DEPARTEMEN GEOGRAFI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah Biogeografi yang berjudul “Analisis Permasalahan Limbah
Tambak Udang Serta Solusi Terhadap Lingkungan Ekosistem Yang Ada di Indonesia”
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Biogeografi di semester 2
dengan dosen pengampu Dr. Adip Wahyudi, M.Pd. Tidak lupa kami sampaikan kepada dosen
pengampu mata kuliah Biogeografi yang telah memberikan arahan dan bimbingannya dalam
pembuatan makalah ini dan orang tua yang mendukung kelancaran tugas kami.
Makalah ini dibuat berdasarkan sumber yang berkaitan dengan permasalahan tersebut.
Kami sampaikan terimakasih atas perhatiannya terhadap makalah ini dan kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khusunya. Dengan segala kerendahan hati, saran,
dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari pembaca guna meningkatkan
pembuatan makalah pada tugas yang lain di waktu mendatang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………..…ii
DAFTAR ISI………...………………………………………………………………....…iii
BAB I PENDAHULUAN…...………………………………………………………………4
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………….4
1.3 Tujuan………...……………………………………………………………………...4
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………5
2.2 Permasalahan..........................................………...……………………………….....6
3.1 Kesimpulan…………………………….………...………………………………....10
3.2 Saran……………………………………………...………………………………...10
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………....11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah merupakan hasil akvitas manusia yang berupa sampah cair dari suatu
lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan, dengan kurang
lebih 0,1% daripadanya berupa benda padat yang terdiri dari zat organik dan anorganik
(Soemarwoto, 1992). Menurut peraturan pemerintah republik indonesia nomor 82 tahun
2001, air limbah adalah sisa dari suatu usaha kegiatan yang berwujud cair. Air limbah dapat
berasal dari rumah tangga (domestik) maupun industri yang mengandung zat-zat berbahaya
yang dapat menganggu kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
Air limbah merupakan hasil dari aktivitas manusia yang sudah tidak dimanfaatkan lagi
sehingga dapat dibuang. Meskipun dapat dikatakan tidak bisa dimanfaatkan lagi limbah
tersebut sebenarnya masih bisa dimanfaatkan lagi namun memerlukan beberapa proses.
Limbah yang pengolahan kurang baik akan menyebabkan permasalahan lingkungan dan
kehidupan makhluk hidup sekitar. Air limbah yang tanpa pengolahan dengan baik saat bahaya
terhadap kesehatan manusia, hal ini dikarenakan banyak dampak kesehatan yang ditimbulkan
akibat adanya limbah (Agustira, Lubis, & Jamilah, 2013).
Tambak merupakan kolam yang digunakan untuk memelihara ikan, udang atau hewan air
lainnya yang dapat hidup di air payau. Limbah tambak udang 12 merupakan cairan buangan
yang berasal dari kolam yang dibangun untuk budidaya udang (Sudarmo & Marto, 1992)).
Limbah hasil budidaya dari tambak udang ini menghasilkan kira-kira 35% limbah organik,
sisa pakan 15% dan sisa metabolisme udang 20%. Limbah yang semakin meningkat akan
mengalami proses dekomposisi (penguraian) yang akan menghasilkan nitrit dan ammonia,
karena tidak semua pakan dikonsumsi udang (Wulandari, Widyorini, & Wahyu, 2015).
Akibatnya hal ini dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, permasalahan pada
ekosistem yang berada di sekitar tambak serta masalah sosial yang terjadi di daerah sekitar
tambak.
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Penggunaan pupuk dan pestisida berlebihan dan air hasil budidaya yang dibuang
langsung ke lingkungan di sekitarnya yang menyebabkan eutrofikasi,
Konversi lahan pertanian menjadi tambak udang,
Konversi ekosistem pesisir termasuk hutan mangrove menjadi tambak udang,
Persebaran penyakit ke populasi udang liar di alam, Sedimentasi atau pendangkalan di
muara.
Untuk di Indonesia terdapat beberapa petambak yang tidak memiliki izin budidaya dan
pengolahan limbah sungguh jauh dari prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
5
atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang kini sangat digalakkan pemerintah.
