NIM
: 11306141020
spektrofotometrik atau metode analisi spektrgrafik. Karena cara ini menjadi tidak efektif
karena memakan waktu maka digantikan dengan AAS. Metode ini sangat efektif untuk
mengetahui konsetrasi unsur-unsur dalam jumlah yang kecil.Prinsip analisis dengan SSA
adalah interaksi antara energi radiasi dengan atom unsur yang dianalisis. AAS banyak
digunakan untuk analisis unsur. Atom suatu unsur akan menyerap energi dan terjadi eksitasi
atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini tidak stabil dan akan kembali ke tingkat
dasar dengan melepaskan sebagian atau seluruh tenaga eksitasinya dalam bentuk radiasi.
Frekuansi radiasi yang dipancarkan karakteristik untuk setiap unsur dan intensitasnya
sebanding dengan jumlah atom yang tereksitasi yang kemudian mengalami deeksitasi. Teknik
ini dikenal dengan SEA (spektrofotometer emisi atom). Untuk SSA keadaan berlawanan
dengan cara emisi yaitu, populasi atom pada tingkat dasar dikenakan seberkas radiasi, maka
akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat dasar
tersebut. Penyerapan ini menyebabkan terjadinya pengurangan intensitas radiasi yang
diberikan. Pengurangan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang berada pada
tingkat dasar tersebut.
Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom (energi). Atom-atom akan
menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu tergantung sifat unsurnya.
Misalnya Na menyerap pada 589nm, Uranium pada 358,5 nm, sedangkan Ka pada 766,5 nm.
Mekanismenya dijelaskan bahwa transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Misalnya
unsur Na dengan nomor atom 11 mempunyai konfigurasi 1 s 2 2 p8 3 s 1 , tingkat dasar
untuk elektron valensi 3s ke tingkat 3p dengan energi 2,2 eV ataupun ke tingkat 4p dengan
energi 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan panjang gelombang sebesar 589 nm dan 330nm.
Spektrum atomik untuk masing-masing unsur terdiri dari garis-garis resonansi.Garis-garis lain
yang bukan merupakan garis resonansi dapat berupa spektrum yang berasosiasi dengan
tingkat energi molekul, biasanya berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari
eksitasi tingkat dasar yang disebabkan oleh proses atomisasi.
Prinsip kerja SSA adalah penyerapan sinar dari sumbernya oleh atom-atom yang di
bebaskan oleh nyala dengan panjang gelombang tertentu. Secara lebih rinci dapat dijabarkan
sebagai berikut :
a. Cuplikan atau larutan cuplikan dibakar dalam suatu nyala atau
dipanaskan dalam suatu tabung khusus (misal tungku api).
b. Dihasilkan kabut halus
c. Atom-atom keadaan dasar yang berbentuk dalam kabut dilewatkan
pada sinar dan panjang gelombang yang khas. Sinar sebagian diserap,
dasar.
Atom-atom tereksitasi oleh energi termal (dari) nyala
E0
E1 ,
keadaan dasar (ground state). Untuk mengeksitasi atom, satu atau lebih
elektron harus berpindah ke tingkatenergi yang lebih tinggi dengan cara
penyerapan energi oleh atom itu. Energi dapat disuplai oleh foton atau
dari peristiwa tabrakan yang disebabkan oleh panas. Dengan peristiwa
itu, elektron terluar akan menjauhi inti paling tidak adalah ke tingkat
energi pertama
E1E 0 sempit ini, walaupun pada proses pembakaran terjadi kabut dari berbagai
atom, tapi hanya atom tertentu yang dapat menyerap sumber energi atau foton. Hal ini
merupakan sifat selektif yang spesifik dari SSA.
Komponen-komponen SSA adalah sebagai berikut :
dimana pada lobang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api.
Sistem pengolahan dan pembacaan terdiri dari :
a. Monokromator merupakan alat yang berfungsi untuk memisahkan radiasi yang
tidak diperlukan dari spektrum radiasi lain yang dihasilkan oleh Hallow
b.
Cathode Lamp.
Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi listrik,
yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi yang
diserap oleh permukaan yang peka.
