KIMIA ANALITIK
Disusun Oleh :
SURAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga dengan izin dan ridha-Nya Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “K3 (Keamanan
dan Keselamatan Kerja)” dapat terselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Makalah ini
Penulis susun demi memenuhi tugas mata kuliah Kimia Analitik.
Selanjutnya ucapan terima kasih dan penghargaan Penulis sampaikan kepada dosen pengasuh mata
kuliah Kimia Analitik yaitu Ibu Tri Harningsih, S.Si, M.Si. dan kepada seluruh sahabat-sahabat
seperjuangan yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, Penulis menyadari berbagai kelemahan, kekurangan dan keterbatasan
yang ada, sehingga tetap terbuka kemungkinan terjadinya kekeliruan dan kekurangan disana sini dalam
penulisan dan penyajian makalah ini. Oleh Karena itu, dengan tangan terbuka, seraya kasih, Penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca dalam rangka
penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya, kepada Tuhan YME jualah Penulis menyerahkan diri dan memohon taufik hidayah-Nya,
semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Amin.
Penulis
DAFRTAR ISI
Halaman judul
BAB I PENDAHULUAN
B. Rumusan masalah............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
C. Penggolongan B3 ........................................................................................
D. Pengelolaan B3 ............................................................................................
Pengorganisasian (organizing) .....................................................................
A. Kesimpulan ................................................................................................
B. Saran ..........................................................................................................
LAMPIRAN ...............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan
tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan
atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan
pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan
yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan
kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit
akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan
peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja
dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan
undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap
tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada
pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena
seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan
lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja
dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik(rumah tangga), yang lebih dikenal sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara
kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan
konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan
terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.
Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Karakteristik limbah dipengaruhi oleh ukuran partikel (mikro), sifatnya dinamis, penyebarannya luas dan
berdampak panjang atau lama. Sedangkan kualitas limbah dipengaruhi oleh volume limbah, kandungan
bahan pencemar dan frekuensi pembuangan limbah.
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi 4 yaitu limbah cair, limbah
padat, limbah gas dan partikel serta limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) Untuk mengatasi limbah
diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan
menjadi: pengolahan menurut tingkatan perlakuanpengolahan menurut karakteristik limbah.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
A. Pengertian K3 dan B3
Keselamatan kerja di laboratorium merupakan upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan
menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman di laboratorium. Keselamatan kerja
tersebut dapat diwujudkan dengan berbagai cara, seperti menyiapkan pedoman kerja, baik untuk
tindakan pencegahan maupun penanggulangan kecelakaan, menyediakan perlengkapan keselamatan
secara lengkap, dan meningkatkan pengetahuan pekerja (laboran, staf pengajar dan mahasiswa) melalui
pelatihan-pelatihan dan orientasi keselamatan kerja di laboratorium (Gunawan dan Prasuad, 2004).
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak
untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang
lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air
maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan,
pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan,
pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung
dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dapat diartikan semua bahan atau senyawa baik padat, cair,
maupun gas yang mempunyai potensi merusak terhadap kesehatan manusia serta lingkungan akibat
sifat-sifat yang dimiliki senyawa tersebut. Limbah B3 umumnya mengandung berbagai macam unsur
logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun sehingga berbahaya bagi manusia menurut
peraturan (PP) Nomor : 85 tahun 1999 menyatakan bahwa limbah laboratorium termasuk dalam
kategori limbah berbahaya dan beracun.
Menurut PP 74/2001: ‘bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah
bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup
lainnya’ (pasal 1 angka1).
Sedangkan sasaran pengelolaan B3 adalah 'untuk mencegah dan atau mengurangi resiko dampak B3
terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan mahluk hidup lainnya’ (pasal 2). Pengertian
pengelolaan B3 adalah 'kegiatan yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan,
menggunakan dan atau membuang B3’ (pasal 1 angka 2).
Dalam kegiatan tersebut, terkait berbagai fihak yang merupakan mata rantai dalam pengelolaan B3.
Setiap mata rantai tersebut memerlukan pengawasan dan pengaturan.
B. Penerapan K3 di Laboratorium
Pedoman kerja di laboratorium dapat berupa prosedur kerja dalam melakukan suatu percobaan kimia,
aturan kerja dan petunjuk pelaksanaan kerja di laboratorium. Pedoman kerja berupa prosedur kerja
mempunyai peranan penting dalam mewujudkan keselaman kerja di laboratorium. Di dalam prosedur
ini dapat diuraikan persiapan-persiapan yang harus dilakukan sebelum bekerja di laboratorium,
perlengkapan keselamatan kerja yang harus digunakan, serta cara-cara bekerja di laboratorium yang
aman.
Manajemen Laboratorium
a. Perencanaan (Planning)
b. Organisasi (Organizing)
c. Pelaksaan (Actuating)
d. Pengawasan (Controlling)
a. Perencanaan (Planning)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di masa mendatang
guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja di
laboratorium. Dalam perencanaan, kegiatan yang ditentukan meliputi :
a. apa yang dikerjakan
b. bagaimana mengerjakannya
c. mengapa mengerjakan
Kegiatan laboratorium sekarang tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-
kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metoda-metoda yang dipakai makin banyak
ragamnya; semuanya menyebabkan resiko bahaya yang dapat terjadi dalam laboratorium makin besar.
Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja di laboratorium harus ditangani secara serius oleh
organisasi keselamatan kerja laboratorium.
Organisasi (Organizing)
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium dapat dibentuk dalam beberapa jenjang,
mulai dari tingkat laboratorium daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan
pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah
dapat menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat
daerah (wilayah), disamping memberlakukan Undang- Undang Keselamatan Kerja.
Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja laboratorium sasarannya ialah tempat kerja
yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja dalam laboratorium wajib mengetahui dan
memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam
laboratorium, serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan
pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan
atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan
fungsi penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas
manajer untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.
Pengawasan (Controlling)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai
dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang
dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :
a. adanya rencana
perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama dilaboratorium.
Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun
baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam laboratorium perlu dibentuk pengawasan
laboratorium yang tugasnya antara lain :
1. memantau dan mengarahkan secara berkala praktek-praktek laboratorium yang baik, benar dan
aman.
2. memastikan semua petugas laboratorium memahami cara-cara menghindari risiko bahaya dalam
laboratorium.
5. melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya
bahaya tersebut.
Berikut ini adalah beberapa peraturan kerja apabila kita bekerja di dalam laboratorium :
3. Persiapkanlah hal yang perlu sebelum masuk laboratorium seperti buku kerja, jenis percobaan,
jenis bahan, jenis perlatan, dan cara membuang limbah sisa percobaan.
5. Jagalah kebersihan meja praktikum, apabila meja praktiukm basah segera keringkan dengan lap
basah.
8. Berdiskusi adalaha hal yang baik dilakukan untuk memahami lebih lanjut percobaan yang dilakukan
(Tim Supervisi Ditjen Dikti, 2002).
Dengan mengikuti prosedur kerja, para pekerja dapat melakukan percobaan tahap demi tahap secara
benar sehingga percobaan akan berlangsung aman dan hasil percobaan yang diperoleh akan memiliki
tingkat akurasi yang tinggi. Untuk menanggulangi (mencegah) risiko terjadinya kecelakaan kerja di
laboratorium kimia, perlu dibuat aturan kerja dan petunjuk pelakasaan kerja di laboratorium kimia.
Potensi bahaya kebakaran memiliki kebolehjadian terbesar di laboratorium kimia, maka pemantauan
terhadap sarana pemadam kebakaran mendapatkan prioritas utama.
Berikut ini adalah beberapa cara untuk mencegah terjadinya kebakaran di laboratorium kimia:
1. Menyimpan cairan kimia yang mudah menyala dan cairan kimia yang mudah terbakar dalam
jumlah minimum.
2. Menutup rapat wadah cairan kimia yang mudah menyala dan cairan kimia yang mudah terbakar,
ketika sedang tidak digunakan.
Pelatihan dan orientasi mengenai keselamatan kerja bagi pekerja di laboratorium dan bagi mahasiswa
yang akan melakukan kegiatan praktikum di laboratorium perlu diadakan agar dapat bekerja dengan
aman dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja di laboratorium. Materi pelatihan yang
diberikan meliputi pengenalan laboratorium dan tempat kerja, potensi bahaya yang ada di laboratorium,
perlengkapan keselamatan kerja serta cara-cara bekerja yang aman (Gunawan dan Prasuad 2004).
Penanggulangan Kecelakaan
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan yang dapat menyebabkan luka atau kerugian
pada manusia atau benda. Walaupun prosedur
kerja telah dibuat dan peralatan kerja tersedia lengkap, namun kecelakaan kerja terkadang masih bisa
terjadi.Untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi perlu dibuat prosedur penanggulangannya.
Berikut ini adalah prosedur penanggulangan kecelakaan kerja (Ridwan,2004): prosedur penanggulangan
kecelakaan terkena bahan kimia dan prosedur penanggulangan kebakaran.
Prosedur penanggulangan kecelakaan terkena bahan kimia, antara lain jangan panik; mintalah bantuan
kepada orang yang berada di dekat anda; beritahu penanggungjawab laboratorium jika terjadi
kecelakaan; bersihkan bagian yang terkena bahan kimia dengan air yang mengalir; jika cairan berbahaya
tersedot (belum tertelan), segera muntahkan dan kumur-kumur dengan air bersih dalam jumlah banyak.
Selanjutnya minum larutan penetral racun seperti susu dan segera berkonsultasi dengan dokter untuk
mendapat perawatan medis; Jika zat tertelan berikan zat penawar sesuai dengan jenis racun/ larutan
yang terminum, seperti:
1. Asam: diencerkan dengan minum banyak air diikuti dengan air sadah atau susu.
2. Kaustik alkalis: dilarutkan dengan minum banyak air diikuti dengan minum cuka, lemon atau jus
jeruk atau larutan asam laktat/ asam sitrat. Bisa juga dengan minum susu.
4. Senyawa arsenik atau merkuri : berikan segera obat pemuntah satu sendok teh garam atau ZnSO4
dalam segelas air panas.
2. Apabila terkena kulit : dicuci dengan air yang banyak dan secepatnya.
Apabila tumpahan mengenai tubuh dalam jumlahbesar, segera bilas tubuh dengan air pancuran dalam
jumlah besar. Lepaskan pakaian yang terkena senyawa kimia pada saat membilas tubuh. Jangan
melepaskan melalui muka. Bila terdapat bagian tubuh yang terkena, segera bilas dengan air dingin
selama 15 menit. Bila rasa sakit muncul, cuci daerah tersebut dengan sabun bayi atau air. Jangan
menggunakan penetralisir, cream, atau lotion. Segera bawa korban ke rumah sakit. Prosedur
penanggulangan kebakaran: jangan panik; ambil alat pemadam api dan padamkan api; beritahukan ke
petugas laboratorium; amankan barang dan dokumen penting; matikan semua peralatan; hubungi
petugas pemadam kebakaran bila api membesar.
Ventilasi yang baik sangat penting untuk melindungi semua orang yang bekerja di laboratorium
terhadap kontak singkat dengan bahan-bahan berbahaya danberacun. Ventilasi juga sama pentingnya
untuk melindungi dari berbagai uap, aerosol, atau asap beracun bagi para peneliti, pengelola dan
pegawai laboratorium yang dalam waktu lama bekerja di laboratorium. Salah satu perangkat ventilasi
yang penting terdapat di dalam laboratorium kimia adalah lemari asam.
Lemari asam adalah tempat dengan ventilasi yang cukup untuk melakukan berbagai aktivitas yang
berhubungan dengan bahan kimia, sehingga lingkungan
sekitarnya tidak ikut terkontaminasi oleh uap, asap dan aerosol berbahaya yang dihasilkan dalam reaksi.
