Anda di halaman 1dari 20

ACTIVATED CARBON AS ADSORBENT

Disusun Oleh:
Narendra Aprilianto (H1A012013)
Hikmah Tussiami (H1A012014)
M. Sofi Khoerul Amal (H1A012015)
Wahyu Dara Nita Sari (H1A012016)
Agustinus Rio K (H1A012018)
Alike Lina Zuliana (H1A012019)
Meika Pridawati (H1A012020)
Galuh Prahari (H1A012021)
Fajar Nur K (H1A012022)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA

PURWOKERTOBAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari suatu
fase fluida. Kebanyakan adsorben adalah bahan - bahan yang sangat berpori dan adsorpsi
berlangsung terutama pada dinding pori- pori atau pada letak-letak tertentu di dalam partikel
itu. Oleh karena pori-pori biasanya sangat kecil maka luas permukaan dalam menjadi
beberapa orde besaran lebih besar daripada permukaan luar dan bisa mencapai 2000 m/g.
Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul atau karena perbedaan polaritas yang
menyebabkan sebagian molekul melekat pada permukaan tersebut lebih erat daripada
molekul lainnya (Brady, 1999).
Karbon aktif merupakan salah satu adsorben yang paling sering digunakan pada
proses adsorbsi. Hal ini disebabkan karena karbon aktif mempunyai daya adsorbsi dan luas
permukaan yang lebih baik dibandingkan adsorben lainnya. Luas permukaan yang besar ini
disebabkan karena mempunyai struktur pori-pori. Pori-pori inilah yang menyebabkan karbon
aktif mempunyai kemampuan untuk menyerap (Sudibandriyo,2003). Karbon aktif
merupakkan karbon yang bebas serta memiliki permukaan dalam (internal surface),
sehingga mempunyai daya serap yang baik. Keaktifan daya menyerap dari karbon aktif ini
tergantung dari jumlah senyawa kabonnya yang berkisar antara 85 % sampai 95% karbon
bebas. Karbon aktif yang berwarna hitam, tidak berbau, tidak terasa dan mempunyai daya
serap yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kabon aktif yang belum menjalani proses
aktivasi, serta mempunyai permukaan yang luas, yaitu memiliki luas antara 300 sampai 2000
m/gram.
Karbon aktif telah digunakan sebagai adsorben untuk waktu yang sangat lama.
Meskipun penggunaannya luas, tetapi mekanisme adsorpsi organik pada karbon dan efek
sifat permukaan mekanisme ini belum banyak diketahui. Hal ini disebabkan karena
heterogenitas permukaan karbon aktif memberikan kontribusi signifikan terhadap kapasitas
adsorpsinya, khususnya kelompok permukaan oksigen (Puri, 1970). Kelompok-kelompok
ini memberikan pengaruh yang banyak terhadap sifat permukaan meskipun dalam jumlah

relatif kecil. Pengaruh tersebut diantaranya yaitu keasaman permukaan (Menendez et al,
1999), polaritas atau hidrofobik (Groszek, 1997), dan muatan permukaan (Arafat et al.,
1999).
1.2. Rumusan masalah
a. Apa yang dimaksud dengan adsorpsi?
b. Apa yang dimaksud dengan adsorbsi?
c. Bagaimana proses adsorbsi karbon aktif beserta aplikasinya?
1.3. Tujuan Penulisan
a. Mempelajari penjelasan mengenai adsorbsi.
b. Mengetahui apa yang dimaksud karbon aktif.
c. Mempelajari proses adsorpsi karbon aktif beserta aplikasinya.