Pada percobaannya digunakan lampu Zn untuk validasi metode LOD dan LOQ yang
nantinya dibentuk menjadi kurva kalibrasi. Sebelum menggunakan alat, hal penting yang
harus dilakukan ialah optimasi alat yang meliputi:
a. Optimasi Lampu
Mengecek posisi jalannya cahaya agar tepat berada di tengah sehingga pada saat
berlangsung proses atomisasi sinar unsur optimal mengenai atom-atom unsur yang
dideteksi. Pengecekan ini dengan menggunakan bantuan kertas.
Selain itu, optimasi lampu juga dilakukan dengan pengecekan optimasi intensitas
lampu. Lampu terdiri atas dua bagian yaitu HC Lamp dan D2 Lamp. Yang perlu
diperhatikan ialah intensitas dari Hallow Chatode Lamp (HC Lamp) agar tepat pada nilai
maksimumnya.
b. Optimasi Sinyal
Optimasi sinyal ini dilakukan dengan melihat panduan bahwa apabila larutan
dengan konsetrasi 0,3 ppm, SSA akan mendeteksi nilai absorbansinya sebesar 0,2. Untuk
menytabilkan sampel agar diperoleh hasil yang konstan maka pada saat membuat larutan
ditambahkan aquabides.
k. Udara
2) Peralatan
a. SSA
b. pHmeter
c. Corong pemisah 500ml
d. Labu ukur 100ml dan 1000 ml
e. Gelas piala 100ml
f. Gelas ukur 100ml
g. Pipet volumetrik 1,0 ml; 5,0 ml; 10 ml; 20ml
h. Pipet ukur 10ml
i. Botol gelas 200 ml
j. Tabung bertutup asah
k. Alat penyaring dengan ukuran 0,45m dilengkapi dengan filter holder dan pompa
l. Kertas saring
3) Persiapan Pengujian
3.1 Menyiapkan contoh uji dengan tahapan sebagai berikut:
a. Menyiapkan 125 mL contoh uji pada masing-masing kedalam botol gelas
200mL
b. Membuat pH larutan menjadi tepat 3 dengan menambahkan larutan
HNO3 dan NaOH 1M.
3.2 Pembuatan Larutan Baku Seng 100 mg/L
a. Memipet 10 mL larutan induk 1000ppm dan memasukkan ke dalam labu
ukur 100mL.
b. Menambahkan larutan pengencer hingga tanda tera dan dihomogenkan.
3.3 Pembuatan Larutan Baku Seng 1 mg/L
a. Memipet 5mL larutan baku seng 100mg/L dan memasukkan kedalam labu
ukur 500mL.
b. Menambahkan larutan pengencer hingga tanda tera dan dihomogenkan.
3.4 Pembuatan larutan Kerja Seng
a. Memipet 0 mL; 1,0 mL; 5,0 mL; 10 mL; dan 20 mL larutan baku seng mg/L
dan memasukkan masing-masing ke dalam labu ukur 100 mL
b. Menambahkan larutan pengencer sampai tanda tera kemudian
dihomogenkan sehingga diperoleh kadar seng 0,0 g/L; 10 g/L; 50 g/L;
100 g/L; dan 200 g/L.
4) Prosedur dan pembuatan kurva kalibrasi
4.1 Pembuatan kurva kalibrasi
a) Mengoptimalkan alat SSA sesuai dengan petunjuk penggunaan alat seperti
yang telah dijelaskan di atas.
b) Menepatkan pH larutan baku dengan pH meter menjadi 3 dengan cara
menambahkan larutan HNO 3 1N.
c) Memasukkan 100 ml larutan baku tersebut kedalam corong pemisah
detik.
Didiamkan hingga larutan air terpisah dengan lapisan organik.
Membuang lapisan air melalui cerat.
Memindahkan lapisan organik ke dalam tabung gelas yang tertutup asah.