Suatu lemari asam yang berfungsi baik harus memiliki
kecepatan penarikan udara 50-80 m/s. Agar lemari asam bekerja lebih efisien, sebaiknya lemari asam
ditempatkan lebih dari 7 m dari pintu atau jendela dan
jauh dari tempat lalu-lalang orang di laboratorium. Lemari asam tidak boleh digunakan sebagai tempat
penyimpanan bahan kimia atau barang lainnya, karena akan mengurangi efisiensi daya ventilasi lemari
asam, disamping menciptakan pula situasi tidak aman bagi orang yang bekerja dalam lemari asam
(Wahyuningrum, 2004).
Penataan fasilitas laboratorium menurut Gunawan dan Prasuad (2004) mempunyai peranan penting
dalam mewujudkan keselamatan dan kelancaran kerja di laboratorium. Laboratorium umumnya
memiliki bahan dan peralatan yang cukup beragam baik dari segi jenis maupun potensi bahayanya. Bila
pengolahan dan penataannya tidak dilakukan dengan baik, maka akan dapat merugikan kesehatan
pekerja maupun lingkungannya bahkan dapat menyebabkan kematian.
Untuk dapat mengelola bahan kimia dan peralatan dengan baik, maka setiap bahan dan peralatan yang
ada di laboratorium harus diinventarisasi, diketahui
klasifikasinya dan ditata dengan benar. Inventarisasi bahan kimia dapat meningkatkan keamanan dan
kelancaran kegiatan di laboratorium. Setiap bahan kimia yang ada di laboratorium harus didata secara
cermat. Pendataan dapat dilakukan dengan mencatat beberapa informasi penting dari bahan kimia
seperti nama bahan, rumus kimia, kemurnian, jenis, dan kuantitasnya.
Selain bahan kimia, peralatan yang digunakan di laboratorium juga mengandung potensi bahaya.
Peralatan gelas misalnya merupakan alat yang mudah pecah yang dapat melukai tubuh bila tidak
digunakan secara hati-hati. Peralatan listrik memiliki potensi bahaya sengatan arus listrik. Berikut ini
adalah tata cara penataan bahan kimia dan peralatan laboratorium (Gunawan dan Prasuad 2004).
Penempatan bahan kimia yang tepat akan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan. Bahan kimia dapat
ditata di tempat penyimpanan berdasarkan potensi bahayanya, misalnya bahan beracun, korosif, mudah
meledak, mudah terbakar. Selain itu, dalam penataan bahan juga perlu memperhatikan jenis bahayanya
misalnya padat, cair atau gas. Sebagai contoh bahan perklorat dan nitrat merupakan bahan oksidator
yang mudah meledak. Bila bereaksi dengan bahan organik, maka dapat menghasilkan ledakan, sehingga
dalam penyimpanannya kedua jenis bahan kimia ini tidak boleh berdekatan. Gas metana dan padatan
fosfor merupakan bahan yang mudah terbakar sehingga harus ditempatkan jauh dari sumber panas.
Penempatan peralatan dapat dilakukan berdasarkan jenisnya. Peralatan yang mudah pecah seperti
tabung reaksi, gelas ukur dan peralatan gelas lainnya sebaiknya ditempatkan dalam lemari tersendiri.
Beberapa jenis peralatan gelas yang tidak dapat berdiri dengan stabil perlu disimpan dengan pelindung
kayu. Peralatan listrik dan mekanik juga harus ditempatkan dalam tempat yang terpisah. Apabila
menempatkan barang di dalam rak, barang yang berat sebaiknya ditempatkan paling bawah dan barang
ringan di atas. Simpan barang dengan rapi dan cantumkan nama alat dan jumlahnya.
C. Penggolongan B3
B3 dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yakni bahan berbahaya dan bahan beracun. Bahan kimia
berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap perubahan/kondisi
lingkungan yang dengan sifatnya tersebut dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungannya.
Bahan kimia beracun adalah bahan kimia yang dalam jumlah kecil menyebabkan bahaya terhadap
kesehatan manusia apabila terserap dalam tubuh melalui pernafasan, tertelan, atau kontak melalui kulit.
Bahan-bahan beracun dalam industri dapat digolongkan seperti dalam Tabel 1.
Kekuatan racun (toksisitas) dari suatu bahan kimia dapat diketahui berdasarkan angka LD50 (Lethal Dose
50) yaitu dosis (banyaknya zat racun yang diberikan kepada sekelompok binatang percobaan sehingga
menimbulkan kematian pada 50% dari binatang tersebut. LD50 biasanya dinyatakan dalam satuan bobot
racun persatuan bobot binatang percobaan, yaitu mg/Kg berat badan. Makin kecil angka LD50 makin
toksik zat tersebut. Klasifikasi toksisitas zat kimia berdasarkan LD50 dan contoh-contohnya ditunjukkan
dalam Tabel 2.
1. Bahan mudah terbakar (Flammable Substance): yaitu bahan yang mudah bereaksi dengan oksigen
dan menimbulkan kebakaran. Kebakaran dapat terjadi bila ada 3 unsur bertemu yaitu bahan, oksigen,
dan panas.
2. Bahan mudah meledak (Explosives): yaitu bahan kimia padat, cair atau campuran keduanya yang
karena suatu reaksi kimia dapat menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan yang besar disertai suhu
tinggi sehingga dapat menimbulkan ledakan. Selain itu juga termasuk bahan yang karena struktur
kimianya tidak stabil dan reaktif sehingga mudah meledak.
3. Bahan reaktif terhadap air/ asam: yaitu bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan air disertai
pengeluaran panas dan gas yang mudah terbakar, dan disertai ledakan. Bahan yang reaktif terhadap air
juga reaktif terhadap asam, dimana reaksi yang terjadi adalah eksothermis dan menghasilkan gas yang
mudah terbakar, sehingga dapat menimbulkan ledakan.
4. Bahan beracun: yaitu bahan kimia yang dalam konsentrasi tertentu akan dapat menimbulkan
gangguan kesehatan terhadap manusia.
5. Gas bertekanan: yaitu gas yang disimpan dalam tekanan tinggi baik gas yang ditekan , gas cair, atau
gas yang dilarutkan dalam pelarut dibawah tekanan.
Penggolongan bahan berbahaya, jenis dan contohnya dapat dilihat seperti Tabel 3 .
D. Pengelolaan B3
Pengorganisasian (organizing)
Pengorganisasian untuk mengelola B3 meliputi penetapan tugas dan wewenang personil pengelola,
pemakai, dan pengawas. Dalam pengorganisasian perlu adanya koordinasi antar berbagai pihak yang
berkepentingan dengan B3 tersebut. Selain itu juga dilakukan penetapan persyaratan penyimpanan B3
dimana setiap jenis bahan memiliki syarat penyimpanan tertentu. Persyaratan tersebut dapat dilihat
pada Tabel
Dalam penyimpanan B3 harus diketahui sifat-sifat berbagai jenis bahan kimia berbahaya, dan juga perlu
memahami reaksi kimia akibat interaksi dari bahan-bahan yang disimpan. Interaksi dapat berupa tiga hal
yaitu :
Contoh: panas/percikan api yang dapat menimbulkan kebakaran dan ledakan terutama untuk zat yang
mudah terbakar dan mudah meledak seperti pelarut organik dan peroksida.
Contoh: Beberapa bahan kimia yang amat korosif, seperti asam sulfat, asam khlorida, natrium
hidroksida, dapat merusak wadahnya. Kerusakan ini menyebabkan interaksi antar bahan sehingga
menimbulkan reaksi-reaksi berbahaya seperti kebakaran, ledakan atau menimbulkan racun.
Contoh: Interaksi antara zat oksidator dan reduktor dapat menimbulkan ledakan dan kebakaran,
sedangkan interaksi antara asam dan garam dapat menimbulkan gas beracun. Oleh karena itu beberapa
bahan yang mungkin bereaksi harus dipisahkan dalam penyimpanannya.
Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan setiap kegiatan mulai dari pengelolaan (penyimpanan), pemakaian dan pengawasan harus
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur harus digunakan untuk setiap kegiatan yang
berkaitan dengan penggunaan B3 oleh semua personil, baik sebagai pengelola, pemakai maupun
pengawas. Prosedur yang telah ditetapkan harus telah teruji dan mengacu pada informasi yang telah
ada pada setiap bahan kimia. Informasi ini biasanya tercantum pada label yang menjelaskan 4 hal
terpenting, yaitu :
3. Sifat fisik, yakni titik didih, titik lebur, berat jenis, tekanan uap, dan lain-lain
4. Sifat kimia dan bahaya yakni korosif, mudah terbakar, beracun dan lain-lain.
Untuk tujuan praktis, maka bahan bahan kimia berbahaya dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu :
Penanganan B3 ini berdasarkan jenis bahan dapat dilihat seperti dalam Tabel 5.
Selain itu dalam melakukan kegiatan penanganan B3 harus tercatat dalam suatu rekaman sehingga
mudah untuk mengetahui status dan keberadaannya serta mudah untuk dilakukan penelusuran.
Ikuti panduan umum ini saat menyimpan bahan kimia dan peralatan bahan kimia:
1. Sediakan tempat penyimpanan khusus untuk masing-masing bahan kimia dan kembalikan bahan
kimia ke tempat itu setelah digunakan.
3. Amankan rak dan unit penyimpanan lainnya. Pastikan rak memiliki bibir pembatas di bagian depan
agar wadah tidak jatuh. Idealnya, tempatkan wadah cairan pada baki logam atau plastik yang bisa
menampung cairan jika wadah rusak. Tindakan pencegahan ini utamanya penting di kawasan yang
rawan gempa bumi atau kondisi cuaca ekstrem lainnya.
4. Hindari menyimpan bahan kimia di atas bangku, kecuali bahan kimia yang sedang digunakan.
Hindari juga menyimpan bahan dan peralatan di atas lemari. Jika terdapat sprinkler, jaga jarak bebas
minimal 18 inci dari kepala sprinkler.
5. Jangan menyimpan bahan pada rak yang tingginya lebih dari 5 kaki (~1,5 m).
8. Labeli semua wadah bahan kimia dengan tepat. Letakkan nama pengguna dan tanggal penerimaan
pada semua bahan yang dibeli untuk membantu kontrol inventaris.
9. Hindari menyimpan bahan kimia pada tudung asap kimia, kecuali bahan kimia yang sedang
digunakan.
10. Simpan racun asiri (mudah menguap) atau bahan kimia pewangi pada lemari berventilasi. Jika bahan
kimia tidak memerlukan lemari berventilasi, simpan di dalam lemari yang bisa ditutup atau rak yang
memiliki bibir pembatas di bagian depan.
11. Simpan cairan yang mudah terbakar di lemari penyimpanan cairan yang mudah terbakar yang
disetujui.
12. Jangan memaparkan bahan kimia yang disimpan ke panas atau sinar matahari langsung.
13. Simpan bahan kimia dalam kelompok-kelompok bahan yang sesuai secara terpisah yang disortir
berdasarkan abjad.
14. Ikuti semua tindakan pencegahan terkait penyimpanan bahan kimia yang tidak sesuai.
15. Berikan tanggung jawab untuk fasilitas penyimpanan dan tanggung jawab lainnya di atas kepada
satu penanggung jawab utama dan satu orang cadangan. Kaji tanggung jawab ini minimal setiap tahun.
Pengendalian (Controlling)
Pengendalian dalam manajemen B3 dapat dilakukan dengan inspeksi, audit maupun pengujian mulai
dari perencanaan, hingga pelaksanaan. Pengawasan ini dapat dilakukan oleh manajemen yang memiliki
tugas pengawasan terhadap seluruh kegiatan organisasi maupun oleh manajemen yang lebih tinggi
terhadap manajemen di bawahnya sebagai pengawasan melekat, sehingga segala sesuatu kegiatan yang
berkaitan dengan B3 berjalan sesuai dengan kebijakan dan peraturan/prosedur yang telah ditetapkan.
Setelah selesai melakukan suatu percobaan maka limbah bahan kimia yang
dibuang ke pembuangan air kotor (wasbak) karena dapat menimbulkan polusi bagi lingkungan. Limbah
zat organik harus dibuang secara terpisah pada tempat yang tersedia agar dapat didaur ulang, limbah
padat harus dibuang terpisah karena dapat menyebabkan penyumbatan. Limbah cair yang tidak
berbahaya dapat langsung
b. Limbah padat seperti kertas saring, lakmus, korek api, dan pecahan kaca dibuang pada tempat
sampah.
c. Sabun, deterjen dan cairan tidak berbahaya dalam air dapat dibuang langusng melalui saluran air
kotor dan dibilas dengan air secukupnya.
1. Sebagian besar bahan kimia tidak diperbolehkan langsung dibuang ke dalam sistem pengairan atau
tempat pembuangan sampah.
2. Bahan kimia tertentu (seperti asam dan basa) dapat dibuang ke dalam sistem pengairan, tetapi
sebelumnya harus dinetralisasi kemudian dialirkan dengan air yang cukup ke dalam sistem pengairan.
3. Limbah pelarut dalam jumlah kecil dapat dibuang dengan cara menguapkan di dalam lemari asam.
4. Asam dan basa dapat dibuang ke sistem pengairan di bawah kondisi tertentu. Jika asam atau basa
tidak mengandung logam berat yang terlarut, asam dan basa dapat dinetralisasi dan kemudian dialirkan
ke dalam sistem pengairan dengan air secukupnya. Asam dapat dinetralkan dengan natrium bikarbonat
(baking soda) atau natrium karbonat (soda ash). Basa dapat dinetralkan dengan asam asetat (cuka).
5. Eter bersifat sangat mudah menyala. Tidak diperbolehkan merokok atau mendekatkan sumber api
di dekat eter. Eter dapat bereaksi dengan udara membentuk peroksida yang mudah meledak, sehingga
eter tidak boleh disimpan dalam botol gelas, tetapi disimpan dalam wadah logam untuk mencegah
terbentuknya peroksida. Untuk membuang eter dalam jumlah sedikit, dapat diuapkan di lemari asam
(Black dan Chris 1997).
6. Pada pembuangan limbah padat, tidak boleh dicampur dengan limbah cair.
7. Beberapa bahan kimia tidak boleh bercampur (disatukan) satu sama lainnya dalam satu wadah
pembuangan limbah. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi kimia di antara bahan kimia tersebut,
menghasilkan reaksi nyala segera setelah bahan kimia tersebut bercampur atau mengemisikan gas
beracun. Berikut ini adalah beberapa bahan kimia yang tidak boleh bercampur satu sama lainnya dalam
satu wadah (Black dan Chris 1997):
1) Ammonia dengan halogen; Asam nitrat dengan asam asetat; Asam nitrat dengan asam sulfat.
2) Etil asetat dengan basa kuat; Etilena glikol dengan asam sulfat; 1-butanol dengan asam kuat;
Kalium permanganat dengan asam sulfat, gliserol, etilena glikol, benzaldehid.
3) Hidrogen peroksida dengan asam asetat, aseton, asam nitrat, asam sulfat, natrium.
8. Beberapa bahan kimia dengan kategori yang kompatibel dapat disatukan dalam satu wadah
pembuangan limbah, di antaranya adalah (University Safety Services 2006): Pelarut organik yang dapat
menyala (aseton, metanol, etanol, toluena, ksilena, asetonitril, benzena); Pelarut halogen (halotan,
metilen klorida, kloroform, karbon tetraklorida, trikloroetana, trikloroetilena); Asamasam organik (asam
format, asam asetat, asam propionat).
9. Tidak semua bahan kimia aman (diperbolehkan) dibuang ke dalam sistem pengairan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keselamatan kerja di laboratorium merupakan upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan
menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman di laboratorium. Keselamatan kerja
tersebut dapat diwujudkan dengan berbagai cara, seperti menyiapkan pedoman kerja, baik untuk
tindakan pencegahan maupun penanggulangan kecelakaan, menyediakan perlengkapan keselamatan
secara lengkap, dan meningkatkan pengetahuan pekerja (laboran, staf pengajar dan mahasiswa) melalui
pelatihan-pelatihan dan orientasi keselamatan kerja di laboratorium (Gunawan dan Prasuad, 2004).
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dapat diartikan semua bahan atau senyawa baik padat, cair,
maupun gas yang mempunyai potensi merusak terhadap kesehatan manusia serta lingkungan akibat
sifat-sifat yang dimiliki senyawa tersebut. Limbah B3 umumnya mengandung berbagai macam unsur
logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun sehingga berbahaya bagi manusia menurut
peraturan (PP) Nomor : 85 tahun 1999 menyatakan bahwa limbah laboratorium termasuk dalam
kategori limbah berbahaya dan beracun.
Pelatihan dan orientasi mengenai keselamatan kerja bagi pekerja di laboratorium dan bagi mahasiswa
yang akan melakukan kegiatan praktikum di laboratorium perlu diadakan agar dapat bekerja dengan
aman dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja di laboratorium. Materi pelatihan yang
diberikan meliputi pengenalan laboratorium dan tempat kerja, potensi bahaya yang ada di laboratorium,
perlengkapan keselamatan kerja serta cara-cara bekerja yang aman (Gunawan dan Prasuad 2004).
b. Organisasi (Organizing)
c. Pelaksaan (Actuating)
d. Pengawasan (Controlling)
B3 dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yakni bahan berbahaya dan bahan beracun. Bahan kimia
berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap perubahan/kondisi
lingkungan yang dengan sifatnya tersebut dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungannya.
Bahan kimia beracun adalah bahan kimia yang dalam jumlah kecil menyebabkan bahaya terhadap
kesehatan manusia apabila terserap dalam tubuh melalui pernafasan, tertelan, atau kontak melalui kulit.
Pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dapat dilakukan dalam beberapa tahapan,
yaitu :
a. Pengorganisasian (organizing)
b. Pelaksanaan (Actuating)
c. Pengendalian (Controlling)
Setelah selesai melakukan suatu percobaan maka limbah bahan kimia yang
digunakan hendaknya dibuang pada tempat yang disediakan, jangan langsung dibuang ke pembuangan
air kotor (wasbak) karena dapat menimbulkan polusi bagi lingkungan. Limbah zat organik harus dibuang
secara terpisah pada tempat yang tersedia agar dapat didaur ulang, limbah padat harus dibuang
terpisah karena dapat menyebabkan penyumbatan. Limbah cair yang tidak berbahaya dapat langsung
dibuang tetapi harus diencerkan dengan air secukupnya.
B. Saran
Masih ada beberapa sumber yang mengambil dari internet. Diharapkan untuk ke depanya mengambil
sumber dari jurnal, buku, teks book atau e-book. Semoga pada penulisan makalah selanjutnya dapat
lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Adjaarm, Zulkarnain. 1991. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Bahan-bahan Berbahaya dan
Beracun. Batan : Lokakarya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Black, C & Chris, S. (1997). Hazardous waste disposal. Diambil pada 30 Januari 2006 dari
http://www.sierranevada.edu/ life/safety/arthaz.htm#solvents
Department of Chemistry, University of Maine. 2005. Standard operating guidelines. Diambil pada 30
Mei 2015 dari http://chemistry.umeche.maine.edu/safety/guide.html
Harjanto, Nur Tri, dkk. 2008. Identifikasi Potensi Bahaya Non Radiasi di Instalasi Radiometalurgi. Batan :
Prosiding hasil-hasil penelitian EBN tahun 2008, ISSN 0854-5561, PTBN-BATAN
Kartawira, J. 2004. Aspek Hukum dan Teknis Pengelolaan Pembuangan dan Pengolahan Limbah
Laboratorium. Dalam: Workshop Pengelolaan Laboratorium MIPA PTAIN Se-Indonesia; Jakarta, 19-21
April 2004. Jakarta: Jurusan MIPA Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah
Moran, Lisa, Tina Masciangioli. 2010. Keselamatan dan Keamanan Laboratorium Kimia Panduan
Pengelolaan Bahan Kimia dengan Bijak. [e-book]. Washington, DC : The National Academies Press
akademik mahasiswa dan manajemen sumber daya manusia untuk pengelolaan laboratorium. Dalam:
Workshop Pengelolaan Laboratorium MIPA PTAIN Se-Indonesia; Jakarta, 19-21 April 2004. Jakarta:
Jurusan MIPA Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Supardjoyo, Bambang. 1991. Keselamatan Pemakaian Bahan Peledak. Batan : Lokakarya Keselamatan
dan Kesehatan Kerja
University Safety Services. 2006. Hazardous waste disposal. Diambil pada 30 Mei 2015 dari
htttp://www.ucalgary.ca/~ucsafety/ waste/wasteproc.htm #overview
Wahyuningrum, D. 2004. Pengenalan, penanganan dan pemeliharaan bahan dan peralatan laboratorium
kimia. Dalam: Workshop Pengelolaan Laboratorium MIPA PTAIN Se- Indonesia; Jakarta, 19-21 April
2004. Jakarta: Jurusan MIPA Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
LAMPIRAN
• Tujuan
Setiap tenaga kerja/laboran dan orang lainnya yang berada di laboratorium mendapat perlindungan atas
keselamatannya.
Setiap bahan kimia atau peralatan dapat dipakai, dipergunakan secara aman dan efisien.
Kondisi tersebut di atas dapat dicapai antara lain bila kecelakaan termasuk kebakaran, peledakan dan
penyakit akibat kerja dapat dicegah dan ditanggulangi
1). Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan laboran/analis yang setinggi-tingginya, dengan
maksud untuk kesejahteraan laboran.
2). Sebagai alat untuk meningkatkan analisis, yang berlandaskan kepada meningginya effisiensi dan daya
produktivitas faktor manusia dalam analisis atau pengujian.
1. Penyakit Umum
3. Kondisi Gizi
4. Lingkungan Kerja
5. Beban Kerja
– Golongan fisik (keadaan suhu, kelembaban, suara kebisingan, radiasi, tekanan udara, penerangan,
getaran dan gerak udara yang memberikan suhu efektif diluar kenikmatan kerja.
– Golongan kimia
– Golongan biologi
– Golongan fisiologi/ergonomi
– Golongan Psikologi
- Kondisi lantai secara umum harus bersih, kedap air, tidak licin, rata sehingga mudah dibersihkan dan
tidak ada genangan air.
- Dinding tembok, jendela, langit-langit, kerangka bangunan, perpipaan, lampu-lampu dan benda lain
yang berada di sekitar ruang pengujian harus dalam kondisi bersih.
- Kondisi umum bangunan harus memperhatikan aspek pencahayaan dan ventilasi yang baik. Ventilasi
harus tersedia dengan cukup dan berfungsi dengan baik. Pencahayaan atau penerangan hendaknya
tersebar secara merata dan cukup di semua ruangan, namun hendaknya diatur sedemikian rupa
sehingga tidak menyilaukan
- Semua peralatan yang digunakan untuk pengujian harus selalu diperhatikan kebersihannya, dan juga
penanganannya harus hati-hati karena kebanyakan peralatan laboratorium mudah pecah.
