Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH TOKSIKOLOGI

INDUSTRI PERIKANAN

Dosen pengampu:

1. Dra. Diah Lestari, MKM


2. Dra. Angki Purwanti, Apt, M.Si

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 1 KELAS A

Agnes Olga Dea Ortegatania ( P3.73.34.1.16.001)


Agustina Gultom (P3.73.34.1.16.002)
Ambar Triana (P3.73.34.1.16.003)
Andri Budi Setiawan (P3.73.34.1.16.004)

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III

PRODI DIII ANALIS KESEHATAN 2017/2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
karunia-NYA kami masih diberi kesempatan untuk belajar tanpa halangan suatu apapun dalam
menyelesaikan makalah ini secara baik yang merupakan salah satu tugas yang diberikan.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada teman-teman dan dosen kami yang telah
memberikan dukungan.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan. Dan
semoga dengan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan para pembaca. Amin.

Bekasi, 6 Maret 2018

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 3
2.1 Sumber Toksik dan Pengaruhnya Pada Hasil Perikanan .................................................................... 3
2.2 Prinsip Hygiene pada Industri Perikanan ............................................................................................ 5
2.3 Pengaruh Toksisitas dan Prinsip Hygene yang Tidak Baik Terhadap Industri Perikanan .................. 8
2.4 Pengaruh Pencemaran Air Oleh Logam Berat Terhadap Manusia ..................................................... 9
2.5 Pengaruh Logam Berat Terhadap Ekosistem Laut............................................................................ 11
2.6 Pengaruh Logam Berat terhadap Kesehatan Manusia ...................................................................... 12
2.7 Bahaya Penggunaan Bahan Peledak untuk Menangkap Ikan .......................................................... 15
2.8 Bahaya Penggunaan Bahan Kimia Sianida untuk Menangkap Ikan ................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkembangnya agro industri hasil perikanan selain membawa dampak positif yaitu sebagai
penghasil devisa, memberikan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja, juga telah memberikan
dampak negatif yaitu berupa buangan limbah. Limbah hasil dari kegiatan tersebut dapat berupa
limbah padat dan limbah cair. Menurut Siswati (2004), banyak kasus yang terjadi pada hasil
olahan perikanan dijauhi oleh konsumen karena dapat menyebabkan penyakit, sehingga dalam
mutu yang diberikan pada hasil industri perikanan sangat ditentukan oleh baik atau tidaknya
hasil olah tersebut atau teknik pengolahan yang salah serta kondisi yang tidak menerapkan
prinsip sanitasi hygiene yang dapat dinyatakan dengan indera ataupun non indera selain itu juga
dapat disebabkan kerena bahan-bahan yang digunakan mengandung toksik.
Dampak negatif dari hasil industri perikanan cenderung menghasilkan limbah cair yang banyak
mengandung bahan organik. Tingkat pencemaran limbah cair industri pengolahan perikanan
sangat tergantung pada tipe proses pengolahan dan spesies ikan yang diolah. Kandungan nutrien
organik yang tinggi ini apabila berada dalam badan air akan menyebabkan eutrofikasi pada
perairan umum, yang kemudian akan menyebabkan kematian organisme yang hidup dalam air
tesebut, pendangkalan, penyuburan ganggang dan bau yang tidak nyaman (Ibrahim, 2005).
Pengaruh dari teknik pengolahan pada industri perikanan dapat disebabkan adanya berbagai
cemaran pada saat penangkapan, penanganan, penyimpanan, dan pekerja. Selain itu pengaruh
mirobiologik yaitu cemaran berupa mikrobia pada hasil olah yang dapat menurunkan mutu
bahan. Spesies ikan yang diolah juga mempengaruhi mutu dalam industri perikanan yaitu
toksisitas yang terkandung dalam spesies itu sendiri yaitu cemaran dari benda asing yang
berpotensi membahayakan kesehatan berupa logam berat seperti air raksa (Hg), timah hitam/
timbal (Pb), tembaga (Cu), Arsen (As), timah (Sn), Seng (Sn) (Siswati, 2004).
Menurut Yanuar (2008), dari residu dan cemaran pada hasil perikanan yang banyak
menyebabkan toksik pada hasil perikanan adalah merkuri. Senyawa merkuri organik, khususnya
metal merkuri merupakan yang terbanyak terkonsentrasi dalam rantai makanan. Ikan
mengkonsumsi tumbuhan yang terkontaminasi dan menjadikan merkuri terakumulasi di

1
tubuhnya. Protein ikan mengikat dengan kuat lebih dari 90% metal merkuri yang terkonsumsi,
meski dengan pemasakan yang lama dan kuat dengan menggoreng, merebus atau membakar
tidak dapat melepaskannya. Sehingga pengetahuan prinsip hygiene dan penyebab toksisitas pada
bahan yang akan diolah sangat mempengaruhi mutu hasil industri perikanan. Hal tersebut
merupakan upaya untuk meminimalkan dampak negative dan peningkatan mutu produk hasil
perikanan sebagai pangan yang aman dan bermanfaat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sumber Toksik dan Pengaruhnya Pada Hasil Perikanan