Mengukur serapan dari masing-masing larutan kerja yag telah dibuat
Kons.std
(ppm)
0,008
0,024
0,040
0,056
0,080
Absorbansi
0,0229
0,0350
0,0477
0,0620
0,0786
Kurva Standar Zn
0.1000
0.0800
0.0600
Absorbansi
0.0400
Linear ()
0.0200
0.0000
0.000
Linear ()
0.050
0.100
Konsentrasi (ppm)
E. Pembahasan
Pada percobaan ini belum dilakukan analisis uji sampel, tetapi dilakukan pembuatan
kurva kalibrasi yang nantinya akan dijadikan panduan alat SSA ini layak digunakan untuk uji
sampel lapangan. Percobaan yang dilakukan merupakan salah satu uji validasi metode yaitu
LOQ dan LOD yang bertujuan untuk memvalidasi limit atau batas terendah konsetrasi sampel
yang dapat dideteksi oleh SSA dari berbagai macam sampel yang akan diujikan. Langkah
pertama yang dilakukan adalah menyiapkan contoh larutan uji yang merupakan larutan
standar. Pada percobaan ini larutan standar dengan unsur Zink dibuat sebagai larutan standar
dengan beberapa macam konsetrasi. Namun nilai konsetrasi dari larutan standar ini dibuat
pada nilai yang cukup kecil. Hal ini dikarenakan kurva kalibrasi ini akan dijadikan sebagai
validasi metode LOD dan LOQ.
Secara sederhana tujuan dari pembuatan kurva kalibrasi metode ini ialah untuk
mendeteksi atau menentukan konsetrasi terendah unsur Zn yang dapat diabsorbsi SSA dan
hasilnya valid. Langkah yang dilakukan ialah dengan membuat contoh larutan uji dengan
konsentrasi 0,008 ppm; 0,024 ppm; 0,040 ppm; 0,056 ppm; dan 0,08ppm. Dengan nilai
absorbansinya ialah 0,0229 ppm; 0,0350 ppm; 0,0477 ppm; 0,0620 ppm; 0,0786 ppm. Setelah
diplot grafik hubungan antara konsentrasi larutan dan absorbansinya didapatkan hubungan
linier yaitu semakin besar konsentrasi larutan yang menandakan kandungan Zn semakin
banyak maka seharusnya semakin besar nilai absrobansinya. Hal ini telah terpenuhi dengan
grafik hubungan yang linier dengan fungsi y = 0,784x + 0,016 dengan variabel y
menandakan absorbansi dan x menunjukkan konsentrasi contoh larutan uji. Data hasil yang
didapatkan ternyata batas minimal konsentrasi Zn yang mampu dideteksi dengan
menggunakan SSA yang nilainya absorbansinya mendekati konsentrasinya ialah pada 0,08
ppm. Sedangkan untuk konsentrasi yang lebih kecil SSA mampu mendeteksinya namun nilai
absorbansinya jauh dari konsentrasi larutan contoh uji. Secara sederhana dapat dijelaskan
bahwa pada larutan contoh uji mengandung unsur Zn dengan konsentrasi tertentu pada
pengujian sampel yang sebenarnya nilai ini belum diketahui akan diabsorbsi dengan
menggunakan SSA, nilai absorbansi ini akan menunjukkan seberapa banyak (konsentrasi) Zn
pada contoh larutan uji. Dan ternyata pada nilai konsentrasi dibawah 0,08 ppm nilai
absorbansinya tidak sesuai dengan konsentrasi dari Zn.
Hal ini belum sesuai dengan panduan standar SNI yang menyatakan bahwa cara uji untuk
menentukan kadar Zn dalam air dan air limbah secara ekstraksi dan diukur menggunakan SSA
dengan panjang gelombang 213,9 nm dengan kisaran kadar 0,5 ppm- 200 ppm atau
0,0005mg/L-0,2 mg/L.