- Setelah penggunaan alat gelas dan non gelas selesai atau pekerjaan telah selesai semua peralatan
tersebut dibersihkan dan ruangan yang digunakan harus dibersihkan dengan bahan saniter. Saniter
adalah senyawa kimia yang dapat membantu membunuh bakteri dan mikroba. Air yang digunakan
dalam pencucian alat hendaknya air yang bersih yang memenuhi persyaratan sanitasi, sehingga
mencegah kontaminasi. Air bersih mempunyai ciri-ciri antara lain tidak berasa, tidak berwarna, dan tidak
berbau
- Pada saat akan mengambil bahan kimia harus memakai alat keselamatan kerja. Sebelum masuk ruang
penyimpanan bahan kimia, harus memeriksa suhu dan kelembaban ruangan apakah sesuai dengan
persyaratan, baru melakukan pengambilan atau penempatan bahan kimia
- Iritasi, yaitu terjadinya luka bakar setempat akibat kontak bahan kimia dengan bagian tubuh.
- Pernafasan terganggu, seperti sulit bernafas sehingga terasa tercekik atau aspiksian karena kekurangan
oksigen akibat diikat olah gas thinner seperti : nitrogen dan karbon dioksida.
- Timbulnya keracunan sistemik, yaitu bahan kimia yang dapat mempengaruhi bagian-bagian tubuh
seperti merusak hati, ginjal, susunan syaraf dan lain-lain.
- Kanker, akibat paparan bahan kimia sehingga merangsang pertumbuhan sel-sel yang tidak terkendali
dalam bentuk tumor ganas.
- Kerusakan atau kelainan janin yang ditandai oleh kelahiran dalam keadaan cacat atau kemandulan.
- Phemokoniosis, yaitu timbunan debu dalam paru-paru sehingga kemampuan paru-paru untuk
menyerap oksigen menjadi kurang akibatnya penderita mengalami nafas pendek.
• Pembuangan Limbah
- Saluran pembuangan limbah bahan kimia dalam bentuk cair harus dikonstruksi dengan baik sehingga
proses pembuangan limbah cair tidak terhambat.
- Tempat penampungan hendaknya dibuat, jangan langsung dibuang ketempat umum karena akan
mengganggu dan mencemari lingkungan umum.
- Jika produksi sampah/limbah cair ternyata cukup tinggi, atau telah mengakibatkan ganggguan
pencemaran adalah indikasi awal bahwa masalah pencemaran di lingkungan telah terjadi, maka
disarankan untuk berkonsultasi dengan badan pengelolaan limbah
• Fasilitas Penggudangan
- Ruangan, dinding, bangunan dan pekarangan bangunan harus selalu bersih, bebas sampah dan
kotoran.
- Barang barang yang disimpan dalam gudang harus diatur dan disusun secara baik dan teratur, dengan
menyisakan jarak yang cukup, baik jarak antar tumpukan maupun dengan dinding tembok
- Barang yang telah rusak atau bahan baku yang telah busuk, hendaknya diambil dan dipisahkan dari
barang-barang yang masih baik
- Untuk sampah yang kering dan padat perlu disediakan tempat pembuangan sampah padat yang cukup,
baik kebersihannya maupun ukurannya sesuai dengan jumlah sampah diproduksi
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan
proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan
• Tujuan keselamatan kerja adalah
- Melindungi laboran/analis atau tenaga kerja lainnya atas hak keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas .
- Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja (laboratorium).
1. Peraturan perundangan
2. Standarisasi
3. Pengawasan
4. Penelitian bersifat teknik yang meliputi sifat dan ciri bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang
pagar pengaman, Riset medis
5. Penelitian psikologis
8. Latihan-latihan
9. Penggairahan
10. Asuransi
2. Kacamata Pengaman
6. Luka Bakar
9. Menghindari Kebakaran
Catatan :
jangan membuang limbah ke lingkungan atau salauran air dan kelompokkan limbah sesuai
klasifikasinya !
Kesehatan di Laboratorium
Substansi dalam berbagai bentuk dapat menimbulkan pengaruh merugikan bagi
kesehatan pengguna laboratorium. Memahami substansi-substansi tersebut dapat membantu
upaya pencegahan untuk mengurangi atau menghilangkan factor resiko. Berikut ini akan
disajikan penyebab dan gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan bagi pengguna
laboratorium.
Tabel 2. Macam-macam Material dan Gangguan Kesehatan Tubuh
No Bentuk Material Reaksi Tubuh
.
1. Debu Terganggunya fungsi paru-paru (asbestosis dan
silikosis)
2. Racun Kerusakan organ pencernaan
3. Zat pelarut Iritasi lemak kulit, kerusakan sistem syaraf, dan
kerusakan organ pencernaan
4. Korosif (asam & alkali) Jaringan tubuh mengalami kerusakan
5. Iritan Iritasi kulit dan kerusakan paru-paru
6. Karsinogen Menyebabkan kanker
7. Gas (klorin, karbon monoksida, Mata & paru-paru rusak
hydrogen solvida)
8. Logam Organ pernapasan, pencernaan, dan jaringan tubuh
(timbal, mercuri, arsenik) rusak
9. Radiasi ionisasi Sperma & sel darah putih rusak dengan gejala mual,
muntah, dan pingsan
10. Suara bising Stress dan kehilangan / penurunan fungsi pendengaran
11. Panas & lembab Kejang, kram, dan kelelahan
12. Mikroorganisme (virus, bakteri& Hepatitis A & B, tetanus, antraks, laptospirosis, dan
jamur) penyakit kulit
Daftar Pustaka
Dwi Tun Indayani. 2008. Pengetahuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Guru Biologi dan
Penerapannya pada Praktikum Laboratorium di SMA Negeri Tegal. Yogyakarta : FMIPA UNY
(Laporan Penelitian)
Ismoyo Djati. 2010. Bagaimana Mencapai Zero Accident di Perusahaan? Jakarta : Rumah Sakit
Pertamina
John Ridley. 2008. Health and Safety in Brief. England : Elsevier Ltd
Moh. Amien. 1998. Buku Pedoman Laboratorium dan Petunjuk Praktikum Pendidikan IPA. Jakarta :
Depdikbud
Nuryani R. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang : Universitas Negeri Malang
Suma’mur. 1981. Keselamatan Kerja dan pencegahan Kecelakaan. Jakarta : PT Gunung Agung
Tjandra Yoga Aditama dan Tri Hastuti. 2010. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : Universitas
Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3)”
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah sulit bagi penulis
untuk dapat menyelesaikan karya tulis ini.Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran
konstruktif senantiasa dinantikan dan tak lupa penulis menyampaikan permohonan maaf atas segala
kekurangan. Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikan pihak yang
telah membantu. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang.................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................
A. Kesimpulan .................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak
diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman jika
apapun yang dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko yang mungkin muncul dapat dihindari. Pekerjaan
dikatakan nyaman jika para pekerja yang bersangkutan dapat melakukan pekerjaan dengan merasa
nyaman dan betah, sehingga tidak mudah capek.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Sistem
Manajemen K3) merupakan bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang
dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Tujuan dan sasaran Sistem
Manajemen K3 adalah untuk menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan di tempat kerja
dengan melibatkan unsure manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi
dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat
kerja yang aman, efisien dan produktif. Sistem Manajemen K3 wajib diterapkan oleh setiap perusahaan
yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih; perusahaan yang mempunyai potensi
bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan yang dapat mengakibatkan kecelakaan
kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja. Berdasarkan Pasal 4
Permenaker tentang Sistem Manajemen K3, terdapat 5 (lima) ketentuan yang harus
perusahaan/pengusaha laksanakan, yaitu:
a. menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin komitmen terhadap
penerapan Sistem Manajemen K3;
d. mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta
melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan;
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Mondy (2008) keselamatan kerja adalah perlindungan karyawan dari luka-luka yang
disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan. Resiko keselamatan merupakan aspek-
aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka
memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran.
Sedangkan kesehatan kerja menurut Mondy (2008) adalah kebebasan dari kekerasan fisik. Resiko
kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang
ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stres emosi atau gangguan fisik.
Beberapa pendapat mengenai pengertian keselamatan dan kesehatan kerja antara lain:
a) Menurut Mangkunegara (2002) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya,
dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
b) Menurut Suma’mur (2001), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan
suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang
bersangkutan.
c) Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko
kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi
mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja .
d) Mathis dan Jackson (2002), menyatakan bahwa Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan
terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan
adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.
e) Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000), mengartikan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi
pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja
tersebut.
f) Jackson (1999), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada
kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang
disediakan oleh perusahaan.
Kesehatan pekerja bisa terganggu karena penyakit, stres, maupun karena kecelakaan. Program
kesehatan yang baik akan menguntungkan para pekerja secara material, selain itu mereka dapat bekerja
dalam lingkungan yang lebih nyaman, sehingga secara keseluruhan para pekerja akan dapat bekerja
secara lebih produktif
Terdapat beberapa alasan yang mengungkapan pentingnya Sistem Manajemen K3 diterapkan dalam
suatu perusahaan/laboratorium. Alasan tersebut dapat dilihat dari aspek manusiawi, ekonomi, UU dan
Peraturan, serta nama baik (Adrian, dkk, 2009). Berikut adalah argumentasi betapa pentingnya Sistem
Manajemen K3.
a. Alasan Manusiawi. Membiarkan terjadinya kecelakaan kerja, tanpa berusaha melakukan sesuatu
untuk memperbaiki keadaan, merupakan suatu tindakan yang tidak manusiawi. Hal ini di karenakan
kecelakaan yang terjadi tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi korbannya (misalnya kematian,
cacat/luka berat, luka ringan), melainkan juga penderitaan bagi keluarganya.
b. Oleh karena itu pengusaha atau sekolah mempunyai kewajiban untuk melindungi pekerja atau
siswanya dengan cara menyediakan lapangan kerja yang aman.
c. Alasan Ekonomi. Setiap kecelakaan kerja yang terjadi akan menimbulkan kerugian ekonomi,
seperti kerusakan mesin, peralatan, bahan dan bangunan, biaya pengobatan, dan biaya santunan
kecelakaan. Oleh karena itu, dengan melakukan langkah-langkah pencegahan kecelakaan, maka selain
dapat mencegah terjadinya cedera pada pekerja, kontraktor juga dapat menghemat biaya yang harus
dikeluarkan.
d. Alasan UU dan Peraturan. UU dan peraturan dikeluarkan oleh pemerintah atau suatu organisasi
bidang keselamatan kerja dengan pertimbangan bahwa masih banyak kecelakaan yang terjadi, makin
meningkatnya pembangunan dengan menggunakan teknologi modern, pekerjaan konstruksi merupakan
kompleksitas kerja yang dapat merupakan sumber terjadinya kecelakaan kerja dan pentingnya arti
tenaga kerja di bidang konstruksi.
e. Nama Baik Institusi. Suatu perusahaan yang mempunyai reputasi yang baik dapat mempengaruhi
kemampuannya dalam bersaing dengan perusahaan lain. Reputasi atau citra perusahaan juga
merupakan sumber daya penting terutama bagi industry jasa, termasuk jasa konstruksi, karena
berhubungan dengan kepercayaan dari pemberi tugas/pemilik proyek. Prestasi keselamatan kerja
perusahaan mendukung reputasi perusahaan itu, sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi keselamatan
kerja yang baik akan memberikan keuntungan kepada perusahaan secara tidak langsung.
Pada awal perkembangannya, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mengalami beberapa perubahan
konsep. Konsep K3 pertama kali dimulai di Amerika Tahun 1911 dimana K3 sama sekali tidak
memperhatikan keselamatan dan kesehatan para pekerjanya. Kegagalan terjadi pada saat terdapat
pekerjaan yang mengakibatkan kecelakaan bagi pekerja dan perusahaan. Kecelakaan tersebut dianggap
sebagi nasib yang harus diterima oleh perusahaan dan tenaga kerja. Bahkan, tidak jarang, tenaga kerja
yang menjadi korban tidak mendapat perhatian baik moril maupun materiil dari perusahaan.