BAB II
PEMBAHASAN
Adsorpsi merupakan suatu proses kimia ataupun fisika yang terjadi ketika suatu fluida,
cairan maupun gas , terikat kepada suatu padatan atau cairan (disebut: zat penjerap, adsorben)
dan akhirnya membentuk suatu lapisan film (disebut: zat terjerap, adsorbat) pada permukaannya.
Berbeda dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida oleh fluida lainnya dengan
membentuk suatu larutan.
Dengan demikian dapat disimpulkan:
Adsorpsi --> peristiwa penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain
Adsorbat senyawa terlarut yang dapat terserap
Adsorben padatan dimana di permukaannya terjadi pengumpulan senyawa yang diserap
Dalam pengertian lain menyatakan adsorpsi merupakan suatu peristiwa penyerapan pada
lapisan permukaan atau antar fasa, dimana molekul dari suatu materi terkumpul pada bahan
pengadsorpsi atau adsorben. Selain zat padat, adsorben dapat pula zat cair. Karena itu adsorpsi
dapat terjadi antara :

zat padat dan zat cair,

zat padat dan gas,

zat cair dan zat cair

gas dan zat cair.

Menurut Sukardjo bahwa molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair,
mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada gaya-gaya yang mengimbangi. Adanya
gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair, mempunyai gaya adsorpsi. Adsorpsi berbeda
dengan absorpsi. Pada absorpsi zat yang diserap masuk ke dalam adsorben sedang pada adsorpsi,
zat yang diserap hanya pada permukaan (Sukardjo, 2002:190). Jumlah zat yang diadsorpsi pada

permukaan adsorben merupakan proses berkesetimbangan, sebab laju adsorpsi disertai dengan
terjadinya desorpsi. Pada awal reaksi, peristiwa adsorpsi lebih dominan dibandingkan dengan
peristiwa desorpsi, sehingga adsorpsi berlangsung cepat. Pada waktu tertentu peristiwa adsorpsi
cenderung berlangsung lambat, dan sebaliknya laju desorpsi cenderung meningkat. Ketika laju
adsorpsi adalah sama dengan laju desorpsi sering disebut sebagai keadaan berkesetimbangan.
Waktu tercapainya keadaan setimbang pada proses adsorpsi adalah berbeda-beda. Hal ini
dipengaruhi oleh jenis interaksi yang terjadi antara adsorben dengan adsorbat. Secara umum
waktu tercapainya kesetimbangan adsorpsi melalui mekanisme fisika (fisisorpsi) lebih cepat
dibandingkan dengan melalui mekanisme kimia.
Karbon aktif adalah senyawa karbon yang telah ditingkatkan daya adsorpsinya dengan
proses aktivasi. Pada proses aktivasi ini terjadi penghilangan hidrogen, gas-gas dan air dari
permukaan karbon sehingga terjadi perubahan fisik pada permukaannya. Aktivasi ini terjadi
karena terbentuknya gugus aktif akibat adanya interaksi radikal bebas pada permukaan karbon
dengan atom-atom seperti oksigen dan nitrogen. Pada proses aktivasi juga terbentuk pori-pori
baru karena adanya pengikisan atom karbon melalui oksidasi ataupun pemanasan (Sudibandriyo
et al, 2003).
Karbon aktif terdiri dari 87 97 % karbon dan sisanya berupa hidrogen, oksigen, sulfur
dan nitrogen serta senyawa-senyawa lain yang terbentuk dari proses pembuatan. Volume poripori karbon aktif biasanya lebih besar dari 0,2 cm3/gram dan bahkan terkadang melebihi 1
cm3/gram. Luas permukaan internal karbon aktif yang telah diteliti umumnya lebih besar dari
500 m2/gram dan bisa mencapai 1908 m2/gram. Karbon aktif dapat dibuat dari berbagai macam
bahan dasar yang mengandung karbon. Yang biasa dipakai sebagai bahan dasar karbon aktif
antara lain batu bara, tempurung kelapa, tempurung kelapa sawit, petrol coke, limbah pinus, dan
kayu. Perubahan bahan dasar juga mempunyai efek terhadap kapasitas adsorpsi dan kinetik dari
karbon aktif. Bahan dasar yang digunakan memberikan pengaruh terhadap struktur permukaan
besar dari karbon aktif yang dapat dilihat dari Scanning Electron Micrographs (SEM)
(Sudibandriyo et al, 2003).
Karbon aktif merupakan salah satu adsorben yang paling sering digunakan pada proses
adsorpsi. Hal ini disebabkan karena karbon aktif mempunyai daya adsorpsi dan luas permukaan

