Anda di halaman 1dari 34

PERCOBAAN I

ANALISIS MULTI KOMPONEN CAMPURAN KOBALT DAN KROM


I. Tujuan Percobaan
Mengetahui cara menganalisis multi komponen campuran kobalt dan krom
dengan variasi konsentrasi dengan menghitung nilai k.
II. Tinjauan Pustaka
Kobalt adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang
Co dan nomor atom 27. Elemen ini biasanya hanya ditemukan dalam bentuk
campuran di alam. Elemen bebasnya, diproduksi dari peleburan reduktif,
adalah logam berwarna abu-abu perak yang keras dan berkilau. Unsur kimia
kobalt tersedia di dalam banyak formulasi yang mencakup kertas perak,
potongan, bedak, tangkai, dan kawat (Undewoord, 1997).
Kobalt merupakan logam transisi, memiliki berat molekul 58,93 g/mol,
berbentuk padat pada suhu kamar, berwarna abu-abu perak, memiliki titik
didih 2.870-2.927, titik leleh 1.495, tidak berbau, memiliki 2 bilangan valensi ,
yaitu cobaltous (II) dan cobaltic (III), merupakan oksidan yang kuat dan bisa
menimbulkan api dan eksplosif bila terkena panas. Tetapi bersifat stabil bila
berada di udara, tidak larut dalam air, serta bersifat reaktif oleh larutan asam
(Anggianto, 2011).
Kobalt digunakan dalam berbagai paduan logam, pada media perekaman
magnetik, sebagai katalis untuk minyak bumi dan industri kimia, serta
sebagai agen pengering untuk cat dan tinta. Kobalt biru merupakan bagian
penting dari berbagai barang kerajinan seperti porselen, tembikar, kaca patri,
ubin, dan perhiasan enamel. Isotop radioaktif kobalt-60 digunakan dalam
perawatan medis dan juga untuk meradiasi makanan sebagai proses
pengawetan (Anonim, 2014).

Kromium adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang Cr dan nomor atom 24. Kromium trivalen (Cr(III), atau Cr 3+)
diperlukan dalam jumlah kecil dalam metabolisme gula pada manusia.
Kekurangan kromium trivalen dapat menyebabkan penyakit yang disebut
penyakit kekurangan kromium (chromium deficiency). Kromium merupakan
logam tahan korosi (tahan karat) dan dapat dipoles menjadi mengkilat.
Dengan sifat ini, kromium (krom) banyak digunakan sebagai pelapis pada
ornamen-ornamen bangunan, komponen kendaraan, seperti knalpot pada
sepeda motor, maupun sebagai pelapis perhiasan seperti emas, emas yang
dilapisi oleh kromium ini lebih dikenal dengan sebutan emas putih.
Perpaduan Kromium dengan besi dan nikel menghasilkan baja tahan karat.
(Yayan sunarya dan agus setiabudi 2010 ).
Kromium adalah logam berkilau, getas dan keras, serta berwarna perak abuabu. Ketika dipanaskan, kromium membentuk oksida kromat hijau. Logam
ini tidak stabil pada oksigen dan segera menghasilkan lapisan oksida tipis.
Kromium ditambang sebagai bijih kromit (FeCr2O4). Penambangan bijih
kromium antara lain terdapat di Afrika Selatan, Zimbabwe, Finlandia, India,
Kazakihstan, dan Filipina (Anonim, 2014).
Prinsip dasar dari analisis multikomponen dengan spektrometri absorpsi
molekular yaitu bahwa total absorbansi larutan adalah jumlah absorbansi dari
tiap-tiap komponennya. Hal ini tentu saja akan berlaku jika komponenkomponen tersebut tidak berinteraksi dalam bentuk apapun. Secara teori bisa
saja terdapat banyak komponen tetapi dalam praktek, lebarnya puncak
absorpsi dalam spektrometri UV-sinar tampak memastikan bahwa tidak ada
panjang gelombang yang cukup sesuai untuk penentuan sampel dengan
jumlah komponen yang banyak (Wiryawan, 2011).
Terdapat dua kemungkinan apabila dua komponen yang berlainan
dicampurkan dalam satu larutan. Adanya interaksi akan merubah spektrum
absorpsi dimana absorpsi larutan campuran akan merubah jumlah aljabar dari

