Anda di halaman 1dari 7

B.

Analisis Kualitatif

Percobaan ini berjudul “Analisis Timbal Air Menggunakan AAS memiliki tujuan untuk
menentukan kandungan Timbal/Pb total dalam air menggunakan spectrometer serapan atom
(AAS).

Timbal adalah salah satu jenis logam berat. Menurut Palar (2004), logam berat merupakan
golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam yang lain. Perbedaannya
terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan masuknya ke dalam tubuh
organisme hidup. Logam berat biasanya menimbun efek-efek khusus pada mahkluk hidup, bila
masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan pengaruh-pengaruh
buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh.

Spektrpotometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada metode
analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metalloid yang pengukurannya berdasarkan
penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas
(Nindita, Loita Datu, 2011).

Aspek kuantitatif dari metode spektrofotometri diterangkan oleh hukum Lambert-Beer,


yaitu:

A = ε . b . c atau A = a . b . c

Dimana :

A = Absorbansi

ε = Absorptivitas molar (mol/L)

a = Absorptivitas (gr/L)

b = Tebal nyala (nm)

c = Konsentrasi (ppm)

Kelebihan metoda AAS adalah:

• Spesifik
• Batas (limit) deteksi rendah
• Dari satu larutan yang sama, beberapa unsur berlainan dapat diukur
• Pengukuran dapat langsung dilakukan terhadap larutan contoh (preparasi contoh sebelum
pengukuran lebih sederhana, kecuali bila ada zat pengganggu)
• Dapat diaplikasikan kepada banyak jenis unsur dalam banyak jenis contoh.
• Batas kadar-kadar yang dapat ditentukan adalah amat luas (mg/L hingga persen)

Kelemahan metoda AAS adalah:

 Kurang sempurnanya preparasi sampel, seperti: proses destruksi yang kurang sempurna
dan tingkat keasaman sampel dan blanko tidak sama
 Kesalahan matriks, hal ini disebabkan adanya perbedaan matriks sampel dan matriks
standar
 Aliran sampel pada burner tidak sama kecepatannya atau ada penyumbatan pada jalannya
aliran sampel.
 Gangguan kimia berupa: disosiasi tidak sempurna, ionisasi, terbentuknya senyawa
refraktori

Metode Destruksi

Destruksi merupakan suatu perlakuan pemecahan senyawa menjadi unsur-


unsurnya sehingga dapat dianalisis. Istilah destruksi ini disebut juga perombakan, yaitu
dari bentuk organik logam menjadi bentuk logam-logam anorganik. Pada dasarnya ada dua
jenis destruksi yang dikenal dalam ilmu kimia yaitu destruksi basah (oksida basah) dan
destruksi kering (oksida kering). Kedua destruksi ini memiliki teknik pengerjaan dan lama
pemanasan atau pendestruksian yang berbeda.

Metode Destruksi Basah

Destruksi basah adalah perombakan sampel dengan asam-asam kuat baik tunggal
maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat oksidator. Pelarut-
pelarut yang dapat digunakan untuk destruksi basah antara lain asam nitrat, asam sulfat,
asam perklorat, dan asam klorida. Kesemua pelarut tersebut dapat digunakan baik tunggal
maupun campuran. Kesempurnaan destruksi ditandai dengan diperolehnya larutan jernih
pada larutan destruksi, yang menunjukkan bahwa semua konstituen yang ada telah larut
sempurna atau perombakan senyawa-senyawa organik telah berjalan dengan baik.
(Raimon, 1993).

Metode Destruksi Kering

Destruksi kering merupakan perombakan organic logam di dalam sampel menjadi


logam-logam anorganik dengan jalan pengabuan sampel dalam muffle furnace dan
memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada umumnya dalam destruksi kering ini
dibutuhkan suhu pemanasan antara 400-800oC, tetapi suhu ini sangat tergantung pada jenis
sampel yang akan dianalisis. Contoh yang telah didestruksi, baik destruksi basah maupun
kering dianalisis kandungan logamnya. Metode yang digunakaan untuk penentuan logam-
logam tersebut yaitu metode Spektrofotometer Serapan Atom (Raimon, 1993). Metode ini
digunakan secara luas untuk penentuan kadar unsur logam dalam jumlah kecil atau trace
level ( Kealey, D. dan Haines, P.J. 2002).
Syarat -syarat sampel yang dapat dianalisis dengan spektrofotometri AAS adalah :
1. Konsentrasi encer
2. Zat yang terabsorbsi tidak boleh terdisosiasi
3. Larutan harus jernih
4. Mudah menguap

