Disusun Oleh:
Kelompok 11
A. Tujuan Praktikum
1. Mempreparasi sampel air limbah yang akan ditentukan kadar
tembaganya dengan alat spektrometer serapan atom.
2. Menyiapkan larutan kerja dari larutan stock yang tersedia.
3. Memahami prinsip penentuan kadar logam dalam suatu sampel dengan
alat spektrometer serapan atom.
4. Menentukan kadar Cu(II) dalam sampel air limbah menggunakan
spektrometer serapan atom
B. Dasar Teori
Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) adalah suatu metode analisis yang
didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada
pada tingkat energi dasar (ground state) Penyerapan tersebut menyebabkan
tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkatenergi yang lebih tinggi.
Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke tingkat energi dasarsambil
mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi.
Dalam AAS, atom bebas berinteraksidengan berbagai bentuk energi seperti
energi panas, energi elektromagnetik, energi kimia danenergi listrik. Interaksi
ini menimbulkan proses-proses dalam atom bebas yang menghasilkanabsorpsi
dan emisi (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang dipancarkan bersifat
khas karenamempunyai panjang gelombang yang karakteristik untuk setiap
atom bebas (Basset, 1994)
AAS dapat digunakan untukmengukur logam sebanyak 61 logam. Sember
cahaya pada AAS adalah sumber cahaya darilampu katoda yang berasal dari
elemen yang sedang diukur kemudian dilewatkan ke dalam nyalaapi yang
berisi sampel yang telah terakomisasi, kemudian radiasi tersebut diteruskan ke
detektormelalui monokromator. Chopper digunakan untuk membedakan
radiasi yang berasal dari nyalaapi.
Atom dari suatu unsur padakeadaan dasar akandikenai radiasi maka atom
tersebut akan menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit terluar
naik ke tingkat energi yang lebih tingi atau tereksitasi. Atom-atom dari sampel
akanmenyerpa sebagian sinar yang dipancarkan oleh sumber cahaya.
Penyerapan energi cahayaterjadi pada panjang gelombang tertentu sesuai
dengan energi yang dibutuhkan oleh atomtersebut (Basset, 1994)
Hubungan kuantitatif antara intensitas radiasi yang diserap dan konsentrasi
unsur yang adadalam larutan cuplikan menjadi dasar pemakaian SSA untuk
analisis unsur-unsur logam. Untukmembentuk uap atom netral dalam
keadaan/tingkat energi dasar yang siap menyerap radiasidibutuhkan sejumlah
energi. Energi ini biasanya berasal dari nyala hasil pembakaran campurangas
asetilen-udara atau asetilen-N2O, tergantung suhu yang dibutuhkan untuk
membuat unsuranalit menjadi uap atom bebas pada tingkat energi dasar
(ground state). Disini berlaku hubunganyang dikenal dengan hukum Lambert-
Beer yang menjadi dasar dalam analisis kuantitatif secaraSSA. (Ristina, 2006)
Log I/Io = a.b.cA = a.b.c
A = absorbansi, tanpa dimensi
a = koefisien serapan, L2/M
b = panjang jejak sinar dalam medium berisi atom penyerap, L
c = konsentrasi, M/L3
Io = intensitas sinar mula-mula
I = intensitas sinar yang diteruskan
Pada persamaan diatas ditunjukkan bahwa besarnya absorbansi berbanding
lurus dengankonsentrasi atom-atom pada tingkat tenaga dasar dalam medium
nyala. Banyaknya konsentrasiatom-atom dalam nyala tersebut sebanding
dengan konsentrasi unsur dalam larutan cuplikan.Dengan demikian, dari
pemplotan serapan dan konsentrasi unsur dalam larutan standar
diperolehkurva kalibrasi. Dengan menempatkan absorbansi dari suatu
cuplikan pada kurva standar akandiperoleh konsentrasi dalam larutan
cuplikan. Bagian-bagian AAS adalah sebgai berikut:
(Day,1986
)
Emisi atom adalah proses di mana atom yang tereksitasi kehilangan energi
yang disebabkan oleh radiasi cahaya. Misalnya, garam-garam logam akan
memberikan warna di dalam nyala ketika energi dari nyala tersebut mengeksitasi
atom yang kemudian memancarkan spektrum yang spesifik. Sedangkan absorpsi
atom merupakan proses di mana atom dalam keadaan energi rendah menyerap
radiasi dan kemudian tereksitasi.
