Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PEMICU II

Bahaya Kandungan Logam Berat pada Kerang Hijau dan Ikan di Teluk Jakarta

OLEH:
KELOMPOK 3
Anggia Pratita Harianto (1806148385)
Bella Clarissa Sunantha (1806199341)
Eltanin Gamal (1806199303)
Muhammad Raihan Pratama (1806148555)
Merry Christine Marsaulina (1806199480)

Program Studi Teknik Kimia


Departemen Teknik Kimia – FTUI
Depok – 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Kimia Analitik
dan Instrumental ini tepat pada waktunya. Penulisan laporan ini bertujuan untuk
memenuhi tugas Problem-Based Learning (PBL) Matakuliah Kimia Analitik dan
Instrumental serta juga sebagai media pembelajaran untuk dapat lebih memahami topik
mengenai Elektrokimia dan Potensiometri beserta penerapannya untuk memperbaiki
masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam proses penyusunan laporan ini, ada beberapa kendala yang kami hadapi.
Namun, berkat bantuan dan bimbingan berbagai pihak, laporan ini dapat terselesaikan
dengan baik. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr.
Dianursanti, S.T., M.T. selaku fasilitator dan dosen pengampu matakuliah Kimia Analitik
dan Instrumental.
Kami sebagai penulis menyadari bahwa baik dalam segi penyusunan maupun
materi yang kami paparkan dalam laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,
kami mengharpkan kritik dan saran yang mebangun dari pembaca sebagai bahan evaluasi
kami ke depannya. Semoga laporan ini dapat memberikan wawasan kepada penulis dan
pembaca mengenai Spektroskopi Absorpsi Atomik dan Hukum Lambert-Beer serta
penerapannya dalam memperbaiki permasalahan di kehidupan sehari-hari.

Depok, 6 November 2019

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan Pembahasan ....................................................................................... 1
1.3 Struktur Pembahasan .................................................................................... 1

BAB II. PEMBAHASAN


2.1. Tugas I ......................................................................................................... 3
2.2. Tugas II ........................................................................................................ 14

BAB III. KESIMPULAN ............................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 21

LAMPIRAN ................................................................................................................. 22

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Guru Besar Kelautan dan Perikanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Etty Riabi
menyampaikan, ikan dan kerang di Teluk Jakarta berbahaya untuk dikonsumsi.
Pasalnya, banyak senyawa beracun dan berbahaya di Teluk Jakarta yang dapat
merusak kerang dan ikan. Orang yang mengonsumsi ikan dan kerang dari Teluk
Jakarta rentan terjangkit penyakit. Kandungan logam berat (merkuri) yang terdapat
dalam kerang dan ikan dapat ditentukan melalu metode spektroskopi absorbsi atom
(AAS). Teknik AAS dipilih menjadi metode untuk menentukan konsentrasi sampel
karena metode ini memiliki keunggulan dalam hal limit deteksi, sensitivitas, dan
ketelitian.
Hukum Lambert-Beer berhubungan dengan absorbansi dan konsentrasi spesi
dalam sampel. Metode adisi standar dapat digunakan untuk mencari konsentrasi
larutan sampel berdasarkan hukum Lambert-Beer.

1.2 Tujuan Pembahasan


Pembahasan dalam makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui kandungan dan bahaya dari logam berat yang terakumulasi dalam
kerang dan ikan.
2. Mempelajari penentuan konsentrasi logam dengan metode spektroskopi absorpsi
atom (AAS).
3. Mempelajari hubungan antara absorbansi dengan besaran volume dan konsentrasi
pada hukum Lambert-Beer.
4. Menghitung konsentrasi dalam larutan sampel berdasarkan penurunan rumus
Lambert-Beer.

1.3 Struktur Pembahasan


Pada makalah ini, materi pokok yang dibahas adalah mengenai metode spektroskopi.
Dalam mempelajarinya, kami diberikan pemicu PBL yang dibagi menjadi dua bagian.
Bagian I ini mencakup pertanyaan-pertanyaan berupa kandungan logam yang terdapat
pada kerang dan ikan, bahaya dari pengonsumsian ikan dan kerang yang mengandung
logam berat, prinsip penentuan konsentrasi logam dengan metode spektroskopi

1
absorpsi atom (AAS), serta keunggulan teknik analisis AAS. Sedangkan pada bagian
II mencakup pertanyaan-pertanyaan berupa persamaan dalam hukum Lambert-Beer,
dan cara untuk menentukan konsentrasi larutan sampel.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Pemicu 2
Topik 1: Kerang Hijau dari Teluk Jakarta, Berbahayakah?
Akhir-akhir ini, masyarakat cukup diresahkan dengan adanya isu kandungan logam yang
berada dalam kerang hijau. Awal tahun 2019, Kepala Sudin KPKP Jakarta Utara Rita
Nirmala menyatakan, kerang hijau yang hidup di Teluk Jakarta mengandung logam berat
sehingga tidak layak dikonsumsi. Guru Besar Kelautan dan Perikanan Institut Pertanian
Bogor (IPB) Etty Riabi menyampaikan, ikan dan kerang di Teluk Jakarta berbahaya untuk
dikonsumsi. Pasalnya, banyak senyawa beracun dan berbahaya di Teluk Jakarta yang
dapat merusak kerang dan ikan. Orang yang mengonsumsi ikan dan kerang dari Teluk
Jakarta rentan terjangkit penyakit. Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan
Pertanian (KPKP) Jakarta Utara membernarkan pernyataan guru besar IPB bahwa kerang
hijau yang hidup di Teluk Jakarta berbahaya untuk dikonsumsi. (Sumber: “Kerang Hijau
dari Teluk Jakarta Beracun, Tak Layak Dikonsumsi”, kompas.com)