Gangguan-gangguan dalam metode AAS


a. Ganguan kimia
Gangguan kimia terjadi apabila unsur yang dianailsis mengalami reaksi kimia
dengan anion atau kation tertentu dengan senyawa yang refraktori, sehingga tidak semua
analiti dapat teratomisasi. Untuk mengatasi gangguan ini dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu: 1) penggunaan suhu nyala yang lebih tinggi, 2) penambahan zat kimia lain yang
dapatmelepaskan kation atau anion pengganggu dari ikatannya dengan analit. Zat kimia lai
yang ditambahkan disebut zat pembebas (Releasing Agent) atau zat pelindung (Protective
Agent).
b. Gangguang Matrik
Gangguan ini terjadi apabila sampel mengandung banyak garam atau asam, atau
bila pelarut yang digunakan tidak menggunakan pelarut zat standar, atau bila suhu nyala
untuk larutan sampel dan standar berbeda. Gangguan ini dalam analisis kualitatif tidak
terlalu bermasalah, tetapi sangat mengganggu dalam analisis kuantitatif. Untuk mengatasi
gangguan ini dalam analisis kuantitatif dapat digunakan cara analisis penambahan standar
(Standar Adisi).
c. Gangguan Ionisasi
Gangguan ionisasi terjadi bila suhu nyala api cukup tinggi sehingga mampu
melepaskan electron dari atom netral dan membentuk ion positif. Pembentukan ion ini
mengurangi jumlah atom netral, sehingga isyarat absorpsi akan berkurang juga. Untuk
mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan penambahan larutan unsur yang mudah
diionkan atau atom yang lebih elektropositif dari atom yang dianalisis, misalnya Cs, Rb, K
dan Na. penambahan ini dapat mencapai 100-2000 ppm.
d. Absorpsi Latar Belakang (Back Ground)
Absorbsi Latar Belakang (Back Ground) merupakan istilah yang digunakan untuk
menunjukkan adanya berbagai pengaruh, yaitu dari absorpsi oleh nyala api, absorpsi
molecular, dan penghamburan cahaya. (Rohman, 2007)

Adapun bagian-bagian dari Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) sebagai berikut (Rohman,
2007)

a. Sumber radiasi resonansi


Sumber radiasi resonansi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (Hollow Cathode
Lamp) atau Electrodeless Discharge Tube (EDT). Elektroda lampu katoda berongga biasanya
terdiri dari wolfram dan katoda berongga dilapisi dengan unsur murni atau campuran dari
unsur murni yang dikehendaki. Tanung lampu dan jendela (window) terbuat dari silika atau
kuarsa, diisi dengan gas pengisi yang dapat menghasilkan proses ionisasi. Gas pengisi yang
biasanya digunakan ialah Ne, Ar atau He.
Pemancaran radiasi resonansi terjadi bila kedua elektroda diberi tegangan, arus listrik yang
terjadi menimbulkan ionisasi gas-gas pengisi. Ion-ion gas yang bermuatan positif ini
menembaki atom-atom yang terdapat pada katoda yang menyebabkan tereksitasinya atom-
atom tersebut. Atom-atom yang tereksitasi ini bersifat tidak stabil dan akan kembali ke tingkat
dasar dengan melepaskan energi eksitasinya dalam bentuk radiasi. Radiasi ini yang dilewatkan
melalui atom yang berada dalam nyala.

b. Atomizer
Atomizer terdiri atas Nebulizer (sistem pengabut), spray chamber dan burner (sistem
pembakar)
 Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir kabut dengan
ukuran partikel 15 – 20 µm) dengan cara menarik larutan melalui kapiler (akibat efek
dari aliran udara) dengan pengisapan gas bahan bakar dan oksidan, disemprotkan ke
ruang pengabut. Partikel-partikel kabut yang halus kemudian bersama-sama aliran
campuran gas bahan bakar, masuk ke dalam nyala, sedangkan titik kabut yang besar
dialirkan melalui saluran pembuangan.
 Spray chamber berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara gas oksidan,
bahan bakar dan aerosol yang mengandung contoh sebelum memasuki burner.
 Burner merupakan sistem tepat terjadi atomisasi yaitu pengubahan kabut/uap garam
unsur yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal dalam nyala.

c. Monokromator
Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui populasi atom di dalam
nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi diteruskan. Fraksi radiasi yang
diteruskan dipisahkan dari radiasi lainnya. Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut
dilakukan oleh monokromator.
Monokromator berfungsi untuk memisahkan radiasi resonansi yang telah mengalami
absorpsi tersebut dari radiasi-radiasi lainnya. Radiasi lainnya berasal dari lampu katoda
berongga, gas pengisi lampu katoda berongga atau logam pengotor dalam lampu katoda
berongga. Monokromator terdiri atas sistem optik yaitu celah, cermin dan kisi.

d. Detektor
Detektor berfungsi mengukur radiasi yang ditransmisikan oleh sampel dan mengukur
intensitas radiasi tersebut dalam bentuk energi listrik.

e. Rekorder
Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh piranti yang dapat menggambarkan
secara otomatis kurva absorpsi.

Prinsip kerja dari percobaan ini adalah menyiapkan kondisi alat AAS. Membuat satu seri
larutan standar dari induk Pb 1000 ppm, lalu diencerkan menjadi 100 ppm. Larutan induk Pb 100
ppm lalu diencerkan dengan HNO3 sehingga didapatkan konsentrasi 0,25; 0,5; 0,75; 1; 1,5; 2 ppm.
Membaca absorbansi dengan AAS. Mengambil 50 ml larutan sampel dan memasukkannya dalam
gelas beker. Menambahkan 5 ml HNO3 pekat dan menguapkannya dengan temperature sedang
sampai volumenya tersisa 15-20 ml dan dimasukkan dalam labu ukur 50 ml. Membilas gelas beker
dengan sedikit aquades dan bilasannya dimasukkan ke labu ukur. Membaca serapan absorbansi
dengan AAS.
DAFTAR PUSTAKA

Kealey, D. dan Haines, P.J. (2002). Analytical Chemistry. London: BIOS Scientific
Publishers Ltd.
Nindita, Loita Datu. 2011. Spektroskopi Serapan Atom (SSA). Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya.
Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Raimon. (1993). Perbandingan Metoda Destruksi Basah dan Kering Secara
Spektrofotometri Serapan Atom. Lokakarya Nasional.Jaringan Kerjasama Kimia
Analitik Indonesia. Yogyakarta.
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai