Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK INSTRUMEN

PENENTUAN KADAR TEMBAGA PADA SAMPEL AIR LIMBAH


MENGGUNAKAN SPEKTROMETER SERAPAN ATOM (SSA)

Tanggal Praktikum Awal : 2 maret 2017


Akhir : 2 maret 2017
Di Ajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Praktikum Pemisahan
Dan Pengukuran Analisis Kimia

Dosen Pengampu: Dra. Hernani, M.Si

Disusun Oleh:
Kelompok 11

Rahmat Basuki 1507063


Rani Herlina 1503988

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2017
Penentuan Kadar Tembaga Pada Sampel Air Limbah Menggunakan
Spektrometer Serapan Atom (SSA)

Tanggal Praktikum : Awal : 2 Maret 2017


Akhir : 2 Maret 2017

A. Tujuan Praktikum
1. Mempreparasi sampel air limbah yang akan ditentukan kadar
tembaganya dengan alat spektrometer serapan atom.
2. Menyiapkan larutan kerja dari larutan stock yang tersedia.
3. Memahami prinsip penentuan kadar logam dalam suatu sampel dengan
alat spektrometer serapan atom.
4. Menentukan kadar Cu(II) dalam sampel air limbah menggunakan
spektrometer serapan atom
B. Dasar Teori
Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) adalah suatu metode analisis yang
didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada
pada tingkat energi dasar (ground state) Penyerapan tersebut menyebabkan
tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkatenergi yang lebih tinggi.
Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke tingkat energi dasarsambil
mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi.
Dalam AAS, atom bebas berinteraksidengan berbagai bentuk energi seperti
energi panas, energi elektromagnetik, energi kimia danenergi listrik. Interaksi
ini menimbulkan proses-proses dalam atom bebas yang menghasilkanabsorpsi
dan emisi (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang dipancarkan bersifat
khas karenamempunyai panjang gelombang yang karakteristik untuk setiap
atom bebas (Basset, 1994)
AAS dapat digunakan untukmengukur logam sebanyak 61 logam. Sember
cahaya pada AAS adalah sumber cahaya darilampu katoda yang berasal dari
elemen yang sedang diukur kemudian dilewatkan ke dalam nyalaapi yang
berisi sampel yang telah terakomisasi, kemudian radiasi tersebut diteruskan ke
detektormelalui monokromator. Chopper digunakan untuk membedakan
radiasi yang berasal dari nyalaapi.

Atom dari suatu unsur padakeadaan dasar akandikenai radiasi maka atom
tersebut akan menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit terluar
naik ke tingkat energi yang lebih tingi atau tereksitasi. Atom-atom dari sampel
akanmenyerpa sebagian sinar yang dipancarkan oleh sumber cahaya.
Penyerapan energi cahayaterjadi pada panjang gelombang tertentu sesuai
dengan energi yang dibutuhkan oleh atomtersebut (Basset, 1994)
Hubungan kuantitatif antara intensitas radiasi yang diserap dan konsentrasi
unsur yang adadalam larutan cuplikan menjadi dasar pemakaian SSA untuk
analisis unsur-unsur logam. Untukmembentuk uap atom netral dalam
keadaan/tingkat energi dasar yang siap menyerap radiasidibutuhkan sejumlah
energi. Energi ini biasanya berasal dari nyala hasil pembakaran campurangas
asetilen-udara atau asetilen-N2O, tergantung suhu yang dibutuhkan untuk
membuat unsuranalit menjadi uap atom bebas pada tingkat energi dasar
(ground state). Disini berlaku hubunganyang dikenal dengan hukum Lambert-
Beer yang menjadi dasar dalam analisis kuantitatif secaraSSA. (Ristina, 2006)
Log I/Io = a.b.cA = a.b.c
A = absorbansi, tanpa dimensi
a = koefisien serapan, L2/M
b = panjang jejak sinar dalam medium berisi atom penyerap, L
c = konsentrasi, M/L3
Io = intensitas sinar mula-mula
I = intensitas sinar yang diteruskan
Pada persamaan diatas ditunjukkan bahwa besarnya absorbansi berbanding
lurus dengankonsentrasi atom-atom pada tingkat tenaga dasar dalam medium
nyala. Banyaknya konsentrasiatom-atom dalam nyala tersebut sebanding
dengan konsentrasi unsur dalam larutan cuplikan.Dengan demikian, dari
pemplotan serapan dan konsentrasi unsur dalam larutan standar
diperolehkurva kalibrasi. Dengan menempatkan absorbansi dari suatu
cuplikan pada kurva standar akandiperoleh konsentrasi dalam larutan
cuplikan. Bagian-bagian AAS adalah sebgai berikut:
(Day,1986
)