Perusahaan berargumen bahwa kecelakaan yang terjadi karena kesalahan tenaga kerja sendiri untuk
menghindari kewajiban membayar kompensasi kepada tenaga kerja.
Pada Tahun 1931, H.W. Heinrich mengeluarkan suatu konsep yang dikenal dengan Teori Domino.
Konsep Domino memberikan perhatian terhadap kecelakaan yang terjadi. Berdasar Teori Domino,
kecelakaan dapat terjadi karena adanya kekurangan dalam lingkungan kerja dan atau kesalahan tenaga
kerja. Dalam perkembangannya, konsep ini mengenal kondisi tidak aman (unsafe condition) dan
tindakan tidak aman (unsafe act). Pada awal pengelolaan K3, konsep yang dikembangkan masih bersifat
kuratif terhadap kecelakaan kerja yang terjadi. Bersifat kuratif berarti K3 dilaksanakan setelah terjadi
kecelakaan kerja. Pengelolaan K3 yang seharusnya adalah bersifat pencegahan (preventif) terhadap
adanya kecelakaan.
Pengelolaan K3 secara preventif bermakna bahwa kecelakaan yang terjadi merupakan kegagalan dalam
pengelolaan K3 yang berakibat pada kerugian yang tidak sedikit bagi perusahaan dan tenaga kerja.
Pengelolaan K3 dalam pendekatan modern mulai lebih maju dengan diperhatikannya dan diikutkannya
K3 sebagai bagian dari manajemen perusahaan. Hal ini mulai disadari dari data bahwa kecelakaan yang
terjadi juga mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Dengan memperhatikan banyaknya resiko yang
diperoleh perusahaan, maka mulailah diterapkan Manajemen Resiko, sebagai inti dan cikal bakal Sistem
Manajemen K3. Melalui konsep ini sudah mulai menerapkan pola preventif terhadap kecelakaan yang
akan terjadi. Manajemen Resiko menuntut tidak hanya keterlibatan pihak manajemen tetapi juga
komitmen manajemen dan seluruh pihak terkait termasuk pekerja. Dalam penerapan K3 di sekolah,
maka diperlukan keterlibatan manajemen sekolah, guru, teknisi, dan siswa. Pada konsep ini, bahaya
sebagai sumber kecelakaan harus teridentifikasi, kemudian perhitungan dan prioritas terhadap resiko
dari potensi bahaya, dan terakhir pengendalian resiko.
Peran manajemen sangat diperlukan terutama pada tahap pengendalian resiko, karena pengendalian
resiko membutuhkan ketersediaan semua sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan/sekolah dan
hanya pihak manajemen yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Dari perjalanan pengelolaan K3
diatas semakin menyadarkan akan pentingnya K3 dalam bentuk manajemen yang sistematis dan
mendasarkan agar dapat terintegrasi dengan manajemen perusahaan yang lain. Integrasi ini diawali
dengan kebijakan dari perusahaan untuk menerapkan suatu Sistem Manajemen K3 untuk mengelola K3.
Sistem Manajemen K3 mempunyai pola Pengendalian Kerugian secara Terintegrasi (Total Loss Control)
yaitu sebuah kebijakan untuk mengindarkan kerugian bagi perusahaan, property, personel di
perusahaan dan lingkungan melalui penerapan Sistem Manajemen K3 yang mengintegrasikan sumber
daya manusia, material, peralatan, proses, bahan, fasilitas dan lingkungan dengan pola penerapan
prinsip manajemen yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan (do), pemeriksaan (check), peningkatan
(action). Dalam sejarah perjalanan Sistem Manajemen K3, tercipta beberapa standar yang dapat dipakai
perusahaan. Standar-standar tersebut antara lain:
b. Systems,
d. BS 8800,
g. Safety Map,
h. DR 96311
Dalam kegiatan pembelajaran di laboratorium, semua pihak harus menyadari bahwa dalam setiap
kegiatan tersebut mempunyai potensi bahaya dan menimbulkan dampak lingkungan sehingga penting
sekali aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja di dalam laboratorium. Penerapan K3 di dalam
laboratorium merupakan kebijakan yang harus diambil oleh manajemen (pimpinan) sekolah/universitas.
Setelah kebijakan penerapan K3 diambil, maka setiap pengguna laboratorium harus mempunyai rasa
tanggung jawab yang penuh akan K3 di dalam laboratorium. Oleh karena itu perlu ditetapkan peraturan
dan prosedur standar yang harus ditaati pada setiap kegiatan yang dilakukan di dalam laboratorium.
Setiap pelanggaran terhadap peraturan dan prosedur kerja dapat dikenakan sanksi.
Dalam laboratorium diperlukan suatu panduan untuk keselamatan kerja dan keselamatan laboratorium
harus ditempatkan di tingkatan prioritas tertinggi dan setiap pratikan bertanggung jawab akan
laboratorium yang aman. Pada tahap awal penerapan K3 di laboratorium terdapat beberapa hal yang
harus diketahui, yaitu:
Dalam rangka mendukung penerapan K3 di laboratorium maka diperlukan suatu peraturan khusus
tentang K3. Adapun peraturan yang dapat diterapkan antara lain:
b. Perhatian untuk keselamatan sudah dimulaui bahkan sebelum melaksanakan aktivitas pertama
dalam pembelajaran di laboratorium. Oleh karenanya setiap pratikan harus sudah membaca dan
memikirkan tugas laboratorium masing-masing sebelum pembelajaran dimulai.
c. Mengetahui letak penempatan dan penggunaan dari semua fasilitas dan peralatan K3 di
laboratorium seperti kotak P3K, pemadam api, shower, pencuci mata, wastafel.
d. Memakai celemek atau mantel laboratorium, sepatu, dan lebih baik gunakan pengikat rambut,
serta alat lain yang dapat dijadikan pelindung diri dalam kerja. Jika pembelajaran di laboratorium kimia
maka gunakan kaca mata.
e. Membersihkan meja kerja dari semua bahan tidak perlu seperti buku dan tas sebelum pekerjaan
dimulai.
f. Jika berhubungan dengan bahan kimia (di laboratorium kimia), periksalah label bahan kimia
sebanyak dua kali untuk meyakinkan bahwa bahan kimia yang akan digunakan memnyai unsure yang
benar dan sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan. Hal ini perlu dilakukan mengingat
g. beberapa bahan kimia mempunyai rumusan dan nama yang berbeda hanya dalam satu nama dan
nomor. Perhatikan penggolongan resiko yang ada pada label dan perhatikan juga diagram resiko serta
maksud dari angkaangka yang tertera pada tabel diagram resiko.
i. Jangan pernah mencicipi bahan yang ada di laboratorium (terutama di Laboratorium Kimia).
Sebaiknya tidak makan dan minum di dalam laboratorium.
j. Khusus di Laboratorium Kimia, jangan pernah melihat secara langsung ke dalam suatu tabung tes.
Pandangilah dari samping.
k. Setiap kecelakaan, meskipun itu kecil, harus dilakporkan dengan seketika kepada teknisi atau
guru/dosen.
Dalam hal suatu bahan kimia tertumpahkan pada pakaian atau kulit, bilaslah area yang terkena dengan
air yang banyak. Apabila bahan kimia mengenai mata, bersihkanlah seketika dengan water-washing
selama 10-15 menit atau sampai diperoleh bantuan medis secara profesional. Membuang bahan sisa
kerja harus sesuai perintah dan dilakukan dengan hati-hati terutama bahan kimia. Kembalikan semua
peralatan pelindung diri pada tempat yang telah ditetapkan. Sebelum meninggalkan laboratorium,
pastikan mesin dan listrik dalam kondisi mati.
a. Keselamatan Kerja
Selain kesehatan yang tak kalah pentingnya adalah Keselamatan Kerja. Keselamatan kerja merupakan
keadaan terhindar dari bahaya saat melakukan kerja. Menurut Suma’mur (1987:1), keselamatan kerja
adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses
pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan
kerja menyangkut semua proses produksi dan distribusi baik barang maupun jasa. Keselamatan kerja
adalah tugas semua orang yang bekerja. Keselamatan adalah dari, oleh, dan untuk setiap tenaga kerja
maupun masyarakat pada umumnya. Tasliman (1993:1) sependapat dengan Suma’mur bahwa
keselamatan dan kesehatan kerja menyangkut semua unsur yang terkait di dalam aktifitas kerja. Ia
menyangkut subjek atau orang yang melakukan pekerjaan, objek (material) yaitu benda-benda atau
barang-barang yang dikerjakan, alat-alat kerja yang dipergunakan dalam bekerja berupa mesin-mesin
dan peralatan lainnya, serta menyangkut lingkungannya, baik manusia maupun benda-benda atau
barang.
Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai
akibat kecelakaan kerja. yang baik pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja. Kecelakaan selain
menjadi hambatan langsung, juga merugikan secara tidak langsung yakni kerusakan mesin dan peralatan
kerja, terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, kerusakan pada lingkungan kerja, dan lain-lain.
(Suma’mur, 1985:2) Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu dan penerapannya
yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat
kerja dan lingkungan kerja serta cara melakukan pekerjaan guna menjamin keselamatan tenaga kerja
dan aset perusahaan agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian lainnya.
Keselamatan kerja juga meliputi penyediaan Alat Pelindung Diri (APD), perawatan mesin dan
pengaturan jam kerja yang manusiawi. Pendapat lain mengatakan Keselamatan (safety) meliputi:(1).
Mengendalikan kerugian dari kecelakaan (control of accident loss) dan (2). kemampuan untuk
mengidentifikasikan dan menghilangkan (mengontrol) resiko yang tidak bisa diterima (the ability to
identify and eliminate unacceptable risks)
Pengertian K3 adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapan guna mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja. Menurut America
Society of Safety and Engineering (ASSE), K3 diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk
mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja. Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3) difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan
dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian
secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Kesehatan dan Keselamatan (K3) tidak
dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Istilah lainnya adalah ergonomi
yang merupakan keilmuan dan aplikasinya dalam hal sistem dan desain kerja, keserasian manusia dan
pekerjaannya, pencegahan kelelahan guna tercapainya pelakasanaan pekerjaan secara baik.
b. Kesehatan Kerja
Produktifitas optimal dalam dunia pekerjaan merupakan dambaan setiap manager atau pemilik usaha,
karena dengan demikian sasaran keuntungan akan dapat dicapai. Kesehatan (Health) berarti derajat/
tingkat keadaan fisik dan psikologi individu (the degree of physiological and psychological well being of
the individual). Kesehatan Kerja, yaitu : suatu ilmu yang penerapannya untuk meningkatkan kulitas
hidup tenaga kerja melalui peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerjayang diwujudkan
melaluii pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan asupan makanan yang bergizi. Program kesehatan di
usaha busana bertujuan untuk mewujudkan lingkungan usaha busana yang aman, nyaman dan sehat
bagi seluruh pekerjai, dan pengunjung, di dalam dan di lingkungan Usaha busana. Sehingga kejadian
pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha busana dapat di
tekan atau bila mungkin di hilangkan. Empat pilar strategi yang telah ditetapkan tuntuk mendukung visi
Kementrian Kesehatan dalam rangka merujudkan “kesehatan kaerja” adalah:
a. Strategi paradigma sehat yang harus dilaksanakan secara serempak dan bertanggung jawab dari
semua lapisan. Termasuk partisipasi aktif lintas sektor dan seluruh potendi masyarakat.
b. Strategi Profesionalisme, yaitu memelihara pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau.
d. Strategi Desentralisasi, intinya adalah pendelegasian wewenang yang lebish besar kepada
pemerintah daerah untuk mengatur system pemerintahan kerumahtanggaannya sendiri. Pada
simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO
di Linz Australia, dihasilkan beberapa definisi sebagai berikut :
e. Penyakit Akibat Kerja: penyakit akibat kerja ini mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi
yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebeb yang mudah diakui.
(pekerjaan sebagai pencetus sakit atau penyakit) atau lebih dikenal dengan sebagai
Pencegahan dapat dimulai dengan pengendalian secermat mungkin pengganggu kesehatan atau
pengganggu kerja. Gangguan ini terdiri dari:
a. Beban kerja (berat, sedang, ringan, atau fisik, psikis, dan sosial).
b. Beban tambahan oleh faktor-faktor lingkungan kerja seperti factor fisik, kimia, biologi, dan
psikologi.
c. Kapasitas kerja, atau kualitas karyawan sendiri yang meliputi: kemahiran, ketrampilan, usia, daya
tahan tubuh, jenis kelamin, gizi,ukuran tubuh, dan motivasi kerja.
d. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan –Work related disease adalah penyakit yang
mempunyai beberapa agen penyebab, dimana factor pada pekerjaan memegang peranan bersama
dengan faktor resiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi yang kompleks.
e. Penyakit yang mengenai populasi pekerja adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja
tanpa adanya agen penyebab di tempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang
buruk bagi kesehatan.
f.
Sedangkan tujuan keselamatan kerja menurut Suma’mur, (1985:1) adalah sebagai berikut:
a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas masyarakat.
Sementara itu, peraturan perundangan No. I tahun 1970 Pasal 3 tentang keselamatan kerja ditetapkan
syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian
lain yang berbahaya;
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran,
asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran;
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physic maupun psychis,
peracunan, infeksi dan penularan.
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang;
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya
kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu,
perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969
tentang pokokpokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12
tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan. Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap
pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral
dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama, akan
tetapi pekerja mempunyai kewajiban untuk memberikan kontribusi pada kondisi tersebut dengan
berperilaku yang bertanggung jawab. Setiap cidera atau kasus sakit akibat hubungan kerja, dapat
dihindari dengan sistem kerja , peralatan,substansi, training dan supervisi yang tepat. Sakit, Cidera dan
perilaku yang tidak mendukung kesehatan ,keselamatan dan keamanan kerja akan mengakibatkan
menurunnya produktifitas kerja. Salah satu masalah yang hampir setiap hari terjadi di tempat kerja
adalah kecelakaan yang menimbulkan hal-hal yang tidak kita inginkan, seperti kerusakan peralatan,
cedera tubuh, kecacatan bahkan kematian.
Dalam pelaksanaannya K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman,
sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan sistem dan produktifitas kerja. Kecelakaan, adalah
kejadian yang tak terduga dan tak diharapkan. Tak terduga oleh karena di belakang peristiwa itu tidak
terdapat unsure kengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencenaan. Ttidak diharapkan oleh karena
peristiwa kecelakaan disertai kerugian materiil maupun penderiaan dari yang paling ringan sampai
kepada yang paling berat dan tidak diinginkan. Secara teoritis istilahistilah bahaya yang sering ditemui
dalam lingkungan kerja meliputi beberapa hal sebagai berikut:
a. Hazard (sumber bahaya). Suatu keadaan yang memungkinkan / dapat menimbulkan kecelakaan,
penyakit, kerusakan atau menghambat kemampuan pekerja yang ada
b. Danger (tingkat bahaya). Peluang bahaya sudah tampak (kondisi bahaya sudah ada tetapi dapat
dicegah dengan berbagai tindakan prventif.
c. Risk, prediksi tingkat keparahan bila terjadi bahaya dalam siklus tertentu
d. Insident. Munculnya kejadian yang bahaya (kejadian yang tidak diinginkan, yang dapat/ telah
mengadakan kontak dengan sumber energy yang melebihi ambang batas badan/struktur
e. Accident. Kejadian bahaya yang disertai adanya korban dan atau kerugian (manusia/benda)
Dalam beberapa industri, kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat kurang terjaganya keselamatan
kerja lebih tinggi daripada yang lainnya. Sekitar dua dari tiga kecelakaan terjadi akibat orang jatuh,
terpeleset, tergelincir, tertimpa balok, dan kejatuhan benda di tempat kerja. (Daryanto, 2001: 2)
Suma’mur (1987:3) mengatakan bahwa 85% dari sebab-sebab kecelakaan adalah faktor manusia. Lebih
lanjut Suma’mur mengatakan bahwa kecelakaan akibat kerja dapat menyebabkan 5 jenis kerugian (K)
yakni : (1) kerusakan, (2) kekacauan organisasi, (3) keluhan dan kesedihan, (4) kelainan dan cacat, dan
(5) kematian.
Bagian mesin, pesawat, alat kerja, bahan, proses, tempat dan lingkungan kerja mungkin rusak oleh
kecelakaan. Akibat dari itu, terjadilah kekacauan organisasi dalam proses produksi. Orang yang ditimpa
kecelakaan mengeluh dan menderita, sedangkan keluarga dan kawan-kawan sekerja akan bersedih hati.
Kecelakaan tidak jarang mengakibatkan luka-luka, terjadinya kelainan tubuh dan cacat. Bahkan tidak
jarang kecelakaan merenggut nyawa dan berakibat kematian (Suma’mur, 1985:6)
Kecelakaan adalah kejadian yang timbul tiba-tiba, tidak diduga dan tidak diharapkan. Setiap kecelakaan
baik di industri, di bengkel, atau di tempat lainya
pasti ada sebabnya. Secara umum terdapat dua hal pokok yang menyebabkan kecelakaan kerja
(Suma’mur, 1985:9) yaitu:
a. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts).
b. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (usafe conditions) Tasliman (1993:19-27) juga
sependapat dengan Suma’mur bahwa kecelakaan dapat terjadi dengan sebab-sebab tertentu, yaitu:
d. Kondisi yang tidak aman, misalnya tempat kerja yang tidak memenuhi syarat keselamatan kerja,
kondisi mesin yang berbahaya (machinery hazards), kondisi tidak aman pada pemindahan barang-
barang serta alatalat tangan yang kondisinya tidak aman.
Bernet N.B. Silalahi dan Rumondang (1985:109) secara spesifik mengatakan bahwa tiga sebab mengapa
seorang karyawan melakukan kegiatan tidak selamat adalah:
a. Yang bersangkutan tidak mengetahui tata cara yang aman atau perbuatanperbuatan yang
berbahaya;
b. Yang bersangkutan tidak mampu memenuhi persyaratan kerja sehingga terjadilah tindakan di
bawah standar;
c. Yang bersangkutan mengetahui seluruh peraturan dan persyaratan kerja, tetapi dia enggan
memenuhinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
K3 diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada
kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja. Keselamatan kerja mencakup : mesin, pesawat, alat
kerja, bahan dan proses, landasan, cara, serta lingkungan Kesehatan kerja bertujuan agar pekerja
memperoleh derajat kesehatan setingg-tingginya, baik fisik maupun mental, dengan usaha preventif dan
kuratif tergadap gangguan kesehatan akibat pekerjaan, lingkungan, dan penyakit umum. Dengan kata
lain tujuan K3 secara singkat adalah: (1) tenaga kerja dan orang lain sehat dan selamat; (2) sumber
produksi efisien; dan (3) proses produksi lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Suma’mur. 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: Gunung Agung.
Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. 2007. Prosedur Keamanan, Keselamatan, & Kesehatan Kerja.
Sukabumi: Yudhistira.
http://saintek.uin-suka.ac.id/file_kuliah/manajemen%20lab%20kimia.doc.
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3.html
http://araralututu.wordpress.com/2009/12/19/my-k3ll-project/
http://solehpunya.wordpress.com/2009/02/03/implementasi-k3-di-indonesia/
Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan tentang prosedur keselamatan kerja di laboratoium
secara umum.
Pada pembahasan kali ini akan dibahas kembali dengan lebih spesifik tentang prinsip-prinsip
keselamatan kerja di laboratorium kimia dan biologi.
Setiap melakukan aktivitas/kegiatan pasti ada risikonya. Begitu juga dalam melakukan penelitian.
Bagaimanakah cara memperkecil risiko dalam melakukan penelitian tersebut?
Untuk itu prinsip keselamatan kerja perlu ditanamkan dalam setiap kegiatan penelitian. Langkah-
langkah keselamatan kerja dalam kegiatan penelitian sebagai berikut.
1) Mikroskop dibawa dengan posisi tegak. Pegang tangkainya dengan satu tangan dan tangan yang lain
menyangga dasarnya.
2) Mikroskop diletakkan dengan hati-hati di atas meja. Jangan diayun, dilambungkan, atau digetarkan
saat diletakkan karena dapat merusak bagian-bagiannya.
3) Saat ingin memindah, jangan digeser dengan menyeret salah satu bagian, karena akan
melepaskannya. Angkat dan pindahkah dengan hati-hati.
4) Mikroskop yang tidak dipakai disimpan dalam kotak dan ditutup plastik lebih dahulu. Saat
menyimpan, lensa objektif dipasang dalam keadaan berkekuatan rendah.
5) Jangan mendekatkan lensa objektif ke kaca benda dengan pemutar kasar saat mata mengintip karena
tabung akan menekan lensa tanpa disengaja dan dapat memecahkannya.
b. Melihat Isi Tabung Reaksi
Ketika memasukkan zat asam atau zat korosif, lihatlah melalui sisi gelas. Hal itu untuk menghindarkan
mata dari percikan zat. Melihat melalui mulut tabung sangat berbahaya.
1) Pada saat memanasi zat dalam tabung, tabung dijepit dengan penjepit.
2) Agar tabung tidak pecah karena pemanasan mendadak yang tidak merata, jauhkan dan dekatkan
tabung reaksi berulangulang sampai panas merata.
4) Jauhkan mulut tabung ke tempat yang aman, yaitu jauh dari orang dan peralatan serta zat-zat
berbahaya lain. Agar percikan zat dan asapnya tidak mengganggu.
Beberapa cara untuk menghindari kecelakaan terhadap penggunaan bahan kimia antara lain adalah
sebagai berikut.
a. Gunakan spatula untuk mengambil bahan kimia yang bentuknya padat. Hindari kontak langsung
dengan tangan.
b. Bacalah tabel pada wadah dan pastikan pengambilan bahan kimia sesuai kebutuhan.
c. Perhatikan cara memindahkan bahan kimia dari wadah satu ke wadah lain. Misalnya, pada saat
mengambil bahan kimia dengan pipet tetes jangan sampai tumpah.
f. Jangan mencium secara langsung bahan kimia yang akan digunakan. Kalau ingin mencium kipas-
kipaslah secara perlahanlahan ke arah hidung.
Bahan yang mudah meledak (eksplosif) dan terbakar sebaiknya disimpan pada tempat yang teduh, jauh
dari panas dan api.
Sebaiknya, bahan-bahan tersebut diperlakukan dengan hati-hati, jangan sampai bergesekan atau
berguncang. Bahan yang eksplosif lebih aman disimpan dalam keadaan basah.
Beberapa contoh bahan yang mudah meledak, antara lain nitrogen cair, asam pekat, dan amonium
dikromat.
Bahan yang mudah terbakar, misal eter, aseton, dan senyawa alkohol. Beberapa bahan yang oksidatif
(cepat terbakar), misalnya natrium oksalat.
Bahan yang beracun akan berbahaya bagi tubuh, jika masuk ke dalam tubuh. Hal itu dapat terjadi
dengan terisap melalui hidung atau terserap dalam kulit.
Bahkan, sangat berbahaya, jika termakan atau terminum. Oleh karena itu, berhati-hatilah saat bekerja
menggunakan zat-zat beracun tersebut. Jangan memakai tangan secara langsung untuk mengambil atau
memindahkan zat-zat kimia, walaupun zat-zat itu tidak beracun.
Karena, zat yang sudah memasuki tubuh di atas ambang batas juga berbahaya bagi tubuh. Jangan
mengisap zat kimia secara langsung memakai mulut, tetapi gunakn pipet, walaupun hanya berupa air.
Pakailah pipet tetes untuk mengambil atau memindah zat cair.
Pakailah spatula atau sendok plastik untuk memindah atau mengambil zat kimia berbentuk padat.
Jangan mencium zat kimia secara langsung. Pakailah penutup hidung ketika bekerja dengan zat
berbahaya atau saat mereaksikan dan membakar suatu bahan.
Kegiatan yang dapat menimbulkan asap berbahaya dalam lemari asam. Bahan-bahan yang beracun
dapat berasal dari zat kimia, antara lain asam sianida (HCN) dan zat karsinogenik, misal benzidin
(bersifat karsinogenik).
Bahan-bahan beracun juga dapat ditimbulkan oleh makhluk hidup yang menjadi objek pengamatan,
misal biji jarak, serbuk sari bunga, sengat serangga, dan mikroorganisme penyebab penyakit.
Beberapa bahan kimia harus diperlakukan hati-hati karena jika terkena kulit atau bahan lain dapat
merusak (bereaksi). Bahan yang bersifat korosif dapat merusak logam-logam, sedangkan bahan yang
kaustik dapat merusak kulit atau bahan pakaian.
Oleh karena itu, pakailah pakaian kerja laboratorium dan alat-alat pengaman, seperti kaca mata, sarung
tangan, dan penutup hidung. Jagalah agar bahan-bahan itu tidak memercik saat diambil atau
direaksikan. Jangan pula menghirup uapnya.
Bahan yang korosif, misalnya asam pekat. Adapun bahan yang kaustik, misalnya soda kaustik.
Bahan yang bersifat radioaktif biasanya jarang dipakai. Bahan radioaktif disimpan dalam botol
berdinding tebal dari timbal.
Misalnya, senyawa uranium dan thorium. Berhati-hatilah saat mengambil bahan kimia dalam
laboratorium. Bacalah label di botol atau tanyakan pada laboran (petugas laboratorium) dan guru.
Jangan mengambil sendiri bahan di dalam lemari. Pakailah bahan yang sudah dipersiapkan laboran di
meja kerja.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C.Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Laboratorium
B. Fungsi Laboratorium
C. Keselamatan Kerja di Laboratorium
a. Prinsip keselamatan kerja di dalam laboratorium
b. Aturan umum dan tata tertib keselamatan kerja di laboratorium
c. Alat keselamatan kerja di laboratorium
d. Mengeola bahan-bahan kimia
e. Simbol bahaya di laboratorium
f. Pembuangan limbah
g. Penanganan kecelakaan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
B. Rumusan Masalah.
C. Tujuan.
A. Pengertian Laboratorium.
B. Fungsi Laboratotium.
Secara garis besar laboratorium dalam proses pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Sebagai tempat untuk berlatih mengembangkan keterampilan intelektual melalui kegiatan
pengamatan, pencatatan dan pengkaji gejala-gejala alam.
2. Mengembangkan keterampilan motorik siswa/mahasiswa. Siswa/mahasiswa akan bertambah
keterampilannya dalam mempergunakan alat-alat media yang tersedia untuk mencari dan
menemukan kebenaran.
3. Memberikan dan memupuk keberanian untuk mencari hakekat kebenaran ilmiah dari sesuatu
objek dalam lingkungn alam dan sosial.
4. Memupuk rasa ingin tahu siswa/mahasiswa sebagai modal sikap ilmiah seseorang calon
ilmuan.
5. Membina rasa percaya diri sebagai akibat keterampilan dan pengetahuan atau penemuan yang
diperolehnya.
Keselamatan kerja di laboratorium adalah keselamatan diri dari berbagai macam kecelakaan
secara sengaja atau tidak sengaja yang dapat membahayakan diri dari berbagai macam bahan
kimia, alat-alat tajam, dll. Menjaga keselamatan kerja di laboratorium bertujuan agar selama
penelitian tidak terjadi kecelakaan. Keselamatan kerja di laboratorium merupakan upaya
preventif dan pertolongan terhadap kecelakaan sebagai akibat dari desain, sistem, proses dan
kegiatan di laboratorium.
Ruangan laboratorium yang memenuhi standar adalah salah satu faktor untuk
menghindari kecelakaan kerja. Syarat tersebut meliputi kondisi ruangan, susunan ruangan,
kelengkapan peralatan keselamatan, nomor telepon penting (pemadam kebakaran, petugas
medis). Ruangan laboratorium yang memiliki sistem ventilasi yang baik. Proses keluar masuk
udara yang stabil. Sirkulasi udara segar yang masuk ke dalam ruangan. Keduanya harus
diperhatikan dengan baik. Semakin baik sirkulasi udara, maka kondisi laboratorium juga akan
sehat. Seperti halnya rumah, sirkulasi udara berada pada posisi utama dan tidak dapat
dikesampingkan begitu saja. Ruangan laboratorium harus ditata dengan rapi. Penempatan bahan
kimia dan peralatan percobaan harus ditata dengan rapi supaya memudahkan untuk mencarinya.
Bila perlu, berikan denah dan panduan penempatan bahan kimia di raknya supaya semakin
memudahkan untuk mencari bahan kimia tertentu.
Alat keselamatan kerja harus selalu tersedia dan dalam kondisi yang baik. Terutama
kotak P3K dan alat pemadam api. Berikan juga nomor telepon penting seperti pemadam
kebakaran dan petugas medis supaya saat terjadi kecelakaan yang cukup parah dapat ditangani
dengan segera. Berikan juga lembaran tentang cara penggunaan alat pemadam api dan tata tertib
laboratorium.
Laboratorium harus memiliki jalur evakuasi yang baik. Laboratorium setidaknya
memiliki dua pintu keluar dengan jarak yang cukup jauh. Bahan kimia yang berbahaya harus
ditempatkan di rak khusus dan pisahkan dua bahan kimia yang dapat menimbulkan ledakan bila
bereaksi.
Adapun jenis resiko kecelakaan di laboratorium misalnya :
Setiap laboratorium harus memiliki buku pedoman keselamatan kerja dan pedoman itu
harus diikuti setiap saat dalam pekerjaan laboratorium.
Laboratorium harus memiliki kotak P3K
Di dalam laboratorium harus ada minimal seorang anggota staf yang terlatih dalam
melakukan pertolongan pertama.
Laboratorium seharusnya merupakan tempat bekerja; jumlah pengunjung harus dibatasi.
Tidak boleh makan dan minum di dalam laboratorium.
Pakai peralatan pelindung diri selama di laboratorium antara lain :
1. Kacamata/goggles keselamatan yang estetis dipakai dan bertangkai. Pilih dan pastikan optik
gelas pada kacamata dalam kondisi baik.
2. Jas laboratorium.
3. Gunakan pelindung muka pada waktu bekerja untuk bahan yang mudah meledak dan sangat
berbahaya.
4. Pakai celana panjang.
5. Pakai sepatu tertutup sampai mata kaki
6. Masker atau dengan Respirators yang bisa digunakan saat bekerja dengan gas yang korosif dan
beracun.
7. Sarung tangan/Gloves
8. Pelindung telinga
Dilarang mengambil atau membawa keluar alat-alat serta bahan dalam laboratorium
tanpa seizin petugas laboratorium.
Orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk ke laboratorium. Hal ini untuk
mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Gunakan alat dan bahan sesuai dengan petunjuk praktikum yang diberikan.
Jangan melakukan eksperimen sebelum mengetahui informasi mengenai bahaya bahan
kimia, alat-alat, dan cara pemakaiannya.
Bertanyalah jika Anda merasa ragu atau tidak mengerti saat melakukan percobaan.
Mengenali semua jenis peralatan keselamatan kerja dan letaknya untuk memudahkan
pertolongan saat terjadi kecelakaan kerja.
Harus mengetahui cara pemakaian alat darurat seperti pemadam kebakaran, eye shower,
respirator, dan alat keselamatan kerja yang lainnya.
Jika terjadi kerusakan atau kecelakaan, sebaiknya segera melaporkannya ke petugas
laboratorium.
Berhati-hatilah bila bekerja dengan asam kuat reagen korosif, reagen-reagen yang volatil
dan mudah terbakar.
Setiap pekerja di laboratorium harus mengetahui cara memberi pertolongan pertama pada
kecelakaan (P3K).
Buanglah sampah pada tempatnya.
Usahakan untuk tidak sendirian di ruang laboratorium. Supaya bila terjadi kecelakaan
dapat dibantu dengan segera.
Jangan bermain-main di dalam ruangan laboratorium.
Lakukan latihan keselamatan kerja secara periodik.
Dilarang merokok, makan, dan minum di laboratorium.
Di dalam ruang laboratorium harus sudah tersedia seluruh alat keselamatan kerja supaya saat
terjadi kecelakaan atau darurat, itu bisa diatasi dengan cepat. Berikut adalah alat-alat
keselamatan kerja yang ada di laboratorium. Pastikan semuanya tersedia dan Anda tahu dimana
letaknya.
Berdasarkan ketentuan Balai Hiperkes, syarat-syarat Alat Pelindung Diri (APD) adalah :
1. APD harus dapat memberikan perlindungan yang kuat terhadap bahaya yang spesifik
atau bahaya yang dihadapi oleh pekerja.
2. Bobot seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.
3. Alat harus dapat dipakai secara fleksibe.
4. Bentuknya harus cukup menari.
5. Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama.
6. Alat tidak menimbulkan bahaya tambahan bagi pemakainya karena bentuk atau karena
salah dalam menggunakannya.
7. Sudah sesuai dengan standar yang telah ada.
8. Alat tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya.
9. Suku cadang mudah didapat untuk mempermudah pemeliharaannya.
1. gunakan spatula untuk mengambil bahan kimia yang bentuknya padat. Hindari kontak
langsung dengan tangan.
2. bacalah label pada wadah dan pastikan pengambilan bahan kimia sesuai kebutuhan.
3. perhatikan cara memindahkan bahan kimia dari wadah satu ke wadah lain. Misalnya,
pada saat mengambil bahan kimia dengan pipet tetes jangan sampai tumpah.
4. pastikan selalu memakai kaca mata pengaman dalam kegiatan.
5. untuk perempuan berambut panjang, ikatlah rambut ketika memanaskan zat kimia.
6. jangan menghirup secara langsung bahan kimia yang akan digunakan. Kalau ingin
menghirup bahan kimia, kipas-kipaslah secara perlahan ke arah hidung.
7. jangan megembalikan zat sisa hasil kegiatan ke dalam botol stok.
e. Simbol bahaya di laboratorium
Simbol bahaya adalah simbol yang dirancang untuk memperingatkan tentang bahan
berbahaya, lokasi, atau benda, termasuk arus listrik, racun, dan hal-hal lain. Penggunaan simbol-
simbol bahaya sering diatur oleh hukum dan diarahkan oleh organisasi standar. Simbol bahaya
adalah piktogram dengan tanda hitam pada latar belakang oranye, kategori bahaya untuk bahan
dan formulasi ditandai dengan simbol bahaya, yang terbagi dalam ;
Adapun simbol-simbol yang harus diperhatikan dan dipahami supaya kita mengetahui bahaya
yang ada pada suatu benda atau zat kimia sebagai berikut :
Simbol-simbol di atas harus diketahui terlebih dahulu sebelum memulai praktik di dalam
lanoratorium agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan dalam menggunakan alat-alat laboratorium
maupun dalam menggunakan cairan kimia yang berbahaya.
f. Pembuangan Limbah
Seperti yang kita ketahui bahwa limbah dapat mencemari lingkungan. Maka dari itu, kita
perlu menangani limbah tersebut dengan tepat. Untuk limbah kimia hendaknya dibuang di
tempat khusus karena beberapa jenis zat kimia sangat berbahaya bagi lingkungan. Buang segera
limbah sehabis melakukan percobaan. Sementara limbah lainnya seperti kertas, korek api, dan
lainnya dibuang di tempat sampah. Sebaiknya pisahkan limbah organik dan non-organik supaya
pengolahan sampahnya lebih mudah.