2.1. Tugas 1
1. Dengan berbekal informasi-informasi yang anda dapatkan dari berbagai
sumber, dapatkah anda menjelaskan bagaimana kerang hijau dapat
mengandung logam-logam berat di dalamnya? Jenis-jenis logam apa saja yang
mungkin terdapat di dalamnya?
Jawab:

Gambar 1. Anatomi Kerang


(Sumber: Google Images )

3
Limbah industri dan domestik yang dibuang secara sengaja ataupun tidak
sengaja ke sungai akan bermuara ke laut yang merupakan salah satu sumber
polutan berbahaya bagi lingkungan perairan. Aktivitas industri tersebut
kemungkinan dapat menghasilkan limbah berupa logam berat. Selain itu,
aktivitas domestik juga menghasilkan limbah logam berat seperti aktivitas
pelayaran industri, transportasi umum, dan kapal-kapal nelayan. Logam-logam
berat yang mengkontaminasi perairan sungai maupun laut ini masuk ke dalam
tubuh biota melalui proses bio-akumulasi dalam rantai makanan yang berasal
dari perairan tersebut, seperti ikan dan kerang hijau, sesuai dengan sifat logam
berat yang sulit didegradasi, mudah terlarut di dalam air, terendap di dalam
sedimen, dan dapat terakumulasi dalam tubuh biota perairan (Sarjono, 2009).
Bioakumulasi terjadi ketika suatu subtansi diserap oleh tubuh organisme dengan
laju yang lebih cepat daripada pengeluaran substansi tersebut lewat proses
katabolisme dan eksresi. Semakin Panjang waktu paruh biologis suatu substansi,
maka semakin besar risiko keracunan yang dihadapi. Hal ini ini mengacu pada
proses pembersihan tubuh melalui ginjal dan hati yang melakukan fungsinya
sebagai fungsi ekskresi untuk menghilangkan suatu substansi dari tubuh, dimana
proses penyerapan logam berat oleh kerang hijau lebih cepat dibandingkan
proses pengeluarannya oleh ginjal dan hati melalui proses katabolisme dan
ekskresi (Darmono, 2010).

Faktor bioakumulasi ini terjadi juga karena tubuh kerang hijau memiliki
kemampuan untuk mengikat logam berat, kemampuan kerang itu ditunjang oleh
struktur anatomi tubuhnya yang dilengkapi dengan rongga yang terdapat antara
epitel mantel dan permukaan cangkang bagian dalam yang berisi cairan
ekstrapalial sehingga benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuhnya
tertampung pada rongga tersebut. (Prasetya, 2005) Selain itu, kerang adalah
hewan yang tergolong filter feeder yaitu jenis hewan yang mendapatkan
makanannya dengan cara menyaring air yang masuk ke dalam tubuhnya.
Makanan yang masuk bersama air tadi digerakkan, diperas, lalu dicerna dengan
bantuan cilia pada tubuhnya. Makanan kerang dapat berupa zooplankton,
fitoplankton, bakteri, flagellata, protozoa, detritus, alga, dan berbagai zat yang
tarsuspensi dalam perairan tempat tinggalnya. Oleh karena kerang bersifat filter
feeder non-selective maka kerang dapat menampung logam berat dalam

4
tubuhnya tanpa menggangu sistem tubuhnya. Kerang dikenal sebagai
bioakumulasi karena selain kerang tergolong filter feeder, kerang hidupnya
relatif menetap dan bukan termasuk organisme migratory (Yusma, 2010). Bio-
akumulasi logam pada kerang hijau selain dapat menyebabkan keracunan tetapi
juga dapat menyebabkan mutasi gen (Ochiai, 1987) dan terjadinya kerusakan
DNA serta mempengaruhi transkripsi DNA pada kerang hijau (Liu, 2010).

Kandungan logam-logam berat pada kerang yaitu Merkuri (Hg), Timbal


(Pb), Kadmium (Cd), Kromium (Cr), dan Tembaga (Cu). Logam berat Merkuri
(Hg) dan Kadmium (Cd) berasal dari limbah-limbah industri, logam berat
Timbal (Pb) berasal dari tumpahan bahan bakar kapal yaitu bensin yang
mengandung TEL (Tetra Ethyl Lead) yang merupakan paduan kimia yang dari
ikatan karbon (C) dan timbal (Pb) (Palar, 2004), logam berat Kromium (Cr)
berasal dari alam dalam jumlah yang sangat kecil seperti proses pelapukan
batuan dan run-off dari daratan, namun logam berat Kromium dapat meningkat
dengan kegiatan industri yang menghasilkan limbah, dan logam berat Tembaga
(Cu) berasal dari aktivitas kapal yang membuang limbah mengandung Tembaga
seperti kapal-kapal nelayan yang berlabuh dan sedang melakukan perbaikan dan
pengecatan kapal (Palar, 1994). Cat pada kapal mengandung logam Cu dan akan
meluruh lalu masuk ke kolom air, sehingga perairan terkontaminasi Cu.