A. Toksisitas dari Minyak Bumi


Menurut Sunadbjhaiga (1995), akibat jangka panjang dari pencemaran minyak bumi
dapat menimbulkan beberapa masalah yang serius terutama bagi biota laut yang masih
muda. Minyak bumi terdiri dari perampuran yang kompleks dari produk-produk alam
yang tersusun dari beribu-ribu persenyawaan. Meskipun minyak bumi ini berbeda nyata
di dalam sifat-sifatnya, tetapi pada dasarnya secara kimiawi, bilogis dan toksikologis
adalah hampir sama. Minyak bumi dan hidrokarbonnya telah ditemukan sangat stabil di
lingkungan laut. Meskipun hidrokarbon tersebut larut dalam air yang terkadang
dihancurkan bakteri, tetapi senyawa-senyawa yang beracun sukar untuk dihilangkan.
Biota laut yang masih muda merupakan suatu keadaan yang sangat rentan terhadap
toksisitas yang dapat merugikan perikanan kita. Hidrokarbon tersebut tidak hanya
menetap dalam tubuh biota laut tetapi juga dapat terakumulasi berupa senyawa protein.
Berdasarkan hasil penelitian National Academy of Engineering (1972) dalam
Sunadbjhaiga (1995), minyak di dalam laut dapat termakan oleh biota-biota laut. Di
dalam tubuh biota sebagaian senyawa minyak dapat dikeluarkan bersama-sama makanan,
sedang sebagian lagi dapat terakumulasi di dalam senyawa-senyawa lemak. Sifat
akumulasi ini juga dapat dipindahkan dari organisme yang satu ke organisme yang lain
melalui rantai makanan. Misalnya tetes minyak yang terakumulasi dalam lemak
zooplankton. Apabila zooplankton tersebut dimakan ikan, maka yang terakumulasi dalam
lemak zooplankton akan berpindah dalam lemak ikan. Demikian seterusnya ikan tersebut
dimakan oleh ikan lain yang lebih besar, hewan-hewan laut lainnya dan bahkan oleh
manusia.
B. Toksisitas dari Pestisida
Sejumlah besar pestisida dalam dunia perekonomian telah dibuat oleh manusia akhirnya
terbawa ke laut. Lebih dari 45.000 macam pestisida telah dibuat di Amerika Serikat di
mana zat-zat yang sangat beracun ini dalam jumlah yang sangat besar telah dilepaskan ke

3
daerah yang sangat luas, sehingga mereka merupakan zat-zat kimia yang terbesar sangat
luas di planet ini. Sifat toksisitas dari beberapa senyawa ini telah menunjukkan dapat
menimbulkan kanker. Bahaya dari pestisida telah diketahui mengandung hidokarbon dan
klor di laut sebgai daya akumulasi pada biota laut. Sehingga akan mengakibatkan
gangguan keseimbangan ekologis yang sangat rumit dari ekosistem laut dengan beberapa
zat yang beracun pada jangka waktu yang anjang, dimana zat-zat tersebut masuk ke
dalam rantai makanan dari biota laut dan manusia merupakan pemangsa terkahir.
C. Toksisitas dari Logam Berat
Unsur-unsur logam berat ini masuk ke lingkungan laut melalui aliran sungai dan udara,
dan umunya sebagaian besar masuk melalui aliran sungai, hanya unsur-unsur yang
menguap saja yang banyak dibawa oleh udara seperti merkuri dan selenium. Bahkan
merkuri 10 kali lebih banyak masuk ke laut melalui udara daripada melaui sungai. Unsur
logam berat masuk ke dalam tubuh biota laut melalui tiga cara yaitu melalui permukaan
tubuh, terserap insang dan rantai makanan. Limbah merkuri dari polusi industri sering
dalam bentuk merkuri anorganik, tetapi organisme atau vegetasi air selama perjalanannya
di sungai, danau ataupun di teluk, telah mengubahnya menjadi metilmerkuri yang
mematikan. Merkuri dapat mengalami metilasi biotik maupun abiotik membentuk metal
merkuri. Akumulasi logam berat terutama merkuri pada hasil perikanan dibantu oleh
aktivitas bakteri Methanobacterium omelanskii yang biasanya hidup pada lumpur yang
ada di dasar sungai, danau, atau laut. Bakteri tersebut merubah merkuri anorganik (Hg2+)
menjadi merkuri organik (HgCH3) yang dapat terbawa oleh plankton yang menjadi
makanan ikan. Merkuri organik bersifat larut dalam lemak sehingga dapat tersimpan lama
pada tubuh ikan .
Menurut Mayangwirani (1997) dalam Hadiwiyoto (1997), menyatakan bahwa arsen
diketahui lebih banyak mencemari produk-produk perikanan daripada makanan lainnya.
Keracunan arsen ditandai dengan demam, aeroksia, hepatomegali, dan malanosis dan
dalam dosis yang tinggi serta terus-menerus dapat menyebabkan kecenderungan
peningkatan kematian akibat penyakit paru-paru. Jika dosisnya masih rendah dapat
dibuang melalui urin. Tubuh manusia hanya dapat menerima 0,002 mg/kg/hari,
sedangkan konsumsi arsen sebanyak 70-180 mg/kg berat badan sudah dapat
menyebabkan kematian.

4
Menurut Siswati (2004), angka batas cemaran logam untuk ikan dan hasil olahan ikan
yaitu:
1. As : 2 mg/kg 4. Zn : 40 mg/kg
2. Pb : 4 mg/kg 5. Sn : 250 mg/kg
3. Cu : 20 mg/kg 6. Hg : 0,5 mg/kg
cemaran logam berat pada hasil olah dapat pula bersumber pada wadah dan peralatan
yang terbuat dari logam dengan konstruksi serta kondisi yang sudah tidak baik sehingga
dapat terjadi pelepasan logam secara mekanis atau pelepasan secara fisko kimiawi
(korosif).
D. Toksisitas dari Mikroba
Mikroba adalah yang terbanyak mencemari produk-produk hasil perikanan baik yang
masih dalam keadaan segar maupun setelah mengalami pengolahan atau penyimpanan.
Mikroba yang terbanyak mengadakan pencemaran adalah bakteri. Hasil perikanan segar
dari laut banyak terkontaminasi bakteri-bakteri Pseudomonas, Micrococus,
Flavobacterium, Achromobacter, Sarcina, Serrtia, Bacillus, Corinebacterium, dan Vibrio.
Bakteri-bakteri tersebut umunya dapat menghasilkan lendir. Sedangkan ikan darat sering
terkontaminasi oleh Streptococcus, Lactobacillus, Brevibacterium, Aeromonas, dan
Alcaligens. Udang, kepiting , dan lobster sering terkontaminasi oleh Flavobacterium,
Bacillus, Aeromonas, dan Proteus, Micrococus, dan Pseudomonas. Pencemaran bakteri
patogen sering ditemukan pada kerang-kerangan. Kondisi pengolahan yang kurang baik
sering menimbulkan masalah pencemaran dan timbulnya toksik yang serius

2.2 Prinsip Hygiene pada Industri Perikanan

Bahaya yang timbul pada industri perikanan dapat disebabkan adanya cemaran kotoran dan
serangga serta terikutnya bahan olahan yang diperlakukan dengan hygiene tidak baik. Oleh
karena itu harus dicegah karena dikhawatirkan akan terikutnya kuman-kuman penyakit yang
kemudian dapat membahayakan kesehatan konsumen dengan mencegah dan meniadakan
sumber-sumber cemaran (kontaminan). Untuk menerapkan prinsip hygine dalam indutri
perikanan maka dapat dilakukan pencegahan dari kontaminasi yang menyebabkan toksik
pada hasil olah perikanan.

5
 Pencegahan kontaminan meliputi :
1 Pengawasan terhadap ikan sebagai bahan baku Ikan yang digunakan sebagai bahan
baku harus segar, bersih dan bebas dari kotoran atau racun. Penyimpanan ikan pada
suhu rendah dapat menurunkan pertumbuhan mikroorganisme sehingga mencegah
kerusakan ikan. Ruang penyimpanan dan peralatanya dalam kondisi bersih.
2 Pengawasan terhadap air buangan. air, udara dan tanah. Sistem pembuangan air
limbah tidak boleh mengkontaminasi tanah dan suplai air sehingga sistem pipa dan
saluran juga harus baik. Fasilitas kamar kecil harus cukup dan persediaan air harus
baik. Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan air minum yaitu tidak
berwarna, tidak berbau, tidak keruh, bebas dari mikrobia dan senyawa kimia
berbahaya. Kontaminasi mikrobia dari udara dapat dicegah dengan sistem ventilasi
yang baik seperti window exhaust fan, hood exhaust fan system dan blower sehingga
mereduksi kondensasi. Mengurangi menempelnya debu pada lantai, dinding, langit-
langit, mengatur suhu dan kelembaban, menghilangkan bau dan gasa beracun dari
udara. Tanah yang terbawa oleh sepatu, pakaian kerja, bahan baku, peralatan harus
dicegah. Pekerja harus menganti dengan pakaian dan perlengkapan pekerja serta
dilakukan pembersihan terhadap bahan baku dan peralatan.
3 Pengawasan terhadap serangga dan cemaran biologik lain Untuk mengontrolnya
dilakukan kegiatan sanitasi berupa :
a. Pemberian kawat kasa pada tempat masuknya hewan tersebut dan daerah ini
bersih dari kotoran.
b. Wadah dan kotak kayu / karton yang kosong harus dibuang
c. Sampah dan kotoran disimpan dalam wadah yang kuat dan tidak menyerap
bau, tidak berkarat, mudah dibersihkan. Tempat sampah harus tertutup rapat
dan sering dibersihkan dengan sikat atau air panas atau uap panas.
d. Penganganan limbah mengikuti peraturan yang benar
e. Fasilitas toilet harus bersih
f. Lantai dan peralatan harus bersih dengan pemeriksaan secara teratur dan cara
pembersihan yang efisien.