Secara fisis dapat dijelaskan bahwa akibat adanya pembakaran larutan uji akan
terbentuk kabut atom-atom Zn atau disebut dengan atomisasi Zn. Dengan menggunakan
sumber lampu katode berongga atau HC lamp yang memancarkan energi dengan panjang
gelombang 213,9 nm. Proses terbentuknya pancaran sinar dengan panjang gelombang yang
spesifik ini ialah dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pada proses ini terjadi pelepasan eletron pada katode. Tegangan yang digunakan pada lampu
ini biasanya sekitar 500V. Dalam perjalanannya menuju anode elektron akan menumbuk gas
inert (biasanya Ne) sehingga akan terbentuk ion positif dari Ne.
b. Ion positif dari Ne akan menumbuk lapisan logam pada katode yang merupakan jenis logam
Zink pada percobaan kali ini. Akibat adanya tumbukan atom logam akan terksitasi dan
kembali mengalami deeksitasi sehingga memancarkan energi dengan panjang gelombang
karakteristik.
d. Setelah di absorsi maka atom-atom tersebut akan melewati monokromator. Sinar yang
diabsorbsi paling kuat biasanya adalah sinar yang berasal dari transisi elektron ke tingkat
eksitasi terendah. Sinar ini disebut garis resonansi, garis resonansi pada unsur Zn ialah pada
nilai panjang gelombang 213,9 nm seperti yang tertera pada buku panduan alat dan pada
software.
Setelah terjadi absorbansi oleh atom-atom Zn hasil pembakaran dengan bantuan gas
asetilen dan udara akan melewati detektor sehingga akan dihasilkan seberapa banyak unsur
Zn yang terdapat pada sampel yang ditunjukkan dengan nialai absorbsi pada output data
percobaan. Seberapa baik Lampu Katode Berongga bekerja dan berapa lama berlangsung
tergantung pada perawatan operasi. Ketika tegangan tinggi digunakan, arus yang lebih tinggi
juga akan muncul. Arus yang lebih tinggi memungkinkan untuk output data yang lebih intens
namun pada saat yang sama dapat menghasilkan jumlah atom tidak tereksitasi. ini atom
unexcited dapat mengganggu output data yang baik karena mereka mampu menyerap radiasi
yang dipancarkan dari elektron yang tereksitasi kembali ke keadaan dasar mereka. Proses ini
disebut absorbsi diri. Meskipun proses hasil absorbsi diri dalam intensitas lemah namun dapat
menyebabkan kerja dari Lampu Katode Berongga lebih ekstra sehingga dengan meningkatkan
arus listrik akan menyebabkan umur lampu menjadi lebih pendek bahkan mampu melelehkan
logam pada katoda sehingga merusak lampu. Selain itu yang menentukan umur dari suatu
Lampu Katode Berongga ini ialah dari ketersediaan gas inert di dalam rongga katode.
Bagaimanapun gas inert ini akan mencapai keadaan jenuh. Gas inert menjadi ion positif
karena tertumbuk oleh eletron yang dihasilkan katode.Atom-atom gas inert dalam hal ini yang
digunakan ialah Ar atau Ne. Ion positif gas inert berperan dalam menumbuk lapisan unsur
logam dalam katode sehigga akan menjadikan atom-atom logam tereksitasi dan deeksitasi
dengan memancarkan energi yang sesuai dengan logam sampel yang akan dideteksi. Apabila
hal ini terus berlangsung maka kemungkinan besar ion-ion positif yang dibentuk oleh gas
inert akan jenuh atau dengan kata lain gas inert tidak bisa lagi membentuk ion positif guna
menumbuk atom logam pada katode. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa yang
memegang peranan penting dalam umur lampu katode berongga ini ialah keberadaan gas inert
dalam rongga katode. Sedangakan yang memegang peranan penting juga dalam seperangkat
alat SSA ini ialah lampu katode berongga. Karena tanpa adanya lampu katode maka tidak
akan terjadi pemancaran energi yang akan diserap oleh atom sampel yang mengindikasikan
jumlah atau konsentrasi unsur logam.