1. Keracunan
Keracunan sebagai akibat penyerapan bahan-bahan kimia beracun atau toksik, seperti
ammonia, karbon monoksida, benzene, kloroform, dan sebagainya. Keracunan dapat berakibat
fatal ataupun gangguan kesehatan. Yang terakhir adalah yang lebih seringterjadi baik yang dapat
diketahui dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pengaruh jangka panjang seperti pada
penyakit hati, kanker, dan asbestois, adalah akibat akumulasi penyerapan bahan kimia toksik
dalam jumlah kecil tetapi terus-menerus.
Pertolongan pertama pada kecelakaan keracunan bahan kimia sebaiknya dilakukan jika
dokter belum juga tiba di lokasi keracunan tersebut. Adapun cara mengatasi keracunan bahan
kimia sebagai awal adalah pencegahan kontak bahan kimia dengan tubuh secepat mungkin.
Langkah-langkah untuk melakukannya adalah sebagai berikut:
Cucilah bahan kimia yang masih kontak dengan tubuh (kulit, mata dan organ tubuh
lainnya)
Usahakan penderita keracunan tidak kedinginan.
Jangan memberikan minuman beralkohol kepada penderita karena akan mempercepat
penyerapan racun di dalam tubuh
Jika sukar bernafas, bantu dengan pernafasan dari mulut ke mulut
Segera bawa ke rumah sakit
Cara mengatasi keracunan bahan kimia juga dapat dilakukan dengan beberapa langkah lain jika
bahan kimia racun tersebut masuk melalui mulut, kulit atau keracunan akibat adanya gas yang
beracum beredar di sekeliling kita.
Cara mengatasi keracunan bahan kimia jika bahan racun masuk melalui mulut :
Berilah minum berupa air atau susu 2 hingga 4 gelas.
Jika korban keracunan sedang dalam keadaan pingsan, jangan memasukkan sesuatu
(berupa makanan/minuman) melalui mulutnya
Masukkan jari telunjuk ke dalam mulut korban sambil menggerak-gerakkan jari di bagian
pangkal lidah dengan tujuan agar si korban muntah
Jangan melakukan poin di atas jika korban keracunan minyak tanah, bensin, alkali atau
asam
Berilah 1 sendok antidote dan segelas air hangat kepada korban Antidote itu dalam
keadaan serbuk dan terbuat dari 2 bagian arang aktif, 1 bagian magnesium oksida dan 1
bagian asam tannat.
Cara mengatasi keracunan bahan kimia jika bahan racun melalui kulit :
Cucilah bagian tubuh yang terkena dengan air bersih sedikitnya selama 15 menit.
Lepaskan pakaian yang terkena bahan kimia
Jangan mengoleskan minyak, mentega atau pasta natrium bikarbonat, kecuali untuk
keracunan yang lebih tinggi/tertentu lainnya
Cara mengatasi keracunan bahan kimia jika bahan racun berupa gas :
Untuk keracunan bahan kimia berupa gas maka sebaiknya memberikan udara segar sebaik-
baiknya. Dan untuk pencegahan keracunan bahan kimia berupa gas sebaiknya sejak awal
menggunakan masker. Sebab gas berupa klorin, hidrogen sulfida, fosgen, hidrogen sianida
adalah bahan kimia gas yang sangat beracun.
Jadi, sebelum bekerja dengan bahan kimia, sebaiknya harus mengetahu lebih dahulu cara
mengatasi keracunan bahan kimia tersebut untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Kebakaran dan luka bakar sebagai akibat kurang hati-hati dalam menangani pelarut-
pelarut organik yang mudah terbakar seperti eter, aseton, alkohol, dan sebagainya. Hal yang
sama dapat diakibatkan oleh peledakan bahan-bahan reaktif seperti peroksida dan perklorat.
Terkena bromin
Luka kulit sebagai akibat bekerja dengan gelas atau kaca ataupun karena tertusuk benda tajam
luka sering terjadi padatangan atau mata karena pecahan kaca.
4. Kebakaran
Kebakaran dapat terjadi apabila suatu rekasi kimia antara bahan dengan oksigen yang
menghasilkan energi berupa panas dan cahaya (api). Panas akan merambat ke sekelilingnya yang
selanjutnya akan mempercepat pula kebakaran.
Terkena sengatan listrik atau kesetrum sangat berbahaya dan dapat menyebabkan
kematian seketika. Arus listrik yang melewati tubuh akan merusakkan jaringan tubuh seperti
saraf, otot, serta dapat mengacaukan kerja jantung. Pada korban tersengat (kesetrum) listrik
korban sering kali jatuh pingsan, mengalami henti napas, denyut jantung tak teratur atau bisa jadi
malah berhenti sama sekali, dan mengalami luka bakar yang luas.
Berikut ini yang harus anda lakukan untuk menangani korban yang tersengat listrik adalah :
Lihat keadaan sekitar dan kondisi korban
Perhatikan terlebih dahulu kondisi si korban dan sekitarnya. Lihat apakah korban masih
terhubung dengan aliran listrik atau tidak. Jangan terburu-buru langsung menyentuh atau
memegang si korban. Jika korban masih terhubung dengan listrik, bisa jadi kita akan ikut
kesetrum, walhasil kita jadi ikut menjadi korban.
Matikan sumber lisrik
Cari sumber listriknya dan matikan. Jika tidak bisa, singkirkan sumber listrik dari tubuh korban
menggunakan benda yang tidak mengantarkan listrik, semisal kayu, plastik, atau karet.
Pindahkan korban
Jika lokasi kejadian tidak aman, pindahkan korban ke tempat lain, lalu segera bawa korban ke
pusat layanan medis terdekat. Bisa juga dengan menghubungi nomor darurat agar si korban
dijemput.
Lakukan perawatan
Sambil menuju atau menunggu bantuan medis datang, baringkan korban dalam posisi telentang.
Posisi kaki diatur agar lebih tinggi dari kepala untuk mencegah terjadinya shock. Periksa pula
pernapasan dan denyut jantungnya. Jika jantung atau napas korban terhenti, Anda bisa
melakukan tindakan cardio pulmonal resuscitation (CPR), dengan catatan Anda menguasai
teknik ini.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keselamatan kerja di laboratorium adalah keselamatan diri dari berbagai macam kecelakaan
secara sengaja atau tidak sengaja yang dapat membahayakan diri dari berbagai macam bahan
kimia, alat-alat tajam, dll. Menjaga keselamatan kerja di laboratorium bertujuan agar selama
penelitian tidak terjadi kecelakaan. Keselamatan kerja di laboratorium merupakan upaya
preventif dan pertolongan terhadap kecelakaan sebagai akibat dari desain, sistem, proses dan
kegiatan di laboratorium.
Aturan umum dan tata tertib kerja di Laboratorium antara lain: Dilarang mengambil atau
membawa keluar alat-alat serta bahan dalam laboratorium tanpa seizin petugas
laboratorium.Orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk ke laboratorium. Hal ini untuk
mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.Gunakan alat dan bahan sesuai dengan petunjuk
praktikum yang diberikan, dan lain-lain.
Di dalam ruang laboratorium harus sudah tersedia seluruh alat keselamatan kerja supaya saat
terjadi kecelakaan atau darurat, itu bisa diatasi dengan cepat. Berikut adalah alat-alat
keselamatan kerja yang ada di laboratorium. Pastikan semuanya tersedia dan Anda tahu dimana
letaknya. Kecelakaan saat kerja biasa terjadi walaupun kita telah bekerja dengan hati-hati. Hal
yang paling utama adalah jangan panik dan ikuti prosedur penanganan kecelakaan yang baik dan
benar. Cari bantuan petugas laboratorium untuk membantu. Bila perlu, panggil petugas medis
atau pemadam kebakaran.
B. Saran
Sebaiknya pada saat melakukan percobaan di laboratorium kita harus mengetahui terlebih
dahulu aturan umum dan tata tertib serta alat-alat kerja di laboratorium. Tidak hanyaa itu,
sebelum memasuki ruangan laboratorium kita harus memakai alat keselamatan yang dianjurkan
atau disarankan untuk menghindari kecelakaan yang memungkinkan terjadi dan mengenal cara
penanganannya jika terjadi kecelakaan. Demikianlah makalah kami, kami harapkan kritik dan
saran dari para pembaca.
Daftar Pustaka
Chairlan, Lestari Estu, 2011, Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium Kesehatan
Ed.2, Jakarta: EGC
Ibrahim,Sanusi, 2010, Teknik Laboratorium : Kimia Organik, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sitorus, Marham, Sutiani, 2013, Laboratorium Kimia: Pengelolaan dan Manajemen,
Yogyakarta: Graha Ilmu.
TEMPO.CO, Depok - Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Mahdi Jupri mengatakan
ledakan yang melukai 14 mahasiswa di laboratorium yang terletak di lantai 2 Gedung J, Fakultas
Farmasi, pada Senin, 16 Maret, 2015, murni akibat kecelakaan, dan bukan disengaja.
Penyebabnya, kata dia, kelalaian mahasiswa yang terlalu asyik bermain gadget saat mengikuti
praktikum. "Ini bukan ledakan, tapi letupan yang berasal dari tabung labu destilasi berukuran 5
mililiter,” kata Mahdi kepada Tempo, Selasa, 17 Maret 2015.
"Kacanya pecah, sehingga melukai beberapa korban yang ada di sekitarnya,” ujarnya. Saat ini,
kata dia, kondisi laboratorium sudah kembali normal. Para mahasiswa pun telah bisa mengikuti
praktikum lagi.
"Ini memang kelalaian mahasiswa yang terlalu asyik main gadget saat praktikum, sampai lupa
kandungan asam di dalam tabung labu destilasi mengering," ujar Mahdi.
Ledakan ini terjadi pada Senin, 16 Maret 2015, sekitar pukul 10.30 WIB. Ketika itu para
mahasiswa Fakultas Farmasi UI tengah menjalani praktikum di laboratorium. Namun salah
seorang mahasiswa terlambat mengangkat pemanas Bunsen hingga larutan sampel di dalam labu
destilasi hampir kering.
Para korban yang terluka akibat serpihan kaca dilarikan ke rumah sakit terdekat dan dijahit di
bagian wajah dan leher. Tidak ada mahasiswa yang terluka akibat bahan kimia karena dalam
praktikum tidak menggunakan bahan kimia berbahaya.
"Bahan kimia yang digunakan tidak berbahaya. Semuanya sudah sesuai dengan standar. Pihak
UI sudah bertanggung jawa dengan kejadian ini," ujar Mahdi.
Dari 14 orang korban, dua di antaranya mengalami luka cukup berat, yaitu Delvika Yessi
Chumala dan Citra Sari Purbandini. Keduanya terluka di bagian wajah dan leher. Saat ini seluruh
korban sudah diperbolehkan pulang oleh dokter di rumah sakit. "Delvika sudah pulang,
sedangkan Citra mengalami luka di bagian kornea mata, tapi sudah pulang juga ke tempat
kosnya," kata Mahdi.
Korban letupan:
FAHADZ FAUZI