6
4 Pengawasan terhadap pekerja Cara untuk mengawasi hygiene pekerja dapat
dilakukan dengan memeriksakan kesehatan secara periodik. Menjaga kebersihan
pekerja dan memberikan pendidikan mengenai hygiene personalia. Mengurangi
kebiasaan buruk pekerja, menyediakan pakaian dan perlengkapan kerja. Larangan
merokok dan menyediakan fasilitas cuci tangan dan toilet serta kamar ganti yang
cukup.
5 Pengawasan terhadap cemaran mikrobiologi Cara untuk mengontrol pencemaran
oleh mikrobia dalam industri perikanan dengan perlakuan suhu. Pengunaan
desinfektan dan bahan sanitasi.
6 Pengawasan terhadap peralatan Peralatan yang digunakan terutama yang kontak
langsung dengan bahan selalu dalam keadaan bersih dan disanitasi untuk mengurangi
jumlah mikroorganisme pada permukaan peralatan dan mencegah kontaminasi oleh
benda asing dengan konstruksi alat yang memudahkan pembersihan.
Dalam industri pengolahan hasil perikanan faktor bahan merupakan faktor yang
penting karena akan berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan. Bahan-bahan
yang terdapat dalam industri pengolahan dapat berupa bahan dasar,bahan bantu dan
limbah. Untuk mendapatkan hasil olahan yang baik maka ketiga macam
bahan tersebut harus dikendalikan sebaik-baiknya.
 Sanitasi bahan yang dilakukan meliputi :
1 Pengendalian Bahan Dasar
Bahan dasar yang digunakan dalam industri pengolahan hasil perikanan adalah
ikan. Pengendalian terhadap ikan dimulai sejak penangkapan ikan menggunakan
teknik dan peralatan yang memperhatikan aspek sanitasi penanganan ikan baik di
darat maupun di laut selalu dipelihara aspek sanitasi dan hygiene. Ikan yang
sudah rusak, luka atau cacat harus dipisahkan dengan ikan yang baik karena ikan
yang rusak mudah ditumbuhi mikrobia pembusuk. Sumber-sumber pembusukan
harus segera dibuang dari tubuh ikan baik isi perut, insang, lendir dan darah,
kemudian ikan dicuci bersih. Untuk mencegah kerusakan ikan dapat disimpan
dalam ruangan pendingin dengan memperhatikan aspek teknis dan sanitasi.
2 Pengendalian Bahan Pembantu

7
Bahan pembantu yang digunakan dalam industri pengolahan hasil perikanan
bermacam-macam tergantung cara dan tujuan pengolahan. Bahan pembantu
tersebut antara lain : air es, bahan penambah cita rasa / aroma, bahan pengawet,
bahan pengisi. Air dan es yang digunakan untuk pengolahan harus cukup aman
dan saniter dengan memenuhi standar persyaratan air minum. Es harus dibuat
secara hygienis dari air bersih dan dalam penggunaannnya es harus ditangani dan
disimpan dengan baik agar terhindar dari kontaminasi. Pemilihan bahan-bahan
pembantu yang lain harus diketahui kadar zat dalam bahan dan dalam penggunaan
harus diperhatikan konsentrasi, cara, waktu penggunaan serta kebersihan.
Penyimpanan bahan tersebut harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak
rusak dan untuk bahan kimia tidak mencemari bahan dasar dan tidak
membahayakan kesehatan.

2.3 Pengaruh Toksisitas dan Prinsip Hygene yang Tidak Baik Terhadap Industri
Perikanan
Berbagai jenis sumber toksisitas yang dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap spesies
hasil perikanan yang akan diolah pada industri perikanan cenderung pengaruh dari berbagai
lingkungan seperti zat-zat kimia dan logam berat yang terus berputar pada rantai makanan
yang ujungya akan berdampak buruk pada manusia. Sehingga antara adanya sumber
toksisitas dan hygiene sangat erat hubungannya dengan dampak negatif terhadap industri
perikanan.
Hal ini dikarenakan tercemarnya lingkungan biota perairan kebanyakan disebabkan adanya
buangan limbah dari berbagai industri termasuk industri perikanan yang menghasilkan
berbagai senyawa yang merugikan kelansungan ekosistem biota perairan yang disebabkan
tidak menerapkan hygiene yang baik pada teknologi industri perikanan. Sehingga limbah
tersebut tidak ditangani atau dikendalikan dengan baik. Menurut Sunadbjhaiga (1995),
limbah industri dapat mengandung logam-logam berat dan zat organik lainnya dan berbagai
macam pestisida yang masuk ke laut pada skala besar. Kebanyakan dari berbagai zat ini
memiliki berbagai macam tingkat toksisitas yang berbeda baik terhadap biota laut maupun
manusia. Sehingga sudah jelas bahwa dampak pencemaran laut mempengaruhi
pembangunan perikanan secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Hadiwiyoto
(1997), pada senyawa karsinogen yang biasa terdapat pada produk hasil perikanan adalah

8
golongan polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) dan hidrokarbon aromatik amin (HAA)
atau sering disebut dengan nitrosomasin dan produk hasil oksidasi komponen lipida. Hasil
perikanan yang masih segar tidak mengandung senyawa tersebut kecuali dalam jumlah yang
sangat sedikit (trace) sebagai derivat hasil akumulasi metabolisme yang larut dalam air.
Dalam jumlah yang cukup besar senyawa karsinogen umumnya terdapat pada produk hasil
perikanan akibat dari perlakuan-perlakuan pengolahan, penanganan, atau penyimpanan yang
tidak baik. Menurut Siswati (2004), Pengendalian dari industri pengolahan hasil perikanan
harus ditangani sebaik-baiknya agar tidak menimbulkan pencemaran
terhadap produk serta lingkungan. Limbah padat pada industri pengolahan hasil perikanan
berupa isi perut, sisik, insang, lendir.

 Empat Cara Pembuangan Limbah


1 Open dumping yaitu cara pembuangan dengan menempatkan pada areal terbuka
kemudian dibakar.
2 Sanitary landfill yaitu cara pembuangan dengan menempatkan pada areal tanah
tertentu selanjutnya ditutup dengan tanah.
3 Inceneration yaitu penanganan limbah dengan cara membakar dengan incenarator
4 Composting yaitu penanganan limbah dengan dibuat menjadi kompos.
Limbah cair ( air buangan ) yang berasal dari industri perikanan mengandung zat
organik yang tinggi sehingga dapat menimbulkan pencemaran. Pengolahan
limbah cair dapat secara fisika meliputi perlakuan penyaringan, pengendapan dan
pengapungan. Pengolahan limbah cair secara kimia meliputi proses penetralan
pH, proses penggumpalan dengan bahan kimia dan pemasukan gas inert ke dalam
limbah sehingga gas-gas yang tidak diinginkan terbawa keluar. Pengolahan
limbah cair secara biologis dengan mengurangi bahan organik dalam air buangan
dengan cara mengoksidasi zat organik tersebut dengan bantuan mikrobia.