memiliki frekuensi yang sama akan menyerap energi sinar IR, namun untuk
masing-masing molekul panjang gelombang yang diserap spesifik untuk
tiap molekul. Hal ini dikarenakan masing-masing molekul di alam ini
memiliki nilai tampang lintang mikroskopis yang spesfifik pula. Minyak
bumi merupakan salah satu gugus senyawa yang strukturnya dapat
Sumber:http://www.pulseinstruments.net/ocma 350oilContentAnalyzer.aspx
b) Solvent S-316
Dalam pengukuran dimana sampel dimasukkan dalam suatu cell
dan dalam bentuk cair, namun sampel tidak boleh tercampur oleh air
sehingga dibutuhkan pelarut atau solvent yaitu S-316. Menurut data
yang diperoleh dari Material Safety Data Sheet-horiba-S-316, Solvent
S-316 memiliki rumus kimia berupa CCl F 2 CClFCClFCC F 2 atau
memiliki nama lain C 4 Cl 4 F 6 2,2,3,4 Tetrachlorohexafluorobutane,T
Hazardous
Slight
Slight
Dari segi kesehatan bagi pengguna solvent S-316 telah teruji aman atau
tidak bersifat non-toxic dan bahkan bebas dari sifat mudah terbakar. Solvent ini
merupakan solvent khusus Horiba Oil Content Analyzer OCMA 350 karena
sebagaimana diketahui saat dianalisis minyak yang terlarut dalam air tidak boleh
terlarut dalam air melainkan harus dipisahkan sehingga diperlukan solvent lain
dan spektrofotometer IR bersifat spesifik dengan solvent ini sehingga akan terjadi
penyerapan. Namun karena solvent ini cukup mahal maka praktikan mencoba
mencari solusi diantaranya ialah dengan memecahkan solvent yang dapat
digunakan untuk mensubtitusi S-316 yaitu dengan menggunakan TCE. Pada
percobaan yang dilakukan ternyata TCE juga mampu dideteksi oleh Horiba Oil
Content Analyzer OCMA 350 artinya mampu bersifat spesifik seperti S-316.
Bahkan keunggulannya memiliki rentang konsetrasi yang lebih tinggi yaitu pada
S-316 hanya mampu mendeteksi rentang 0-200 ppm tetapi dengan menggunakan
TCE mampu mendetaksi antara 0-1000 ppm. Namun TCE atau yang lebih dikenal
dengan PERC yang biasanya dipakai pada Dry Cleaning sangat berbahaya dengan
kata lain limbah yang dihasilkan perlu pengolahan yang sangat serius. Oleh Agen
Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat, PERC diklasifikasikan sebagai zat
berbahaya yang dapat mengkontaminasi udara dan harus ditangani sebagai limbah
berbahaya. Ketika dilepaskan ke udara, PERC dapat menjadi asap ketika bereaksi
dengan zat karbon organik yang mudah menguap. California
menyatakan PERC sebagai bahan kimia beracun pada tahun 1991. dan
penggunaannya akan menjadi ilegal di negara itu pada tahun 2023. Solusi yang
lebih aman untuk mengakali biaya produksi lebih baik dengan me-recycle solvent
S-316 dengan menggunakan reclaimer SR-300 (82900-20) karena apabila
dilakukan proses penyulingan S-316 yang telah digunakan juga akan dibutuhkan
proses dan waktu yang cukup banyak.
c) Detektor
Sumber:http://nanolithography.spiedigitallibrary.org
h) Pipet
i) Labu ukur 50 ml.
b. Langkah kerja
a) Memanaskan alat Horiba Oil Content Analyzer OCMA 350 dengan menekan
tombol power ON 30-45 menit hingga alarm berbunyi dan lampu warm up
mati yang menandakan alat siap digunakan karena keadaannya telah stabil.
b) Membuat larutan TCE dan B-Heavy oil dengan konsentrasi 1000 ppm, 400 ppm
dan 280 ppm. Untuk proses pengenceran ini akan dibahas dalam analisis hasil
percobaan.
c) Apabila telah stabil selanjutnya menuangkan solvent TCE pada cell dan diletakkan
pada cell control. Dengan memilih tombol absorbansi maka pada layar output akan
ditampilkan nilai nilai absorbansi, karena TCE dianggap larutan standar maka harus
bernilai nol.
d) Memasukkan larutan standar yaitu rentang nilai paling kecil yaitu nol (TCE murni).