absorpsi dua larutan dari masing masing komponen yang terpisah. Jadi
spektrum absorpsinya merupakan campuran bersifat aditif. Analisa yang
benar yang dapat dilakukan dengan perhitungan menggunakan hukum
Lambert Beer :
A=abc
Bila menggunakan kuvet yang sama maka:
A=kC
Karena dalam percobaan ini hanya ada dua komponen maka diperlukan dua
persamaan dari dua panjang gelombang yang berlainan agar C 1 dan C2 dapat
juga dihitung, jadi :
A1 = k11C1 + k12C2
A2 = k21C1 + k22C2
k dapat diperoleh dari kemiringan kurva standar sedangkan A dari hasil
pengukuran (Tim Dosen Kimia Analitik, 2014).
Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi cahaya
oleh suatu sisstem pada panjang gelombang tertentu. Sinar ultraviolet (UV)
mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar tampak
(visible) mempunyai

panjang

gelombang

400-750 nm. Pengukuran

spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang melibatkan energi


elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga
spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif
dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran
secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan
dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan
menggunakan hukum Lambert-Beer (Mozaix, 2014).
Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah interaksi yang terjadi antara
energi yang berupa sinar monokromatis dari sumber sinar dengan materi yang
berupa molekul. Besar energi yang diserap tertentu dan menyebabkan
elektron tereksitasi dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi yang memiliki
energi lebih tinggi. Serapan tidak terjadi seketika pada daerah ultraviolet-

visible untuk semua struktur elektronik, tetapi hanya pada sistem-sistem


terkonjugasi, struktur elektronik dengan adanya ikatan dan non bonding
elektron .Prinsip kerja spektrofotometer berdasarkan hukum Lambert Beer,
yaitu bila cahaya monokromatik (Io) melalui suatu media (larutan), maka
sebagian cahaya tersebut diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian
lagi dipancarkan (It) (Abdillah, 2012).
Spektrofotometer Uv-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur
transmitansi, reflektansi dan absorbsi dari cuplikan sebagai fungsi dari
panjang gelombang. Spektrofotometer sesuai dengan namanya merupakan
alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan
sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah
alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi.
Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi cahaya secara relatif
jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai
fungsi dari panjang gelombang. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber
spektrum sinar tampak yang sinambung dan monokromatis. Sel pengabsorbsi
untuk mengukur perbedaan absorbsi antara cuplikan dengan blanko ataupun
pembanding (Yanto, 2013).
Cara kerja alat spektrofotometer UV-Vis yaitu sinar dari sumber radiasi
diteruskan menuju monokromator. Cahaya dari monokromator diarahkan
terpisah melalui sampel dengan sebuah cermin berotasi. Detektor menerima
cahaya dari sampel secara bergantian secara berulang-ulang, Sinyal listrik
dari detektor diproses, diubah ke digital dan dilihat hasilnya, selanjutnya
perhitungan dilakukan dengan komputer yang sudah terprogram (Abdillah,
2012).

III.

Alat dan Bahan


III.1
Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini antara lain labu ukur 25 ml dan
50 ml, gelas kimia 100 ml, gelas ukur 10 ml, spektrofotometer UV-Vis,
kuvet, pipet mikro, sendok zat dan pipet tetes.
III.2

Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lain larutan krom (III)
klorida 0,05 M, larutan kobalt (II) klorida 0,188 M, aquades, tissue dan
cutton bud.

IV.

Prosedur Kerja
1. Keaditifan absorbans larutan Cr3+ dan Co2+
a. Menyiapkan larutan
Cr3+ 0,02 M
Co2+ 0,075 M
Larutan campuran Cr3+ + Co2+ yang mengandung 0,02 M Cr3+ dan
0,075 Co2+ dengan perbandingan 1 : 1
b. Mengukur absorban ketiga larutan di atas pada panjang gelombang 200900 nm, menggunakan air/aquades sebagai blanko.
Membuat dalam satu kertas grafik spektrum absorbsi masing-masing
dari ketiga larutan tersebut berdasarkan data yang diperoleh kemudian
menjumlahkan

spektrum

absorpsi

Cr3+ dan

Co2+.