2. Bagaimana dengan kemungkinan jenis logam yang dikandung pada ikan?


Apakah sama jenis yang dikandungnya sebagaimana yang terdapat pada
kerang?
Jawab:
Logam berat dapat terabsorpsi di dalam tubuh ikan melalui dua cara,
yaitu permukaan insang (water exposure) dan saluran pencernaan/makanan (diet
exposure). Pertama, pengaruh toksisitas (keracunan) logam pada insang. Insang
selain sebagai alat pernapasan ikan, juga digunakan sebagai alat pengatur
tekanan antara air dan dalam tubuh ikan (osmoregulasi). Oleh sebab itu, insang
merupakan organ yang penting pada ikan, di samping insang sangat peka
terhadap pengaruh toksisitas logam. Dalam hal ini, logam-logam seperti Cd, Pb,
Hg, Cu, Zn, dan Ni, sangat reaktif terhadap ligan sulfur dan nitrogen, sehingga

5
ikatan logam tersebut sangat penting bagi fungsi normal metaloenzim dan juga
metabolisme terhadap sel. Di sini, enzim yang sangat berperan dalam insang
ikan ialah enzim karbonik anhidrase dan transpor TP ase. Karbonik anhidrase
adalah enzim yang mengandung Zn dan berfungsi menghidrolisis CO2 menjadi
asam karbonat. Apabila ikatan Zn itu diganti dengan logam lain, fungsi enzim
karbonik anhidrase tersebut akan menurun.

Gambar 2. Anatomi Ikan


(Sumber: Google Images)
Di samping adanya gangguan biokimiawi tersebut, perubahan struktur
morfologi insang juga terjadi. Hal ini dilaporkan Hughes, dkk. (1979), pengaruh
toksisitas Cd, Ni, dan Cr pada morfologi insang ikan salmon. Ikan akan
mengalami hipoksia (karena kesulitan mengambil oksigen dari air), sehingga
terjadi penebalan pada sel epitel insang. Kedua, toksisitas (keracunan) logam
pada saluran pencernaan juga dapat terjadi melalui air yang mengandung dosis
toksik logam yang akan mempengaruhi ginjal ikan. Ginjal ikan ini berfungsi
untuk filtrasi dan mengekskresikan bahan yang biasanya tidak dibutuhkan tubuh,
termasuk bahan racun seperti logam berat. Hal ini menyebabkan ginjal sering
mengalami kerusakan akibat daya toksik logam. Selain itu, seperti halnya
dengan kerang hijau, ikan juga mengalami bioakumulasi.
Kandungan logam-logam berat pada ikan sama dengan kandungan
logam-logam yang terdapat pada kerang hijau yatu Merkuri (Hg), Timbal (Pb),
Kadmium (Cd), Kromium (Cr), dan Tembaga (Cu). Logam berat Merkuri (Hg)
dan Kadmium (Cd) berasal dari limbah-limbah industri, logam berat Timbal (Pb)
berasal dari tumpahan bahan bakar kapal yaitu bensin yang mengandung TEL

6
(Tetra Ethyl Lead) yang merupakan paduan kimia yang dari ikatan karbon (C)
dan timbal (Pb) (Palar, 2004), logam berat Kromium (Cr) berasal dari alam
dalam jumlah yang sangat kecil seperti proses pelapukan batuan dan run-off dari
daratan, namun logam berat Kromium dapat meningkat dengan kegiatan industri
yang menghasilkan limbah, dan logam berat Tembaga (Cu) berasal dari aktivitas
kapal yang membuang limbah mengandung Tembaga seperti kapal-kapal
nelayan yang berlabuh dan sedang melakukan perbaikan dan pengecatan kapal
(Palar, 1994). Cat pada kapal mengandung logam Cu dan akan meluruh lalu
masuk ke kolom air, sehingga perairan terkontaminasi Cu.

3. Bagaimana anda menjelaskan bahaya dari mengkonsumsi ikan atau kerang


yang mengandung kandungan logam-logam berat tersebut terhadap kesehatan
manusia?
Jawab:
Sifat toksik logam-logam berat terjadi jika terhirup atau tertelan oleh manusia
dan di dalam tubuh akan beredar mengikuti aliran darah, diserap kembali ke
dalam ginjal dan otak, dan disimpan di dalam tulang dan gigi. Banyak penelitian
yang telah dilakukan untuk mengetahui ambang batas dalam mengonsumsi ikan
dan kerang hijau dengan hasil yang berbeda-beda sesuai dengan jenis ikan dan
kerang yang diteliti. Apabila ikan atau kerang yang mengandung logam-logam
berat dikonsumsi melebihi ambang batas yang telah dilakukan banyak penelitian
sebelumnya akan menyebabkan beberapa penyakit yaitu: kelelahan, kelesuan,
dan iritabilitas, serta menganggu sistem saraf pusat dalam jumlah konsumsi
kecil, kehilangan libido, gangguan menstruasi, serta aborsi spontan pada wanita
(Indirawirata, 2010), menyebabkan keracunan, kelainan genetik dan kematian
(Dinis, 2011), merusak fungsi organ, menurunkan IQ (Palar, 2008), kerusakan
hati dan ginjal (Priyanto dan Ariyani, 2008) dalam konsumsi jumlah tinggi.