Secara umum, komponen-komponen spektrometer serapan atom (SSA) adalah
sama dengan spektrometer UV/Vis. Keduanya mempunyai komponen yang terdiri
dari sumber cahaya, tempat sample, monokromator, dan detektor. Analisa sample
di lakukan melalui pengukuran absorbansi sebagai fungsi konsentrasi standard
dan menggunakan hukum Beer untuk menentukan konsentrasi sample yang tidak
diketahui. Walaupun komponen-komponenya sama, akan tetapi sumber cahaya
dan tempat sampel yang digunakan pada SSA memiliki karakteristik yang sangat
berbeda dari yang digunakan dalam spektrometri molekul (misal:
UV/Vis).Wiryawan A. (2007)
1) Hollow Katoda
Ciri utama lampu ini adalah mempunyai katode silindris berongga
yang dibuat dari logam tertentu. Katode and anode tungsten diletakkan dalam
pelindung gelas tertutup yang mengandung gas inert (Ne atau Ar) dengan
tekanan 1-5 torr. Lampu ini mempunyai potensial 500 V, sedangkan arus
berkisar antara 2 20 mA.
Adapun gas pengisi terionisasi pada anode, dan ion-ion yang hasilkan
dipercepat menuju katode dimana bombardemen ion-ion ini menyebabkan
atom-atom logam menjadi terlepas ke permukaan dan terbentuk
awan/populasi atom. Proses ini disebut dengan percikan atom (sputtering).
Lebih jauh lagi, tumbukan ini menyebabkan beberapa atom tereksitasi dan
kemudian kembali pada keadaan dasar dengan memancarkan spektrum atom
yang spesifik. Spektrum gas pengisi (dan komponen lain yang terdapat dalam
katode) juga dipancarkan. Jendela atau tempat dimana radiasi keluar dari
lampu biasanya dibuat dari silika sehingga dapat menggunakan panjang
gelombang di bawah 350 nm.
2) Nyala api
Fungsi nyala adalah untuk memproduksi atom-atom yang dapat
mengabsorpsi radiasi yang di pancarkan oleh lampu katode tabung. Pada
umumnya, peralatan yang di gunakan untuk mengalirkan sample menuju nyala
adalah nebulizer
pneumatic yang di
hubungkan dengan pembakar
(burner). Diagram
nebulizer dapat di lihat
pada Gambar 11.5.
Sebelum menuju nyala,
sample mengalir melalui
pipa kapiler dan dinebulisasi oleh aliran gas pengoksidasi sehingga
menghasilkan aerosol. Kemudian, aerosol yang terbentuk bercampur dengan
bahan bakar menuju ke burner. Sample yang menuju burner hanya berkisar 5-
10% sedangkan sisanya (90-95%) menuju tempat pembuangan (drain). Pipa
pembuangan selalu berbentuk U untuk menghindari gas keluar yang dapat
menyebabkan ledakan serius. Sample yang berada pada nyala kemudian
diatomisasi, dan cahaya dari lampu katode tabung dilewatkan melalui nyala.
Sample yang berada pada nyala akan menyerap cahaya tersebut.
Jenis-jenis nyala
Ada 3 jenis nyala dalam spektrometri serapan atom yaitu:
a) Udara Propana Jenis nyala ini relatif lebih dingin (1800oC)
dibandingkan jenis nyala lainnya. Nyala ini akan menghasilkan
sensitifitas yang baik jika elemen yang akan diukur mudah terionisasi
seperti Na, K, Cu.
b) Udara Asetilen Jenis nyala ini adalah yang paling umum dipakai
dalam AAS. Nyala ini menghasilkan temperatur sekitar 2300oC yang
dapat mengatomisasi hampir semua elemen. Oksida-oksida yang stabil
seperti Ca, Mo juga dapat analisa menggunakan jenis nyala ini dengan
memvariasi rasio jumlah bahan bakar terhadap gas pengoksidasi.
c) Nitrous oksida Asetilen Jenis nyala ini paling panas (3000oC),
dan sangat baik digunakan untuk menganalisa sampel yang banyak
mengandung logam-logam oksida seperti Al, Si. Ti, W. (Wiryawan. A
2007 hal 98-99)
3) Monokromator
Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui populasi
atom didalam nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi
diteruskan. Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan dari radiasi lainnya.
Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh monokromator.
Berkas cahaya dari lampu katode berongga akan dilewatkan melalui
celah sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator.
Monokromator dalam alat AAS akan memisahkan, mengisolasi, dan
mengontrol intensitas energi yang diteruskan ke detektor.
Monokromator berfungsi untuk mengisolasi sinar yang diperlukan
(salah satu atau lebih garis-garis resonansi dengan tertentu) dari sinar
(spektrum) yang dihasilkan oleh lampu katoda berongga, dan meniadakan
yang lain. Monokromator dalam AAS diletakkan setelah tempat sampel, hal
tersebut guna menghilangkan gangguan yang berasal dari spektrum
kontinyu yang dipancarkan oleh molekul-molekul gas bahan bakar yang
tereksitasi didalam nyala. (Hendrayana.s 1994)
4) Detektor
Berfungsi untuk menentukan intensitas radiasi foton dari gas
resonansi yang keluar dari monokromator dan mengubahnya menjadi arus
listrik. Detektor yang paling banyak digunakan adalah photo multifier tube.
Terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat peka cahaya dan suatu
anoda yang mampu mengumpulkan elektron.
Ketika foton menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan, dan
bergerak menuju anoda. Antara katoda dan anoda terdapat dinoda-dinoda
yang mampu menggandakan elektron. Sehingga intensitas elektron yang
sampai menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal
listrik. (Ahmad .s 2000)
5) Gangguan pada SSA
a. Gangguan spektra Gangguan-gangguan spekra dalam spektrum serapan
atom dapat diabaikan karena kemungkinan terjadinya tumpang tindih
spektra sangat kecil. Akan tetapi gangguan spektra yang disebabkan oleh
absorpsi atau hamburan molekul tidak dapat diabaikan. Gangguan ini
dapat diatasi dengan mengoreksi background sebagaimana telah
didiskusikan sebelumnya.
b. Gangguan fisika Perbedaan-perbedaan yang signifikan antara sifar-sifat
sampel dan larutan standar seperti viskositas (kekentalan), tegangan
permukaan, berat jenis, dan sifat-sifat fisik lainnya dapat menyebabkan
perbedaan didalam nebuliser. Hal ini karena hanya aerosol yang sangat
kecil (finest mist) yang akan mencapai nyala dan proporsi sampel yang
dapat dikonversi menjadi fine mist tergantung pada sifat-sifat fisiknya.
Perlu dicatat bahwa sifat fisik ini dapat juga tergantung pada pH. Jika
proporsi sampel yang mencapai nyala lebih besar daripada larutan
standar (misal jika senyawa-senyawa organik terlarut berada pada
tegangan permukaan yang lebih rendah) maka akan memberikan
gangguan positif. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan metode
adisi standar (yang akan dijelaskan kemudian).
c. Gangguan kimia
Jika suatu bahan terdapat dalam sampel dan bereaksi dengan analit
membentuk senyawa yang stabil (yang sulit didekomposisi oleh nyala)
maka akan menyebabkan gangguan negatif.
d. Gangguan ionisasi
Jika analit yang akan diukur terionisasi di dalam nyala karena eksitasi
termal, maka sensitivitas pengukuran terhadap analit menurun karena
jumlah radiasi yang diserap sangatlah kecil. 6 Kurva kalibrasi
Ada dua keadaan yang dapat menyebabkan ketidak-akuratan ketika menggunakan
kurva kalibrasi, yaitu:
1. Faktor-faktor yang berada di dalam sample yang mengubah perbandingan
respon/konsentrasi, tetapi faktor tersebut tidak ada di dalam larutan standar
(misalnya perubahan pH, kekuatan ion, kekeruhan, viskositas, gangguan
kimia dan lain lain). Faktor-faktor tersebut akan mengubah kemiringan
(slope) kurva kalibrasi.