Memeriksa

keaditifannya.
2. Nilai k
a. Menentukan nilai atau letak puncak maksimum spektrum Cr 3+ dan Co2+
dari grafik di atas.
b. Menyiapkan larutan Cr3+ dan Co2+ dengan konsentrasi:
Cr3+ : 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05 M
Co2+: 0,0188; 0,0376; 0,0564; 0,0752 M
Mengukur absorbans masing-masing pada Cr dan Co, maka dapat
dibuat 4 (empat) kurva standar :
Cr3+ pada Cr
Cr3+ pada Co
Co2+ pada Cr
Co2+ pada Co
Menghitung nilai k pada masing masing panjang gelombang tersebut.
3. Analisa contoh campuran
Menetapkan komposisi campuran yang diberikan dengan jalan mengukur
A (absorban) larutan itu pada Cr dan Co dan dari nilainilai k yang sudah
diperoleh di atas.
V. Hasil dan Pembahasan
5.1 Hasil Pengamatan
1. Keaditifan absorbansi larutan Cr3+ 0,02 M, Co2+ 0,075 M dan larutan
campuran Cr3+ + Co2+ yang mengandung 0,02 M dan 0,075 M.

maks
418,22

3+

Cr
0,356

Absorbannsi (A)
Co2+
Campuran Cr3+ + C02+
-

508,38
518,51

0,570
-

0,242

2. Nilai K
a. Untuk Larutan Cr3+
Sampel
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05

A (maks Cr
= 418,22)
0,164
0,348
0,462
0,644
0,818

A (maks Co
= 508,38)
0,207
0,266
0,312
0,397
0,411

A (maks Cr
= 418,22)
0,204
0,274
0,294
0,327

A (maks Co
= 508,38)
0,346
0,486
0,684
0,717

b.Untuk Larutan Co2+


Sampel
0,0188
0,0376
0,0576
0,0752

3. Analisa Contoh Campuran


Sampel
Co2+ 0,02 M + Cr3+ 0,075 M

A (maks Cr
= 418,22
0,210
C = 0,030

A (maks Co
= 508,38
0,388
C = 0,0230

5.2. Analisa Data


1. Pengenceran
Pembuatan larutan Cr3+ 0,02 M dari larutan krom (III) klorida
0,05M
Larutan 0,02 M Cr3+
V 1=

V 2 M2
M1

V 1=

25 ml x 0,02 M
0,05 M

V 1=10 ml

a. Larutan Cr3+

Larutan 0,01 M Cr3+


V M
V 1= 2 2
M1
V 1=

25 ml x 0,01 M
0,05 M

V 1=5 ml

Larutan 0,02 M Cr3+


V M
V 1= 2 2
M1
V 1=

25 ml x 0,02 M
0,05 M

V 1=10 ml
Larutan 0,03 M Cr3+
V M
V 1= 2 2
M1
V 1=

25 ml x 0,03 M
0,05 M

V 1=15 ml

Larutan 0,04 M Cr3+


V M
V 1= 2 2
M1
V 1=

25 ml x 0,04 M
0,05 M

V 1=20 ml

Larutan 0,05 M Cr3+


V M
V 1= 2 2
M1
V 1=

25 ml x 0,05 M
0,05 M

V 1=25 ml
Pembuatan larutan Co2+ 0,075 M dari larutan kobalt (II) klorida
0,0188 M
Larutan 0,075 M Co2+
V M
V 1= 2 2
M1
V 1=