2.4 Pengaruh Pencemaran Air Oleh Logam Berat Terhadap Manusia


Logam berat merupakan istilah yang digunakan untuk menamai kelompok metal dan
metalloid dengan densitas lebih besar dari 6 g/cm3. Jenis-jenis logam tersebut meliputi :
Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Arsen (As), Kadmium (Cd), Khromium (Chromium), Cuprum
(Cu), dan Nikel (Ni). Logam-logam tersebut sering dihubungkan dengan adanya masalah

9
pencemaran dan toksitas perairan (pesisir dan laut), karena keberadaannya yang
membahayakan dan sering mencemari lingkungan baik berupa pencemaran udara maupun
pencemaran air. Nama lain logam berat/ heavy metal yaitu “Trace metal”.
Sejauh itu logam berat yang sering mengkontaminasi air yaitu merkuri dan timbal. Ikan yang
mengkonsumsi merkuri dan timbal tidak mampu menguraikannya, sehingga apabila ikan
tersebut dikonsumsi, juga masih mengandung merkuri dan timbal yang membahayakan bagi
manusia.Meskipun manusia sebagai makhluk hidup memerlukan beberapa jenis logam
seperti Mn, Fe, Cu dan Zn dalam jumlah yang sangat kecil karena logam-logam tersebut
merupakan mikronutrien yang sangat esensial, namun ada beberapa jenis logam lain seperti
Hg, Cd, Pb dan Ni yang sangat tidak diharapkan keberadaanya dalam tubuh makhluk hidup
meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Logam-logam tersebut sangat beracun.

 Sumber Logam Berat di Laut

Logam berat yang masuk ke laut secara alami berasal dari 3 sumber, yaitu

1 Masukan dari daerah pantai (coastal supply), yang berasal dari sungai dan
hasil abrasi pantai oleh aktivitas gelombang
2 Masukan dari laut dalam (deep sea supply), meliputi logam-logam yang
dibebaskan aktivitas gunung berapi di laut dalam dan logam-logam yang
dibebaskan dari partikelatau sedimen oleh proses kimiawi
3 Masukan dari lingkungan dekat daratan pantai, termasuk logam-logam yang
ditransportasi ikan dari atmosfer sebagai partikel-partikel debu.
Sedangkan sumber-sumber buatan adalah logam-logam yang dibebaskan oleh
proses-proses industri logam dan batu-batuan.

10
2.5 Pengaruh Logam Berat Terhadap Ekosistem Laut

Logam berat yang dilimpahkan ke perairan, baik sungai ataupun laut akan mengalami
proses-proses seperti pengendapan, adsorpsi dan absorpsi oleh organisme-organisme
perairan. Prosi (1979) menyatakan bahwa pemindahan logam berat kedalam organisme
dapat dipengaruhi pula oleh kebiasaan organisme dalam cara :

a. Memakan makanannya (feeding habit), sebagai berikut: Phytophagus (misal :


Gastropoda,Crustacea)
b. Filter feeding (misal : Zooplankton, barnacle, dan bivalva)
c. Sediment feeding (misal: Polychaeta dan oligochaeta)
d. Detritus feeding (misal : gastropoda, isopoda, dan amphipoda) Carnivorous (misal :
Zooplakton, Polychaeta, gastropoda, Crustacea, larva serangga air tawar dan ikan)

Sedangkan pengaruh logam berat terhadap organisme-organisme tersebut atas dasar daya
racunnya dibagi menjadi 2 yaitu :

(1) Bersifat lethal atau mematikan à LC50 (median lethal concentration)

(2) Bersifat sublethal. Pengaruh sublethal dibedakan atas 3 macam yaitu :

a. menghambat pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi


b. menyebabkan terjadinya perubahan morfologi
c. merubah tingkah laku organisme.