4. Salah satu upaya untuk menganalisis kandungan merkuri ini adalah dengan
menggunakan spektroskopi atomik, AAS. Bila anda diminta untuk memberikan
informasi tentang AAS, bagaimana anda menjelaskan prinsip penentuan
konsentrasi logam dengan spektroskopi absorpsi atom?
Jawab:

7
Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) adalah suatu metode analisis untuk
penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang berdasarkan pada penyerapan
(absorpsi) radiasi oleh atom-atom bebas unsur tersebut. Sekitar 67 unsur telah
dapat ditentukan dengan cara AAS. Banyak penentuan unsur-unsur logam yang
sebelumnya dilakukan dengan metoda polarografi, kemudian dengan metoda
spektrofotometri UV-VIS, sekarang banyak diganti dengan metoda AAS.

Keuntungan metoda AAS adalah:


• Spesifik
• Batas (limit) deteksi rendah
• Dari satu larutan yang sama, beberapa unsur berlainan dapat diukur
• Pengukuran dapat langsung dilakukan terhadap larutan contoh (preparasi
contoh sebelum pengukuran lebih sederhana, kecuali bila ada zat
pengganggu)
• Dapat diaplikasikan kepada banyak jenis unsur dalam banyak jenis contoh.
• Batas kadar-kadar yang dapat ditentukan adalah amat luas (mg/L hingga
persen)

Prinsip Pengukuran dengan Spektrofotometer Serapan Atom


Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) adalah spektroskopi yang
berprinsip pada serapan cahaya oleh atom. Atom–atom menyerap cahaya pada
panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada
panjang gelombang tersebut mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat
elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan
absorbsi energi, terdapat lebih banyak energi yang akan dinaikkan dari keadaan
dasar ke keadaan eksitasi dengan tingkat eksitasi yang bermacam-macam.
Instrumen AAS meliputi Hollow Cathode Lamp sebagai sumber energi, flame
untuk menguapkan sampel menjadi atom. Monokromator sebagai filter garis
absorbansi, detektor dan amplifier sebagai pencatat pengukuran. AAS bekerja
berdasar pada penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di
dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorbsi radiasi dari
sumber cahaya yang dipancarkan oleh lampu katoda (Hollow Cathode Lamp)
yang mengandung energi radiasi yang sesuai dengan energi yang diperlukan
untuk transisi elektron atom. Hollow Cathode Lamp sebagai sumber sinar pada

8
AAS akan menghilangkan kelemahan yang disebabkan oleh self absorption
yaitu kecenderungan atom-atom pada ground state untuk menyerap energi yang
dipancarkan oleh atom tereksitasi ketika kembali ke keadaan ground state.

Beberapa logam yang terkandung dalam sampel dapat ditentukan secara


langsung dengan menggunakan AAS, tetapi ada beberapa gangguan kimia yang
menyebabkan sampel harus diperlakukan khusus terlebih dahulu. Gangguan
kimia disebabkan oleh berkurangnya penyerapan loncatan atom dalam
kombinasi molekul dalam flame. Hal ini terjadi karena flame tidak cukup panas
untuk memecah molekul atau pada saat pemecahan atom, dioksidasi segera
menjadi senyawa yang tidak terpecah segera pada temperatur flame.

Ada tiga cara atomisasi (pembentukan atom) dalam AAS:

1) Atomisasi dengan nyala


Suatu senyawa logam yang dipanaskan akan membentuk atom logam
pada suhu ± 1700 ºC atau lebih. Sampel yang berbentuk cairan akan dilakukan
atomisasi dengan cara memasukan cairan tersebut ke dalam nyala campuran
gas bakar. Tingginya suhu nyala yang diperlukan untuk atomisasi setiap unsur
berbeda. Beberapa unsur dapat ditentukan dengan nyala dari campuran gas
yang berbeda tetapi penggunaan bahan bakar dan oksidan yang berbeda akan
memberikan sensitivitas yang berbeda pula.

Syarat-syarat gas yang dapat digunakan dalam atomisasi dengan nyala:


• Campuran gas memberikan suhu nyala yang sesuai untuk atomisasi unsur
yang akan dianalisa
• Tidak berbahaya misalnya tidak mudah menimbulkan ledakan.
• Gas cukup aman, tidak beracun dan mudah dikendalikan
• Gas cukup murni dan bersih (UHP)
Campuran gas yang paling umum digunakan adalah udara : C2H2
(suhu nyala 1900 - 2000 ºC), N2O : C2H2 (suhu nyala 2700 – 3000 ºC), udara
: propana (suhu nyala 1700–1900 ºC). Banyaknya atom dalam nyala
tergantung pada suhu nyala. Suhu nyala tergantung perbandingan gas bahan
bakar dan oksidan.