25 ml x 0,075 M
0,188 M

V 1=9,97 ml
b. Larutan Co2+
Larutan 0,0188 M Co2+
V M
V 1= 2 2
M1
V 1=

25 ml x 0,0188 M
0,188 M

V 1=2,5 ml

Larutan 0,0376 M Co2+


V M
V 1= 2 2
M1
V 1=

25 ml x 0,0376 M
0,188 M

V 1=5 ml

Larutan 0,0564 M Co2+


V M
V 1= 2 2
M1
V 1=

25 ml x 0,0564 M
0,188 M

V 1=7,5 ml

Larutan 0,0752 M Co2+


V M
V 1= 2 2
M1
V 1=

25 ml x 0,0752 M
0,188 M

V 1=10 ml

2. Penentuan Regresi
a. Untuk Cr3+ pada Cr
Konsentrasi

Absorbans

(x)
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
x = 0,15

(y)
0,164
0,348
0,462
0,644
0,818
y = 2,436

x2

xy

0,0001
0,0004
0,0009
0,0016
0,0025
2
x = 0,0055

0,00164
0,00696
0,01386
0,02576
0,04090
xy= 0,08912

x=

x 0,15
=
=0,03
n
5

y=

y 2,436
=
=0,4872
n
5

b=

b=

n ( xy ) ( x ) ( y )
n ( x 2 ) ( x)2
5 ( 0,08912 ) ( 0,15 ) (2,436)
3
2
5 ( 5,5.10 ) (0,15)

b= 16,04
y= y +b ( xx )
y 1=0,4872+16,04 ( 0,010,03 ) = 0,1664
y 2=0,4872+16,04 ( 0,020,03 ) = 0,3268
y 3=0,4872+16,04 ( 0,030,03 ) = 0,4872
y 4 =0,4872+ 16,04 ( 0,040,03 ) = 0,6476
y 5=0,4872+16,04 ( 0,050,03 ) = 0,8080

Grafik Hubungan antara Konsentrasi Cr3+ dan Absorbansinya


pada Cr

Sebelum regresi
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2 0.16
0.1
0

0.35

0.46

0.64

0.82

Absorbansi

Konsentrasi

Setelah regresi
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2 0.17
0.1
0

0.33

Absorbansi

Konsentrasi

Menghitung Nilai k Cr3+ pada Cr (k11)


k=

dy
dx

k=

(0,32680,1664)
(0,020,01)

k =16,04

b. Untuk Cr3+ pada Co

0.49

0.65

0.81

Konsentrasi

Absorbans

(x)
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
x = 0,15

(y)
0,207
0,266
0,312
0,397
0,411
y = 1,593

x=

y=

b=

b=

x2

xy

0,0001
0,0004
0,0009
0,0016
0,0025
2
x = 0,0055

0,00207
0,00532
0,00798
0,01588
0,02055
xy = 0,0518

x 0,15
=
=0,03
n
5

y 1,593
=
=0,3186
n
5
n ( xy ) ( x ) ( y )
2
2
n ( x ) ( x)

5 ( 0,0518 ) ( 0,15 ) (1,593)


5 ( 5,5.103 ) (0,15)2

b= 4,01

y= y +b ( xx )
y 1=0,3186+ 4,01 ( 0,010,03 ) = 0,2384
y 2=0,3186+ 4,01 ( 0,020,03 ) = 0,2785
y 3=0,3186+ 4,01 ( 0,030,03 ) = 0,3186
y 4 =0,3186+4,01 ( 0,040,03 )

= 0,3587

y 5=0,3186+ 4,01 ( 0,050,03 ) = 0,3988

Grafik Hubungan antara Konsentrasi Cr3+ dan


Absorbansinya pada Co
Sebelum Regresi
0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2 0.21
0.15
0.1
0.05
0

0.27

0.31

0.4

0.41

Absorbansi

Konsentrasi

Setelah Regresi
0.45
0.4
0.35
0.3
0.25 0.24
0.2
0.15
0.1
0.05
0

0.28

Absorbansi

Konsentrasi

Menghitung Nilai k Cr3+ pada Co (k12)


k=

dy
dx

k=

(0,27850,2384)
(0,020,01)

0.32

0.36

0.4

k =4,01
c. Untuk Co2+ pada Cr
Konsentrasi

Absorbans

(x)
0,0188
0,0376
0,0564
0,0752
x = 0,188

(y)
0,204
0,274
0,294
0,327
y = 1,099

x=

x 0,188
=
=0,047
n
4

y=

y 1,099
=
=0, 27475
n
4

b=

b=

x2

xy

3,5344.10-4
1,41376.10-3
3,18096.10-3
5,65504.10-3
x2 = 0,0106032

0,00383
0,01030
0,01658
0,02459
xy = 0,05530

n ( xy ) ( x ) ( y )
2
2
n ( x ) ( x)

4 ( 0,05530 ) ( 0,188 )(1,099)


4 ( 0,0106032) (0,188)2

b= 2,0637

y= y +b ( xx )
y 1=0,27475+2,0637 ( 0,01880,047 )

= 0,2165

y 2=0,27475+2,0637 ( 0,03760,047 ) = 0,2553


y 3=0,27475+2,0637 ( 0,05640,047 ) = 0,2941
y 4 =0,27475+2,0637 ( 0,07520,047 ) = 0,3329

Grafik Hubungan antara Konsentrasi Co2+ dan Absorbansinya


pada Cr
Sebelum Regresi
0.35
0.3
0.25
0.2 0.2
0.15
0.1
0.05
0

0.27

0.29

0.33

Absorbansi

Konsentrasi

Setelah Regresi
0.35
0.3
0.25
0.2 0.22
0.15
0.1
0.05
0

0.26

Absorbansi

Konsentrasi

Menghitung Nilai k Co2+ pada Cr (k21)


k=

dy
dx

k=

(0,25530,2165)
(0,03760,0188)

0.29

0.33

k =2,0638
d. Untuk Co2+ pada Co
Konsentrasi

Absorbans

(x)
0,0188
0,0376
0,0564
0,0752
x = 0,188

(y)
0,346
0,486
0,684
0,717
y = 2,233

x=

x 0,188
=
=0,047
n
4

y=

y 2,233
=
=0, 55825
n
4

b=

b=

x2

xy

3,5344.10-4
1,41376.10-3
3,18096.10-3
5,65504.10-3
x2 = 0,0106032

0,00650
0,01827
0,03857
0,05391
xy = 0,11725

n ( xy ) ( x ) ( y )
2
2
n ( x ) ( x)

4 ( 0,11725 ) ( 0,188 ) (2,233)


4 ( 0,0106032 ) (0,188)2

b= 6,95959

y= y +b ( xx )
y 1=0,55825+6,95959 ( 0,01880,047 ) = 0,3619
y 2=0,55825+6,95959 ( 0,03760,047 )

= 0,4928

y 3=0,55825+6,95959 ( 0,05640,047 ) = 0,6236


y 4 =0,55825+6,95959 ( 0,07520,047 ) = 0,7545

Grafik Hubungan antara Konsentrasi Co2+ dan Absorbansinya


pada Co
Sebelum Regresi
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4 0.35
0.3
0.2
0.1
0

0.68
0.49

Absorbansi

Konsentrasi

Setelah Regresi
0.8

0.75
0.62
0.6
0.49
0.4 0.36

Absorbansi

0.2
0
1.8800000000000046E-2
Konsentrasi

Menghitung Nilai k Co2+ pada Co(k22)


k=

dy
dx

k=

(0,49280,3619)
(0,03760,0188)

k =6,9627

3. Pembuktian Nilai Konsentrasi

0.72

a. Cr3+
0,01 M
A
C= k
C=

C = 0,01 M
0,02 M
A
C= k
C=

0,462
16,04

C = 0,03 M
0,04 M
A
C= k
C=

0,348
16,04

C = 0,02 M
0,03 M
A
C= k
C=

0,164
16,04

0,644
16,04

C = 0,04 M
0,05 M
A
C= k
C=

0,818
16,04

C = 0,05 M

b. Co2+
0,0188 M

C=

A
k

C=

0,346
6,9627

C = 0,0496 M
0,0376 M
A
C= k
C=

C = 0,0698 M
0,0564 M
A
C= k
C=

0,486
6,9627

0,684
6,9627

C = 0,0982 M
0,0752 M
A
C= k
C=

0,717
6,9627

C = 0,1029 M
4. Menentukan Komposisi Campuran
A1 = k11C1 + k12C2..............(1)
A2 = k21C1 + k22C2 ..............(2)
0,210 = (16,04 x C1) + (4,01 x C2 )
x 2,0638
0,388 = (2,0638 x C1) + (6,9627 x C2) x 16,04
0,4333
= 33,1033 C1 + 8,2758 C2
6,2235
= 33,1033 C1 + 111,6817 C2
-5,7902
= -103,4059 C2
C2 = 0,0559 M
Subtitusi nilai C2 pada persamaan (2)
0,388 = (2,0683 x C1) + (6,9627 x 0,0559)
0,388 = 2,0683 C1 + 0,3892
2,0683 C1 = 0,388 0,3892

C1

= -0,0005 M

Sehingga diperoleh konsentrasi untuk campuran yaitu :


C1 = -0,0005 M dan C2 = 0,0559 M

5.3 Pembahasan
Kromium adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang Cr dan nomor atom 24. Kromium adalah logam berkilau, getas
dan keras, serta berwarna perak abu-abu. Kobalt adalah suatu unsur
kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Co dan nomor atom
27. Elemen bebasnya, diproduksi dari peleburan reduktif, adalah logam
berwarna abu-abu perak yang keras dan berkilau.
Prinsip dasar dari analisis multikomponen dengan spektrometri absorpsi
molekular yaitu bahwa total absorbansi larutan adalah jumlah absorbansi
dari tiap-tiap komponennya. Pada percobaan ini dilakukan analisis
multikomponen campuran krom dan kobalt, menggunakan krom (III) dan
kobalt (II). Sampel yang digunakan adalah CrCl3 berwarna hijau dan

CoCl2 berwarna merah muda. Menurut Royadithama (2013), ion


kromium trivalen berwarna hijau. Menurut Ilhami (2014), kobalt dalam
bilangan oksidasi +2 sangat stabil dan dalam bentuk ion berwarna merah
muda.
Perlakuan pertama pada percobaan ini adalah penentuan keaditifan
absorbans larutan Cr3+ dan Co2+. Adapun prinsip dasar dari keaditifan ini
yaitu dua macam kromofor yang berbeda akan mempunyai kekuatan
absorpsi cahaya yang berbeda pada satu panjang gelombang tertentu
sehingga diperoleh persamaan hubungan antara absorpsi dengan
konsentrasi pada dua panjang gelombang, akibatnya konsentrasi masingmasing komponen dapat dihitung. Absorban dari masing-masing
komponen bersifat aditif apabila komponen-komponennya tidak saling
bereaksi.
Langkah pertama yaitu menyiapkan larutan Cr3+ 0,02 M, Co2+ 0,075 M
dan campuran keduanya dengan perbandingan 1:1 (10 ml tiap larutan).
Selanjutnya mengukur absorbansi masing-masing larutan pada panjang
gelombang 200-900 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui panjang gelombang
maksimum tiap larutan. Adapun prinsip kerja dari spektrofotometer UVVis yaitu cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfram
yang bersifat polikromatis diteruskan melalui lensa menuju ke
monokromator pada spektrofotometer dan filter cahaya pada fotometer.
Monokromator kemudian akan mengubah cahaya polikromatis menjadi
cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan panjang
tertentu kemudian akan dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu
zat dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya yang
diserap (diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang
dilewatkan ini kemudian di terima oleh detektor. Detektor kemudian akan
menghitung cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya yang diserap
oleh sampel. Cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi zat yang