2. Faktor yang tampak/kelihatan pada alat pendeteksi misalnya warna atau
kekeruhan sample yang menyerap atau menghamburkan cahaya pada
panjang gelombang pengukuran. Faktor ini tidak berpengaruh terhadap
slope kurva kalibrasi.
7. Sensitivitas dan Limit Deteksi
Limit deteksi (LOD) adalah konsentrasi terkecil yang berbeda dari
blangko yang secara statistik dapat dideteksi. LOD ini dihitung berdasarkan
dua kali standar deviasi dari pengukuran sedikitnya 10 kali larutan blangko
(Wiryawan.A 2007 hal 88-89)
C. Alat Dan Bahan
Alat :
Labu takar 50 mL 2 buah
Labu takar 25 mL 4 buah
Pipet tetes 1 buah
Gelas kimia 100 mL 1 buah
Gelas kimia 600 mL 1 buah
Corong kecil 1 buah
Pipet ukur 1 mL 1 buah
Hot plate 1 buah
Kaca arloji 1 buah
Instrumen AAS 1 set
Batang pengaduk 1 buah
Corong dan statif 1 set
Bahan:
Larutan stock Cu(II) 1000 ppm 3 mL
Larutan sampel 50 mL
Aquades secukupnya
Larutan HNO3 pekat 6 mL
Kertas saring Whatmann 1 lembar
Lalu membuat grafik dengan memplot data konsentrasi dalam ppm dalam
sumbu x dan nilai absorbansi sebagai sumbu y dalam microsoft excel. Buat
grafik linearnya. dan Tampilkan trendline dan regresinya tanpa adanya
intersep. Setelah didapat persamaan linier, kemudian hitung konsentrasi
sampel berdasarkan persamaan linier tersebut.
Pada instrumen AAS yang digunakan dalam praktikum ini, sumber cahaya
berasal dari gas Ne yang mengemisikan sinar berwarna merah. Bahan bakar yang
digunakan adalah asetilen dengan oksidan udara. Arus lampu yang digunakan
sebesar 15-25a. Pada hollow katoda, Cu digunakan sebagai katoda dan tungsten
sebagai anoda. Analisis ini dilakukan pada panjang gelombang 324.8 nm.
Ada dua jenis larutan yang diuji pada praktikum ini, yaitu larutan kerja
dan larutan sampel. Selain itu, dibuat juga larutan blanko yang berupa larutan
HNO3. Larutan kerja dibuat dalam berbagai konsentrasi, yaitu: 5 ppm, 10 ppm, 16
ppm, 20 ppm, dan 24 ppm yang masing-masing bervolume 25 ml kecuali untuk
larutan kerja 5 ppm. Larutan kerja ppm bervolume 50 ml karena berfungsi untuk
optimasi alat. Data absorbansi larutan kerja kemudian digunakan untuk membuat
kurva kalibrasi.
Konsentrasi
Absorbansi
(ppm)
0 0
5 0,202
16 0,564
20 0,72
24 0,865
Data tersebut diolah sehingga menghasilkan grafik berikut:
Chart Title
1
0.4
0.2
0
0 5 10 15 20 25 30
Dari hasil pengukuran sampel, didapat nilai absorbansi sebesar 0,400 sehingga
konsentrasi Cu(II) dalam sampel:
0,400
y=0,0355 x 0,400=0,355 x x= x=11,267
0,0355
H. Kesimpulan
0.2
0
0 5 10 15 20 25 30
konsentrasi (ppm)
Preparasi sampel
Gbr. Larutan sampel Gbr. Lar. Sampel+ HNO3 Gbr. Pemanasan lar. Sampel