9
Hal-hal yang harus diperhatikan pada atomisasi dengan nyala:
1. Standar dan sampel harus dipersiapkan dalam bentuk larutan dan cukup
stabil. Dianjurkan dalam larutan dengan keasaman yang rendah untuk
mencegah korosi.
2. Atomisasi dilakukan dengan nyala dari campuran gas yang sesuai
dengan unsur yang dianalisa.
3. Persyaratan bila menggunakan pelarut organik:
• Tidak mudah meledak bila kena panas
• Mempunyai berat jenis > 0,7 g/mL
• Mempunyai titik didih > 100 ºC
• Mempunyai titik nyala yang tinggi
• Tidak menggunakan pelarut hidrokarbon

Pembuatan atom bebas dengan menggunakan nyala (Flame AAS)


Contoh: Suatu larutan MX, setelah dinebulisasi ke dalam spray chamber
sehingga terbentuk aerosol kemudian dibawa ke dalam nyala oleh
campuran gas oksidan dan bahan bakar akan mengalami proses atomisasi.

2) Atomisasi tanpa nyala


Atomisasi tanpa nyala dilakukan dengan mengalirkan energi listrik
pada batang karbon (CRA – Carbon Rod Atomizer) atau tabung karbon
(GTA – Graphite Tube Atomizer) yang mempunyai 2 elektroda. Sampel
dimasukan ke dalam CRA atau GTA. Arus listrik dialirkan sehingga
batang atau tabung menjadi panas (suhu naik menjadi tinggi) dan unsur
yang dianalisa akan teratomisasi. Suhu dapat diatur hingga 3000 ºC.
Pemanasan larutan sampel melalui tiga tahapan yaitu:
• Tahap pengeringan (drying) untuk menguapkan pelarut
• Pengabuan (ashing), suhu furnace dinaikkan bertahap sampai terjadi
dekomposisi dan penguapan senyawa organik yang ada dalam sampel
sehingga diperoleh garam atau oksida logam
• Pengatoman (atomization)

10
3) Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida
Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida dilakukan untuk
unsur As, Se, Sb yang mudah terurai apabila dipanaskan pada suhu lebih
dari 800 ºC sehingga atomisasi dilakukan dengan membentuk senyawa
hibrida berbentuk gas atau yang lebih terurai menjadi atom-atomnya
melalui reaksi reduksi oleh SnCl2 atau NaBH4, contohnya merkuri (Hg).

Cara kerja spektrofotometer serapan atom


1. Di buka program SAA (Spectrum Analyse Specialist), kemudian muncul
perintah ”apakah ingin mengganti lampu katoda, jika ingin mengganti
klik Yes dan jika tidak No”
2. Dipilih yes untuk masuk ke menu individual command, dimasukkan
nomor lampu katoda yang dipasang ke dalam kotak dialog, kemudian
diklik setup, kemudian soket lampu katoda akan berputar menuju posisi
paling atas supaya lampu katoda yang baru dapat diganti atau
ditambahkan dengan mudah.
3. Dipilih No jika tidak ingin mengganti lampu katoda yang baru.
4. Pada program SAS 3.0, dipilih menu select element and working
mode.Dipilih unsur yang akan dianalisis dengan mengklik langsung pada
symbol unsur yang diinginkan
5. Jika telah selesai klik ok, kemudian muncul tampilan condition settings.
Diatur parameter yang dianalisis dengan mensetting fuel flow :1,2 ;
measurement; concentration ; number of sample: 2 ; unit concentration :
ppm ; number of standard : 3 ; standard list : 1 ppm, 3 ppm, 9 ppm.
6. Diklik ok and setup, ditunggu hingga selesai warming up.
7. Diklik icon bergambar burner/ pembakar, setelah pembakar dan lampu
menyala alat siap digunakan untuk mengukur logam.
8. Pada menu measurements pilih measure sample.
9. Dimasukkan blanko, didiamkan hingga garis lurus terbentuk, kemudian
dipindahkan ke standar 1 ppm hingga data keluar.
10. Dimasukkan blanko untuk meluruskan kurva, diukur dengan tahapan
yang sama untuk standar 3 ppm dan 9 ppm.

11
11. Jika data kurang baik akan ada perintah untuk pengukuran ulang,
dilakukan pengukuran blanko, hingga kurva yang dihasilkan turun dan
lurus.
12. Dimasukkan ke sampel 1 hingga kurva naik dan belok baru dilakukan
pengukuran.
13. Dimasukkan blanko kembali dan dilakukan pengukuran sampel ke 2.
14. Setelah pengukuran selesai, data dapat diperoleh dengan mengklikicon
print atau pada baris menu dengan mengklik file lalu print.
15. Apabila pengukuran telah selesai, aspirasikan air deionisasi untuk
membilas burner selama 10 menit, api dan lampu burner dimatikan,
program pada komputer dimatikan, lalu main unit AAS, kemudian
kompresor, setelah itu ducting dan terakhir gas.

5. Bagaimana anda menjelaskan keunggulan teknik analisis AAS dibandingkan


analisis lain dalam hal limit deteksi, sensitivitas, dan ketelitian.
Jawab:
Limit Deteksi
Limit deteksi menunjukkan konsentrasi terkecil dari sampel yang masih
bisa dideteksi oleh spektrofotometer serapan atom. Limit deteksi biasanya dalam
satuan µg/mL. AAS memiliki limit deteksi atau kepekaan yang tinggi karena
dapat mendeteksi atau mengukur konsentrasi logamhingga konsentrasi sangat
kecil, seperti ppb. Getaran transisi pada AAS jarang terjadi dan monokromator
yang digunakan menghasilkan radiasi dengan panjang gelombang yang kecil
sehingga limit deteksi AAS juga semakin baik.Metode AAS memiliki range
ukur optimum pada panjang gelombang 200-300 nm.Untuk analisis logam berat
seperti Fe, Cr dan Cu panjang gelombang yang dibutuhkan berada pada range
tersebut sangat sensitif dan bagus dalam menentukan kandungan unsur-unsur
logam.
Limit deteksi pada AES, getaran transisi yang terjadi ditutupi oleh
transisi elektronik yang menutup ruas garis yang belum sepenuhnya terbaca oleh
spektrometer. Pada AFS, limit deteksinya paling baik bila dibandingkan dengan
metode lain. Metode AFS ini mampu mendeteksi logam dengan konsentrasi
yang sangat kecil bahkan sampai konsentrasi 10-9.

12
Sensitivitas
Sensitivitas merupakan konsentrasi zat atau sampel yang diuji dengan
adsorban sebesar 0,0044 (resapan 1%). Sensitivitas biasanya dinyatakan dalam
µg/mL 1% abs. Sensitivitas dari metode AAS tergolongan tinggi karena pada
penggunaan metode ini interferensi daripada garis-garis spektrum unsur lain
diperkecil sehingga data yang diperoleh lebih akurat disbanding AES dan
AFS.Tingkat selektivitas juga tinggi karena dapat menentukan beberapa unsur
sekaligus dalam suatu larutan sampel tanpa perlu pemisahan.

Ketelitian
AAS mempunyai tingkat ketelitian yang sangat tinggi karena metode ini
bebas gangguan.Kesalahan relatifnya sangat kecil yaitu 1-2%. Ketepatan AAS
cukup baik dimana meskipun syarat yang diperlukannya sederhana akan tetapi
hasil pengukuran yang diperoleh cukup teliti sehingga dapat menjadi dasar
pembuatan kurva kalibrasi. AES mempunyai tingkat ketelitian yang sangat
rendah bahkan besar penyimpangan mencapai 50%.
AFS mempunyai tingkat ketelitian yang tinggi apabila digunakan untuk
menganalisis senyawa organik dengan konsentrasi yang rendah.Tingkat
ketelitiannya berkurang seiring dengan bertambahnya konsentrasi senyawa yang
dianalisis.

13
2.2.Tugas II
Di laboratorium kelompok anda melakukan percobaan alat AAS. Untuk mengetahui
konsentrasi cuplikan/sampel anda menggunakan suatu metode yang dikenal sebagai
metode adisi standar. Anda memipet 10 mL larutan limbah yang mengandung ion Pb
ke dalam lima buah labu ukur 50 mL. Larutan standar Pb yang memiliki konsentrasi
12,5 ppm ditambahkan masing-masing ke dalam labu ukur tersebut dalam berbagai
variasi volume. Campuran tersebut kemudian diencerkan sesuai volume labu ukur.

Data yang diperoleh sebagai berikut:


Volume sampel Pb, Volume standar Pb,
Absorbansi
mL mL
10,0 0,0 0,210
10,0 10,0 0,292
10,0 20,0 0,378
10,0 30,0 0,467
10,0 40,0 0,554

Anda mengetahui bahwa dari hukum Lambert Beer terdapat hubungan antara
absorbansi dan konsentrasi spesi dalam sampel. Dengan metode adisi standar ini,
volume standar dan volume sampel disebut sebagai Vs dan Vx, sedangkan konsentrasi
larutan standar dan larutan sampel disebut sebagai Cs dan Cx. Volume larutan total
dibuat tetap yaitu VT.

1. Bagaimana anda membuat suatu persamaan yang menghubungkan absorbansi


(A) dengan besaran Vs, Vx, Cs, Cx, serta VT berdasarkan hukum Lambert-Beer?
Jawab:
Hukum Lambert-Beer menyatakan, “Jumlah radiasi cahaya tampak
(Ultraviolet, inframerah, dan sebagainya) yang diserap atau ditransmisikan
oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan
tebal larutan”. Hukum ini menyatakan hubungan linier antara absorbansi dan
konsentrasi suatu spesies yang menyerap cahaya dimana hukum ini umumnya
digunakan untuk analisis kimia.
Penurunan persamaan pada adisi standar dalam hukum Lambert-Beer yaitu:

14
𝐴 = 𝜀𝑏𝑐 (1)
𝐴 = 𝐴𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 + 𝐴𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (2)
𝐴 = 𝜀1 𝑏1 𝑐1 + 𝜀2 𝑏2 𝑐2 + ⋯ + 𝜀3 𝑏3 𝑐3 (3)
Dalam teknik adisi standar, maka terdapat variabel volume yang diperhitungkan,
maka:
𝜀𝑏𝑉𝑠 𝐶𝑠 𝜀𝑏𝑉𝑥 𝐶𝑥
𝐴= + (4)
𝑉𝑡 𝑉𝑡
𝜀𝑏
Jika 𝑘 = , maka
𝑉𝑡

𝐴 = 𝑘𝑉𝑠 𝐶𝑠 + 𝑘𝑉𝑥 𝐶𝑥 (5)


dengan:
A = absorbansi
ɛ = absorbsivitas molar (L/mol.cm)
Vs = volume larutan standar (L)
Cs = konsentrasi larutan standar
Vx = volume larutan sampel (L)
Cx = konsentrasi larutan sampel
VT = volume total (L)
k = konstanta

2. Bila intersep pada plot di atas bernilai a sedangkan kemiringan kurva pada no.
1 di atas bernilai b, bagaimana anda mendapatkan persamaan untuk
menentukan konsentrasi sampel:
Cx = (a.Cs)/(b.Vx)
Jawab:
Berdasarkan hukum Lambert-Beer, besar absorbansi berbanding lurus dengan
besar konsentrasi yang berarti bahwa semakin tinggi konsentrasi maka
absorbansi yang dihasilkan semakin tinggi begitupun sebaliknya, semakin
rendah konsentrasi maka absorbansi yang dihasilkan semakin rendah juga.
Pernyataan ini menandakan bahwa hubungan antara konsentrasi terhadap
absorbansi akan menghasilkan garis linear apabila diplotkan ke dalam grafik.

𝐴 = 𝑘𝑉𝑠 𝐶𝑠 + 𝑘𝑉𝑥 𝐶𝑥 (6)


Plot As sebagai fungsi dari Vs (y = mx + b), sehingga persamaannya menjadi:
𝐴 = 𝑏𝑉𝑠 + 𝑎 (7)

15
dengan b adalah slope dan a adalah intersep, maka:
𝑏 = 𝑘𝑐𝑠 (8)
dan
𝑎 = 𝑘𝑉𝑥 𝐶𝑥 (9)
dengan analisa least square dapat diperoleh a dan b, kemudian perbandingan
dari nilai cs, Vx, dan Vs, maka:
𝑏 𝑘𝑐
= 𝑘𝑉 𝐶𝑠 (10)
𝑎 𝑥 𝑥

3. Bagaimana anda menentukan konsentrasi larutan sampel berdasarkan data


yang anda peroleh di atas?
Jawab:
Konsentrasi larutan sampel dapat ditentukan melalui 2 cara, yaitu:
a. Rumus perhitungan Cx

Tabel Hubungan antara Volume Standar dengan Nilai Absorbansi


Volume standar (x) Absorbansi (y)
0,0 0,210
10,0 0,292
20,0 0,378
30,0 0,467
40,0 0,554

Jika data tersebut dituangkan dalam bentuk grafik, maka:

16
Grafik Hubungan antara Nilai Absorbansi dengan
Volume Standar
0.6

0.5

0.4

Absorbansi 0.3 y = 0.0086x + 0.2076


R² = 0.9998
0.2

0.1

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Volume standar (mL)

Gambar 3. Grafik Hubungan antara Absorbansi dengan Volume Standar

Berdasarkan grafik didapatkan persamaan garis yaitu y = 0,0086x + 0,2076;


dengan a = 0,2076; b = 0,008; Cs = 12,5 ppm; Vx = 10 mL.

𝑎𝐶
𝐶𝑥 = 𝑏𝑉𝑠 (11)
𝑥

0,2076 × 12,5 𝑝𝑝𝑚


𝐶𝑥 =
0,0086 × 10

𝐶𝑥 = 30,1744 𝑝𝑝𝑚

b. Ekstrapolasi
1) Menghitung konsentrasi larutan standar Pb 12,5 ppm dengan volume
setelah pengenceran sebesar 50 mL
• Larutan Standar Pb 0 mL
𝑉1 . 𝑀1 = 𝑉2 . 𝑀2
0 𝑚𝐿. 12,5 𝑝𝑝𝑚 = 50 𝑚𝐿. 𝑀2
𝑀2 = 0 𝑝𝑝𝑚
• Larutan Standar Pb 10 mL

𝑉1 . 𝑀1 = 𝑉2 . 𝑀2

10 𝑚𝐿. 12,5 𝑝𝑝𝑚 = 50 𝑚𝐿. 𝑀2

𝑀2 = 2,5 𝑝𝑝𝑚

• Larutan Standar Pb 20 mL
𝑉1 . 𝑀1 = 𝑉2 . 𝑀2

17
0 𝑚𝐿. 12,5 𝑝𝑝𝑚 = 50 𝑚𝐿. 𝑀2

𝑀2 = 5 𝑝𝑝𝑚

• Larutan Standar Pb 30 mL

𝑉1 . 𝑀1 = 𝑉2 . 𝑀2

30 𝑚𝐿. 12,5 𝑝𝑝𝑚 = 50 𝑚𝐿. 𝑀2

𝑀2 = 7,5 𝑝𝑝𝑚

• Larutan Standar Pb 40 mL

𝑉1 . 𝑀1 = 𝑉2 . 𝑀2

40 𝑚𝐿. 12,5 𝑝𝑝𝑚 = 50 𝑚𝐿. 𝑀2

𝑀2 = 10 𝑝𝑝𝑚

2) Membuat kurva hubungan antara variasi konsentrasi larutan standar Pb


setelah pengenceran dengan nilai absorbansi dan melakukan regresi
linear.