terkandung dalam sampel sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam


sampel secara kuantitatif. Digunakan aquades sebagai blanko untuk
pengukuran absorbansi tiap larutan, karena pelarut yang digunakan
adalah aquades.
Setelah pengukuran maka diperoleh kurva yang menghubungkan antara
konsentrasi larutan dengan absorbansi. Di mana berdasarkan kurva
tersebut, diketahui bahwa panjang gelombang maksimum untuk Cr 3+
yaitu 418,22 nm dengan nilai absorbansi sebesar 0,356. Untuk Co 2+
diperoleh panjang gelombang maksimum 508,38 nm dan nilai absorbansi
sebesar 0,570, sedangkan untuk campuran keduanya diperoleh panjang
gelombang maksimum 518,51 nm dan nilai absorbansinya sebesar 0,242.
Menurut Wiryawan (2008), panjang gelombang untuk Cr(III) terletak
pada panjang gelombang 575 nm sedangkan untuk Co(II) terletak pada
panjang gelombang 510 nm. Hasil yang diperoleh untuk Cr(III) berbeda
jauh dengan literatur, hal ini mungkin disebabkan adanya zat lain dalam
larutan pada saat diukur absorbansinya, pengaruh suhu, pengaruh jenis
pelarut maupun pengaruh pH larutan yang tidak sama dengan literatur.
Menurut Anonim (2014), apabila dua komponen yang berlainan
dicampurkan dalam satu larutan dengan adanya interaksi maka akan
merubah spektrum absorbsinya. Perubahan tersebut dapat disebabkan
oleh interaksi dua komponen tersebut yang dapat mengubah kemampuan
mereka untuk menyerap pada panjang gelombang tertentu dari sumber
radiasi. Adanya interaksi antara molekul ion krom dan kobalt
mempengaruhi jumlah aljabar dari absorbsi dua larutan masing-masing
komponen yang terpisah. Dari hasil pengamatan diperoleh larutan bersfat
aditif karena terdapat perbedaan pada panjang gelombang maksimum
campuran Cr3+ dan Co2+ dengan larutan Cr3+ dan larutan Co2+. Campuran
dikatakan aditif apabila menghasilkan absorbansi berbeda dari jumlah
absorbansi komponennya.

Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi Cr3+ dan Co2+ pada berbagai


konsentrasi menggunakan panjang gelombang maksimum Cr dan Co.
Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang maksimum karena di
sekitar panjang gelombang maksimum ini, bentuk kurva serapan adalah
datar sehingga hukum Lambert-Beer akan terpenuhi dengan baik,
sehingga kesalahan yang ditimbulkan pada panjang gelombang
maksimum dapat diperkecil. Variasi konsentrasi dilakukan untuk
mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap absorbansi larutan. Untuk
Cr3+ pada konsentrasi 0,01 M; 0,02 M; 0,03 M; 0,04 M dan 0,05 M.
Sedangkan untuk Co2+ pada konsentrasi 0,0188 M; 0,0376 M; 0,0564 M
dan 0,0752 M. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat dibuat
grafik setelah regresi, di mana dapat dilihat bahwa semakin tinggi
konsentrasi maka absorbansi larutan juga semakin tinggi atau dengan
kata lain konsentrasi larutan sebanding dengan absorbansinya. Menurut
Anonim (2014), berdasarkan hukum Beer absorbansi akan berbanding
lurus dengan konsentrasi. Jadi semakin besar konsentrasi maka semakin
tinggi nilai absorbansi yang diperoleh.
Berdasarkan grafik setelah regresi, dapat dihitung nilai k tiap larutan
pada tiap panjang gelombang. Nilai k digunakan untuk mengetahui
konsentrasi masing-masing larutan. Di mana nilai k ini diperoleh dari
perbandingan nilai dy (y2-y1) dan dx (x2-x1). Sehingga diperoleh nilai k
untuk tiap komponen pada masing-masing panjang gelombang yaitu,
untuk k11 sebesar 16,04; k12 sebesar 4,01; k21 sebesar 2,0638 dan k22
sebesar 6,9627. Dari nilai k ini dapat dianalisa contoh campuran, untuk
mengetahui konsentrasi komponen pada campuran. Untuk C1 diperoleh
-0,0005 M dan C2 diperoleh 0,0559 M. Dari hasil yang diperoleh tersebut
dapat disimpulkan bahwa hasil yang diperoleh ini terdapat kesalahan di
mana konsentrasi dari hasil perhitungan berbeda dengan nilai konsentrasi
dari larutan yang digunakan, yaitu untuk larutan Cr3+ 0,02 M sedangkan

untuk larutan Co2+ 0,075 M. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh tidak
tepatnya volume larutan pada saat dilakukan pengenceran.

VI.

Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Absorpsi campuran Cr3+ dan Co2+ bersifat aditif karena memiliki
absorbansi yang berbeda dengan komponennya.
2. Konsentrasi berbanding lurus dengan absorbansi di mana semakin besar
konsentrasi maka semakin besar pula nilai absorbansi begitupun
sebaliknya.
3. Dari percobaan ini diperoleh nilai k untuk tiap komponen pada masing
masing panjang gelombang yaitu, k11 sebesar 16,04; k12 sebesar 4,01; k21
sebesar 2,0638 dan k22 sebesar 6,9627.
4. Dari nilai k yang ada dapat diperoleh komposisi campuran,untuk C1
diperoleh -0,0005 M dan C2 diperoleh 0,0559 M.

DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, N. 2012. Prinsip Kerja Instrumen Spektroskopi. http://nuryadinabdillah.blogspot.com. Diakses pada 25 November 2014. Palu.
Anggianto. 2011. Kobalt dan Sifat-Sifat Umumnya. http://birohmah.unila.ac.id.
Diakses pada 25 November 2014. Palu.
Anonim. 2014. Analisis Multi Komponen Campuran Kobalt dan Krom.
http://cool98chem.blogspot.com. Diakses pada 30 November 2014. Palu.
Anonim. 2014. Kobalt: Co. Fakta, Sifat, Kegunaan & Efek Kesehatannya.
http://www.amazine.com. Diakses pada 25 November 2014. Palu.
Anonim. 2014. Kromium: Cr. Fakta, Sifat, Kegunaan & Efek Kesehatannya.
http://www.amazine.com. Diakses pada 25 November 2014. Palu.

Fawcett, E. 1988. Spin-Density-Wave Antiferromagnetism in Chromium. Reviews


of modern physics.
Greenwood, N. 1997. Chemistry of the Elements (ed. 2nd). ButterworthHeinemann. Oxford.
Ilhami, S. 2014. Logam Kobalt dan Nikel. http://cortansowel.blogspot.com.
Diakse pada 28 November 2014. Palu.
Mozaix. 2014. Spektrofotometri UV-Vis. http://majabintang.com. Diakses pada 25
November 2014. Palu.
Royadithama. 2013. Tentang Khromium-Cr. http://royadithama.wordpress.com.
Diakses pada 28 November 2014. Palu.
Tim Dosen Kimia Analitik. 2014. Penuntun Praktikum Analisis Instrumen.
FMIPA Untad. Palu.
Wiryawan, A. 2011. Analisis Multikomponen. http://www.chem-is.try.org. Diakses
pada 25 November 2014. Palu.
Yanto, A. 2013. Spektrofotometri UV-Vis, Inframerah dan Densitometer.
http://andriyanto507.blogspot.com. Diakses pada 25 November 2014.
Palu.

LAMPIRAN

Gambar 1 Spektrum Cr3+ Pada Panjang Gelombang 418,22 nm

Gambar 2 Spektrum Co2+ Pada Panjang Gelombang 508,38 nm

Gambar 3 Spektrum Campuran Cr3+ + Co2+ Pada Panjang Gelombang 518,51

Gambar 4 Stavol

Gambar 5 Power Saver

Gambar 6 Spektrofotometer UV-Vis

Gambar 7 Monitor

Gambar 8 Kuvet Kuarsa

CROM (CR)
Kromium adalah logam berkilau, getas dan keras,
serta berwarna perak abu-abu. Ketika dipanaskan,
kromium membentuk oksida kromat hijau. Logam ini
tidak stabil pada oksigen dan segera menghasilkan
lapisan oksida tipis. Kromium ditambang sebagai
bijih kromit (FeCr2O4). Penambangan bijih kromium
antara lain terdapat di Afrika Selatan, Zimbabwe,
Finlandia, India, Kazakihstan, dan Filipina .

Anda mungkin juga menyukai