Pengenolan dilakukan dengan menekan tombol zero cal.
e) Melakukan pencampuran dengan mengencerkan 11 l B-Heavy oil dengan 50 ml
TCE sehingga memilki konsetrasi 1000 ppm dan ini akan terbaca pada Horiba Oil
Content Analyzer OCMA 350 dengan nilai 200 dengan menekan tombol span cal
dan didapatkannilai absorbansinya ialah 0,294.
f) Mengencerkan 20 ml larutan dengan konsentrasi 1000 ppm dengan solvent hingga
volumenya menjadi 80 ml sehingga konsentrasinya menjadi 400 ppm.
g) Larutan kedua ini dimasukkan kedalam cell kemudian akan ditampilkan pada layar
Horiba Oil Content Analyzer OCMA 350 nilai absorbansinya.
h) Mengulangi langkah f dan g untuk nilai konsentrasi 280 ppm.
i) Mencatat semua hasil yang terbaca serta dilakukan analisis data.
c. Analisis data
Nilai Standar
Absorbansi
Nilai Alat
0,0
0,000
0,0
280,0
0,070
47,3
400,0
0,114
77,8
1000,0
0,294
200
Dari data tabel di atas akan diplot menjadi grafik dengan variabel bebas (sumbu x )
merupakan nilai standar dan variabel terikat (sumbu y) ialah nilai absorbansinya yaitu sebagai
berikut:
Dari hasil plot grafik di atas akan diperoleh informasi diantaranya ialah:
1. Solvent TCE mampu dideteksi oleh Horiba Oil Content Analyzer OCMA 350
sebagaimana yang diketahui bahwa solvent yang biasanya dan yang dapat dideteksi
ialah S-316.
2. Setelah dilakukan analisis secara grafik didapatkan hasil plot analisis dengan nilai
koefisien korelasinya (R) mendekati satu yaitu 0,998. Hal ini menandakan bahwa hasil
yang didapatkan akurat.
3. Nilai absorbansi linear terhadap perubahan nilai standarnya atau ppm.
4. Nilai standar diperoleh secara analisis dari hasil perhitungan pengenceran sedangakan
pada alat nilai 1000 ppm akan terbaca 200, 400 ppm terbaca 77,8 dan 280 ppm akan
terbaca 47,3.
5. Dengan solvent TCE dapat digunakan untuk mendeteksi kandungan minyak dengan
rentang maksimal hingga mencapai 1000 ppm dibandingkan dengan S-316 hanya pada
rentang nilai konsentrasi maksimal 200ppm.
2. Penyamplingan Air Limbah Laboratorium
Percobaan analisis oil content analyzer limbah air dari akumulasi sampel sumur
yang masuk di laboratorium Pertamina EP asset 3 Cirebon.
A. Alat dan Bahan
a. Horiba OilContent Analyzer OCMA 350
b. Sampel limbah air
c. Solvent S-316
d. Cell
e. Cell cap
f. Microsyringe (25l)
g. Gelas ukur
h. Pipet
i. Labu ukur 50 ml.
B. Langkah Kerja:
1. Menyalakan power ON
2. Tunggu 45 menit lampu WARMUP mati
3. Tekan
untuk mode mg/l
4. Zero kalibrasi dengan solvent S-316, tekan zero call
5. Kalibrasi standar, isikan cell dengan larutan standar tekan SPAN CAL
6. Bersihkan cell dengan solvent S-316
7. Input nilai jumlah solvent (dalam liter) dengan menekan SET, pilih (n11)
dengan tekan
, ENT
8. Input jumlah sample (kg) dengan cara memilih (n12) kemudian tekan ENT
9. Pilih ESC untuk kembali ke mode pengukuran
10. Isi cell dengan sample
11. Pastikan cell dalam keadaan bersih
12. Meletakkan sample pada holder kemudian takan READ
C. Hasil Percobaan
Pengukuran keI
II
III
Konsentrasi (mg/l)
128
124
128
Catatan: Untuk satu sampel dilakukan tiga kali pengulangan pengujian atau
pembacaan dengan menggunakan Horiba OCMA 350
D. Pembahasan
Pada percobaan yang telah dilakukan yaitu uji kandungan minyak
yang terlarut pada air limbah di Laboratorium Pertamina EP Asset 3
mendapatkan hasil seperti pada Tabel Hasil percobaan.
Cara kerja analisis sampel limbah air dari pengeboran minyak bumi
dengan menggunakan Horiba Oil Content Analyzer OCMA 350 ialah
setelah minyak dalam sampel dipisahkan dari air dengan menggunakan