Grafik Hubungan Konsentrasi Larutan Standar Pb


dengan Nilai Absorbansi
0.6

0.5

0.4
Absorbansi

0.3
y = 0.0345x + 0.2076
0.2 R² = 0.9998

0.1

0
0 2 4 6 8 10 12
Konsentrasi Larutan Standar Pb (ppm)

Gambar 4. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Larutan Standar Pb


dengan Nilai Absorbansi.

3) Mengekstrapolasi persamaan garis linear ke y = 0, sehingga memotong


sumbu x.
𝑦 = 0.0345x + 0.2076
0 = 0.0345x + 0.2076

18
𝑥 = −6.0174 𝑝𝑝𝑚

Pada kurva adisi standar: −𝐶𝑠 = 𝐶𝑥


Diperoleh konsentrasi 𝐶𝑠 = 6,0174 𝑝𝑝𝑚 yang merupakan konsentrasi
hasil ekstrapolasi persamaan garis linear ke y = 0. Konsentrasi Pb dalam
sampel 𝐶𝑠 = 6,0174 𝑝𝑝𝑚 adalah konsentrasi hasil ekstrapolasi
dikalikan dengan faktor pengenceran, maka:
Kadar Pb dalam sampel = 𝐶𝑠 × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
50 𝑚𝐿
= 6,0174 𝑝𝑝𝑚 × 10 𝑚𝐿

= 30.087 𝑝𝑝𝑚

19
BAB III

KESIMPULAN

1. Logam berat yang dapat terkandung dalam kerang hijau dan ikan adalah Hg, Pb,
Cd, Cr, dan Cu.
2. Bahaya yang dapat terjadi apabila mengonsumsi kerang hijau dan ikan yang
tercemar logam berat adalah kelelahan, iritabilitas, menganggu sistem saraf pusat,
kehilangan libido, gangguan menstruasi, aborsi spontan pada ibu hamil, bahkan
merusak fungsi organ dan menurunkan IQ jika dikonsumsi dalam jumlah tinggi
3. Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) merupakan salah satu metode dalam
kimia analitik yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik
secara kuantitatif dan kualitatif yang berprinsip pada serapan cahaya dengan
panjang gelombang tertentu oleh atom.
4. Persamaan hukum Lambert-Beer yaitu 𝐴 = 𝜀𝑏𝑐 yang berarti absorbansi akan
berbanding lurus dengan absorpsivitas, tebal kuvet, dan konsentrasi sampel pada
larutan.
5. Terdapat dua cara untuk menentukan konsentrasi larutan sampel yaitu dengan
rumus perhitungan Cx dan ekstrapolasi.

20
DAFTAR PUSTAKA

Bauer, H. H., Christian, G. D., O’Reilly, J. E. (1978) Instrumental Analysis. Boston:


Allyn and Bacon.
Chemistry LibreTexts. (2019) Atomic Absorption Spectroscopy. [online] Available at:
https://chem.libretexts.org/Bookshelves/Analytical_Chemistry/Book%3A_Analy
tical_Chemistry_2.0_(Harvey)/10_Spectroscopic_Methods/10.4%3A_Atomic_A
bsorption_Spectroscopy [Accessed 6 Nov. 2019]
Darmono. (2001) Lingkungan Hidup Dan Pencemaran. Jakarta: Universitas Indonesia.
Day, R. A. dan Underwood, A. L. (2002) Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Harvey, D. (2000) Modern Analytical Chemistry. Boston: McGraw-Hill.
Khopkar, S. M. (1990) Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Nur, F. (2015) Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Kerang Kima Sisik (Tridacna
squmosa) di Sekitar Pelabuhan Feri Bira. Prosiding Seminar Nasional
Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan.
Skoog, Douglas A., Donald M. West, dan F. James Holler. (1996) Fundamentals of
Analytical Chemistry, 8th edition. Philadelphia: Saunders College Publishing.
Suarsa, W. (2015). Spektroskopi [online] Available at:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/610b308c39ca975868e39
e01ec9e9ed5.pdf [Accessed 29 Oct. 2019].
Wahyuningsih, T., et al. (2014) Pencemaran Pb dan Cd pada Hasil Perikanan Laut
Tangkapan Nelayan di Sekitar Teluk Jakarta. Seminar Nasional Konservasi dan
Pemanfaatan Sumber Daya Alam 2015.
Yudha, I. G. (2009) Kajian Logam Berat Pb, Cu, Hg, dan Cd yang Terkandung pada
Beberapa Jenis Ikan di Wilayah Pesisir Kota Bandar Lampung. Seminar Hasil
Penelitian dan Pengabidan Kepada Masyarakat, Unila.

21
LAMPIRAN

22

Anda mungkin juga menyukai