yang lebih baik dibandingkan adsorben lainnya (Walas 1990). Karbon aktif yang baik haruslah
memiliki luas area permukaan yang besar sehingga daya adsorpsinya juga akan besar
(Sudibandriyo et al, 2003). Sifat karbon aktif yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal
ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu :
1. Sifat Adsorben
Karbon aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang sebagian
besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing- masing berikatan secara kovalen. Dengan
demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar. Selain komposisi dan polaritas, struktur pori
juga merupakan faktor yang penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas
permukaan, semakin kecil pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar.
Dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi,
dianjurkan agar menggunakan karbon aktif yang telah dihaluskan. Jumlah atau dosis karbon aktif
yang digunakan, juga diperhatikan.
2. Sifat Serapan
Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh karbon aktif, tetapi kemampuannya untuk
mengadsorpsi berbeda untuk masing- masing senyawa. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai
dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari sturktur yang sama, seperti dalam deret
homolog. Adsorsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap,
struktur rantai dari senyawa serapan.
3. Temperatur
Dalam pemakaian karbon aktif dianjurkan untuk menyelidiki. temperatur pada saat
berlangsungnya proses. Karena tidak ada peraturan umum yang biasanya diberikan mengenai
temperatur yang digunakan dalam adsorpsi. Faktor yang mempengaruhi temperatur proses
adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas thermal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak
mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna mau dekomposisi,
maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada
temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperature yang lebih kecil.
4. pH (Derajat Keasaman)
Untuk asam-asam organik adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan
penambahan asam-asam minereal. Hal ini disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk
mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam

organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat
terbentuknya garam.
5. Waktu Kontak
Bila karbon aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai
kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah yang digunakan.
Waktu yang dibutuhkan ditentukan oleh dosis karbon aktif, pengadukan juga mempengaruhi
waktu kontak. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel karbon aktif
untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi,
dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama.
Struktur pori adalah faktor utama dalam proses adsorpsi. Distribusi ukuran pori
menentukan distribusi molekul yang masuk dalam partikel karbon untuk diadsorp. Molekul yang
berukuran besar dapat menutup jalan masuk ke dalam micropore sehingga membuat area
permukaan yang tersedia untuk mengadsorp menjadi sia-sia. Karena bentuk molekul yang tidak
beraturan dan pergerakan molekul yang konstan, pada umumnya molekul yang lebih dapat
menembus kapiler yang ukurannya lebih kecil juga.
Penggunaan bubuk karbon aktif mempunyai kelebihan sebagai berikut :

Sangat ekonomis karena ukuran butir yang kecil dan luas permukaan kontak persatuan
berat sangat besar.

Kontak menjadi sangat baik dengan mengadakan pengadukan cepat dan merata.

Tidak memerlukan tambahan alat lagi karena karbon akan mengendap bersama Lumpur
yang terbentuk.

Kemungkinan tumbuhnya mikroorganisme sangat kecil.


Sifat adsorbsi karbon aktif tidak hanya ditentukan oleh struktur porinya, tetapi ditentukan

juga oleh komposisi kimianya. Misalnya ketidakteraturan struktur mikrokristal elementer, karena
adanya lapisan karbon yang terbakar tidak sempurna (terbakar sebagian), akan mengubah
susunan awal elektron dalam rangka karbon. Akibatnya akan terjadi elektron tak berpasangan,
keadaan ini akan mempengaruhi sifat adsorbsi karbon aktif, terutama senyawa polar atau yang