Media kompas.tv mewartakan bahwa baru-baru ini ditemukan 10 perusahaan tambak udang
di Jember, Jawa Timur, tidak memiliki izin resmi budidaya perikanan dan sistem pengolahan
limbah. Sebagian besar tambak juga melanggar peraturan karena jarak lahan tambak dengan
bibir pantai kurang dari 100 meter. Pemeriksaan dilakukan oleh lembaga pemerintahan
setempat karena banyaknya laporan masyarakat. Limbah tambak membunuh ikan kecil di
pesisir pantai serta merusak tanaman padi milik petani.
Indonesia Juga memiliki ekosistem mangrove terluas di dunia dari total luas mangrove
dunia dan memiliki keanekaragaman hayati yang paling tinggi. Pada tahun 2015 tercatat luas
mangrove sebesar 3.489.140,68 ha atau sebesar 23% dari luas total mangrove dunia. Namun
mangrove seluas 1.817.999,93 ha mengalami kondisi rusak. Ahmed dan Glaser (2016), secara
umum mengatakan budidaya ikan pesisir dan budidaya tambak udang memiliki dampak
terhadap ekosistem mangrove. Dalam waktu yang sama ekosistem mangrove memiliki
kemampuan untuk menyerap CO2 lebih tinggi dari pada hutan tropis jika mengalami
kerusakan akan meningkatakan emisi CO2 . Karena hal itu berdasarkan hasil penelitian Ilham
et al (2016) untuk dua dekade kedepan kerusakan ekosistem mangrove di Indonesia adalah
akibat alih fungsi lahan menjadi lahan budidaya tambak udang sebagai penyebab utama jika
dibandingkan dengan kegiatan lainnya seperti penebangan, pembangunan pesisir, perkebunan
serta karena bencana alam. ketika budidaya tambak udang beroperasi beberapa komponen
lingkungan akan terkena dampak adalah kandungan bahan organik, perubahan BOD, COD,
DO, kecerahan air, jumlah fitoplankton maupuan peningkatan virus dan bakteri karena
pemberian input produksi yang besar sehingga terkadang limbah dari produksi budidaya tidak
diolah terlebih namun langsung dibuang ke perairan. Semakin tinggi penerapan teknologi
maka produksi limbah yang dindikasikan akan menyebabkan dampak negatif terhadap
perairan/ekosistem disekitarnya.
2.2 Permasalahan
Udang merupakan budidaya dan potensi ekspor terbesar yang ada di Indonesia. Sehingga
tak jarang berkembangnya fenomena industri tambak udang di Indonesia tentu tidak terjadi
tanpa sebab. Sehingga membuat semakin banyaknya tambak yang di bangun, namun hal ini
tentu menimbulkan dampak bagi ekosistem, lingkungan, dan juga bagi masyarakat sekitar.
Pencemaran lingkungan
Jika ditelusuri lebih dalam pencemaran lingkungan merupakan masalah utama yang
ditimbulkan oleh adanya aktivitas tambak. Banyaknya oknum pemilik tambak yang
membuang limbahnya ke lingkungan sekitar tanpa memperhatikan kelestariannya.
6
Limbah ini dapat berupa limbah padat dan limbah cair, limbah yang tidak diberi
perlakuan sebelum dibuang juga dapat menimbulkan penyakit, terutama pada limbah
tambak yang mengalami penyakit pada udangnya, apalagi kebanyakan petambak
mengandalkan air langsung dari alam untuk budidayanya pada akhirnya air tersebut
akan mengalir dan pencemari lingkungan yang dilaluinya. Seiring dengan berjalannya
waktu banyak masyarakat yang mengeluhkan hal ini karena tentu dapat merusak
ekosistem, menimbulkan bau tidak sedap dan lain sebagainya. Selain hal ini
pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh adanya tambak udang ini yaitu
banyaknya tambak yang sudah tidak terpakai atau mati tetapi tidak dibersihkan atau di
singkirkan hal ini tentu dapat mengotori lingkungan dan juga membuat aliran air
menjadi tersumbat akibat menumpuknya endapan pada tambak yang sudah tidak
terpakai tersebut.
Gambar 1.1 Pencemaran lingkungan akibat limbah tambak udang (Sumber: https://mediatani.co/tag/limbah-
tambak/)
Gambar 1.2 Ribuan ikan mati di laguna trisik akibat dari limbah tambak udang yang di buang ke perairan DIY
(Sumber: https://www.ekuatorial.com/2021/07/bom-waktu-limbah-tambak-udang-di-pesisir-yogyakarta/)
Permasalahan sosial
Secara Sosial industri tambak ini memberikan keuntungan, lapangan pekerjaan bagi
masyarakat dan memperluas relasi, namun tidak dapat dipungkiri tambak udang
tersebut juga menimbulkan adanya permasalahan sosial. Selain menimbulkan
kerusakan ekosistem dan pencemaran lingkungan, limbah tambak udang ini dapat
menimbulkan permasalahan sosial juga seperti menimbulkan bau tidak sedap, airnya
gatal dan kotor sehingga membuat masyarakat resah dan nelayan juga kesulitan untuk
menangkap ikan. Hal ini membuat masyarakat geram keberadaan tambak yang
manfaatnya hanya dirasakan oleh beberapa orang saja tapi dampak nya dirasakan
hampir oleh seluruh masyarakat. Akibatnya banyak masyarakat yang mengeluh dan
protes kepada petambak dan tentunya hal ini akan menimbulkan konflik.
pengelolaan yang tepat baik dalam proses produksi sampai pada pengelolaan buangan
beban limbah (effluent).
Upaya yang dapat dilakukan dalam proses pengelolan produksi menggunakan system
budidaya intensif menurut Rachmansyah et al. (2014) di antaranya adalah: (1)meningkatkan
efisiensi pakan yang tercermin pada rendahnya nilai Rasio KonversiPakan (RKP). Nilai RKP
antara 1,0-1,2 merupakan nilai optimal yang paling diharapkan; (2) pengontrolan feeding
program terkait dengan penentuan dosis danfrekuensi pemberian pakan yang tepat; (3)
meningkatkan pemahaman tentang keterpaduan antara praktek budidaya yang diaplikasikan
dengan feeding behavior serta nutritional physiology dari spesies atau komoditas yang
dibudidayakan; (4) meminimalkan jumlah pakan yang hilang atau tidak termakan karena
menjadi sumberutama limbah budidaya melalui aplikasi automatic feeder ; (5)
mengalokasikan kolam pengendapan yang berfungsi sebagai Instalasi Pengolah Air Limbah
(IPAL) agar buangan air limbah ke lingkungan berada pada standar yang diperkenankan;
serta (6) memanfaatkan peran ekologi komoditas budidaya seperti rumput laut secara
terintegrasi di perairan pesisir dalam upaya meminimasi potensi limbah paragrap dari
budidaya.
Selain dalam proses budidaya penanganan limbah hasil budidaya juga dapat dilakukan
melalui pemanfaat sedimen limbah tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Suwoyo et al. (2016) limbah padat sedimen tambak udang superintensif memiliki kandungan
paragrap (unsur hara) yang cukup tinggi seperti N total0,67%, P 2O5 4,78%, K2O 1%, C-
Organik 17,84% dan pH 6,25 yang berpotensi dijadikan pupuk tambak seperti yang telah
dipersyaratkan oleh Peraturan MenteriPertanian.
Karakteristik Pupuk Jenis Urea, SP-36, Pupuk Organik Komersil danPupuk Limbah Tambak
Penelitian yang juga telah dilakukan oleh Suwoyo et al. (2016) yang bertujuan untuk
mengevaluasi respon pertumbuhan kelekap dan nener ikan bandeng yang diberikan pupuk
paragra limbah tambak udang super intensif (POLTASI) yang dibandingkan dengan pupuk
paragra komersil, menunjukkan bahwa rata-rata produksi biomassa kelekap yang dihasilkan
dari POLTASI sebesar 3,94 g/100 cm2. Kelas plankton yang dominan sebagai penyusun
kelekap adalah kelas Cyanophyceae dan Bacillariophyceae. Aplikasi POLTASI secara tunggal
dan kombinasinya dengan pupuk anorganik menghasilkan sintasan nener yang tidak berbeda
nyata dengan pupuk paragra komersil, namun pertumbuhan nener cenderung lebih baik
khususnya pada kombinasi POLTASI dengan pupuk anorganik. Hal ini membuktikan bahwa
limbah tambak intensif berpotensi dijadikan pupuk dalam hal penumbuhan pakan alami.