Emisi atom adalah proses di mana atom yang tereksitasi kehilangan energi
yang disebabkan oleh radiasi cahaya. Misalnya, garam-garam logam akan
memberikan warna di dalam nyala ketika energi dari nyala tersebut mengeksitasi
atom yang kemudian memancarkan spektrum yang spesifik. Sedangkan absorpsi
atom merupakan proses di mana atom dalam keadaan energi rendah menyerap
radiasi dan kemudian tereksitasi.
Secara umum, komponen-komponen spektrometer serapan atom (SSA) adalah
sama dengan spektrometer UV/Vis. Keduanya mempunyai komponen yang terdiri
dari sumber cahaya, tempat sample, monokromator, dan detektor. Analisa sample
di lakukan melalui pengukuran absorbansi sebagai fungsi konsentrasi standard
dan menggunakan hukum Beer untuk menentukan konsentrasi sample yang tidak
diketahui. Walaupun komponen-komponenya sama, akan tetapi sumber cahaya
dan tempat sampel yang digunakan pada SSA memiliki karakteristik yang sangat
berbeda dari yang digunakan dalam spektrometri molekul (misal:
UV/Vis).Wiryawan A. (2007)
1) Hollow Katoda
Ciri utama lampu ini adalah mempunyai katode silindris berongga
yang dibuat dari logam tertentu. Katode and anode tungsten diletakkan dalam
pelindung gelas tertutup yang mengandung gas inert (Ne atau Ar) dengan
tekanan 1-5 torr. Lampu ini mempunyai potensial 500 V, sedangkan arus
berkisar antara 2 20 mA.
Adapun gas pengisi terionisasi pada anode, dan ion-ion yang hasilkan
dipercepat menuju katode dimana bombardemen ion-ion ini menyebabkan
atom-atom logam menjadi terlepas ke permukaan dan terbentuk
awan/populasi atom. Proses ini disebut dengan percikan atom (sputtering).
Lebih jauh lagi, tumbukan ini menyebabkan beberapa atom tereksitasi dan
kemudian kembali pada keadaan dasar dengan memancarkan spektrum atom
yang spesifik. Spektrum gas pengisi (dan komponen lain yang terdapat dalam
katode) juga dipancarkan. Jendela atau tempat dimana radiasi keluar dari
lampu biasanya dibuat dari silika sehingga dapat menggunakan panjang
gelombang di bawah 350 nm.

(Wiryawan A 2007 hal 78-79)

2) Nyala api
Fungsi nyala adalah untuk memproduksi atom-atom yang dapat
mengabsorpsi radiasi yang di pancarkan oleh lampu katode tabung. Pada
umumnya, peralatan yang di gunakan untuk mengalirkan sample menuju nyala
adalah nebulizer
pneumatic yang di
hubungkan dengan pembakar
(burner). Diagram
nebulizer dapat di lihat
pada Gambar 11.5.
Sebelum menuju nyala,
sample mengalir melalui
pipa kapiler dan dinebulisasi oleh aliran gas pengoksidasi sehingga
menghasilkan aerosol. Kemudian, aerosol yang terbentuk bercampur dengan
bahan bakar menuju ke burner. Sample yang menuju burner hanya berkisar 5-
10% sedangkan sisanya (90-95%) menuju tempat pembuangan (drain). Pipa
pembuangan selalu berbentuk U untuk menghindari gas keluar yang dapat
menyebabkan ledakan serius. Sample yang berada pada nyala kemudian
diatomisasi, dan cahaya dari lampu katode tabung dilewatkan melalui nyala.
Sample yang berada pada nyala akan menyerap cahaya tersebut.

Jenis-jenis nyala
Ada 3 jenis nyala dalam spektrometri serapan atom yaitu:
a) Udara Propana Jenis nyala ini relatif lebih dingin (1800oC)
dibandingkan jenis nyala lainnya. Nyala ini akan menghasilkan
sensitifitas yang baik jika elemen yang akan diukur mudah terionisasi
seperti Na, K, Cu.
b) Udara Asetilen Jenis nyala ini adalah yang paling umum dipakai
dalam AAS. Nyala ini menghasilkan temperatur sekitar 2300oC yang
dapat mengatomisasi hampir semua elemen. Oksida-oksida yang stabil
seperti Ca, Mo juga dapat analisa menggunakan jenis nyala ini dengan
memvariasi rasio jumlah bahan bakar terhadap gas pengoksidasi.
c) Nitrous oksida Asetilen Jenis nyala ini paling panas (3000oC),
dan sangat baik digunakan untuk menganalisa sampel yang banyak
mengandung logam-logam oksida seperti Al, Si. Ti, W. (Wiryawan. A
2007 hal 98-99)
3) Monokromator
Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui populasi
atom didalam nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi
diteruskan. Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan dari radiasi lainnya.
Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh monokromator.
Berkas cahaya dari lampu katode berongga akan dilewatkan melalui
celah sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator.
Monokromator dalam alat AAS akan memisahkan, mengisolasi, dan
mengontrol intensitas energi yang diteruskan ke detektor.
Monokromator berfungsi untuk mengisolasi sinar yang diperlukan
(salah satu atau lebih garis-garis resonansi dengan tertentu) dari sinar
(spektrum) yang dihasilkan oleh lampu katoda berongga, dan meniadakan
yang lain. Monokromator dalam AAS diletakkan setelah tempat sampel, hal
tersebut guna menghilangkan gangguan yang berasal dari spektrum
kontinyu yang dipancarkan oleh molekul-molekul gas bahan bakar yang
tereksitasi didalam nyala. (Hendrayana.s 1994)
4) Detektor
Berfungsi untuk menentukan intensitas radiasi foton dari gas
resonansi yang keluar dari monokromator dan mengubahnya menjadi arus
listrik. Detektor yang paling banyak digunakan adalah photo multifier tube.
Terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat peka cahaya dan suatu
anoda yang mampu mengumpulkan elektron.
Ketika foton menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan, dan
bergerak menuju anoda. Antara katoda dan anoda terdapat dinoda-dinoda
yang mampu menggandakan elektron. Sehingga intensitas elektron yang
sampai menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal
listrik. (Ahmad .s 2000)
5) Gangguan pada SSA
a. Gangguan spektra Gangguan-gangguan spekra dalam spektrum serapan
atom dapat diabaikan karena kemungkinan terjadinya tumpang tindih
spektra sangat kecil. Akan tetapi gangguan spektra yang disebabkan oleh
absorpsi atau hamburan molekul tidak dapat diabaikan. Gangguan ini
dapat diatasi dengan mengoreksi background sebagaimana telah
didiskusikan sebelumnya.
b. Gangguan fisika Perbedaan-perbedaan yang signifikan antara sifar-sifat
sampel dan larutan standar seperti viskositas (kekentalan), tegangan
permukaan, berat jenis, dan sifat-sifat fisik lainnya dapat menyebabkan
perbedaan didalam nebuliser. Hal ini karena hanya aerosol yang sangat
kecil (finest mist) yang akan mencapai nyala dan proporsi sampel yang
dapat dikonversi menjadi fine mist tergantung pada sifat-sifat fisiknya.
Perlu dicatat bahwa sifat fisik ini dapat juga tergantung pada pH. Jika
proporsi sampel yang mencapai nyala lebih besar daripada larutan
standar (misal jika senyawa-senyawa organik terlarut berada pada
tegangan permukaan yang lebih rendah) maka akan memberikan
gangguan positif. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan metode
adisi standar (yang akan dijelaskan kemudian).
c. Gangguan kimia
Jika suatu bahan terdapat dalam sampel dan bereaksi dengan analit
membentuk senyawa yang stabil (yang sulit didekomposisi oleh nyala)
maka akan menyebabkan gangguan negatif.
d. Gangguan ionisasi
Jika analit yang akan diukur terionisasi di dalam nyala karena eksitasi
termal, maka sensitivitas pengukuran terhadap analit menurun karena
jumlah radiasi yang diserap sangatlah kecil. 6 Kurva kalibrasi
Ada dua keadaan yang dapat menyebabkan ketidak-akuratan ketika menggunakan
kurva kalibrasi, yaitu:
1. Faktor-faktor yang berada di dalam sample yang mengubah perbandingan
respon/konsentrasi, tetapi faktor tersebut tidak ada di dalam larutan standar
(misalnya perubahan pH, kekuatan ion, kekeruhan, viskositas, gangguan
kimia dan lain lain). Faktor-faktor tersebut akan mengubah kemiringan
(slope) kurva kalibrasi.
2. Faktor yang tampak/kelihatan pada alat pendeteksi misalnya warna atau
kekeruhan sample yang menyerap atau menghamburkan cahaya pada
panjang gelombang pengukuran. Faktor ini tidak berpengaruh terhadap
slope kurva kalibrasi.
7. Sensitivitas dan Limit Deteksi
Limit deteksi (LOD) adalah konsentrasi terkecil yang berbeda dari
blangko yang secara statistik dapat dideteksi. LOD ini dihitung berdasarkan
dua kali standar deviasi dari pengukuran sedikitnya 10 kali larutan blangko
(Wiryawan.A 2007 hal 88-89)
C. Alat Dan Bahan
Alat :
Labu takar 50 mL 2 buah
Labu takar 25 mL 4 buah
Pipet tetes 1 buah
Gelas kimia 100 mL 1 buah
Gelas kimia 600 mL 1 buah
Corong kecil 1 buah
Pipet ukur 1 mL 1 buah
Hot plate 1 buah
Kaca arloji 1 buah
Instrumen AAS 1 set
Batang pengaduk 1 buah
Corong dan statif 1 set
Bahan:
Larutan stock Cu(II) 1000 ppm 3 mL
Larutan sampel 50 mL
Aquades secukupnya
Larutan HNO3 pekat 6 mL
Kertas saring Whatmann 1 lembar

D. Langkah Kerja Dan Pengamatan


1. Preparasi Sampel
Gelas kimia disiapkan lalu dimasukkan sebanyak 2,5 ml HNO 3 (berwujud
cairan tak berwarna) 14,6 M. Sampel (berwujud cairan tak berwarna) diambil
sebanyak 50 ml dan dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 ml dengan
menggunakan batang pengaduk. Saat dimasukkan air sampel timbul asap
putih. Selanjutnya larutan sampel 50 ml dipanaskan menggunakan hot plate
sampai volume larutan sampel menjadi kurang lebih 15 ml. Saat pemanasan
warna larutan menjadi sedikit kekuning-kuningan. Setelah itu diangkat dan
ditambahkan kembali 2,5 ml HNO 3 pekat 14,6 M dan dipanaskan kurang
lebih 1 menit sampai larutan benar-benar jernih. Setelah larutan jernih
kemudian didinginkan. Lalu dituangkan ke dalam gelas ukur 50 ml lantas
tambahkan larutan sampel dengan aquades hingga volumenya 50 ml.
Kemudian saring larutan sampel menggunakan kertas saring Whatmann agar
tidak ada kotoran padat yang tertinggal yang dapat menyebabkan instrumen
AAS menjadi rusak.

2. Pembuatan Larutan Blanko

Memipet larutan HNO3 65 % 14,6 M sebanyak kurang lebih 0,35 ml dan


dimasukkan ke dalam gelas kimia 500 ml selanjutnya aquades dimasukkan
secara perlahan menggunakan batang pengaduk sampai dengan volume
larutan blanko menjadi 500 ml. Larutan blanko berwujud cairan tak berwarna.

3. Pembuatan Larutan Kerja Cu (II)

Menyiapkan labu takar 50 ml satu buah dan labu takar 25 ml sebanyak


empat buah. Untuk larutan kerja 5 ppm dibuat menggunakan labu takar 50
ml. Kemudian memipet dengan menggunakan mikro pipet sebanyak 0,25 ml
larutan CuSO4.5H2O yang berwarna biru muda. Kemudian tambahkan larutan
blanko hingga mencapai tanda batas pada labu takar. Kemudian lap
menggunakan kertas hisap untuk menghilangkan cairan diatas tanda batas lalu
dikocok.

Larutan kerja 10 ppm dibuat menggunakan labu takar 25 ml. Kemudian


memipet dengan menggunakan mikro pipet sebanyak 0,25 ml larutan
CuSO4.5H2O yang berwarna biru muda. Kemudian tambahkan larutan blanko
hingga mencapai tanda batas pada labu takar. Kemudian lap menggunakan
kertas hisap untuk menghilangkan cairan diatas tanda batas lalu dikocok.

Larutan kerja 15 ppm dibuat menggunakan labu takar 25 ml. Kemudian


memipet dengan menggunakan mikro pipet sebanyak 0,375 ml larutan
CuSO4.5H2O yang berwarna biru muda. Kemudian tambahkan larutan blanko
hingga mencapai tanda batas pada labu takar. Kemudian lap menggunakan
kertas hisap untuk menghilangkan cairan diatas tanda batas lalu dikocok.

Larutan kerja 20 ppm dibuat menggunakan labu takar 25 ml. Kemudian


memipet dengan menggunakan mikro pipet sebanyak 0,5 ml larutan
CuSO4.5H2O yang berwarna biru muda. Kemudian tambahkan larutan blanko
hingga mencapai tanda batas pada labu takar. Kemudian lap menggunakan
kertas hisap untuk menghilangkan cairan diatas tanda batas lalu dikocok.

Larutan kerja 25 ppm dibuat menggunakan labu takar 25 ml. Kemudian


memipet dengan menggunakan mikro pipet sebanyak 0,625 ml larutan
CuSO4.5H2O yang berwarna biru muda. Kemudian tambahkan larutan blanko
hingga mencapai tanda batas pada labu takar. Kemudian lap menggunakan
kertas hisap untuk menghilangkan cairan diatas tanda batas lalu dikocok.

4. Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Pengukuran Absorbansi Larutan Kerja dan


Sampel.

Instrumen AAS disiapkan dengan cara mengalirkan terlebih dahulu fuel


yakni asetilen dengan laju alir 1,9 ml/menit dan oksidan udara sebanyak 3,6
ml/menit. Sebelumnya hollow katoda Cu dipasang ke dalam AAS kemudian
dinyalakan AAS lalu bakar menggunakan pemicu korek api pada sumber
nyala hingga hollow katoda berwarna merah. Kemudian setting panjang
gelombang Cu optimal pada = 324.8 nm, diset repetisinya sebanyak 3 kali,
kuat arusnya sebesar 15 mA, energi yang terpancarkan sebesar 66%.
Masukkan selang sampel ke dalam larutan blanko lalu tekan tombol tara
sehingga nilai Absorbansinya nol. Lalu angkat selang sampel kemudian lap
menggunakan tisu setiap penggantian larutan lalu masukkan ke dalam larutan
kerja kemudian tekan tombol data diamkan sejenak hingga memperoleh data
absorbansi rata-ratanya. Larutan kerja 5 ppm didapat nilai absorbansinya
0,202. Kemudian larutan kerja 15 ppm diperoleh absorbansinya 0,564.
Selanjutnya larutan kerja 20 ppm diperoleh nilai absorbansinya sebesar 0,72.
Lalu larutan kerja 25 ppm diukur nilai absorbansinya sebesar 0,865. Dan
yang terakhir adalah larutan sampel dan didapat nilai absorbansinya sebesar
0,338.

Lalu membuat grafik dengan memplot data konsentrasi dalam ppm dalam
sumbu x dan nilai absorbansi sebagai sumbu y dalam microsoft excel. Buat
grafik linearnya. dan Tampilkan trendline dan regresinya tanpa adanya
intersep. Setelah didapat persamaan linier, kemudian hitung konsentrasi
sampel berdasarkan persamaan linier tersebut.

E. Analisis Data dan Pembahasan

Praktikum Penentuan Kadar Logam Cu(II) dalam Sampel Limbah dengan


Cara AAS bertujuan untuk memahami prinsip penentuan kadar logam dalam suat
sampel dengan alat spektrometri serapan atom, menyiapkan larutan kerja dari
larutan stock yang tersedia, dan memahami prinsip penentuan kadar logam
dalam suatu sampel dengan alat spektrofotometer serapan atom. Prinsip dasar dari
spektrometri serapan atom adalah adanya serapan/absorbsi cahaya ultraviolet
(UV) atau visibel (Vis) oleh atom-atom suatu unsur dalam keadaan dasar yang
berada di dalam nyala api.

Sebelum dianalisis, sampel harus dipreparasi terlebih dahulu. Pertama-


tama, sampel didestruksi terlebih dahulu. Karena sampel yang akan dianalisis
berupa cairan, maka metode destruksi yang digunakan adalah metode destruksi
basah. Destruksi basah adalah proses perombakan sampel dengan asam-asam kuat
baik tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat
oksidator. Dalam praktikum ini, sampel didestruksi dengan diberi HNO 3 pekat.
Penambahan asam nitrat ini juga berguna untuk membunuh bakteri yang ada di
dalam sampel karena keberadaan bakteri dapat menganggu proses analisis. Asam
nitrat dipilih karena asam nitrat dapat melarutkan hampir semua logam. Selain itu,
penambahan asam nitrat juga berfungsi untuk menghindari efek hidrolisis karena
jika terjadi hidrolisis Cu akan mengendap menjadi Cu(OH) 2. Setelah itu, sampel
dipanaskan guna mempecepat proses destruksi. Kesempurnaan destruksi ditandai
dengan diperolehnya arutan jernih pada lautan destruksi yang menunjukan bahwa
semua konstituen yang ada telah larut sempurna. Setelah proses destruksi selesai,
sampel disaring agar terbebas dari kotoran yag dapat mengganggu proses
pengukuran.

Pada instrumen AAS yang digunakan dalam praktikum ini, sumber cahaya
berasal dari gas Ne yang mengemisikan sinar berwarna merah. Bahan bakar yang
digunakan adalah asetilen dengan oksidan udara. Arus lampu yang digunakan
sebesar 15-25a. Pada hollow katoda, Cu digunakan sebagai katoda dan tungsten
sebagai anoda. Analisis ini dilakukan pada panjang gelombang 324.8 nm.

Ada dua jenis larutan yang diuji pada praktikum ini, yaitu larutan kerja
dan larutan sampel. Selain itu, dibuat juga larutan blanko yang berupa larutan
HNO3. Larutan kerja dibuat dalam berbagai konsentrasi, yaitu: 5 ppm, 10 ppm, 16
ppm, 20 ppm, dan 24 ppm yang masing-masing bervolume 25 ml kecuali untuk
larutan kerja 5 ppm. Larutan kerja ppm bervolume 50 ml karena berfungsi untuk
optimasi alat. Data absorbansi larutan kerja kemudian digunakan untuk membuat
kurva kalibrasi.

Dari hasil pengukuran, didapat data sebagai berikut:

Konsentrasi
Absorbansi
(ppm)
0 0
5 0,202
16 0,564
20 0,72
24 0,865
Data tersebut diolah sehingga menghasilkan grafik berikut:
Chart Title
1

0.8 f(x) = 0.04x + 0.01


R = 1
0.6

0.4

0.2

0
0 5 10 15 20 25 30

Dari hasil pengukuran sampel, didapat nilai absorbansi sebesar 0,400 sehingga
konsentrasi Cu(II) dalam sampel:

0,400
y=0,0355 x 0,400=0,355 x x= x=11,267
0,0355

H. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum penentuan kadar Cu(II) dalam sampel air limbah


dengan cara AAS didapat kemampuan mempreparasi sampel air limbah yang akan
ditentukan kadar tembaganya menggunakan AAS, diperoleh kemampuan
menyiapan larutan kerja dari larutan stock yang tersedia, serta diperolah
pemahaman prinsip penentuan kadar logam dalam suatu sampel menggunakan
AAS. Prinsip dasar analisa AAS adalah penyerapan radiasi energi emisi atom
dalam keadaan dasar. Dari hasil pengukuran dan perhitungan, didapat konsentrasi
logam Cu dalam sampel air limbah sebanyak 11,267 ppm.
F. Daftar Pustaka

Basset, J. 1994.Buku Ajar Vogel Kimia Analisa Kuantitatif Anorganik . Jakarta:


EGC
Day, R.A. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga
Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Edisi Kesatu. Semarang:
IKIP Semarang Press.
Ristina, maria. 2006. Petunjuk Praktikum Instrumen Kimia. Yogyakarta:
STTN Batan
Sabarudin, Ahmad, dkk. (2000). Kimia Analitik. Bandung: IKIP Semarang.
Underwood, A.L. dan Day R.A. 2001. Analisa Kimia Kualitatif Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga
Wiji, dkk. (2012). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung:
Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI
Lampiran
Dokumentasi
Konsentrasi
Absorbansi
(ppm)
0 0
5 0,202
16 0,564
20 0,72
24 0,865
Chart Title
1

0.8 f(x) = 0.04x + 0.01


R = 1
0.6
absorbansi
0.4

0.2

0
0 5 10 15 20 25 30

konsentrasi (ppm)

Hasil data pengamatan absorbansi


Grafik absorbansi vs konsentrasi

Preparasi sampel

Gbr. Larutan sampel Gbr. Lar. Sampel+ HNO3 Gbr. Pemanasan lar. Sampel

Gbr. Lar. Sampel diukur 50 ml Gbr. Penyaringan lar. Sampel

Pembuatan larutan blanko


Gbr.HNO3 pekat Gbr. Pelarutan HNO3 pekat Gbr. Larutan Blanko

Pembuatan larutan kerja Cu

Gbr. Larutan stock Cu Gbr. Pembuatan larutan kerja

Gbr. Larutan kerja dengan 5 variasi konsentrasi

Alat Analisis (AAS)

Gbr. Alat AAS Gbr. Tabung gas oksidan


Gbr. Pengatur gas oksidan dan pembakar Gbr. Hollow Katoda tampak pinggir

Gbr. Hollow Katoda tampak depan Gbr. Nyala api

Anda mungkin juga menyukai