11
2.6 Pengaruh Logam Berat terhadap Kesehatan Manusia

Manusia sebagai makhluk hidup memerlukan beberapa logam seperti : Mn, Fe, Cu, Zn
dalam jumlah yang sangat kecil. Tetapi ada beberapa logam lain yang tidak dibutuhkan oleh
tubuh, yaitu Hg, Cd, Pb, dan Ni. Logam-logam tersebut bersifat sangat toksik (beracun).
Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui rantai makanan, inhalasi,
maupun penetrasi melalui kulit. Logam tersebut terakumulasi dalam tubuh, dan meracuni
manusia.
 Dampak Pencemaran Merkuri (Hg)
Sifat-sifat kimia dan fisik logam merkuri dibutuhkan untuk berbagai keperluan
industri maupun penelitian Menurut Sunu (2001) merkuri mempunyai beberapa sifat,
diantaranya:
a. Merkuri dan komponen-komponennya bersifat racun terhadap semua
makhluk hidup
b. Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair pada suhu 25o C
dan mempunyai titik beku terendah dari semua logam yaitu sekitar – 39 oC.
c. Bentuk murninya, zat cair putih keperakan yang mudah menguap seperti
banyak digunakan dalam thermometer
Lebih lanjut dikatakan bahwa limbah merkuri yang terbuang ke sungai, danau dan
laut dapat mengkontaminasi ikan-ikan dan makhluk air lainnya seperti ganggang dan
tanaman air. Ikan-ikan kecil dan makhluk air lainnya yang telah terkontaminasi
merkuri dimakan hewan air yang lebih besar, atau merkuri masuk ke tubuh melalui
insang. Sementara merkuri masuk ke dalam tubuh manusia dapat lewat udara, air,
atau makanan yang terserap dalam jumlah yang bervariasi. Biota air yang paling
banyak mengkonsumsi merkuri adalah ikan dan kerang. Tubuh manusia tidak dapat
mengolah bentuk-bentuk merkuri monometil sehingga merkuri tersebut tinggal
dalam tubuh relatif lama, tinggal dalam hati, ginjal, otak, dan darah yang dapat
menimbulkan dampak kesehatan akutdan kronis.
Contoh kasus keracunan merkuri
a. Kasus yang terjadi di Teluk Minamata, Jepang pada tahun 1953 sampai
dengan 1960. Kasus ini merupakan kasus keracunan merkuri terbesar yang
pernah terjadi. Ciri-ciri penderita : korban terjadi kelemahan otot, kehilangan

12
penglihatan, kelumpuhan, bahkan ada yang koma dan meninggal. Penyebab :
akibat makan hasil laut seperti : ikan, kerang yang telah terkontaminasi metil-
merkuri dari limbah industri petrokimia Chisso Minamata Factory, Jepang.
Penyakit ini dikenal dengan penyakit Minamata. Metil-merkuri dapat
meracuni janin, merusak sistem saraf pusat, hambatan mental, dan gangguan
pergerakan.
b. Kasus keracunan merkuri lainnya adalah yang terjadi di Irak (1961), di
Pakistan barat (1963), di Guatemala (1966), di Nigata, Jepang (1968).
Keracunan tersebut terutama disebabkan oleh konsumsi ikan yang tercemar
merkuri atau mengkonsumsi biji-bijian yang diberi perlakuan dengan
merkuri.
Selain gejala tersebut keracunan merkuri ditandai dengan sakit kepala, sukar
menelan, penglihatan menjadi kabur dan daya dengar menurun. Selain itu orang yang
keracunan merkuri merasa tebal di bagian kaki dan tangannya, mulut terasa
tersumbat logam, gusi membengkak disertai pula dengan diare. Selanjutnya kematian
dapat terjadi karena kondisi tubuh yang semakin lemah. Wanita yang mengandung
akan melahirkan bayi yang cacat apabila keracunan merkuri (Wardhana, 2004).
 Dampak Pencemaran Timbal (Pb)
Timbal (Pb) adalah logam lunak kebiruan atau kelabu keperakan yang lazim terdapat
dalam kandungan endapan sulfit yang tercampur mineral-mineral lain, terutama seng
dan tembaga. Timbal merupakan logam yang amat beracun yang pada dasarnya tidak
dapat dimusnahkan serta tidak terurai menjadi zat lain dan bila berakumulasi dalam
tanah akan tersimpan relatif lama. Karena itu apabila timbal yang terlepas ke
lingkungan akan menjadi ancaman bagi makhluk hidup (Sunu, 2001).
Timbal digunakan pada bensin untuk kendaraan, cat dan pestisida. Sampai dengan
tahun 2000, bensin menggunakan timbal masih digunakan di Indonesia, sementara di
negara-negara yang peduli lingkungan sudah melarang penggunaan bensin yang
mengandung timbal. Timbal juga digunakan untuk produk-produk logam seperti :
amunisi, pelapis kabel, bahan kimia, pewarna, pipa, solder, dan sebagainya.
Pencemaran timbal dapat terjadi di udara maupun tanah.
Timbal dapat tersimpan dalam tulang dan dapat mempengaruhi kesehatan secara

13
menyeluruh selama masa ketegangan (stres), kehamilan, penderita osteoporosis
(tulang keropos). Dampak utama pencemaran timbal dalam dosis yang banyak dapat
berpotensi mengganggu kesehatan, antaralain:
a. Kelambanan dalam pengembangan neurologis saraf dan fisik pada anak
b. Keguguran kandungan, dan kerusakan sistem reproduksi pria
c. Penyakit saraf, perubahan daya pikir dan perilaku
d. Tekanan darah tinggi, dan anemia
 Dampak Pencemaran Kadmium (Cd)
Kadmium (Cd) sebagai unsur alami dalam tanah merupakan logam lunak yang
berwarna keperakan dan bersifat tidak pecah atau terurai menjadi bagian-bagian yang
kurang beracun. Kadmium pada kadar rendahpun masih beracun, karena
kemampuannya berkumpul dalam tanah (Sunu, 2001). Sebagian besar limbah
kadmium dalam air diakibatkan oleh kegiatan proses penyepuhan secara elektrolisis.
Sedangkan sumber pencemaran kadmium di udara sebagian besar karena adanya
kegiatan industry yang menggunakan seng.
Dampak lainnya dari menghirup maupun memakan / meminum unsur kadmium
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan berupa : (1) gangguan pernafasan, (2)
gangguan pada ginjal dan hati. Menurut Wittman (1979) dalam Supriharyono (2002),
Kadmium masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan atau tertelan bersama
makanan. Hampir semua organ tubuh dapat mengabsorbsi kadmium, dan konsentrasi
yang paling tinggi biasanya terjadi di dalam hati dan ginjal. Racun kadmium
menimbulkan penyakit sebagai berikut : kehamilan, lactasi, ketidakseimbangan
dalam internal sekresi, penuaan, kekurangan kalsium, indra penciuman, mulut
kering, kerusakan sumsum tulang, paru-paru basah.
Contoh Kasus keracunan Kadmium :
Pada th 1947, masyarakat Jepang disekitar Sungai Jintsu, Toyama dijangkiti penyakit
aneh, yaitu semacam rematik. Penderitanya meraung keras-keras karena rasa nyeri
pada tulang. Penyakit ini disebut Ïtai-itai”, yang artinya “auch-auch”. Tahun 1968
diketahui bahwa penyakit tersebut berasal dari racun kronis Cadmium, limbah
perusahaan tambang Mitsui. Cadmium masuk kedalam tubuh melalui pernafasan dan
makanan.Konsentrasi tertinggi pada hati dan ginjal.

14
 Dampak Pencemaran Chromium (Cr)
Logam chromium dilaporkan juga beracun terhadap manusia. Pengaruh racun ini
pada awalnya diketahui di Jepang. Ittman (1979) dalam Supriharyono (2002)
menulis bahwa pada tahun 1960 masyarakat yang tinggal didaerah sekitar Pabrik
Kiryama, Nippon-Denko Concern di Pulau Hokaido, Jepang, banyak yang menderita
kanker paru-paru. Pada akhirnya, berdasarkan penelitian yang intensif diketahui
bahwa penyakit tersebut sebagai akibat masyarakat menghirup debu yang
mengandung chromium valensi IV (Chromium 4+) dan valensi VI (Chromium 6+).

2.7 Bahaya Penggunaan Bahan Peledak untuk Menangkap Ikan

 Awal penangkapan ikan menggunakan bahan peledak


Awalnya, penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak diperkenalkan di
Indonesia pada masa perang dunia ke dua. Penangkapan ikan dengan cara ini sangat
banyak digunakan, sehingga sering dianggap sebagai cara penangkapan ikan
“tradisional”. Pengeboman ikan pada mulanya menggunakan bahan peledak
komersial berkembang dan cenderung membuat bahan peledak sendiri dengan
menggunakan pupuk kimia, setiap bom beratnya kurang lebih 1 kg dan ledakannya
membunuh ikan dalam radius 15 – 20 meter, terumbu seluas 500 m2 dan
menciptakan lubang di terumbu dengan diameter 3-4 meter, dan pengebom mencari
ikan yang hidup berkelompok (ikan bibir tebal, kerapu, ekor kuning, kakap tua dan
surgeon) yang menjadi sasaran utamanya (Asbar, 2009).
 Cara Penggunaan Bahan Peledak Untuk Menangkap ikan

15
Meskipun peledak yang digunakan berubah dari waktu ke waktu hingga yang paling
sederhana yaitu dengan menggunakan minyak tanah dan pupuk kimia dalam botol,
cara penangkapan yang merusak ini pada dasarnya sama saja. Para penangkap ikan
mencari gerombol ikan yang terlihat dan didekati dengan perahunya. Dengan jarak
sekitar 5 meter, peledak yang umumnya memiliki berat sekitar satu kilogram ini
dilemparkan ke tengah tengah gerombol ikan tersebut. Setelah meledak, para nelayan
tersebut memasuki wilayah perairan untuk mengumpulkan ikan yang mati atau
terkejut karena gelombang yang dihasilkan ledakan dengan menyelam langsung atau
dengan menggunakan kompresor. Ledakan tersebut dapat mematikan ikan yang
berada dalam 10 hingga 20 m radius peledak dan dapat menciptakan lubang sekitar
satu hingga dua meter pada terumbu karang tempat ikan tersebut tinggal dan
berkembang biak
 Target Ikan yang di tangkap menggunakan bahan peledak
Para penangkap ikan menggunakan cara peledakan, biasanya mencari ikan yang
hidupnya bergerombol. Ikan-ikan karang yang berukuran besar seperti bibir tebal dan
kerapu yang biasa hidup di bawah terumbu karang menjadi sasaran utamanya. Ikan
ekor kuning hidup di sepanjang tubir, atau ikan kakaktua dan kelompok ikan surgeon
fish, juga menjadi sasaran peledakan. Karena besarnya gelombang ledakan,
terkadang ikan yang ada di tepi perairan terbuka pun sering menjadi sasaran. Ikan-
ikan tersebut antara lain ikan mackerel dan ikan sarden.
 Kerugian yang ditimbulkan akibat penggunaan bahan peledak
Terumbu karang yang terkena peledakkan secara terus menerus, seringkali tinggal
puing-puing belaka. Terumbu karang dalam yang rusak ini sulit sekali untuk
dipulihkan, karena kondisinya yang berupa puing dan tidak stabil, di atas substrat
seperti ini larva karang sulit untuk tumbuh dan berkembang biak (lihat Buku
Panduan Mengenai Ekosistem Terumbu Karang dan Ekosistem Terkait Lainnya).
Selain itu, terumbu karang mati ini tidak lagi menarik bagi ikan dewasa yang
berpindah dan mencari tempat tinggal untuk membesarkan anakan ikannya, sehingga
menurunkan potensi perikanan di masa datang. Selain itu, peledakan terumbu karang
juga menyebabkan banyaknya ikan dan organisme yang hidup dalam komunitas
terumbu karang tersebut, yang bukan merupakan sasaran penangkap ikan, turut mati.