Pengelolan dalam tahap proses produksi dan penanganan limbah merupakan hal yang
mutlak dilakukan guna menjaga lingkungan dari paparan limbah yang dapat mengancam
ekosistem. Dengan adanya pengelolan yang tepat maka tujuan untuk meningkatkan jumlah
produksi dapat diralisasikan dengan tetap mengedepankan prinsip keberlanjutan ekosistem.
Cukup banyak alternatif pengolahan limbah tambak yang bisa dilakukan. Tidak
semata menetralisir limbah sehingga cukup aman untuk dibuang, limbah tersebut juga bisa
diolah agar bisa menghasilkan uang. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk kemungkinan-
kemungkinan pemanfaatan limbah tambak udang tersebut. Rahim (2018) menjelaskan bahwa
limbah tambak yang terdiri dari sisa pakan dan sisa pupuk terfermentasi dapat digunakan
sebagai campuran media budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus)[4]. Luaran dari
budidaya tersebut adalah pupuk paragra dan cacing tanah itu sendiri. Cacing tanah dapat
dijadikan pakan alternatif untuk ternak hingga bahan baku paragrap. Konon, harga cacing
tanah per kilogramnya bisa mencapai 50-100 ribu rupiah. Salah satu paragrap yang bisa
dijalankan adalah pengelola tambak bekerja sama dengan masyarakat sekitar dan
mengedukasi mereka tentang potensi budidaya cacing tanah tersebut. Pengelola tambak tidak
harus menjual limbah pada masyarakat, paragr keterbutuhan akan limbah sebagai media
budidaya cacing tanah sudah terbangun, resiko kerusakan lingkungan akibat limbah tersebut
juga akan menurun.
Limbah tambak udang juga dapat digunakan sebagai pupuk paragra dalam
pertumbuhan biomassa kelekap yang bermanfaat dalam pemeliharaan nener atau bibit
bandeng[5]. Penggunaan pupuk dari limbah tambak menghasilkan pertumbuhan nener
bandeng yang cenderung lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan pupuk paragra
komersil. Penelitian lainnya juga mendukung temuan tersebut, limbah tambak dapat
menggantikan pupuk sintetik sebagai media kultur mikroalga berjenis Chaetoceros amami[6].
Beberapa contoh di atas memang tidak menguangkan limbah tersebut secara langsung, hanya
saja penggunaannya sebagai substitusi bahan komersil akan mengurangi biaya produksi.
Ketika biaya produksi berkurang, tentu saja nilai ekonomi produk bisa meningkat. Jika opsi-
opsi pemanfaatan tadi bisa dilakukan, itu akan sangat membantu mengurangi dampak buruk
limbah terhadap lingkungan. Industri tambak udang budidaya juga bisa terdorong menjadi
paragrap yang bertanggungjawab dalam hal produksi. Selain itu Untuk limbah pada skala
tambak kecil pengolahan limbah juga dapat dengan memanfaatkan saluran untuk retention.
Hal ini akan memacu sedimentasi unsur-unsur yang tersisa hingga tidak terbuang langsung.
Selain itu juga pengelolaan limbah tambak udang dapat menggunakan media tanaman air
eceng gondok. Hal ni dikarenakan tanaman eceng gondok memiliki daya adaptasi yang besar
sehingga cepat menyebar dan tumbuhan ini juga dapat hidup di air yang banyak
menyebabkan tumbuhan ini mudah didapati. Alternatif lainnya yaitu dengan melibatkan
rumput laut dan ikan sehingga dapat mengurangi akumulasi limbah organik tambak.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Industri tambak udang di Indonesia cukup berkembang dengan pesat. Hal ini tentunya banyak
para wirausaha bersemangat untuk menjalankan usaha tambak udang ini. Namun, dengan
banyaknya industri tambak udang ini membuat timbulnya berbagai permasalahan. Seperti
pencemarang lingkungan, kerusakan ekosistem, permasalahan sosial dan lain sebagainya.
Untuk mengatasi hal tersebut perlu adanya solusi dengan cara menggunakan cara-cara
alternatif. Seperti pengolahan limbah yang digunakan sebagai pupuk, penanaman eceng
gondok, menggunakan rumput laut dan ikan dan media lainnya. Selain itu juga perlu adanya
pengelolaan dalam tahap produksi seperti (1)meningkatkan efisiensi pakan yang tercermin
pada rendahnya nilai Rasio KonversiPakan (RKP). Nilai RKP antara 1,0-1,2 merupakan nilai
optimal yang paling diharapkan; (2) pengontrolan feeding program terkait dengan penentuan
dosis danfrekuensi pemberian pakan yang tepat; (3) meningkatkan pemahaman tentang
keterpaduan antara praktek budidaya yang diaplikasikan dengan feeding behavior serta
nutritional physiology dari spesies atau komoditas yang dibudidayakan; (4) meminimalkan
jumlah pakan yang hilang atau tidak termakan karena menjadi sumberutama limbah budidaya
melalui aplikasi automatic feeder ; (5) mengalokasikan kolam pengendapan yang berfungsi
sebagai Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) agar buangan air limbah ke lingkungan berada
pada standar yang diperkenankan; serta (6) memanfaatkan peran ekologi komoditas budidaya
seperti rumput laut secara terintegrasi di perairan pesisir dalam upaya meminimasi potensi
limbah paragrap dari budidaya. Dengan adanya upacaya tersebut diharapkan masyarakat
dapat menerapkannya demi menjaga kelestarian ekosistem dan lingkungan di sekitar tambak
udang.
3.2 Saran
Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang kami miliki, baik dari tulisan maupun
bahasan yang kami sajikan, oleh karena itu mohon di berikan sarannya agar kami bisa
membuat makalah lebih baik lagi, dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua,
dan menjadi wawasan kita dalam memahami paragraph.
10
DAFTAR PUSTAKA
Agustira, r., lubis, k. s., & jamila, j. (2013, juni). kajian karakteristik kimia air, fisika air dan
debit sungai pada kawasan DAS padang akibat pembuangan limbah tapioka.
agroteknologi universitas Sumatera Utara, 1 no.3. Retrieved maret 25, 2023
Febrina, L., Mulyawati, I., & Fazhar, I. (2019). PENYULUHAN PENGELOLAAN
LIMBAH TAMBAK UDANG RAMAH LINGKUNGAN DI DESA TAMBAKSARI-
KARAWANG. industri kreatif dan kewirausahaan, 2. Retrieved maret 25, 2023
Hafizulhaq, F. (n.d.). MENYISIR MASALAH DAN SOLUSI PENANGANAN LIMBAH
TAMBAK UDANG BUDIDAYA DI INDONESIA. Retrieved Maret 25, 2023, from
https://berandainspirasi.id/menyisir-masalah-dan-solusi-penanganan-limbah-tambak-
udang-budidaya-di-indonesia/
Kompas Tv. (2021). Perusahaan Tambak Udang Tidak Memiliki Izin Budidaya dan
Pengolahan Limbah. Retrieved maret 25, 2023
Kompas Tv. (n.d.). Perusahaan Tambak Udang Tidak Memiliki Izin Budidaya dan
Pengolahan Limbah. Retrieved maret 25, 2023
Kompas Tv. (n.d.). Perusahaan Tambak Udang Tidak Memiliki Izin Budidaya dan
Pengolahan Limbah. Retrieved maret 2023, 2023
Perikanan, K. k. (Ed.). (2020). Program Percepatan Pengembangan Tambak Udang Nasional.
Sudarmo, & Marto, B. (1992). Rekayasa tambak Budiono Marto Sudarmo, Bambang
Salamon Ranoemihardjo. jakarta. Retrieved maret 25, 2023
Suryani, & Bhekti. (n.d.). Bom Waktu Limbah Tambak di Pesisir DIY. Retrieved maret 25,
2023
Witomo, C. M. (2018). DAMPAK BUDI DAYA TAMBAK UDANG TERHADAP
EKOSISTEM MANGROVE. 4. Retrieved Maret 25, 2023
Witomo, C. M. (n.d.). DAMPAK BUDI DAYA TAMBAK UDANG TERHADAP
EKOSISTEM MANGROVE. Retrieved Maret 25, 2023
Wulandari, t., widyorini, n., & purnomo, p. w. (2015, agustus 29). hubungang pengelolaan
kualitas air dengan kandungan bahan organik , NO2 dan NH3 pada budidaya udang
vannamei (Litopenaeus vannamei) di desa Keburuhan Purworejo. management of
aquatic resources journal, 4 no 3, 42-48. Retrieved maret 25, 2023