dapat terpolarisasi. Jenis ketidakteraturan yang lain adalah adanya hetero atom didalam struktur
karbon (Kholis, 2013).
Contoh aplikasi dari pembahasan karbon akif sebagai adsorben terdapat pada jurnal yang
berjudul A Study of the Influence of Hydrophobicity of Activated Carbon on the Adsorption
Equilibrium of Aromatics in Non-Aqueous Media pada jurnal yang ditulis oleh Falk Ahnert,
Hassan A. Arafat dan Neville G. Pint yang dipublikasi oleh Kluwer Academic Publishers tahun
2003. Dalam penelitian ini, pengaruh hidrofobisitas pada adsorpsi aromatik pada oksigen dan
terdeoksigenasi karbon aktif dilaporkan. Penelitian ini menggunakan kombinasi pelarut organik
dan zat terlarut dan karbon dengan jumlah yang berbeda dari kelompok permukaan oksigen,
sehingga ditentukan efek polaritas permukaan karbon pada kapasitas adsorpsi untuk senyawa
aromatik dengan derajat polaritas yang berbeda.
Hasil yang didapat dari percobaan dalam jurnal ini adalah
Grup Permukaan heterogen dan Penuaan Efek

Tabel 1 menunjukkan konsentrasi oksigen kelompok asam, termasuk karboksilat, fenol,


dan kelompok lakton, dan kelompok permukaan dasar untuk semua G-70R karbon yang
digunakan. Karbon G-70R-4M memiliki konsentrasi karboksilat, fenol, dan kelompok lakton
lebih besar daripada karbon G-70R-1M, dimana karbon G-70R-1M juga memiliki konsentrasikonsentrasi yang lebih besar daripada G-70R-AIR. Oksigenasi juga ditemukan untuk menghapus
kelompok dasar dari permukaan. Deoxidation G-70R-DI untuk memproduksi G-70R-N800, dan
G-70R-4M untuk memproduksi G-70R-X800 dan G-70RX1000, ditemukan untuk meningkatkan

kelompok permukaan dasar, yang terutama disebabkan oleh nitrogen yang ditambahkan ke
permukaan.

Tabel 2 menunjukkan bahwa efek aging menyebabkan Konsentrasi kelompok total dasar
menurun, kecuali untuk G-70RDI dan G-70R-N800 yang konsentrasinya tetap 2%. Dari
konsentrasi 2% yang dekat dengan kesalahan eksperimental metode titrasi Boehm, dapat
digeneralisasi bahwa penyebab aging baik tidak ada perubahan atau sedikit penurunan (up 8%,
untuk G-70R-X1000) dalam jumlah total permukaan kelompok dasar, menunjukkan bahwa
kelompok-kelompok ini relatif stabil di bawah kondisi atmosfer. Hal ini juga terlihat pada Tabel
2 bahwa jumlah total kelompok asam meningkat untuk semua karbon dari 10% sampai 120%.
Sebagian besar selisih ini diyakini karena lakton dan kelompok fenol. Karena pengurangan
jumlah kelompok dasar lebih kecil dari peningkatan yang sesuai dalam asamkelompok, dapat
disimpulkan bahwa kelompok-kelompok asam baru dibuat pada permukaan (tidak harus dari
yang ada kelompok dasar).
Luas Permukaan

Tabel 3 menunjukkan daerah permukaan karbon. Diamati bahwa pengoksidasi dengan


HNO3 dan dengan penambahan nitrogen pada 1000C dapat mengurangi daerah permukaan
sekitar 1000 m2 / g. Semua perlakuan lain menghasilkan karbon dengan daerah permukaan yang
sangat mirip dengan sumber (DI) dengan nilai antara 1100 dan 1150 m2 / g. Oksidasi umumnya
dikurangi fraksi wilayah mikropori (mungkin karena kondensasi parsial micropores), dan G70R-X800 dan G-70R-X1000 yang diamati memiliki luas permukaan mikro terendah.
Pengaruh heterogen Kelompok Permukaan Polaritas
Penyerapan panas 1-butanol dari air dan n-heptane diukur dengan menggunakan FMC
untuk semua karbon G-70R yang digunakan dalam penelitian ini. Data ini digunakan untuk
menghitung fraksi area polar pada permukaan karbon yang ditunjukkan pada Tabel 3. Dengan
pengecualian dari G-70R-4M, karakterisasi FMC menunjukkan bahwa sebagian besar karbon
permukaan untuk semua karbon yang diteliti terdiri dari senyawa nonpolar, atau area dasar.
Secara umum, tingkat polaritas sesuai dengan konsentrasi total kelompok asam pada permukaan
(Tabel 1). G-70R-DI dan G-70R-N800 memiliki fraksi permukaan polar terendah dan keasaman
terendah per satuan luas (1E-4 mmol / m2). G-70R-X1000 dan G-70R-X800 memiliki polaritas
yang sama dan keasaman permukaan. G-70R-AIR, G-70R-1M, dan G-70R-4M memiliki
polaritas semakin tinggi, sejalan dengan meningkatnya keasaman permukaan. Satu-satunya
pengecualian pola umum ini adalah polaritas relatif dari G-70RAIR dengan G-70R-X800.
Berdasarkan keasaman permukaan, diharapkan G-70R-AIR memiliki fraksi permukaan kutub
yang lebih tinggi daripada yang ditunjukkan oleh pengukuran FMC.

Pengaruh Hidrofobisitas pada Adsorpsi Kapasitas

Dalam rangka untuk menyelidiki efek dari hidrofobik pada kapasitas adsorpsi, penelitian
dilakukan dengan menggunakan adsorbates dan pelarut dengan karakteristik hidrofobik yang
berbeda. Pelarut yang digunakan adalah sikloheksana dan heptana, sedangkan adsorbat yang
digunakan adalah fenol, anilin, benzena, dan xilena. Koefisien distribusi oktanol-air (Kow)
digunakan sebagai ukuran kuantitatif nilai hidrofobisitas. Kow pada keenam senyawa organik
yang digunakan dalam penelitian ini tercantum dalam Tabel 4. Tinggi nilai Kow menunjukkan
bahan yang lebih hidrofobik.

Ditunjukkan pada Gambar. 1 adalah adsorpsi isoterm untuk benzena dari sikloheksana
pada lima karbon. Ini mengindikasikan adanya hubungan terbalik antara kapasitas adsorpsi dan
keasaman permukaan atau dengan kata lain polaritas. Sebelumnya Studi (Franz et al, 2000;.
Arafat et al, 2003.) menyarankan bahwa ikatan H antara adsorbat aromatik dan kelompok
permukaan, serta interaksi antara kelompok-kelompok fungsional pada adsorbat aromatik dan
permukaan karbon merupakan faktor kunci yang mempengaruhi variasi kapasitas. Namun, di
Gambar. 1 tidak dapat dijelaskan atas dasar ini, karena benzena tidak memiliki ikatan H dan
tidak memiliki gugus fungsional. Selain itu, tidak ada korelasi antara variasi Kapasitas dan
variasi permukaan daerah BET (Tabel 3). Hal ini disebabkan oleh perubahan di permukaan
hidrofobik. Benzena sangat hidrofobik (Kow = 135) memiliki afinitas yang lebih rendah untuk
adsorpsi ketika polaritas permukaan meningkat. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, polaritas
umumnya berkorelasi dengan jumlah gugus asam, diharapkan kapasitas benzena akan
berkorelasi dengan konsentrasi permukaan asam. Hal ini ditemukan kasus seperti ditunjukkan
pada Gambar. 2, yang menunjukkan plot kapasitas adsorpsi normal (didefinisikan sebagai jumlah
teradsorpsi pada 0,4 mmol / L dibagi dengan luas permukaan BET) terhadap konsentrasi
kelompok total asam.

Gambar 2 menunjukkan terbalik, linier hubungan antara keasaman total permukaan dan
jumlah teradsorpsi per satuan luas. Hal ini menunjukkan efek keasaman permukaan yang kuat

pada adsorpsi benzena. Adsorpsi isoterm juga diukur dalam sikloheksana untuk xilena yang
sangat hidrofobik (Kow =1.413) dan merupakan molekul non ikatan H. Isoterm ini ditunjukkan
pada Gambar. 3. Kecenderungan untuk xylene mirip dengan yang diamati untuk benzena.

Kapasitas adsorpsi ditunjukkan menjadi berbanding terbalik dengan konsentrasi


permukaan oksigen dan polaritas permukaan. Ketika membandingkan kapasitas adsorpsi untuk
benzena dan xilena (Gambar. 1 dan 3), dapat dilihat bahwa kelima karbon memiliki kapasitas
yang lebih tinggi untuk xylene dari benzena. Namun, perbedaan dalam kapasitas lebih kecil
untuk G-70R-1M, dan jauh lebih kecil untuk karbon G-70R-4M. Perilaku ini juga dapat
dijelaskan atas dasar hidrofobik. Karena fraksi utama permukaan G-70R karbon non-polar (Tabel
3), kapasitas untuk xilena lebih hidrofobik lebih tinggi daripada benzena untuk kelima karbon.
Karbon yang sangat teroksidasi, G-70R-1M dan G-70R-4M memiliki fraksi permukaan polar
yang signifikan, yang menyebabkan berkurangnya perbedaan kapasitas antara benzena dan
xilena. Adsorpsi isoterm untuk xylene juga diukur di heptana, dan ditunjukkan pada Gambar. 4.
Empat fitur signifikan yang diamati.

Pertama, kapasitas adsorpsi untuk Penurunan xilena dengan oksigenasi permukaan,


sesuai dengan harapan. Kedua, kapasitas adsorpsi untuk xylene dalam heptana lebih rendah (Gbr.
4) daripada di sikloheksana (Gbr. 3), dengan perbedaan yang terkecil untuk oksigen G-70R-4M.
Heptana sangat hidrofobik (Kow = 31623) dibandingkan dengan sikloheksana (Kow = 2,754).
Dengan demikian, heptana bersaing lebih efektif dengan xylene untuk daerah area dasar
hidrofobik. Untuk G-70R-4M, dengan permukaan yang lebih polar, pengaruh hidrofobisitas
pelarut berkurang dan kapasitas dari sikloheksana dan heptana sama. Di kasus ini, adsorpsi
pelarut hidrofobik menjadi kurang menguntungkan dan efek pelarut diminimalkan. Hal ini juga
diperhatikan bahwa perubahan kapasitas xylene dengan oksigenasi permukaan yang lebih kecil
dengan adanya heptana. Hal ini juga disebabkan oleh lebih tinggi afinitas heptana untuk situs
adsorpsi non-polar. Adsorpsi isoterm yang dihasilkan untuk fenol dalam sikloheksana dan
heptana ditampilkan dalam Gambar 5 dan 6.

Kedua sikloheksana dan heptana dapat meningkatkan oksigenasi permukaan yang juga
meningkatkan kapasitas adsorpsi, berlawanan untuk benzena dan xilena. Untuk molekul dengan
ikatan H seperti fenol, ikatan H dengan permukaan oksigen adalah Mekanisme dominan
adsorpsi, dengan tidak adanya air. Hal ini dijelaskan lebih lanjut pada penelitian lain (Arafat et
al., 2003). Meningkatnya jumlah kelompok oksigen permukaan akan meningkatkan jumlah situs
yang tersedia untuk ikatan H dan mengakibatkan kapasitas adsorpsi, seperti pada adsorpsi
isoterm untuk anilin yang ditunjukkan pada Gambar. 7 untuk media sikloheksana, dan pada

Gambar. 8 untuk media heptana, di mana peningkatan kapasitas adsorpsi dengan oksigenasi
permukaan.

Anilin memiliki gugus fungsional (NH2), yang mampu berikatan H dengan permukaan oksigen.
Kedua anilin dan fenol memiliki kapasitas adsorpsi yang lebih tinggi ketika adsorpsi berlangsung
di sikloheksana, dibandingkan dengan heptana. Interpretasi untuk benzena dan xilena juga sama

untuk fenol dan anilin. Semakin tinggi hidrofobik dari heptana menyebabkan pelarut ini sangat
menyerap pada area dasar non-polar, mengurangi ketersediaan situs adsorpsi tersebut.
Akhirnya, dengan membandingkan kapasitas adsorpsi untuk fenol dan anilin dalam
media sikloheksana dan heptana (Gambar. 5-8), fenol umumnya terbukti memiliki kapasitas
adsorpsi lebih tinggi dari anilin di kedua pelarut. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa fenol lebih
hidrofobik (Tabel 4) dan memiliki gugus fungsional ikatan H lebih kuat dari anilin. Hal ini
membuat fenol merupakan adsorben kuat pada kedua kutub (oksigen) dan situs non-polar (area
dasar). Semakin kuat ikatan H dari hidroksil (OH) kelompok fenol membuatnya mampu
berikatan dengan situs kutub lemah, seperti kelompok lakton. Perbedaan kapasitas adsorpsi
antara fenol dan anilin yang terkecil untuk oksigen yang paling tinggi yaitu karbon G-70R-1M
dan G-70R-4M. Hal ini diduga bahwa surplus kelompok oksigen dengan polaritas yang kuat
(seperti kelompok karboksilat) yang ada pada permukaan karbon menghasilkan kapasitas yang
sama untuk anilin dan fenol, karena mereka meminimalkan pengaruh perbedaan kekuatan ikatan
H dalam fenol dan anilin.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Adsorpsi merupakan suatu proses kimia ataupun fisika yang terjadi ketika suatu fluida,
cairan maupun gas , terikat kepada suatu padatan atau cairan (disebut: zat penjerap,
adsorben) dan akhirnya membentuk suatu lapisan film (disebut: zat terjerap, adsorbat)
pada permukaannya.
2. Karbon aktif adalah senyawa karbon yang telah ditingkatkan daya adsorpsinya dengan
proses aktivasi. Pada proses aktivasi ini terjadi penghilangan hidrogen, gas-gas dan air
dari permukaan karbon sehingga terjadi perubahan fisik pada permukaannya.
3. Contoh aplikasi dari pembahasan karbon akif sebagai adsorben terdapat pada jurnal yang
berjudul A Study of the Influence of Hydrophobicity of Activated Carbon on the
Adsorption Equilibrium of Aromatics in Non-Aqueous Media dimana peningkatan
oksigen menyebabkan kapasitas yang lebih tinggi karena situs ikatan hidrogen tambahan.
Secara umum, baik untuk H-ikatan dan non H-ikatan aromatik adsorbates, kapasitas
berkurang dengan adanya amore pelarut hidrofobik, kecuali permukaan sangat oksigen.
Dalam hal ini, pengaruh pelarut kapasitas minimal

DAFTAR PUSTAKA

Arafat, H., F. Ahnert, and G. Pinto, Additional Evidence for Hydrogen


Bonding of Aromatics on Oxygenated Activated Carbon, Sep. Sci. & Tech., in press
(2003)
Arafat, H., M. Franz, and N. Pinto, Effect of Salt on the Mechanism of Adsorption of Aromatics
on Activated Carbon, Langmuir, 15(18), 59976003 (1999
Brandy, James, 1999, Kimia Untuk Universitas, Erlangga, Jakarta.

Falk A. dkk, 2003, A Study of the Influence of Hydrophobicity of Activated Carbon


on the Adsorption Equilibrium of Aromatics in Non-Aqueous Media, dipublikasi oleh
Kluwer Academic Publishers
Franz, M., H. Arafat, and N. Pinto, Effect of Chemical Surface Heterogeneity on the Adsorption
Mechanism of Dissolved Aromatics on Activated Carbon, Carbon, 38(13), 18071819
(2000).
Groszek, A., Irreversible and Reversible Adsorption of Some Heavy Transition Metals on
Graphitic Carbons from Dilute Aqueous Solutions, Carbon, 35, 13291405 (1997).
M. Kholis Majdil, 2013, Karbon aktif, http://sains-resources.blogspot.com/2013/07/karbonaktif.html diakses pada 10 November 2014
Menendez, J., D. Suarez, E. Fuente, and M. Montes-Maron, Contribution of Pyrone-Type
Structures to Carbon Basicity: Theoretical Evaluation pf the pKa of Model
Compounds, Carbon, 37(6), 10021006 (1999).
Sudibandriyo, M., 2003, Effect of Adsorbed Phase density on High Pressure Adsorption
Isotherms, PhD Oklahoma State University, USA

Walas, Stainley M. 1990. Chemical Process Equipment. Edisi pertama. New York : Butterworth
Heinemann.
.

Anda mungkin juga menyukai