja

University Safety Services. 2006. Hazardous waste disposal. Diambil pada


30 Mei 2019 dari htttp://www.ucalgary.ca/~ucsafety/ waste/wasteproc.htm #overview

Wahyuningrum, D. 2004. Pengenalan, penanganan dan pemeliharaan bahan dan


peralatan laboratorium kimia. Dalam: Workshop Pengelolaan Laboratorium MIPA
PTAIN Se- Indonesia; Jakarta, 19-21 April 2004. Jakarta: Jurusan MIPA Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Sumber: //www.ebiologi.com/2016/02/simbol-bahan-kimia-berbahaya.html

Anda mungkin juga menyukai