16
2.8 Bahaya Penggunaan Bahan Kimia Sianida untuk Menangkap Ikan

 Cara penggunaan bahan kimia Sianida untuk menangkap ikan

Pada dasarnya, penangkapan ikan seperti ini melibatkan penyelam langsung atau
menggunakan kompresor yang membawa botol berisi cairan sianida dan kemudian
disemprotkan ke ikan sasaran untuk mengejutkannya. Dalam jumlah yang memadai,
racun ini membuat ikan atau organisme lain yang menjadi sasaran “terbius” sehingga
para penangkap ikan dengan mudah mengumpulkan ikan yang pingsan tersebut.
Seringkali, ikan dan udang karang yang menjadi target lalu bersembunyi di dalam
terumbu, dan para penangkap ikan ini membongkar terumbu karang untuk
menangkap ikan tersebut.

 Seberapa besar bahaya yang ditimbulkan menggunakan bahan kimia Sianida?

Cairan sianida yang digunakan untuk menangkap ikan berukuran besar, biasanya
berupa larutan pekat yang dapat mematikan sejumlah organisme yang hidup di
terumbu karang, termasuk ikan-ikan kecil, invertebrata yang bergerak, dan yang paling
parah, racun sianida juga mematikan karang keras. Racun sianida, bukan saja
mencemari ekosistem terumbu karang yang dapat mematikan organisme yang tidak
menjadi sasaran. Terumbu karang dapat rusak karena dibongkar oleh para penangkap
ikan untuk mengambil ikan yang terbius tersebut di rongga-rongga di dalam terumbu.
Selain itu, dalam jangka waktu yang lama, ekosistem yang terkena racun sianida yang
terus menerus dapat memberikan dampak buruk bagi ikan dan organisme lain dalam
komunitas terumbu karang, juga bagi manusia.

17
 Dampak Negatif yang Diakibatkan Oleh Bahan Peledak dan Racun Sianida
bagi Manusia dan Kehidupan Laut
Penangkapan ikan yang bersifat merusak (destruktif fishing) merupakan segala
bentuk upaya penangkapan ikan yang membawa dampak negatif bagi populasi biota,
dan ekosistem pesisir laut. Jenis penangkapannya dengan menggunakan racun
sianida, potassium dan racun tumbuhan. Selain itu menangkap ikan dengan
menggunakan bahan peledak (bom), adapun dampak yang ditimbulkan oleh bahan
peledak dan racun sianida yaitu :
 Bukan hanya ikan-ikan yang mati, tapi juga racun yang ditimbulkan bisa
berdampak pada manusia itu sendiri.
 Ikan yang ditangkap dengan sianida itu biasanya cepat busuk, sehingga
sangat mudah dibedakan antara ikan hasil tangkapan yang normal. Bahkan
ikan tersebut tidak bisa diekspor lantaran negara-negara luar tidak bisa
membelinya. Apalagi kalau sudah mengandung racun atau zat kimia.
 Jika pemakaian sianida dapat mengakibatkan membunuh alga Zoxanthellae
yang penting bagi pertumbuhan polip karang. Dimana Sianida terakumulasi
dalam karang dan membawa dampak jangka panjang, dan penyelam dapat
terbunuh akibat keracunan. Dunia internasional mulai mengecam dan
mengancam akan memboikot akan ekspor ikan dari negara yang
penangkapannya tergolong masih merusak lingkungan perlu diwaspadai.
 Penggunaan bahan berbahaya dapat mengakibatkan rusaknya dan
pencemaran bagi lingkungan perairan, sampai dapat merusak jazad renik
dan ikan yang masih kecil maupun bibit ikan. Sehingga akan memunahkan
jenis-jenis ikan tertentu di dunia perikanan.
 Lingkungan tempatnya menangkap ikan akan rusak bahkan ekosistem
terumbu karang yang ada di dalamnya juga ikut rusak. Menurut
Supriharyono (2007) terumbu karang Indonesia telah banyak yang rusak,
dari luas terumbu karang sekitar 50.000 km2 yang ada hanya tinggal 6,48 %
kondisinya masih sangat baik, 22,53 % baik, 28,39 % rusak, dan 42,59 %
rusak berat.

18
 Sianida mampu membunuh seluruh makhluk hidup yang ada didalamnya
(terkena) lantaran zat kimia ini memiliki kandungan yang mematikan. Oleh
karena itu, wajar saja kalau pemerintah melarang keras penggunaan bahan
kimia ini.
 Sianida bukan saja ikannya yang dimatikan, tapi juga telurnya ikut mati
dengan kata lain tidak bisa menetas sehingga akan menimbulkan
kepunahan.

Oleh karena itu cintailah, jagalah dan lestarikan laut kita, jika laut kita bebas dari bahan
peledak dan racun sianida serta alat-alat yang dapat menghancurkan kehidupan laut.
Jika laut dan terumbu karang alami dan lestari maka ikan pun akan banyak berkembang
biak dan dapat meningkatkan penghasilan nelayan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Sunu, Pramudya. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14000. Gramedia

Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Supriharyono. 2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wardhana, Wisnu Arya. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset. Yogyakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai